Pengukuran Hasil Belajar 1. Pengukuran Ranah Kognitif

maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.

d. Pengukuran Hasil Belajar 1. Pengukuran Ranah Kognitif

Penilaian terhadap hasil belajar penguasaan materi bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep dasar keilmuan berupa materi-materi esensial sebagi konsep fungsi dan prinsip utama. Konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut harus dimiliki dan dikuasai siswa secara tuntas, bukan hanya dalam bentuk hapalan. Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental. Pada ranah ini terdapat enam jenjang berpikir mulai dari yang tingkat rendah sampai tinggi, yakni: 1 pengetahuaningatan knowledge , 2 pengetahuan comprehension, 3 penerapan application , 4 analisis analysis, 5 sintesis synthesis dan 5 evaluasi evaluation. Pada tahun 2001 Anderson dan Krathwohl melakukan revisi terhadap taksonomi Bloom menjadi: 1 Remember, 2 understand, 3 apply, 4 analyze, 5 evaluate, dan 6 create. Kemampuan-kemampuan yang termasuk domain kognitif oleh Bloom dkk dikategorikan lebih terinci secara hierarkis kedalam enam jenjang kemampuan yakni hapalaningatan C 1 , pemahaman C 2 , penerapan C 3 , analisis C 4 , sintetis C 5 dan evaluasi C 6 . 25 2. Pengukuran Ranah Afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang yang memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. 25 Ahmad Sofyan, et all., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006, h 15 Para guru lebih banyak menilai ranah kogntif semata-mata. Tipe belajar hasil afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial. Pengukuran ranah afektif tidaklah semudah mengukur ranah kognitif. Pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu- waktu. Pengubahan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama, demikian juga pengembangan minat dan penghargaan serta nilai- nilai. Ranah afektif ini dirinci oleh Kathwohl dkk, menjadi lima jenjang, yakni: 1 perhatian atau penerimaan receiving, 2 tanggapan responding, 3 penilaian atau penghargaan valuing, 4 pengorganisasian organization dan 5 karakterisasi terhadap suatu atau beberapa nilai characterization by a value or value complex. Tujuan-tujuan instruksional yang termasuk domain afektif diklasifikasikan oleh David Kathwohl ke dalam jenjang secara hierarkis, yaitu: Receiving meliputi penerimaan secara pasif terhadap suatu nilai dan keyakinan. Responding meliputi keinginan dan kesenangan menanggapi atau merealisasikan sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat. Valuing meliputi pemilikan serta pelekatan pada suatu nilai tertentu. Organization meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi suatu sistem nilai. Characterization mencakup pengembangan nilai-nilai menjadi karakter pribadi. 26 Kategori ranah afektif sebagai hasil belajar, kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks, yaitu: 26 Ibid, h. 20 a Receivingattending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan stimulasi dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Tipe ini contohnya kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar. b Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. c Valuing penilaian berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut. d Organisasi, yakni pengembangaan diri dari nilai ke dalam suatu sistem dan prioritas nilai yang telah dimilikinya, yang termasuk ke dalam organisasi adalah konsep tentang nilai dan organisasi sistem nilai. e Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Kedalamnya termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya. 27 Sehubungan dengan tujuan penilaiannya ini maka yang menjadi sasaran penilaian kawasan afektif adalah perilaku anak didik, bukan pengetahuannya. Pertanyaan afektif tidak menuntut jawaban benar atau salah, tetapi jawaban yang khusus tentang dirinya mengenai minat, sikap dan internalisasi nilai. 27 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990, h 30 3. Pengukuran Ranah Psikomotor Pengukuran ranah psikomotor dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan. Namun demikian biasanya pengukuran ranah ini disatukan atau dimulai dengan pengukuran ranah kognitif sekaligus. Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan skiil atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Simpson 1956 menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif, akan tampak setelah siswa menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan siswa sehari-hari. 28 Proses belajar mengajar di sekolah saat ini, tipe belajar hasil belajar kognitif lebih dominan jika dibandingkan dengan tipe hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris. Sekalipun demikian tidak berarti bidang afektif dan psikomotoris diabaikan sehingga tak perlu lagi diberikan penilaian. Tipe hasil belajar ranah psikomotoris berkenaan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ini sebenarnya tahap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalam kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku. Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu secara garis besarnya berasal dari faktor internal diri siswa sendiri dan eksternal dari luar siswa sendiri. Adapun faktor yang datang dari diri sendiri bisa diakibatkan oleh kemampuan dan keinginan yang kurang atau boleh dibilang mempunyai IQ yang pas- pasan sehingga dapat menyebabkan penurunan dalam belajarnya. Sedangkan faktor yang dari luar diri siswa yaitu bisa disebabkan oleh 28 Ahmad Sofyan, et all, op. cit, h. 23 keadaan keluarganya ataupun lingkungannya yang kurang mendukung dalam proses belajarnya.

4. Hukum Newton

Dokumen yang terkait

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning (CTL) terhadap hasil belajar siswa: kuasi ekspereimen di SMP Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan

0 11 152

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning (CTL) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep bunyi

2 12 149

PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP ZAT DAN WUJUDNYA TERINTEGRASI NILAI KEAGAMAAN (Eksperimen di MTs Al-Khairiyah,Citeureup-Bogor)

1 33 61

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Sumber Energi Gerak melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ( Penelitian Tindakan Kelas di MI Muhammadiyah 2 Kukusan Depok)

0 14 135

Peningkatan hasil belajar siswa pada konsep sumber energi gerak melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL): penelitian tindakan kelas di MI Muhammadiyah 2 Kukusan Depok

2 3 135

Penagruh pendekatan contextual teaching laering (CTL) terhadap hasil bejaran biologi siswa kuasi Ekperimen di SMPN 1 Cisauk

0 7 208

Peningkatan Hasil Belajar PKn dalam Materi Peranan Globalisasi Melalui Pendekatan Contekstual Teaching Learning (CTL) di kelas IV MI. Masyirotul Islamiyah Tambora Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 4 180

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning (ctl) melalui metode eksperimen terhadap hasil belajar siswa

0 14 195

Penerapan pendekatan pembelajaran contextual teaching and learnig/CTL untuk meningkatkan hasil belajar PKN pada siswa kelas IV MI Miftahussa’adah Kota Tangerang

0 10 158

Upaya meningkatkan hasil belajar IPA pada konsep perkembangbiakan tumbuhan melalui pendekatan kontekstual: penelitian tindakan kelas di MI Hidayatul Athfal Gunungsindur

0 19 141