15
b. Pandangan harus diarahkan ke lawan bicara
Ketika berbicara di depan umum hendaknya seorang pembicara mengarahkan pandangannya kepada lawan bicara. Selain untuk
menghormati lawan bicara hal ini dilakukan untuk mengetahui reaksi lawan bicara terhadap pembicaraan yang disampaikan, sehingga
pembicara dapat memposisikan diri agar dapat menguasai situasi dengan baik.
c. Kesediaan menghargai pendapat orang lain
Seorang pembicara hendaknya mempunyai sikap terbuka dalam menyampaikan isi pembicaraan, yaitu dapat menerima pendapat orang
lain, bersedia menerima kritik, dan bersedia mengubah pendapatnya jika pendapat tersebut tidak benar. Namun pembicara juga jangan mengikuti
pendapat orang lain begitu saja dan mengubah pendiriannya, tetapi harus tetap mempertahankan pendapatnya apabila pendapat tersebut benar-
benar diyakini kebenarannya. Ketika menyampaikan gagasan, seorang pembicara tidak boleh
menganggap gagasannya yang paling benar. Jika hal itu terjadi, lawan bicara yang berbeda pendapat akan semakin tidak dapat menerima
gagasan pembicara. d.
Gerak-gerik dan mimik yang tepat Keberhasilan tujuan pembicaraan juga dipengaruhi oleh gerak-gerik
dan mimik seorang pembicara. Hal-hal yang penting selain mendapatkan penekanan biasanya dibantu dengan gerakan tangan dan mimik. Hal itu
akan lebih membuat komunikasi semakin hidup dan tidak kaku. Namun
16
penggunaan mimik haruslah tepat, sebagai contoh saat membicarakan kebahagiaan maka ekspresi wajah dan gerak tubuh juga harus
menunjukkan kegembiraan. Berbeda jika mengungkapkan kepanikan, maka mimik yang seharusnya ditunjukkan adalah muka yang bingung,
takut, gugup, dan sebagainya. e.
Kenyaringan suara Kenyaringan suara berhubungan dengan situasi tempat dan jumlah
pendengar. Situasi tempat berhubungan dengan dimana pembicaraan tersebut dilakukan, apakah di tempat tertutup atau di ruang terbuka.
Jumlah pendengar mempengaruhi pengaturan volume suara seorang pembicara. Semakin banyak pendengar maka semakin keras pula suara
pembicara agar mampu menguasai situasi. Berbeda halnya saat jumlah pendengar sedikit, pembicara tidak perlu berbicara dengan keras atau
berteriak. f.
Kelancaran Kelancaran yang dimaksud adalah penggunaan kalimat lisan yang
tidak terlalu cepat dalam pengucapan, tidak terputus-putus, dan jarak antar kata tetap atau ajek. Kelancaran dalam berbicara juga dipengaruhi
oleh kemampuan vokal pembicara yang tepat tanpa ada sisipan bunyi e, anu, em, dan sebagainya. Pembicara yang terlalu cepat dalam
berbicara akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraan. g.
Relevansi atau penalaran Setiap materi pembicaraan harus memiliki hubungan antarkalimat
yang saling mendukung dan tidak bisa dipisahkan. Gagasan demi
17
gagasan harus berhubungan dan tersusun runtut. Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan harus logis dan relevan. Relevansi ini
berkaitan dengan ketepatan isi pembicaraan dengan topik yang sedang dibicarakan. Relevansi juga berkaitan dengan mendukung atau tidaknya
penggunaan kalimat-kalimat tersebut dalam konteks pembicaraan. h.
Penguasaan topik Menguasai topik pembicaraan sangat penting bagi seorang
pembicara. Dengan menguasai topik, seorang pembicara akan terlihat lebih meyakinkan dalam menyampaikan isi pembicaraannya, sehingga
mampu mempengaruhi atau menarik minat pendengar. Oleh karena itu penguasaan topik yang baik mampu menumbuhkan keberanian dan
kelancaran yang mendukung keberhasilan pembicaraan. Gagasan tersebut dipertegas oleh Mulgrave dalam Henry Guntur Tarigan,
2008: 16 dengan memberikan batasan mengenai penunjang keterampilan berbicara, antara lain: 1 pemahaman pembicara terhadap penyimak dan bahan
pembicaraan, 2 sikap yang tenang dan dan mudah menyesuaikan diri, 3 kewaspadaan dan antusiasme pembicara. Sementara itu Henry Guntur Tarigan
2008: 5 menuturkan bahwa kemampuan berbahasa lisan mencakup ujaran yang jelas dan lancar, kosakata yang luas dan beraneka ragam, penggunaan
kalimat yang tepat, dan kemampuan untuk mengikuti dan menelusuri perkembangan urutan suatu cerita atau menghubungkan kejadian-kejadian
dalam urutan yang wajar dan logis. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi pembelajaran keterampilan berbicara adalah faktor kebahasaan
18
dan nonkebahasaan serta kemampuan pembicara dalam menempatkan diri pada suatu situasi. Faktor-faktor keterampilan berbicara tersebut dapat dikondisikan
oleh guru dalam memilih metode pembelajaran yang tepat untuk memaksimalkan pembelajaran.
