Peningkatan karakter ksatria melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning.(penelitian tindakan Bimbingan dan Konseling pada siswa kelas V

(1)

i

PENINGKATAN KARAKTER KSATRIA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING

(Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Pada Siswa Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Klaten Jawa Tengah

Tahun Ajaran 2015/2016) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh : Rani Prihana

131114007

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

(3)

(4)

i

HALAMAN MOTTO

Orang bijak bergembira karena belajar dari bahaya yang dialami oranglain (P. Mercator)

The measure of love is to love without measure (St. Francis de Sales)

Acta virum probant (Fr. Hendrik Ardiyanto Scj)


(5)

ii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini saya persembahkan bagi Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu memberkati dan memberikan berkat

tepat pada waktunya

Sang teladan yang menjadi kekuatan dan ketenangan dalam setiap rencana-rencana yang sudah DIA persiapkan.

Kupersembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Yohanes Jumadi dan Ibu Agnes Surati.

Kakak-kakakku,

Yusuf Wiji Pitoyo dan Andreas Sabar Wihono

Semua orang yang telah memberikan kasih sayang dan perhatian dan cintanya dalam mendampingi dan memotivasi sampai

sekarang.


(6)

(7)

(8)

vii ABSTRAK

PENINGKATAN KARAKTER KSATRIA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL

DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING

(Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Pada Siswa Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Klaten Jawa Tengah Tahun Ajaran 2015/2016)

Rani Prihana

Universitas Sanata Dharma 2017

Tujuan utama penelitian adalah meningkatkan karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning. Tujuan khusus adalah 1) mendeskripsikan rencana dan upaya pelaksanaan peningkatan karakter ksatria siswa; 2) mengukur tingkat karakter ksatria siswa sebelum dan sesudah; 3) menganalisis peningkatan karakter ksatria siswa periklus-tindakan; 4) mengukur signifikansi peningkatan karakter ksatria siswa sebelum dan sesudah dan mengukur signifikansi peningkatan karakter ksatria siswa antar siklus; 5) mengetahui efektivitas layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling (PTBK) yang terlaksana dalam tiga siklus dengan pendekatan experiential learning. Setiap siklus terlaksana dalam satu kali pertemuan. Subjek penelitian berjumlah 22 siswa. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Tes Karakter Ksatria, Skala Penilaian Diri Karakter Ksatria, wawancara tidak tersktruktur, observasi dan Kuesioner Validasi Efektivitas Program. Koefisien reliabilitas Tes Karakter Ksatria senilai 0,59, Koefisiensi Skala Penilaian Diri Karakter Ksatria senilai 0,81 dan koefisiensi reliabilitas Kuesioner Validasi Program senilai 0,621. Teknik analisis data yang digunakan adalah desktiptif fakta pelaksanaan bimbingan klasikal, norma kategorisasi, deskriptif dan presentase, uji hipotesis tindakan dengan uji t Wilcoxon.

Temuan penelitian menunjukan bahwa, karakter ksatria siswa dapat ditingkatkan melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning. Temuan khusus penelitian adalah 1) upaya peningkatan karakter ksatria dimulai dari perencanaan, pelaksanaan layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning meliputi concret experience, reflection observation, abstract concetualitation, active experimentation; 2) terdapat peningkatan karakter ksatria sebelum-sesudah tindakan, dan sebagian besar siswa berada pada ketegori sangat tinggi dan tinggi; 3) terdapat peningkatan karakter siswa antar siklus; 4) terdapat peningkatan secara signifikan karakter siswa setiap siklusnya; 5) menurut siswa program ini efektif untuk meningkatkan karakter ksatria.

Kata kunci: pendidikan karakter, bimbingan klasikal, experiential learning, karakter ksatria


(9)

viii ABSTRACT

THE IMPROVEMENT OF SPORTSMANSHIP CHARACTER THROUGH A CHARACTER EDUCATION

BASED ON CLASS GUIDANCE SERVICE USING THE EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH

(A Guidance and Counseling Action Research to THE Eighth Grade Students SMP Pangudi Luhur Bayat Klaten Central Java Academic Year 2015/2016)

Rani Prihana Sanata Dharma University

2017

The main purpose of research is to improve the eighth grade students’ sportsmanship character class VIII A at SMP Pangudi Luhur Bayat Academic Year 2015/2016 through character education based on class guidance services using the experiential learning approach. The specific objectives are 1) to describe the plans and efforts to implement the increase in students’ sportsmanship character; 2) measure the level of students’ sportsmanship character before and after the action; 3) analyze the increase of students’ sportsmanship character between cycles of action; 4) measure the significance of the increase of students’ sportsmanship character before and after the action and measure the significance of the increase between cycles; 5) assess the effectiveness of class counseling services using the experiential learning approach.

This type of research is the Guidance and Counseling Action Research (PTBK) completed in three cycles with the experiential learning approach. Each cycle is accomplished in one meeting. The subjects of the research were 22 students. The data collection instrument in this study is the Sportsmanship Character Test, Sportsmanship Character Self-Assessment Scale, unstructured interviews, observation and questionnaire of the Validation of the Program Effectiveness. The reliability coefficient of the Sportsmanship Character Test was 0.59, the reliability coefficient of the Sportsmanship Character Self-Assessment Scale was 0.81 and the reliability coefficient of the Questionnaire on the Program Validation was at 0.621. The data analysis technique used was descriptive facts on the implementation of the class guidance service, norms of categorization, description and percentages, action hypothesis testing with the Wilcoxon t test.

The research findings show that the students’ sportsmanship character can be enhanced through a character education based on class guidance service using the experiential learning approach. The specific findings of the research are 1) efforts to improve the sportsmanship character start from planning, implementation of class guidance services using the experiential learning approach includes concrete experience, reflection and observation, abstract conceptualization, active experimentation; 2) there is an increase in the students’ sportsmanship character before and after the action, and most students are at very high and high category; 3) There is an increase of students’ sportsmanship character between cycles; 4) there is a significant increase in the students’ character in each cycle; 5) according to the students, this program can effectively improve the character of sportsmanship.


(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah sumber segala rahmat dan kekuatan. Berkat kemurahan dan kasih-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir

dengan judul “Peningkatan Karakter Ksatria melalui Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning (Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Pada Siswa Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Klaten Jawa Tengah Tahun Ajaran 2015/2016)” dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.

Selama penulisan tugas akhir ini, peneliti menyadari bahwa banyak pihak yang ikut terlibat guna membimbing, dan mendampingi, dan mendukung setiap proses yang peneliti jalani. Oleh karena itu, peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling.

3. Bapak Juster Donal Sinaga, M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan ketulusan hati, selalu memberikan motivasi, saran, dan petunjuk kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling atas bimbingan dan pendampingan selama peneliti menempuh studi.

5. Stefanus Priyatmoko (Mas Moko) selaku petugas administrasi di Sekertariat Program Studi Bimbingan dan Konseling atas pelayanan yang diberikan dengan baik selama peneliti menempuh studi.

6. Bapak Fx. Heru Cahyono selaku Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur Bayat yang telah mengizinkan peneliti melakukan penelitian di SMP Pangudi Luhur Bayat.

7. Siswa-siswi kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 yang telah bersedia menjadi subjek dan membantu peneliti dalam proses pengumpulan data digunakan untuk menyelesaikan skripsi ini.


(11)

(12)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ...vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT....ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ...xi

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR...xv

DAFTAR GRAFIK ...xvi

DAFTAR LAMPIRAN ...xvii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...6

C. Pembatasan Masalah ...7

D. Rumusan Masalah ...7

E. Tujuan Penelitian ...8

F. Manfaat Penelitian ...10

G. Definisi Istilah ...11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...13

A. Hakikat Pendidikan Karakter ...13

1. Pengertian Karakter ...13

2. Pengertian Pendidikan Karakter ...13

3. Tujuan Pendidikan Karakter ...14

4. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter ...15

5. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ...16


(13)

xii

B. Hakikat Karakter Ksatria...19

1. Pengertian Ksatria...27

2. Karakteristik Karakter Ksatria...27

3. Upaya Pembentukan Karakter Ksatria...28

C. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal ...29

1. Pengertian Bimbingan Klasikal ...29

2. Tujuan Bimbingan Klasikal ...30

3. Tahap Layanan Bimbingan Klasikal...30

D. Hakikat Pendekatan Experiential Learning ...31

1. Pengertian Pendekatan Experiantial Learning ...31

2. Karakteristik Experiential Learning...32

3. Tujuan Experiential Learning...33

4. Tahapan Pendekatan Experiantial Learning...34

5. Aktifitas Inti Experiential Learning...37

6. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Exeriantial Learning ...38

