107
maupun video relatif mendapatkan prestasi yang jauh lebih tinggi daripada siswa pada kategori berinteraksi sosial rendah.
Gambar 4.9 Grafik Interaksi Media STAD dan Interaksi Sosial terhadap Prestasi Belajar Biologi
6. Hipotesis Keenam
Hasil analisis data menunjukkan tidak ada interaksi antara gaya berpikir dan interaksi sosial terhadap prestasi belajar biologi pada materi ekosistem
p-value
interaksi antara gaya berpikir dan interaksi sosial = 0,551 0,050. Hasil ini merupakan
konsekuensi dari dua keputusan sebelumnya yaitu gaya berpikir yang tidak berpengaruh signifikan dan interaksi sosial yang berpengaruh terhadap prestasi belajar biologi. Secara
parsial interaksi sosial dan gaya berpikir memberikan pengaruh yang memiliki tren positif terhadap pencapaian prestasi, logis apabila kedua variabel ini menunjukkan adanya
interaksi terhadap prestasi belajar biologi. Hanya saja, dari hasil statistik tidak
108
menunjukkan hal yang demikian. Untuk itu perlu diteliti pada setiap sel interaksi antara keduanya.
Gambar 4.10 Grafik Interaksi Gaya Berpikir dan Interaksi Sosial terhadap Prestasi Belajar Biologi
Ternyata berdasarkan pada gambar 4.10 yang merangkum hasil probabilistik
interaksi, diketahui bahwa tidak serta merta gaya berpikir dan interaksi sosial berinteraksi pada semua level. Interaksi pengaruh tidak terjadi pada level gaya berpikir acak pada
penggunaan media LKS
p-value = 0,015
dimana siswa dengan kemampuan interaksi sosial tinggi lebih dominan
mean
= 65,86 dan siswa dengan kategori rendah memperoleh rerata 45,17. Sedangkan pada penggunaan media video
p-value = 0,355
. Interaksi tidak terjadi pada ranah gaya berpikir sekuensial dengan interaksi sosial. Interaksi signifikan
positif terjadi pada sel gaya berpikir acak dengan interaksi sosial tinggi pada penggunaan media LKS.
Hal ini sesuai dengan karakteristik gaya berpikir dan metode mengajar yang dapat diterima oleh seseorang seperti dituliskan oleh James E. Dyer 2008, bahwa
109
seseorang dengan gaya berpikir acak abstrak maupun konkret menyukai belajar dengan cara diskusi kelompok, demontrasi, pengamatan lapangan, serta memecahkan masalah
secara terbuka. Penggunaan model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada kerjasama dalam kelompok belajar semakin memperkuat alasan mengapa siswa yang
memiliki tingkat interaksi sosial tinggi cenderung memperoleh prestasi yang juga lebih tinggi.
7. Hipotesis Ketujuh