B. Jenis-Jenis Kegiatan Berbicara
Kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara yang sering dilakukan di dalam kelas adalah dengan meminta salah satu siswa untuk berdiri di depan
kelas untuk berbicara, misalnya untuk bercerita, menjawab pertanyaan, dan berpidato, sedangkan siswa yang lain diminta untuk mendengarkan. Siswa
yang mendapat giliran merasa tertekan karena harus menguasai bahan, selain itu terkadang guru memberikan kritikan-kritikan kepada siswa. Hal ini akan
menjadikan kegiatan pembelajaran menjadi kurang menarik. Siswa pun menjadi kurang terikat dengan kegiatan pembelajaran kecuali ketika mereka
mendapatkan giliran. Haryadi dan Zamzani 2000: 61 berpendapat agar keterampilan
berbicara dapat dikuasai dengan baik oleh siswa, pembelajaran dapat dilakukan dengan
beberapa kegiatan
diantaranya; bercerita,
berdialog, berpidatoberceramah dan berdiskusi. Sedangkan Ross dan Roe Ahmad
Rofi’uddin dan Darmiyati Zuchdi, 1999: 19 berpendapat bahwa kegiatan- kegiatan untuk melatih keterampilan berbicara siswa antara lain menyajikan
informasi, berpartisipasi dalam diskusi, dan berbicara untuk menghibur atau menyajikan pertunjukan.
Kegiatan berbicara yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdialog. Berdialog adalah kegiatan berbicara dua arah, maksudnya adanya saling
19
berbicara, tanya jawab, dan menanggapi lawan bicara Haryadi dan Zamzani, 2000: 64. Berkaitan dengan kegiatan role playing berdialog dapat diartikan
sebagai percakapan yang terjadi antar pelaku dalam sebuah drama. Kegiatan berdialog akan berjalan dengan lancar apabila adanya sikap
saling memperhatikan antar partisipannya. Selain itu sopan santun harus diperhatikan dalam berbicara agar tidak menyinggung lawan bicara, seperti
penggunaan bahasa yang sopan dan menunjukkan sikap dan ekspresi yang sesuai dengan bahan pembicaraan.
Siswa sekolah dasar sangat perlu berlatih berdialog. Tujuan dari hal ini adalah agar mereka dapat bergaul ditengah masyarakat dengan baik. Bahasa
dalam dialog biasanya pendek-pendek. Namun isi dari dialog tersebut dapat dipahami dengan ekspresi dan mimik yang mendukung. Role playing erat
kaitannya dengan kegiatan berdialog. Melalui role playing siswa akan belajar mengembangkan kosa kata, sikap berdialog yang baik, dan menyampaikan isi
pembicaraan dengan ekspresi yang tepat.
C. Metode Role Playing
1. Pengertian Metode
Slameto 2003: 65 berpendapat bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui di dalam mengajar, yaitu menyajikan bahan pelajaran
oleh orang kepada orang lain agar orang lain tersebut bisa menerimanya. Senada dengan pendapat tersebut Hastuti Suhartono, 2005: 160
menyebutkan bahwa metode adalah penentuan bahan, penentuan urutan bahan, cara-cara penyajian, yang semuanya itu dilandasi pada satu sistem
tertentu untuk mencapai tujuan tertentu pula.
20
Menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih 1996: 30 metode pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang akan diajarkan, serta
kemungkinan pengadaan remidi dan bagaimana pengembangannya. Metode mencakup pemilihan dan penentuan bahan ajar, penyusunan serta
kemungkinan pengadaan remedi dan pengembangan bahan ajar tersebut. Sedangkan Nana Sudjana 2002: 76 berpendapat bahwa metode
pembelajaran adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan
hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang dilakukan oleh seorang guru untuk
meleksanakan sebuah kegiatan pembelajaran, dari menentukan bahan ajar, membuat rancangan kegiatan, hingga melakukan evaluasi dari kegiatan
pembelajaran. Kemampuan seorang pengajar sangat dibutuhkan untuk memilih metode pembelajaran yang akan digunakan agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Apabila penguasaan dan pengetahuan guru terbatas mengenai cara mengajar, tentu metode
pembelajaran yang digunakan akan sama, tidak berkembang, dan tanpa variasi. Pembelajaran yang demikian akan membuat siswa bosan dan sulit
untuk menyerap ilmu. Metode dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peranan
yang penting. Keberhasilan kegiatan pembelajaran sangat tergantung pada cara guru menggunakan suatu metode pembelajaran. Wina Sanjaya 2008:
141-161 mengemukakan beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan yaitu: 1 ceramah diartikan sebagai cara menyajikan pelajaran
21
melalui penjelasan secara lisan kepada siswa, 2 diskusi adalah metode yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Diskusi bersifat
bertukar pengalaman untuk memecahkan suatu permasalahan dan menentukan keputusan secara bersama-sama, 3 demonstrasi yaitu cara
penyajian pelajaran dengan memperagakan dan menunjukkan kepada siswa tentang proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya
sekedar tiruan, 4 simulasi merupakan cara penyajian pelajaran menggunakan situasi tiruan untuk memahami konsep, prinsip, atau
keterampilan tertentu. Simulasi terdiri dari beberapa jenis, diantaranya; sosiodrama, psiko drama dan role playing.
2. Pengertian Role Playing
Hamzah B. Uno 2007: 25-26 mengatakan bahwa role playing adalah metode pembelajaran yang bertujuan untuk membantu siswa menemukan
makna jati diri di dunia sosial dan memecahkan dilema atau masalah dengan kelompok. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa melalui
bermain peran siswa dapat merasakan berbagai macam peran yang ada di masyarakat, memikirkan perilaku dirinya dan orang lain dalam kegiatan
tersebut. Sedangkan menurut Husein Achmad Hidayati, 2002: 91 role playing adalah salah satu bentuk permainan pendidikan yang dipakai untuk
menjelaskan peranan, sikap, tingkah laku, nilai, dengan tujuan menghayati perasaan, sudut pandang, dan cara berpikir orang lain.
Joyce Bruce 2011: 328 mengatakan bahwa role playing merupakan metode pembelajaran yang berasal dari dimensi pendidikan individu
maupun sosial. Metode ini akan menuntun siswa menemukan makna pribadi