E. Hakikat Remaja Sebagai Peserta Didik SMP ...39

1. Pengertian Remaja ...39

2. Karakteristik Remaja sebagai Peserta Didik SMP...40

3. Tujuan Perkembangan Remaja sebagai Peserta Didik SMP ...41

4. Perkembangan Karakter Ksatria pada Remaja...42

F. Kerangka Berpikir ...43

G. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan...45

H. Hipotesis Tindakan ...45

BAB III METODE PENELITIAN ...47

A. Jenis penelitian ...47

B. Setting Penelitian...50

1. Lokasi dan Waktu...50

2. Mitra Kolaboratif...51

C. Subjek Penelitian...51

D. Jenis dan Tindakan Penelitian ...52

1. Jenis Tindakan ...52

2. Indikator keberhasilan ...54

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ...54

1. Teknik Pengumpulan Data ...54

2. Instrumen ...56

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen...61


(14)

xiii

2. Reliabilitas...64

3. Uji Normalitas...67

G. Prosedur Penelitian ...68

1. Desain Prosedur Penenlitian...68

2. Rencana Siklus Penelitian...70

H. Teknik Analisis Data ...76

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...84

A. Deskripsi Keterlaksanaan Tindakan Penelitian ...84

1. Proses Keterlaksanaan Tindakan Bimbingan dan Konseling...84

2. Tingkat Karakter Siswa Sebelum dan Sesudah...97

3. Peningkatan Karakter Siswa antar Siklus...101

4. Signifikansi Peingkatan Karakter Siswa...106

5. Efektifitas Pendidikan Karakter...110

6. Hasil Observasi Pelaksanaan Peningkatan...113

B. Pembahasan ...115

BAB V PENUTUP ...122

A. Kesimpulan ...122

B. Keterbatasan Penelitian ...123

C. Saran ...124


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : 88 Butir Karakter yang Baik...17

Tabel 3.1 : Kegiatan Penelitian...49

Tabel 3.2 : Mitra Kolaboratif...50

Tabel 3.3 : Subjek Penelitian ... 50

Tabel 3.4 : Capaian Rata-rata Skor Siswa ... 53

Tabel 3.5 : Kisi-kisi Tes Karakter Ksatria ... 56

Tabel 3.6 : Kisi-kisi Skala Penilaian diri Karakter Ksatria...57

Tabel 3.7 : Kisi-kisi Panduan Wawancara...58

Tabel 3.8 : Kisi-kisi Panduan Observasi...59

Tabel 3.9 : Kriteria Guilford ...65

Tabel 3.10 : Hasil Uji Reliabilitas Tes Karakter Ksatria ...65

Tabel 3.11 : Hasil Uji Reliabilitas Skala Penilaian diri Karakter Ksatria ...66

Tabel 3.12 : Hasil Uji Normalitas...67

Tabel 3.13 : Norma Kategori Tingkat Karakter Ksatria ...78

Tabel 3.14 : Kategorisasi Skor Pemahaman Siswa ...79

Tabel 3.15 : Kategorisasi Skala Penilaian diri Karakter Ksatria ...80

Tabel 4.1 : Tingkat Karakter Ksatria Sebelum dan Sesudah ...98

Tabel 4.2 : Peningkatan Karakter Ksatria Persiklus...101

Tabel 4.3 : Uji T Wilcoxon pretest-posttest...106

Tabel 4.4 : Hasil T Wilcoxon Peningkatan Karakter Ksatria...108

Tabel 4.5 : Hasil Validasi Efektivitas Program ...110

Tabel 4.6 : Item Validasi Program Presentas 100%...112

Tabel 4.7 : Item Validasi Program Presentase antara 90%-100%...112

Tabel 4.8 : Item Validasi Program Presentase kurang dari 90%...113


(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Komponen Pembentukan Karakter yang Baik ... 22

Gambar 2.2 : Fase Pendekatan Experiential Learning...35

Gambar 2.3 : Tahapan Pembelajaran Experiential Learning...37

Gambar 2.4 : Kerangka Berpikir Penelitian ... 43

Gambar 3.1 : Prosedur Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis & Mc. Taggart ... 47

Gambar 3.2 : Proses Tindakan Bimbingan dan Konseling...52

Gamabr 3.3 : Prosedur Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling...69


(17)

xvi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.2 : Tingkat Karakter Ksatria Sebelum dan Sesudah...98

Grafik 4.3 : Tingkat Karakter Ksatria Setiap Siswa...100

Grafik 4.4 : Peningkaran Skor Rata-rata Karakter Ksatria...102

Grafik 4.5 : Peningkatan Karakter Ksatria Setiap Siklus...103

Grafik 4.6 : Peningkatan Karakter Ksatria Setiap Siswa...105


(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tes Karakter Ksatria...128

Lampiran 2 Skala Penilaian Karakter Ksatria...135

Lampiran 3 Lembar Penilaian Siswa ...138

Lampiran 4 Wawancara...139

Lampiran 5 Lembar Observasi...140

Lampiran 6 Tabulasi Data Pre-test...141

Lampiran 7 Tabulasi Data Post-test...143

Lampiran 8 Tabulasi Data Pra-tindakan...143

Lampiran 9 Tabulasi Data Siklus I...144

Lampiran 10 Tabulasi Data Siklus II...145

Lampiran 11 Tabulasi Data Siklus III...146

Lampiran 12 Tabulasi Data Validasi Model... ...147

Lampiran 13 Tabulasi Hasil Validitas Tes... ...148

Lampiran 14 Tabulasi Hasil Validitas Skala...150

Lampiran 15 Tabulasi Hasil Observasi...152

Lampiran 16 Hasil Uji Wilcoxon...153

Lampiran 17 Dokumentasi Pelasksanaan...154

Lampiran 18 Hasil Uji Reliabilitas Tes...157

Lampiran 19 Hasil Uji Reliabilitas Skala...158

Lampiran 20 Hasil Uji Reliabilitas Model...159


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi istilah.

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa pada peserta didik, sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.

Menurut Suyanto (Wibowo & Purnama, 2013: 35), karakter adalah cara pikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Adapun individu yang berkarakter baik ini, adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan apa yang diperbuatnya atau berani secara ksatria mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang dibuatnya.

Mengingat pentingnya pendidikan karakter bagi peserta didik, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional, menyelenggarakan kembali pembangunan karakter bangsa. Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3, telah mengamanatkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan


(20)

2

kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Suyanto, 2010). Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, Sehat, Berilmu, Cakap, Kreatif, Mandiri dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab (UU No.20, 2003).

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Sesuai dengan tujuan dan fungsi pembentukan pendidikan karakter peserta didik agar mampu beretika, bermoral, membantu orang lain, mau belajar dari orang lain, dan mampu menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Menurut Wakil Menteri Pendidikan Nasional, dalam Kabinet Indonesia Bersatu II, Fasli Jalal (Kompas.com), pendidikan karakter yang didorong pemerintah untuk dilaksanakan di sekolah-sekolah tidak akan membebani guru dan siswa. Sebab, hal-hal yang terkandung dalam pendidikan karakter sebenarnya sudah ada dalam kurikulum, namun selama ini tidak dikedepankan dan diajarkan secara tersurat.

"Kita mintakan pada guru supaya nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler itu disampaikan dengan jelas pada siswa. Pendidikan karakter itu bisa terintegrasi juga menjadi budaya sekolah. Jadi, pendidikan karakter yang hendak kita terapkan secara nasional tidak membebani kurikulum yang ada saat ini," jelas Fasli.


(21)

3

Menurut Faturohman & Fatriyani (2013), karakter ksatria yaitu kemampuan untuk menerima keunggulan orang lain serta menerima kekurangan diri sendiri. Melihat kenyataan yang terjadi, banyak permasalahan yang dialami remaja dalam taraf pendidikan di SMP maka perlunya penanganan yang serius tentang masalah ini. Hal ini nampak dari fenomena kenakalan remaja yang perlu dikendalikan. Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI) (Republika.co.id) jumlah anak sebagai pelaku kekerasan (bullying) di sekolah mengalami kenaikan dari 67 kasus pada 2014 menjadi 79 kasus di tahun 2015. Anak sebagai pelaku tawuran juga mengalami kenaikan dari 46 kasus di 2014 menjadi 103 kasus di 2015. Fenomena ini menandakan bahwa kurangnya nilai karakter dan moral dalam diri seseorang.

Pendidikan karakter di Indonesia saat ini baru sampai dalam tingkat pengenalan norma-norma atau nilai-nilai dan belum tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari (Suyanto, 2011). Persoalannya adalah para guru Bimbingan dan Konseling sudah terbiasa menggunakan metode ceramah sedangkan metode ceramah sudah sangat lama di gunakan dan kurang sesuai untuk pendidikan karakter. Oleh karena itu, para guru hendaknya memiliki kompetensi untuk melaksanakan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning di kelas. Dengan demikian peserta didik dapat mengalami langsung dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari. Itulah alasan peneliti menggunakan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter ksatria.


(22)

4

SMP Panggudi Luhur Bayat adalah sekolah swasta yang berkarya dalam bidang pendidikan yang bertempat di Lemah Miring Paseban Bayat. Peserta didik yang mengenyam pendidikan di SMP Pangudi Luhur Bayat sebagian besar berasal dari keluarga menengah ke bawah. Sebagian besar orang tua bekerja sebagai buruh, petani, dan pedagang.

Berdasarkan observasi dan wawancara kepada wali kelas yang sudah dilakukan, ditemukan fenomena rendahnya karakter ksatria. Ada beberapa peserta didik ketika melakukan kesalahan belum mampu untuk langsung meminta maaf, takut untuk mengungkapkan pendapatnya. Selain itu peneliti juga wawancara terhadap dua peserta didik kelas VIII A bahwa ketika melakukan kesalahan peserta didik takut untuk mengakui kesalahan karena takut untuk dihukum dan malu dengan teman-temannya.

Menyadari masalah tersebut maka, perlu ditanamkan nilai karakter ksatria dalam diri seseorang. Karakter ksatria yaitu kemampuan untuk menerima keunggulan orang lain serta menerima kekurangan diri sendiri. Seseorang dikatakan ksatria apabila mau mengakui kesalahan dan menghindari sikap ingkar dan berbohong. Terbiasa menyadari kelebihan orang lain dan tidak segan belajar dari contoh yang ada, menghindari sikap angkuh, bersikap jujur dan bertanggung jawab, selalu mengatakan yang benar dengan benar dan yang salah tetap salah. Berani melakukan intropeksi dan bertanggung jawab terhadap segala yang dilakukan dan selalu menghindari sikap tidak licik.


