55
D. Aktivitas Pembelajaran
1. Memberikan motivasi peserta diklat untuk mengikuti proses pembelajaran dan kebermaknaan mempelajari materi modul “Lembaga-lembaga Negara dalam
Pembukaan UUDNRI Tahun 1945”. 2. Menginformasikan judul modul, lingkup Kegiatan Pembelajaran dan tujuan
yang hendak dicapai pada modul ini. 3. Menyampaikan skenario kerja diklat dan gambaran tugas serta tagihan hasil
kerja sebagai indikator capaian kompetensi peserta dalam penguasaan materi modul baik yang dikerjakan secara individual atau kelompok.
4. Mempersilahkan peserta diklat secara individual membaca cerdas terhadap materi modul
5. Membagi peserta diklat ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan keperluan;
6. Mempersilahkan kelompok untuk berdiskusi materi latihankasustugas sebagaimana yang telah dipersiapkan di dalam modul.
7. Presentasi kelompok, pertanyaan, saran dan komentar. 8. Penyampaian hasil diskusi;
9. Memberikan klarifikasi berdasarkan hasil pengamatannya pada diskusi dan kerja kelompok
10. Menyimpulkan hasil pembelajaran 11. Melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan.
12. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran 13. Merencanakan kegiatan tindak lanjut
E. LatihanTugas LK.1. Setelah membaca uraian materi di atas, jawablah pertanyaan berikut ini
dengan baik. 1 Jelaskan hubungan fungsional antarlembaga- lembaga tinggi negara
2 Jelaskan hubungan antara lembaga eksekutif, yudikatif, dan legislatif
56
LK. 2. Bacalah wacana berikut dengan baik, kemudian diskusikan bersama kelompok Anda isi dari wacana berikut.
Seleksi Pimpinan Lembaga Negara
Oleh: Andryan, S.H., M.H. KELEMBAGAAN negara pasca amandemen konstitusi telah banyak mengalami
perubahan, baik yang ada maupun yang baru lahir. Berbicara kelembagaan negara, tentunya tidak terlepas pula dengan perekrutan pimpinan-pimpinan lembaga negara, yang
sedikit banyak harus melibatkan lembaga DPR. Sebagai lembaga representatif rakyat, DPR oleh konstitusi diberi kewenangan dalam hal
seleksi pimpinan lembaga-lembaga
Negara mulai lembaga di bawah eksekutif, yudikatif hingga lembaga-lembaga negara independen.
Kewenangan DPR dalam hal seleksi pimpinan lembaga negara dipandang tidak sesuai fungsi dan tugasnya sebagai wakil rakyat. Terlebih lagi mayoritas keanggotaannya semua
dari kalangan politisi, maka DPR menjadi rawan muatan politis dan kepentingan dalam memilih pimpinan lembaga-lembaga negara.
Diketahui pula, Mahkamah Konstitusi MK sebagai lembaga pengawal konstitusi telah beberapa kali membatalkan serta memperbaiki proses seleksi pimpinan-pimpinan
lembaga negara yang diatur dalam undang-undang. Adapun mekanisme proses seleksi pimpinan lembaga negara yang telah dibatalkan MK
terkait kewenangan mutlak DPR, yakni mengubah ketentuan fit and proper test dengan to confirm. Artinya, DPR terhadap proses seleksi beberapa lembaga negara tidak lagi
melakukan seleksi penilaian tetapi hanya boleh menyetujui atau menolak calon yang telah diajukan presiden. Jika DPR menolak dengan alasan yang kuat, maka presiden
mengajukan lagi calon baru. Lembaga negara yang telah diubah ketentuan mekanisme seleksi pimpinannya oleh MK
adalah Komisi Yudisial KY dengan komisionernya. Sebelumnya, ketentuan mekanisme seleksi komisioner KY adalah dengan DPR melakukan fit and proper test terhadap calon
komisioner KY yang telah diajukan presiden sebanyak 21 calon untuk dipilih tujuh nama menjadi calon komisioner KY. Pasca putusan MK, calon komisioner KY yang telah
diseleksi pansel dan disetujui presiden, maka presiden cukup mengajukan tujuh nama calon komisioner KY untuk langsung mendapat persetujuan DPR. Atas pengajuan
tersebut, DPR hanya boleh menyetujui atau menolak calon komisioner KY. Dengan muatan politik yang tinggi terhadap lembaga DPR, maka dalam hal proses seleksi
pimpinan lembaga negara harus benar-benar dilakukan secara fair dan objektif. Agar pimpinan lembaga-lembaga negara tersebut tidak tersandera politik, mekanisme
seleksinya pun harus dilakukan perubahan untuk menjamin kemerdekaan pimpinan tersebut dari pengaruh kepentingan. Banyak yang berpendapat keterlibatan DPR dalam
seleksi pimpinan lembaga negara harus dibatasi, bahkan ditanggalkan untuk beberapa pimpinan lembaga yang mengedepankan kredibilitas dan integritas.
Salah satu mekanisme yang dipandang baik untuk diterapkan dalam seleksi pimpinan lembaga negara adalah dengan keterlibatan DPR untuk hanya sebatas setuju atau
menolak calon pimpinan yang diajukan. Ketentuan ini menjadikan DPR hanya bersifat to confirm dan bebas muatan politis dagang sapi. Mekanisme seleksi pimpinan lembaga
negara yang banyak melibatkan DPR memang menjadi isu ketatanegaraan yang harus segera diselesaikan. Meskipun mekanisme seleksi dengan model to confirm dari DPR