(23)

5

Faktor yang menyebabkan rendahnya sikap ksatria peserta didik, salah satunya adalah faktor eksternal individu yang meliputi keluarga, teman, guru pembimbing dan masyarakat. Untuk membantu peserta didik memiliki karakter ksatria maka perlu dilakukan strategi pembelajaran yang efektif kepada peserta didik. Dalam hal ini konselor atau guru Bimbingan dan Konseling memiliki peran penting dan didukung dengan pelayanan yang dapat membantu peserta didik memiliki karakter ksatria. Salah satu pelayanan yang menarik potensi peserta didik dalam mengembangkan karakter ksatria peserta didik adalah Bimbingan Klasikal dengan pendekatan Experiential Learning. Proses bimbingan klasikal memiliki ciri-ciri khusus dalam pendekatan, metode dan strategi penyampaianya. Dalam layanan bimbingan klasikal, pendekatan experiential learning lebih ditekankan aspek afeksi (nilai, sikap) perilaku dan nilai-nilai karakter. Experiential Learning adalah suatu pendekatan dalam penyelenggaraan bimbingan kelompok, dengan menggunakan dinamika kelompok yang efektif. Suatu dinamika kelompok dikatakan efektif apabila dapat menghadirkan suasana kejiwaan yang sehat diantara peserta kegiatan, spontanitas, munculnya perasaan (seperti senang, rileks, gembira, menikmati dan bangga), meningkatkan minat atau gairah untuk terlibat dalam proses kegiatan, memungkinkan terjadinya katarsis, serta meningkatkannya pengetahuan, dan ketrampilan sosial (Prayitno, dkk 1998:90).


(24)

6

Berdasarkan hasil penelitian Kristina Betty Artati (2015) di SMP Kanisius Kalasan terdapat peningkatan karakter tanggung jawab siswa secara signifikan senilai Sig. (2 tailed) (0,001) < (0,05) ketika menggunakan pendekatan experiential learning. Selain itu Clara Vania (2015) juga menggunakan pendekatan experiential learning dalam meneliti karakter kepemimpinan demokratis di SMP N 6 Surakarta dan hasilnya pun efektif. Terjadi peningkatan karakter kepemimpinan demokratis siswa secara signifikan (sig 2 tailed) (0,000) < (0,05). Jadi, pendekatan experiential learning adalah salah satu pendekatan yang tepat untuk mengatasi rendahnya karakter ksatria.

Berdasarkan hal di atas, maka peneliti bergabung dengan penelitian Stranas (Strategis Nasional) untuk mengimplementasikan modul dengan topik karakter ksatria kepada peserta didik dan mengangkat judul

“Peningkatan Karakter Ksatria Melalui Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Pada Siswa Kelas VIII A

Smp Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016”

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut.

1. Sebagian siswa SMP Panggudi Luhur Bayat kurang memiliki karakter ksatria sebagai siswa sehingga kurang mampu menjalin relasi yang baik dengan teman sebaya.


(25)

7

2. Beberapa peserta didik kurang berani dalam mengungkapkan pendapat.

3. Beberapa peserta didik belum mampu meminta maaf secara langsung ketika melakukan kesalahan.

4. Belum pernah diterapkan layanan bimbingan klasikal berbasis experiential learning di SMP maka diterapkan layanan bimbingan klasikal berbasis experiential learning di SMP Pangudi Luhur Bayat.

5. Beberapa peserta didik masih menjadi pelaku bullying di sekolah. 6. Pendidikan karakter baru sampai tingkat pengenalan norma-norma

atau nilai-nilai dan belum tindakan nyata dalam kehidupan sehari hari.

C.Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, fokus kajian diarahkan untuk menjawab masalah-masalah yang teridentifikasi khususnya masalah mengenai kurangnya sikap ksatria sebagai peserta didik. Maka peneliti fokus pada,

“Peningkatan Karakter Ksatria Melalui Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Dengan Pendekatan Experiential Learning Pada Siswa Kelas VIII A di SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016”.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah utama penelitian ini adalah apakah karakter ksatria siswa kelas VIII A


(26)

8

SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 dapat ditingkatkan melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning. Selanjutnya rumusan masalah utama tersebut dijabarkan menjadi rumusan masalah khusus sebagai berikut.

1. Bagaimana perencanaan dan pelaksanaan upaya peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experintial learning? 2. Seberapa tinggi peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A

SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning?

3. Seberapa tinggi peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 setiap siklus melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan expriential learning?

4. a. Apakah terdapat peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 yang signifikan sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning?

b. Apakah terdapat peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 yang


(27)

9

signifikan antar siklus pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan dengan pendekatan experiential learning?

5. Seberapa efektif implementasi pendidikan karakter ksatria berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016?

E. Tujuan Penelitian

Secara utama penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan menggunakan pendekatan experiential learning.

Sedangkan secara khusus, peneilitan ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan rencana dan pelaksanaan upaya peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experintial learning.

2. Mengukur peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning. 3. Menganalisis peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A


(28)

10

melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan expriential learning.

4. a. Mengukur signifikansi peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 sebelum dan sesudah mendapatkan pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning.

b. Mengukur signifikansi peningkatan karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016 antar siklus pendidikan karakter berbasis layanan bimbingam klasikal dengan pendekatan experiential learning.

5. Mengetahui seberapa efektif implementasi pendidikan karakter ksatria berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016.

F. Manfaat Hasil Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap muncul beberapa manfaat sebagai berikut.

1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada pengembangan ilmu bimbingan dan konseling khususnya tentang karakter ksatria dan implementasi layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning.


(29)

11 2. Manfaat Praktis

a. Bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini menjadi pedoman dalam melaksanakan pendidikan karakter di sekolah bersama guru mata pelajaran yang lain.

b. Bagi guru Bimbingan dan Konseling hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk melaksanakan pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal secara tepat. c. Bagi siswa, penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman

tentang karakter ksatria pada diri peserta didik dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

d. Bagi peneliti, penelitian ini memberikan pengalaman dan ketrampilanan baru dalam melakukan bimbingan klasikal. Hasil penelitian ini juga menambah wawasan baru dan peneliti dapat mengusulkan penyusunan modul pendidikan karakter yang sesuai guna meningkatkan nilai-nilai karakter dalam diri peserta didik.

G. Definisi Istilah

Adapun definisi istilah dalam penelitian ini yaitu:

1. Pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak sesuai dengan nilai- nilai etika inti.

2. Karakter adalah sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral. Sifat alami ini diwujudkan dalam tindakan


(30)

12

nyata melalui tingkah laku baik, jujur, menghormati orang lain, berani minta maaf dan karakter mulia yang lainnya.

3. Karakter ksatria adalah kemampuan untuk menerima keunggulan orang lain dan menerima kekurangan diri sendiri. 4. Bimbingan klasikal adalah suatu layanan bimbingan dan

konseling yang diberikan kepada peserta didik oleh guru bimbingan dan konseling (Guru BK) atau konselor kepada sejumlah peserta didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan di dalam kelas.

5. Experiential Learning adalah model pembelajaran yang menekankan pada pengalaman dan menciptakan proses belajar yang melibatkan langsung peserta didik. Pengalaman yang dialami peserta didik akan menjadikan pelajaran untuk proses belajar menuju perubahan ke arah yang lebih positif.


(31)

13 BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab ini memaparkan hakikat pendidikan karakter, hakikat karakter ksatria, layanan bimbingan klasikal, hakikat pendekatan experiential learning, dan hakikat remaja sebagai peserta didik.

A. Hakikat Pendidikan Karakter 1. Pengertian Karakter

Dalam Kamus Terbaru Bahasa Indonesia (2008:337), karakter didefinisikan sebagai sifat–sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Budi pekerti merupakan alat batin yang merupakan panduan akal dan perasaan untuk menimbang baik buruk, tabiat, akhlak, watak, perbuatan baik, daya upaya dan akal. Perilaku yang diartikan sbagai tanggapan atau reaksi individu yang berwujud dalam gerakan (sikap) tidak hanya badan tetapi juga ucapan.

Menurut Prayitno, & Manullang (2010 : 47), karakter adalah sifat pribadi yang relatif stabil pada diri yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma yang tinggi. Dari beberapa definisi di atas dapat di simpulkan bahwa karakter merupakan sifat relatif stabil pada diri seseorang untuk menimbang baik buruk perilaku dan menjadi landasan berperilaku.

2. Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut Ramli (Wibowo 2013), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral atau pendidikan akhlak. Pendidikan karakter yaitu pendidikan yang melibatkan aspek pengetahuan


(32)

14

(cognitive), perasaan (afeksi), dan tindakan (action). Melalui tiga aspek ini diuraikan, serta diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan maka peserta didik akan menjadi cerdas emosinya Suyanto (Wibowo 2013: 38).

Kementrian Pendidikan Nasional (2010), menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik, perasaan yang baik, dan perilaku yang baik sehingga terbentuknya perwujudan kesatuan perilaku dan sikap peserta didik. Berdasarkan pendapat yang di kemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, dengan melibatkan aspek pengetahuan, perasaan maupun perilaku agar menjadi pribadi yang baik di lingkungan masyarakat.

3. Tujuan Pendidikan Karakter

Kementrian Pendidikan Nasional (2011), mengatakan bahwa pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarahkan pada pencapaian pembentuk karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, seimbang sesuai dengan standar kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik SMP mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujudnya perilaku sehari-hari.


(33)

15

Menurut Ramli (Wibowo 2013), tujuan pendidikan karakter adalah membentuk peserta didik, agar menjadi pribadi yang baik, jika di masyarakat menjadi warga yang baik, jika dalam kehidupan bernegara menjadi warga negara yang baik. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam pembentukan karakter dan menggunakan pengetahuan yang baik dalam melakukan kegiatan sehari-hari sehingga menjadi warna negara baik.

4. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter

Kementrian Pendidikan Nasional (2010), mengungkapkan bahwa pendidikan karakter harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.

a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika/akhlaq mulia sebagai basis karakter;

b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku;

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter;

d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian;

e. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukan perilaku yang baik;

f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu meraka untuk sukses;


(34)

16

h. Menfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi fungsi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama;

i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter;

j. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasikan positif dalam kehidupan peserta didik.

5. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter merujuk pada nilai-nilai agama, nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945, dan nilai-nilai hidup, tumbuh dan berkembang dalam adat istiadat masyarakat indonesia yang bhineka tunggal ika telah teridentifikasi 88 butir nilai karakter yang dikelompokan menjadi lima yaitu nilai karakter dalam (1) hubungannya dengan Tuhan, (2) diri sendiri, (3) sesama manusia, (4) lingkungan, (5) Kebangsaan. Oleh karena itu, pada tingkat SMP di pilih 20 nilai karakter (Faturohman, Suryana, & Fatriyani, F 2013). Setelah diadakan pengkajian terhadap nilai- nilai tersebut, dirumuskan 88 butir nilai karakter sebagai berikut:

Tabel 2.1

88 Butir Karakter yang Baik 1. Adil

2. Amarah 3. Amal saleh 4. Antisipatif

5. Beriman dan bertaqwa 6. Berani memikul resiko 7. Berdisiplin

8. Bekerja keras 9. Berhati lembut

45.Mawas diri

46.Menghargai orang lain 47.Menghargai kesehatan 48.Menghargai waktu 49.Menghargai pendapat

orang lain 50.Menusiawi 51.Mencintai ilmu 52.Pemaaf


(35)

17

Menurut Sedyawati (Fathurrohman 2013), terdapat 16 nilai karakter yang harus dikembangkan untuk peserta didik di indonesia. Keenam belas nilai beserta deskripsi untuk masing-masing nilai dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Jujur, yaitu sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata apa adanya dan berani mengakui kesalahan.

10.berinisiatif 11.Berpikir matang 12.Berpikir jauh kedepan 13.Bersahaja

14.Bersemangat

15.Bersikap konstruktif 16.Bersyukur

17.Bertanggung jawab 18.Bijaksana

19.Berkemauan keras 20.Bertenggang rasa 21.Beradap

22.Baik sangka

23.Berani berbuat benar 24.Berkepribadian 25.Cerdas 26.Cermat 27.Dinamis 28.Demokrasi 29.Efisien 30.Empati 31.Gigih 32.Hemat 33.Ihklas 34.Jujur 35.Kreatif 36.Kukuh hati 37.Ksatria 38.Komitmen 39.Koopratif 40.Kosmopolitan ( mendunia) 41.Lugas 42.Lapang dada 43.Lembut hati 44.Mandiri

53.Pemurah 54.Pengabdian 55.Pengendalian dri 56.Produktif

57.Prioritik

58.Rasa keterikatan 59.Rajin

60.Ramah

61.Rasa kasih sayang 62.Rasa percaya diri 63.Rela berkorban 64.Rendah hati 65.Rasa indah 66.Rasa memiliki 67.Rasa malu 68.Sabar 69.Setia 70.Sikap adil 71.Sikap hormat 72.Sikap tertib 73.Sopan santun 74.Sportif 75.Susila 76.Sikap nalar 77.Sikap mental 78.Kebersamaan 79.Tangguh 80.Tegas 81.Tekun 82.Tegar 83.Terbuka 84.Taat asas 85.Taat janji 86.Takut bersalah 87.Tawakal 88.Ulet


(36)

18

b. Tahu Berterimakasih, yaitu menyatakan kepada orang lain melalui perkataan dan tindakan atas jasanya terhadap kehidupan kita.

c. Tertib, yaitu kemampuan untuk mengatur diri dan sekitar untuk mencapai efisiensi yang terbaik.

d. Penuh perhatian, yaitu kemampuan untuk menunjukan penghargaan pada seseorang dengan jalan memberikan perharian penuh pada apa yang diaktakannya.

e. Baik hati, yaitu memenuhi kebutuhan dasar orang lain tanpa mengharapkan pamrih.

f. Tanggung jawab, yaitu mengetahui dan melakukan apa yang diharapkan. g. Pemaaf, yaitu sikap untuk memaafkan dan melupakan kesalahan orang lian

tanpa menaruh dendam.

h. Peduli, yaitu kemampuan untuk memperhatikan kebutuhan orang lain.

i. Mengahargai waktu, yaitu sikap dan perilaku yang mampu memanfaatkan waktu yang tersedia secara efisien dan efektif sehingga berhasil guna.

j. Sabar, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan dalam menghadapi berbagai rangsangan atau masalah.

k. Cermat/teliti, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukan ketelitian, keseksamaan penuh minat dan kehati-hatian.

l. Pengendalian diri, yaitu kemampuan untuk menahan diri terhadap keadaan diri/situasi/lingkungannya.


(37)

19

m. Tenggang rasa (toleransi), yaitu sikap untuk menghargai dan menghormati perbedaan.

n. Sopan santun yaitu kemampuan untuk mengikuti norma yang ada di masyarakat.

o. Rela berkorban, yaitu kesediaan dan kerelaan untuk berkorban dan membanru orang lain.

p. Sportif/berjiwa kesatria/berjiwa besar, yaitu kemampuan untuk menerima keunggulan orang lain dan menerima kekurangan diri sendiri.

6. Komponen Pembentukan Karakter

Beberapa komponen yang merupakan pembentukan karakter menurut Lickona (2013) adalah keterkaitan antara pengetahuan moral, perasaan moral dan tindakan moral. Komponen pembentukan karakter divisualisasikan dalam gambar sebagai berikut.

PENGETAHUAN MORAL

1. Kesadaran moral 2. Menetahui nilai-nilai

moral

3. Pengambilan prespektif 4. Penalaran moral 5. Pengambilan keputusan 6. Pengetahuan diri

AKSI MORAL

1. Kompetensi 2. Kemauan 3. Kebiaasaan

PERASAAN MORAL 1. Hati nurani 2. Penghargaan diri 3. Empati

4. Menyukai kebaikan 5. Kontrol diri

6. Kerendahan hati

Gambar 2.1


(38)

20

Ada beragam pengetahuan moral yang dapat kita memanfaatkan ketika kita berhadapan dengan tantangan-tantangan moral dalam hidup. Berikut adalah penjelasan dari enam hal yang menjadi bagian dari pengetahuan moral:

a. Kesadaran moral

Ketidaksadaran moral yang sering terjadi pada diri manusia dalam sebuah tingkatan usia adalah kebutaan moral, kondisi di mana orang tak mampu melihat situasi yang sedang ia hadapi melibatkan masalah moral dan membutuhkan pertimbangan lebih jauh. Remaja khususnya sangat rentan terhadap kegagalan seperti ini bertindak tanpa mempertanyakan

“Apakah ini benar?”

Aspek pertama yang perlu di miliki oleh remaja dalam kesadaran moral adalah remaja harus mengetahui bahwa tanggung jawab moral pertama mereka adalah menggunakan akal mereka untuk melihat kapan sebuah situasi membutuhkan penilaian moral. Kemudian memikirkan dengan cermat pertimbangan apakah yang benar untuk bertindak tersebut. Aspek kedua dari kesadaran moral adalah kendala untuk biasa mendapatkan informasi. Remaja perlu mencari informasi dan memastikan fakta terlebih dahulu sebelum membuat pertimbangan moral.

b. Mengetahui nilai-nilai

Mengetahui sebuah nilai moral berarti memahami bagaimana menerapkannya dalam berbagai situasi. Apa artinya “tanggung jawab” ketika melihat siswa tidak mengerjakan PR dari Guru? Ketika melihat siswa terlambat masuk kelas? Nilai-nilai moral yang perlu diketahui siswa


(39)

21

dalam kehidupan ini diantaranya adalah menghormati kehidupan, bertanggung jawab, berani minta maaf, berani mengakui kesalahan dan toleransi. Semua ini merupakan faktor penentu dalam membentuk pribadi yang baik.

c. Pengambilan prespektif

Pengambilan prespektif adalah kemampuan untuk mengambil sudut pandang orang lain, melihat situasi dari sudut pandang orang lain, membayangkan bagaimana meraka akan berpikir, bereaksi, dan merasa. d. Penalaran moral

Penalaran moral adalah memahami makna sebagai orang yang bermoral dan mengapa harus bermoral. Seiring dengan perkembangan penalaran moral anak-anak dan riset perkembangan penalaran moral terjadi secara bertahap, mulai dari mempelajari mana yang termasuk sabagai nalar moral dan mana yang tidak termasuk sebagai nalar moral ketika akan melakukan sesuatu, pada tingkat tertinggi, penalaran moral juga melibatkan pemahaman terhadap beberapa pinsip klasik, seperti:

“Hormatilah martabat setiap individu”, “Perbanyak berbuat baik”, dan “Bersikaplah sebagimana engkau mengharapkan orang lain bersikap kepadamu”. Prinsip-prinsip semacam ini dapat menuntun perubahan perbuatan moral remaja dalam berbagai macam situasi.

e. Pengambilan keputusan

Dalam membuat keputusan seseorang dapat melakukan dengan


(40)

22

pilihanku?” apa konsekuensi yang kira-kira harus di hadapi orang lain

karena keputusan yang ku buat?”. Mampu memikirkan langkah yang

mungkin akan diambil seseorang yang sedang menghadapi persoalan moral tersebut sebgai ketrampilan pengambilan keputusan reflektif.

f. Pengetahuan diri

Memahami diri sendiri merupakan pengetahuan moral yang paling sulit untuk dikuasai, tetapi penting bagi perkembangan karakter. Membangun pemahaman diri berarti sadar terhadap kekuatan dan kelemahan karakter diri dan mengetahui cara untuk memperbaiki kelemahan tersebut. Kesadaran moral, pengetahuan terhadap nilai-nilai moral, pengambilan prespektif, penalaran moral, pembuatan keputusan, dan memahami diri sendiri merupakan kualitas-kualitas pemikiran yang membentuk pengetahuan moral.

Dilihat dari sisi perasaan moral atau sisi emosional terdapat beberapa faktor yang membentuk karakter pada seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah

a. Hati nurani

Hati nurani memiliki dua sisi: sisi kognitif dan sisi emosional. Sisi kognitif menuntun seseorang dalam menentukan hal yang benar, sedangkan sisi emosional menjadikan seseorang merasa berkewajiban untuk melakukan hal yang benar.


(41)

23 b. Penghargaan diri (Self-esteem)

Jika seseorang memiliki peghargaan diri yang sehat, maka seseorang tersebut dapat menghargai diri sendiri. Dan jika seseorang mampu menghargai dirinya sendiri, maka seseorang tersebut akan menghormati dirinya sendiri. Dengan demikian, kecil kemungkinan bagi seseorang untuk merusak tubuh atau pikirannya sendiri atau membiarkan orang lain merusaknya.

Kemudian jika remaja yang memiliki penghargaan diri yang sehat akan mempu memandang diri secara positif, cenderung memperlakukan orang lain secara positif juga, tidak tergantung pada pendapat orang lain, mampu bertahan diri dari tekanan teman sebayanya, mempu mengikuti pertimbangan pribadi, dan lebih bertanggungjawab terhadap diri, sesama, lingkungan dan kepada Tuhan.

c. Empati

Empati merupakan kemampuan mengenali, atau merasakan, keadaan yang tengah dialami orang lain. Empati merupakan sisi emosional dari pengambilan prespektif.

d. Mencintai kebaikan

Jika seseorang mencintai kebaikan, mereka akan merasa senang melakukan kebaikan. Cinta akan melahirkan hasrat, bukan hanya kewajiban. Potensi ini merupakan potensi moral manusia yang sudah


(42)

24

ada sejak usia kanak-kanak dan dapat terus dikembangkan dalam tiap tahap perkembangan.

e. Kontrol diri

Kontrol diri merupakan pekerti yang penting untuk mengendalikan emosional maupun perilaku diri seseorang. Kontrol diri membantu seseorang untuk bersikap etis disaat seseorang sedang tidak mengingikannya. Kontrol diri juga penting untuk mengekang keterlenaan kita.

f. Kerendahan hati

Kerendahan hati merupakan bagian dari pemahaman diri. Suatu bentuk keterbukaan murni terhadap kebenaran sekaligus kehendak untuk berbuat sesuatu demi memperbaiki kegagalan. Kerendahan hati juga membantu seseorang mengatasi kesombongan diri. Kerendahan hati adalah pelindung terbaik dari perbuatan jahat.

Hati nurani, penghargaan diri, empati, mencintai kebaikan, kontrol diri, dan kerendahan hati adalah komponen-komponen yang membentuk sisi emosional moral seseorang. Perasaan seseorang terhadap diri sendiri, orang lain, dan hal-hal yang baik bila digabungkan dengan pengetahuan moral akan membentuk sumber motivasi moral dalam diri seseorang tersebut. Ada atau tidaknya perasaan moral dalam diri seseorang menjelaskan banyak hal mengenai mengapa ada orang yang mempraktikan prinsip-prinsip moral mereka dan ada yang tidak. Inilah alasan mengapa pendidikan


(43)

25

nilai yang hanya sampai pada tataran intelektual, yang hanya menyentuh pikiran dan bukan perasaan, kehilangan bagian penting dari karakter.

Tindakan moral adalah produk dari dua bagian karakter diatas. Jika seseorang memiliki kualitas moral intelektual dan emosional maka mereka memiliki kemungkinan tindakan yang menurut pengetahuan dan perasaan mereka adalah tindakan yang benar. Untuk memahami sepenuhnya apa yang menggerakan seseorang sehingga mampu melakukan tindakan bermoral atau menghalanginya maka perlu melihat lebih dalam dari ketiga aspek dari tindakan moral berikut.

a. Kompetensi

Kompetensi moral adalah kemampuan mengubah pertimbangan dan perasaan moral ke dalam tindakan moral efektif.

b. Kehendak

Kehendak dibutuhkan untuk menjaga emosi agar tetap terkendali oleh akal. Kehendak juga dibutuhkan untuk dapat melihat dan memikirkan suatu keadaan melalui seluruh dimensi moral. Kehendak dibutuhkan untuk mendahulukan kewajiban, bukan kesenangan. Kehendak dibutuhkan untuk menahan godaan, bertahan dari tekanan teman sebaya, dan melawan gelombang. Kehendak merupakan inti keberanian moral.


(44)

26 c. Kebiasaan

William Bennett (Lickona, 2014:87) mengatakan: “orang -orang yang memiliki karakter yang baik bertindak dengan sungguh-sungguh, loyal, berani, berbudi, dan adil tanpa banyak tergoda oleh hal-hal sebaliknya.” Mereka melakukan yang benar karena kebiasaan.

Dari penjelasan di atas, mengenai faktor-faktor pembentukan karakter yang baik dapat disimpulkan bahwa dalam diri seseorang yang berkarakter baik, pengetahuan, perasaan, dan tindakan moral akan bekerja secara bersama-sama untuk saling mendukung. Tentu saja tidak selalu demikian, orang yang sangat baik sekalipun sering kali gagal menunjukan moral terbaik mereka. Hal ini nampak bahwa pembentukan karakter merupakan suatu proses seumur hidup dalam kehidupan setiap orang. Kehidupan bermoral yang dijalani setiap orang termasuk remaja secara bertahap dapat memadukan pertimbangan, perasaan, dan pola-pola tingkah laku yang benar.

Dengan ini seseorang dapat terus berproses dalam membentuk karakter yang baik. Dalam komponen karakter yang baik yang telah dijelaskan di atas, juga merupakan faktor pembentukan karakter ksatria remaja/peserta didik. Dimana karakter ksatria merupakan salah satu nilai karakter yang menjadi bagian dari komponen karakter yang baik.


(45)

27 B. Pengertian Karakter Ksatria

1. Pengertian Karakter Ksatria

Menurut Fathurrahman & Fatriyani (2013:134), karakter ksatria yaitu kemampuan untuk menerima keunggulan orang lain serta menerima kekurangan diri sendiri. Dari definisi tersebut ada dua unsur yang penting yaitu kemampuan menerima keunggulan orang lain dan menerima kekurangan diri sendiri. Dalam berbagai literatur karakter kesatria juga disebut karakter berjiwa besar atau sportif.

Menurut Samani dan Hariyanto (2013), menjelaskan karakter sportif memiliki makna menghargai dan menaati aturan main, dapat menerima kemenangan dan kekalahan apa adanya secara terbuka. Namun dalam penelitian ini peneliti menggunakan istilah karakter ksatria. Dari beberapa pendapat yang di kemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa karakter ksatria adalah individu yang memiliki sifat pemberani dan memiliki kemampuan menerima keunggulan orang lain serta menerima kekurangan diri sendiri.

2. Karakteristik Karakter Ksatria

Menurut Fathurrahman & Fatriyani (2013:134), ciri-ciri individu yang memiliki karakter ksatria adalah sebagai berikut.

a. Mengakui kesalahan

Individu yang memiliki karakter ksatria akan berani mengakui bila melakukan kesalahan (baik di rumah, sekolah maupun dalam pergaulan), menghindari sikap ingkar dan bohong.


(46)

28 b. Menghargai orang lain

Individu yang memiliki karakter ksatria akan menghargai orang lain dengan cara terbiasa menyadari kelebihan orang lain dan tidak segan belajar dari contoh yang ada (baik dalam ilmu maupun pengalaman) menghindari sikap angkuh, bersikap jujur, dan bertanggung jawab, selalu mengatakan yang benar dengan benar dan yang salah tetap salah.

c. Mawas diri

Individu yang memiliki karakter ksatria memiliki sikap mawas diri dengan berani melakukan intropeksi dan bertanggung jawab terhadap segala yang dilakukan (baik di sekolah, dalam pergaulan, organisasi maupun masyarakat luas), dan selalu menghindari sikap dan tindakan licik.

3. Upaya Pengembangan Karakter Ksatria

Buchori (Fathurrahman, dkk, 2013), menyebutkan bahwa upaya pengembangan karakter salah satunya karakter ksatria seharusnya mampu membawa siswa ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke pengalaman nilai secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Fathurrahman, dkk (2013), karakter dikembangkan melalui tahap pengalaman (knowling), pelaksanaan, (acting), kebiasaan (habit). Pengalaman karakter dalam suatu sistem pendidikan keterkaitan antar komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau tidak secara bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat untuk


(47)

29

melaksanakannya baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara.

C. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal 1.Pengertian Bimbingan Klasikal

Depdiknas (2008), menjelaskan bahwa layanan bimbingan klasikal adalah salah satu pelayanan dasar yang dirancang konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik di kelas secara terjadwal. Kegiatan ini dilaksanakan melalui pemberian materi bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik itu sendiri.

Menurut Makhrifah & Nuryono ( 2014:1), mengemukakan bimbingan klasikal merupakan suatu layanan bimbingan dan konseling yang di berikan kepada peserta didik oleh guru bimbingan dan konseling kepada sejumlah peserta didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan di dalam kelas. Bimbingan diberikan untuk mencegah (preventif) terjadinya masalah dan pengembangan (developmental) kemampuan peserta didik. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, bimbingan klasikal adalah satu pelayanan dasar yang dirancang konselor dengan memberikan materi yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam satuan kelas.

2. Tujuan Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Klasikal

Winkel & Sri Hastuti (2004:31-32), menjelaskan bahwa tujuan penyelenggaraan layanan bimbingan yaitu, supaya sesama manusia mengatur kehidupan sendiri, menjamin perkembangan dirinya sendiri seoptimal mungkin, menggunakan kebebasannya sebagai manusia dewasa dengan


(48)

30

berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua potensi yang baik padanya, dan menyelesaikan semua tugas yang dihadapi dalam kehidupan ini secara memuaskan.

Layanan bimbingan mempunyai tujuan supaya orang yang dilayani dapat mengambil sikap sendiri, dan berani menanggung sendiri akibat dan konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Tujuan bantuan itu diberikan yaitu supaya orang atau kelompok yang dilayani menjadi mampu menghadapi semua tugas perkembangan hidupnya secara dasar dan bebas.

Menurut Makhrifah dan Nuryono (2004:2), tujuan penyelenggaraan bimbingan yaitu untuk meluncurkan aktifitas-aktifitas pelayanan yang mengembangkan potensi siswa atau mencapai tugas-tugas perkembangannya sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan penyelenggaraan bimbingan klasikal adalah supaya sesama manusia dapat mengatur kehidupannya sendiri, menjamin perkembangan dirinya sendiri secara optimal dan dapat mengembangkaan potensi siswa.

3. Tahapan Layanan Bimbingan Klasikal

Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2016), langkah-langkah bimbingan klasikal sebagai berikut.

a. Persiapan

1) Mempersiapkan topik materi bimbingan klasikal, yang dirumuskan berdasarkan Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik


(49)

31

(SKKPD) (Ditjen PMPTK, 2007), masalah yang dihadapi peserta didik diungkap melalui instrumen yang relevan.

2) Menyusun rencana pelaksanaan layanan bimbingan klasikal yang akan diberikan

3) Mendokumentasikan rencana pelaksanaan layanan bimbingan klasikal yang akan diberikan

b. Pelaksanaan

1) Melaksanakan layanan bimbingan klasikal sesuai jadwal dan materi yang telah dirancang

2) Mendokumentasikan rencana pelaksanaan layanan bimbingan klasikal yang telah diberikan

3) Mencatat peristiwa dan hal-hal yang perlu perbaikan dan tindak lanjut setelah layanan bimbingan klasikal dilaksanakan

c. Evaluasi

1) Melakukan evaluasi proses layanan bimbingan klasikal

2) Melakukan evaluasi hasil layanan bimbingan klasikal yang telah diberikan

D. Hakikat Pendekatan Experiential Learning

1. Pengertian Pendekatan Experiential Learning

Menurut Prayitno, dkk (1998: 90) experiential learning adalah sebuah pendekatan dalam penyelenggaraan bimbingan dinamika kelompok, dikatakan efektif ketika dapat menghadirkan suasana kejiwaan yang sehat diantara peserta kegiatan, meningkatkan spontanitas, munculnya perasaan positif,


(50)

32

meningkatkan minat atau gairah untuk lebih terlibat dalam proses kegiatan, memungkinkan terjadinya katarsis, serta meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan sosial.

Kolb (1984) menjelaskan : “experiential learning: expericence as the source of learning and development”. Dari pernyataan tersebut terdapat makna bahwa metode experiential learning adalah pembelajaran yang memberikan pengalaman nyata kepada peserta didik. Peserta didik secara aktif mengeksplorasi, dan membuat catatan tentang peristiwa yang terjadi. Experiential learning dipahami sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan guna meningkatkan keefektivan hasil belajar.

Dengan kata lain experiential learning merupakan model pembelajaran yang membuat peserta didik terlibat langsung dalam proses belajar dan peserta didik mendapatkan pengalaman-pengalaman yang menjadi suatu pengetahuan. Pengalaman yang dialami secara langsung oleh peserta didik dalam proses belajar akan mengalami perubahan, guna meningkatkan efektivitas hasil belajar.

2. Karakteristik Experiential Learning

Menurut Kolb (1984), ada 6 karakteristik experiential learning yakni:

a. Pembelajaran terbaik itu dipahami sebagai proses bukan terbatas pengetahuan, belajar tidak berakhir pada hasil pengalaman membentuk kembali pengetahuan.


(51)

33

b. Belajar adalah pengalaman membentuk kembali pengetahuan. Pembelajaran difasilitasi oleh proses yang mampu membuat siswa membangun gambaran mengenai keyakianan-keyakinan dan ide-ide terhdap suatu topik sehingga dapat dijelaskan, diujikan, dan diintegrasikan dengan ide-ide baru.

c. Belajar membutuhkan resolusi dari konflik antara cara dialektikal yang bertentangan dengan adaptasi dunia. Konflik, perbedaan dan ketidak setujuan yang menuntun proses belajar. Pergerakan ke belakang dan empat cara berlawanan antar refleksi, tindakan, perasaan dan pikiran.

d. Belajar adalah proses menyeluruh dari adaptasi. Belajar bukan hanya hasil dari kognisi tetapi keterlibatan yang terintegrasi pada keseluruhan fungsi individu: berpikir, merasakan, penerimaan dan bertindak.

e. Hasil belajar berasal dari sinergi transaksi antara manusia dengan lingkungan. Pembelajaran terjadi melalui keseimbangan proses dialektikal asimilasi pengalaman baru ke dalam konsep yang sudah ada dan mengakomodasikan konsep yang sudah ada pada pengalaman baru.

3. Tujuan Experiential Learning

Tujuan model experiential learning adalah untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara yaitu mengubah struktur kognitif siswa, mengubah sikap siswa dan memperluas ketrampilan yang telah ada pada siswa. Ketiga hal ini kemudian menjadi fokus metode experiential learning (Baharuddin dan Wahyuni, 2010).


(52)

34

4. Tahapan Pembelajaran Experiential Learning

David Kolb menyampaikan pendekatan experiential learning adalah sebuah poses yang melingkar dan terdiri dari empat fase sebagai berikut. a. Concrete Experience

Merupakan fase menggunakan pengalaman yang sudah dilalui peserta atau pengalaman yang disediakan untuk pembelajar yang lebih lanjut.

b. Reflective Obsevation

Merupakan fase menggunakan pengalaman yang sudah dilalui peserta atau pengalaman yang disediakan untuk pembelajaran yang lebih lanjut.

c. Abstract Conceptualization

Merupakan fase dimana proses menemukan tren yang umum dan keebnaran dalam pengalaman yang telah dilalui peserta atau membentuk reaksi pada pengalaman yang baru menjadi sebuah kesimpulan atau konsep baru.

d. Active Experimentation

Merupakan fase modifikasi perilaku lama dan mempraktikan pada situasi keseharian para peserta.

Efektivitas proses pembelajaran experiential learning akan terdukung apabila peserta didik memiliki kemampuan mengikuti proses dari masing-masing fase tersebut. Keempat fase tersebut divisualisasikan pada gambar berikut.


(53)

35

Gambar 2.2 Fase Pendekatan Experiential Learning Menurut Kolb Sejalan dengan pendapat Kolb, Pfeiffer (Supratiknya, 2011) menjelaskan bahwa dalam belajar experiential learning peserta didik memiliki pengalaman yang bertahap yakni:

a. Mengalami

Peserta didik terlibat atau dilibatkan dalam kegiatan tertentu, seperti melakukan tugas tertentu atau mengamati objek atau rekaman kejadian tertentu, entah secara sendiri-sendiri atau bersama.

b. Membagikan pengalaman

Peserta didik membagikan hasil pelaksanaan tugas atau hasil pengamatannya teradap objek atau kejadian tertentu pada tahap sebelumnya termasuk reaksi pribadinya baik berupa tanggapan pemikiran maupun tanggapan perasaanya, kepada peserta lain baik dalam kelompok-kelompok kecil maupun kepada seluruh peserta. c. Memproses pengalaman

Peserta mengolah data yang baru dibagikan dengan cara mendiskusikan atau memikirkannya bersama, memaknai atau


(54)

36

menafsirkannya, membandingkan tanggapan peserta yang satu dengan yang lain, menemukan hubungan antar makna atau tanggapan yang muncul.

d. Merumuskan kesimpulan

Peserta didik diajak dan dibantu untuk menyimpulkan prinsip-prinsip, merumuskan hipotesis-hipotesis, dan merumuskan manfaat untuk didiskusikan atau dipikirkan bersama.

e. Menerapkan

Peserta didik sungguh-sungguh menangkap relevansi atau makna manfaat dari penelitian atau bimbingan yang baru dijananinya, serta memiliki tekad untuk menerapkan hasil belajarnya dalam kehidupan sehari-hari.

Gambar 2.3 Tahapan Pembelajaran Experintial Learning Menurut Pfieiffer

Mengalami

Membagikan

Memproses

Merumuskan


(55)

37 5. Aktivitas Inti dalam Experiential Learning

Supratiknya (2011:78-80) ada beberapa jenis aktivitas atau kegiatan inti yang lazim di praktikkan pada berbagai tahapan proses belajar dalam siklus pembelajaran eksperiensial yaitu:

a. Refleksi

Hakikat refleksi adalah memantulkan atau lebih tepat menghadirkan kembali dalam batin individu aneka pengalaman yang sudah terjadi, untuk menemukan makna dan nilainya yang lebih dalam. Maka ada yang menyatakan bahwa refleksi selalu bertujuan mendidik, dalam arti berperan sebagai jembatan yang menghubungkan pengalaman pribadi dan belajar.

b. Sharing

Sharing adalah membagikan pikiran dan atau perasaan yang muncul sebagai hasil refleksi, kepada orang lain dalam kegiatan belajar bersama. Dalam sharing bersama atau saling berbagi hasil refleksi, masing-masing peserta saling mendengarkan, saling membantu menangkap makna dan nilai yang semakin mendalam dari berbagai pengalaman hidupnya, serta saling meneguhkan.

Supaya dalam kegiatan refleksi dan sharing berjalan efektif dan baik, fasilitator atau guru BK perlu memberikan pertanyaan-pertanyaan dalam apa yang disebut lingkaran refleksi Reed & Koliba (Supratiknya, 2011). Peserta diminta duduk membentuk lingkaran. Fasilitator atau guru BK


(56)

38

sebaikya ikut membaur duduk dalam lingkaran bersama siswa, jangan berdiri atau duduk di depan.

6. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Experiential Learning

Pendekatan Experiential Learning memiliki kelebihan yakni dapat meningkatkan semangat dan gairah belajar, membantu terciptanya suasana belajar yang kondusif, memunculkan kegembiraan dalam proses belajar, mendorong dan mengembangkan proses berpikir kreatif, dan mendorong siswa untuk melihat sesuatu dari prespektif yang berbeda. Selain beberapa kelebihan yang telah disebutkan, terdapat pula kekurangan dari pendekatan experiential learning yakni dibutuhkan alokasi waktu yang relatif lama dalam proses pembelajaran (Sinaga, 2013).

Dari kelebihan dan kekurangan yang ada pada pendekatan experiential learning tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan experiential learning dapat efektif apabila diberikan kepada peserta didik dengan memperhatikan materi yang akan diberikan, persiapan, strategi yang akan digunakan dan alokasi waktu yang disediakan. Dengan begitu pembelajaran dengan pendekatan experiential learning dapat efektif diberikan kepada peserta didik sehingga tercapailah tujuan dari pendekatan experiential learning yakni mengubah struktur kognitif siswa, mengubah sikap siswa dan memperluas ketrampilan-ketrampilan siswa yang telah ada.


(57)

39

E. Hakikat Remaja sebagai Peserta didik SMP 1. Pengertian Remaja

Istilah adolencene (Inggris) berasal dari Bahasa Latin adolescere yang artinya tumbuh ke arah kematangan Sarwono (1989:8). Kematangan di sini tidak hanya kematangan fisik tetapi kematangan psikologis. Word Health Organization (WHO) Sarwono (1989:9) mendefinisikan remaja sebagai suatu masa ketika

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Berdasarkan beberapa pengertian remaja di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa remaja individu yang sedang berada dalam suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, yang ditandai dengan perkembangan aspek fisik, psikis, dan sosial-ekonomi.

Remaja sebagai peserta didik merupakan salah satu komponen manusiawi yang menepati posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan dari tumpuan perhatian semua proses transformasi yang disebut pendidikan. Sebagai salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan, peserta didik sering di sebut sebagai “raw material” (bahan mentah). Dalam prespektif pedagogis, peserta didik dipandang sebagai


(58)

40

manusia yang memiliki potensi yang bersifat laten, sehingga membutuhkaan binaan dan bimbingan untuk mengaktualisasikannya agar ia dapat menjadi manusia yang cakap.

Dalam prespektif Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.

20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 4, “pesarta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan drinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu” (Desmita, 2009:39).

2. Karakteristik Remaja sebagai Peserta didik SMP

Menurut Desmita (2009:36), dilihat dari tahapan perkembangannya remaja sebagai peserta didik usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada pada tahapan perkembangan pubertas (10-14 tahun). Beberapa karakteristik yang menonjol pada remaja sebagai peserta didik usia SMP adalah sebagai berikut:

a. Terjadinya ketidak seimabungan porsi tinggi dan berat badan; b. Mulai timbulnya seks skunder

c. Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua;

d. Senang membandingkan kaidah-kaidah, nila-nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa;

e. Mulia mempertanyakan secara spesifik mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan;


(59)

41 f. Rekasi dan ekspresi emosi labil;

g. Mulai mengembangkan standard harapan terhadap perilaku diri sendiri yang sesuai dengan dunia sosial;

h. Kecenderunagn minat dan pilihan karier relatif sudah jelas. 3. Tugas Perkembangan Remaja sebagai Peserta Didik SMP

Tugas perkembangan remaja difokuskan pada perubahan sikap dan perilaku kekanak-kanakan dan berusaha mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Tugas–tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (Ali & Ashori, 2009), sebagai berikut.

a. Mampu menerima keadaan fisik

b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia remaja

c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis

d. Mencapai kemandirian emosional e. Mencapai kemandirian ekonomi

f. Mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat

g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua

h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa


(60)

42

j. Memahami dan mempersiapkan sebagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

4. Perkembangan Karakter Ksatria pada Remaja

Karkater ksatria dapat membentuk remaja menjadi pribadi yang berani mengakui kesalahan yang dilakukan, menghargai orang lain, serta memiliki sikap mawas diri. Akan tetapi, dalam perkembangannya tidak selalu berjalan dengan baik, sebagai remaja yang berada pada masa transisi anak-anak menuju dewasa, mereka mengalami perubahan dari berbagai aspek yang mempengaruhi nilai-nilai karakter dalam diri.

Fathurrahman, dkk (2013) mengungkapkan bahwa terdapat tiga komponen karakter yang baik yaitu pengetahuan tentang moral, perasaan atau penguatan emosi dan perbuatan (moral knowling, moral feeling, dan moral action). Sejalan dengan pedapat Lickona (2013), komponen pembentukan karakter baik memiliki keterkaitan antara pengetahuan moral, perasaan moral dan tindakan moral. Remaja SMP yang sedang mengalami transisi moralitas. Transisi ini adalah peralihan dari moralitas anak yang berorientasi menghindari hukuman dan berorientasi mengejar ganjaran (preconventional reasonng) ke arah moralitas yang lebih dewasa (post conventional reasoning). Sering kali, dalam transisi moralitas ini terjadi pelanggaran terhadap standar norma lingkungan sosial, baik pelanggaran aturan di rumah, sekolah maupun pelanggaran hukum (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014). Dengan ini diharapkan dapat menjadi perhatian bagi seluruh pihak baik orang tua maupun guru di sekolah.


(61)

43 F. Kerangka Pikir

Karakter ksatria adalah kemampuan untuk menerima keunggulan orang lain serta menerima kekurangan diri sendiri. Ada beberapa siswa yang memiliki karakter ksatria tetapi masih rendah sehingga tindakan yang mencerminkan karakter ksatria juga kurang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, akibatnya kerap muncul permasalahan yang ada di sekolah.

Melalui penelitian tindakan bimbingan dan konseling maka dirancang sebuah tindakan berupa upaya meningkatkan karakter ksatria dalam diri siswa. Kegiatan yang sudah dirancang adalah layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning. Bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning yang menggunakan dinamika kelompok agar siswa mengalami sendiri sehingga meningkatkan spontanitas atau gairah untuk terlibat dalam proses belajar, mungkinkan terjadinnya katarsis serta meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan sosial. Bimbingan dilakukan selama tiga kali dengan topik yang berbeda tetapi sesuai dengan karakter ksatria. Penggunaan layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning akan memberikan perubahan berupa pemahaman dan penerapan karakter ksatria yang semakin baik dalam diri siswa sehingga terlihat dalam perilaku sehari-hari.


(62)

44

Peningkatan Karakter Ksatria Siswa Kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016

Rendahnya Karakter Ksatria siswa

Pendidikan Karakter

Pembelajaran Manajemen Sekolah Kegiatan Pembinaan Siswa

Evaluasi

Model Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning

a. Belum efektif b. Belum menunjukan

karakter siswa

Kegiatan inti

Kegiatan Penutup

Gambar 2.4

Kerangka Pikir Penelitian

Layanan bi mbingan kla sikal Kegiatan Pembukaan Refletive Observation Active Experimenta tion Abstrak Conceptualizat ion Conccret Experience

a.Fasilitator memberikan pengantar tentang

kegiatan.

b.Siswa melakukan kegiatan untuk mendapatkan

pengalaman

a.Siswa secara pribadi/ kelompok membuat kesimpulan dari pengalaman yang di refleksikan

b.Siswa secara pribadi/ kelompok mensharingkan kesimpulan c.Fasilitator memberikan materi kegiatan atas kesimpulan

siswa

a.Siswa secara pribadi atau kelompok membagikan refleksi berdasarkan pengalaman b.Siswa mengungkapkan hasil pengalaman c.Fasilitator memberikan feedback atas refleksi

a.Siswa secara pribadi/kelompok merumuskan niat untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan konsep dan kesimpulan b.Fasilitator membrikan bombongan atas niat siswa


(63)

45 G. Hasil-hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan hasil penelitian pendidikan terintegrasi Barus (2015) SMP di 5 kota menemukan bahwa hasil implementasi pendidikan karakter terintegrasi efektivitasnya belum menggembirakan. Temuan evaluatif secara empirik menunjukan 36,4% dari 653 siswa SMP di 5 kota yang terteliti masih berada pada kategori kurang baik dan beberapa di antaranya buruk dalam capaian skor karakternya. Hanya 12,3% dari 653 siswa yang masuk kategori baik dengan capaian skor ≥ 7 pada skala stannine.

Melihat hasil yang kurang maksimal maka Ervin Aprilianti (2016) melakukan penelitian di SMP Negeri 4 Wates menemukan bahwa pemahaman karakter berjiwa besar terdapat perkembangan semakin membaik dengan menggunakan metode dinamika kelompok yang diaplikasikan dalam permainan. Serta terdapat peningkatan karkater berjiwa besar secara signifikan

senilai (Sig 2 tailed) sebesar (0,002) ˂ (0,05) sebelum dan sesudah diberikan

tindakan. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitiaan tentang peningkatan karakter ksatria melalui pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experienatial learning.

H. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian pustaka yang telah dipaparkan, maka hipotesis tindakan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ho : Karakter Ksatria tidak dapat ditingkatkan melalui pendidikan karakter berbasis bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016


(64)

46

Hi : Karakter Ksatria dapat ditingkatkan melalui pendidikan karakter berbasis bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning pada siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat Tahun Ajaran 2015/2016.


(65)

47 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini memaparkan beberapa hal yang akan diteliti meliputi: jenis penelitian penelitian, subjek penelitian, variabel penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, validitas dan reliabilitas instrumen dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan bimbingan dan konseling (PTBK). Penelitian tindakan bimbingan dan konseling dapat diartikan sebagai proses pengkajian masalah pemberian layanan bimbingan di dalam kelas dan upaya memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang sesuai (Hidayat & Badrujaman, 2012). Penelitian ini tergolong dalam PTBK karena penelitian ini mengkaji masalah karakter ksatria yang masih rendah sehingga ingin ditingkatkan dengan tindakan bimbingan klasikal. Tindakan tersebut menggunakan pendekatan experiantial learning untuk meningkatkan karakter ksatria pada siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat.

Penelitian tindakan kelas ini menggunakan model Kemmis & Mc. Taggart (Hidayat, 2012). Pelaksanaan penelitian tindakan model ini terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi dalam satu siklus. Siklus adalah putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi pada setiap tindakan. Model Kemmis & Mc. Taggart digambarkan sebagai berikut.


(66)

48

Gambar 3.1

Prosedur Penelitian Tindakan Kelas Model Kemmis & Mc. Taggart Pada tahap pertama peneliti melakukan perencanaan yaitu menyusun langkah-langkah tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian. Peneliti juga menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam proses tindakan, menyusun instrumen, dan pedoman observasi.

Tahap kedua yang dilakukan oleh peneliti yaitu memberikan tindakan kepada siswa sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti.

PELAKSANAAN

PERRENCANAAN

REFLEKSI

PENGAMATAN SIKLUS 1

PELAKSANAAN

PENGAMATAN

REFLEKSI PERRENCANAAN

SIKLUS 3 PERRENCANAAN

PELAKSANAAN

PENGAMATAN

PELAKSANAAN SIKLUS 2


(67)

49

Pada penelitian ini pokok permasalahan yang diteliti adalah meningkatkan karakter ksatria siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat melalui layanan bimbingan klasikal melalui pendekatan experiential learning dalam meningkatkan karakter ksatria dalam diri siswa.

Peneliti menyampaikan tiga topik bimbingan dalam tiga siklus penelitian tindakan bimbingan dan konseling. Ketiga topik tersebut adalah berani mengakui kesalahan, berani meminta dan memberi maaf, serta berani mengungkapkan pendapat di depan umum.

Tahap ketiga yaitu pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh pengamat. Melalui oservasi ini, pengamat mengumpulkan informasi tentang kelebihan serta kekurangan dalam melaksanakan tindakan. Informasi tersebut digunakan untuk membuat perencanaan ulang tindakan pada siklus berikutnya.

Tahap terakhir yang dilakukan peneliti adalah peneliti membuat refleksi tentang hal-hal yang didapatkan selama proses tindakan, hal yang menjadi kekuatan dan hal yang perlu ditingkatkan dalam tindakan selanjutnya. Selain itu, peneliti juga melihat hasil refleksi yang dituliskan oleh siswa setelah mengikuti proses bimbingan klasikal. Jika pada tahap ini peneliti belum mencapai tujuan yang telah dibuat maka peneliti akan melaksanakan siklus berikutnya dengan perbaikan yang telah dilakukan.


(68)

50

B. Setting Penelitian (Lokasi, Waktu, Mitra Kolaboratif) 1. Lokasi dan Waktu

Penelitian ini di lakukan di SMP Pangudi Luhur Bayat yang terletak di depan Gereja Santa Maria Ratu Bayat. Ruang kelas VIII A yang terletak bersebelahan dengan ruang kelas VIII B. Fasilitas di ruang kelas VIII A meliputi: LCD, Sound, meja, kursi, papan tulis, kipas angin, salib, papan data administrasi kelas, meja guru dan bendera. Suasana kelas nyaman untuk belajar jauh dari keramaian. Waktu pengumpulan data di SMP Pangudi Luhur Bayat kelas IX sedang persiapan ujian jadi yang masuk sekolah hanya kelas VII dan VIII.

Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 13 Mei, 16 Mei, 23 Mei 2016. Terdiri dari pemberian pra-tindakan, pretest sebelum pemberian treatment, tiga kali perlakuan (treatment) dengan tiga topik bimbingan yakni

“Berani Mengakui Kesalahan”, “Berani Minta dan Memberi maaf”, “Berani Berpendapat di Depan Umum”, dan satu kali posttest setelah treatment. Selain itu peneliti melakukan persiapan, penyusunan modul, kuesioner dan pengolahan data di Kampus III Pingan. Berikut rincian kegiatan penelitian.

Tabel 3.1

Kegiatan dalam Penelitian

No Jenis kegiatan Waktu

1 Persiapan dan penyusunan modul Februari – Mei 2016 2

Pengumpulan data

1. 13 Mei 2016 2. 16 Mei 2016 3. 23 Mei 2016 3 Pengolahan data dan kesimpulan Mei – Januari 2017


(69)

51 2. Mitra Kolaboratif Penelitian

Dalam penelitian ini melibatkan mitra sekolah yaitu Wali Kelas VIII A dan Pengamat.

Tabel 3.2 Mitra Kolaboratif

No Mitra Peran Deskripsi Tugas

1 Wali Kelas Pendidik a. Membantu peneliti dalam mengamati pelaksanaan layanan bimbingn klasikal

b. Memberikan masukan dan saran pelaksanaan layanan bimbingan klasikal

2 Elisabet Dwi Retno (131114050)

Mitra Kolaborator a. Membantu peneliti dalam mengamati pelaksanaan layanan bimbingn klasikal

b. Sebagai mitra peneliti saat proses dinamika kelompok

c. Membantu membagikan instrumen dan mengamati siswa

C. Subjek Penelitian

Siswa kelas VIII A SMP Pangudi Luhur Bayat tahun ajaran 2015/2016, peserta berjumlah 22 orang. Rincian subjek tampak dalam tabel berikut.

Tabel 3.3

Subjek Penelitian Subjek Penelitian

Jenis kelamin

Laki-laki Perempuan Siswa-siswi kelas VIII A 14 8


(70)

52

D. Jenis Tindakan dan Indikator Keberhasilan 1. Jenis Tindakan

Jenis tindakan dalam penelitian ini adalah layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning. Pelaksanaan layanan bimbingan klasikal dengan experiential learning terdiri dari tiga siklus. Setiap siklus akan diberikan satu topik bimbingan yang relevan untuk

meningkatkan karakter ksatria. Siklus I dengan topik “Berani Mengakui Kesalahan” bertujuan untuk meningkatkan keberanian siswa ketika mengakui kesalahan yang diperbuat. Siklus II dengan topik “Berani

Meminta dan Memberi Maaf” bertujuan untuk meningkatkan keberanian siswa dalam meminta dan memberi maaf. Siklus III dengan

topik “Berani Mengungkapkan Pendapat Di depan Umum” pemilihan

topik ini sesuai dengan karakter ksatria. Ketika individu berani untuk mengakui kesalahan maka akan berani juga untuk meminta maaf atas kesalahan yang diperbuatnya. Individu yang memiliki karakter ksatria akan menerima kekurangan diri sendiri dan mau belajar dari pengalaman orang lain sehingga meningkatkan keberanian mengungkapkan pendapat di depan umum. Topik tiap siklus divisualisasikan dalam gambar berikut.


(1)

(2)

(3)

157

HASIL UJI RELIABILITAS TES KARAKTER KSATRIA

Cronbach’s Alpha

Kesimpulan

0,59 Cukup


(4)

158

HASIL UJI RELIABILITAS SKALA PENILAIAN DIRI

KARAKTER KSATRIA Cronbach’s

Alpha

Kesimpulan

0,81 Tinggi


(5)

159

HASIL UJI RELIABILITAS MODEL LAMPIRAN 20


(6)

160

HASIL VALIDITAS KOESIONER MODEL LAMPIRAN


Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24