Perbedaan motivasi dan hasil belajar berdasarkan model cooperative learning tipe STAD pada pelajaran IPS siswa kelas IV SD.

(1)

viii

ABSTRAK

PERBEDAAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR

BERDASARKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD PADA PELAJARAN IPS SISWA KELAS IV SD

Jhoni

Universitas Sanata Dharma 2015

Model pembelajaran konvensional (ceramah) belum efektif digunakan dalam proses pembelajaran IPS di SD, karena proses pembelajaran yang terpusat pada guru, sehingga siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran, siswa hanya sebagai pendengar dan guru sebagai sumber pembelajaran sehingga menyebabkan motivasi dan hasil belajar peserta didik yang kurang maksimal. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model cooperative learning tipe STAD karena dalam proses pembelajarannya, siswa dilibatkan secara aktif untuk saling membantu, dan berkerjasama dalam tim serta saling memotivasi untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) apakah ada perbedaan antara motivasi belajar IPS siswa kelas IV yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model pembelajaran konvensional dan(2) apakah ada perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas IV yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model pembelajaran konvensional.

Metode penelitian menggunakan quasi eksperimental design tipe nonquivalent control group. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SDN Sendangadi 2 Mlati Sleman Yogyakarta yang berjumlah 20 siswa sebagai kelompok eksperimen, dan siswa kelas IV SDN Blunyaharjo Tegal Rejo yang berjumlah 20 siswa sebagai kelompok kontrol. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, observasi, dan tes. Analisis data menggunakan uji Independent T test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat perbedaan motivasi belajar IPS antara siswa kelas IV yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung lebih besar daripada ttabel (3,830>2,042), apabila dibandingkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi 5% (0,000<0,05); dan (2) terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas IV yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung lebih besar daripada ttabel (3,002>2,042), apabila dibandingkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,005 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi 5% (0,005<0,05).


(2)

ix

ABSTRACT

THE DIFFERENCES OF MOTIVATION AND LEARNING ACHIEVEMENT ON SOCIAL SUBJECT LEARNING OF GRADE IV STUDENTS OF ELEMENTARY SCHOOL BASED ON COOPERATIVE LEARNING OF

STAD TYPE

Jhoni

Universitas Sanata Dharma 2015

The conventional model of learning is ineffectively on the Social Subject learning at Elementary School for its teacher centered learning because the students not actively involved, they only listened to the subject thus stimulated poor motivation and learning achievement. This is a cooperative learning of STAD type research which the students actively involved to help each other in a team and build the motivation. This research aims to determine 1) the differences of motivation on Social Subject learning of grade IV students between cooperative learning of STAD type and conventional method and 2) the differences of learning achievement of grade IV students between cooperative learning of STAD type and conventional method.

The method of this research was quasi experimental design of nonquivalent control group type. The subjects were grade IV students of State Elementary School Sendangadi 2 Mlati Sleman Yogyakarta with a total of 20 students as the experimental groups and grade IV students of State Elementary School Blunyaharjo Tegal Rejo with a total of 20 students as the control groups. Data analyses technique used was Independent T test.

The results showed that 1) there were differences of motivation on Social Subject learning of grade IV students between cooperative learning of STAD type and conventional method. This evidenced with tcount was greater than ttable (3,830>2,042), thus compared the significance value of 0.000 was lower than significance level of 5% (0,000<0,05); and 2) there were differences of learning achievement of grade IV students between cooperative learning of STAD type and conventional method. This evidenced with tcount was greater than ttable (3,002>2,042), thus compared the significance value of 0.005 was lower than significance level of 5% (0,000<0,05).

Keywords: motivation, learning achievement, cooperative learning tipe STAD Model


(3)

PERBEDAAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR

BERDASARKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD PADA PELAJARAN IPS SISWA KELAS IV SD

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : JHONI NIM: 111134267

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus serta Bunda Maria yang selalu menyertai, mendampingi dan melimpahkan rahmat-Nya setiap saat.

2. Kedua orang tua tercinta, beserta seluruh keluarga besar yang selalu memberi semangat serta memotivasi penulis selama menempuh perkuliahan dan selama proses penyusunan skripsi.

3. Semua teman-teman PGSD angkatan 2011, teman-teman kos yang tak bisa

penulis sebutkan satu-persatu yang selalu memberi semangat serta dukunagan kepada penulis.

4. Keluarga besar SDN Sendangadi 2 Mlati Sleman Yogyakarta yang telah

mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.


(7)

v MOTTO

“Aku senantiasa mengucap syukur kepada Allahku karena kamu atas kasih karunia Allah yang dianugerahkan-Nya kepada kamu dalam Kristus Yesus. Sebab karena Dia kamu telah menjadi kaya dalam segala hal: dalam segala macam perkataan dan macam pengetahuan, sesuai dengan kesaksian tentang Kristus, yang telah diteguhkan di antara kamu”.

1 Korintus 1 : 4-7

“Bentangan layar yang kita atur, dan bukan arah angin yang menentukan kemana arah kita”

(Ella Wheeler Wilcox)

“Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia” (Laskar Pelangi-Nidji)


(8)

(9)

(10)

viii ABSTRAK

PERBEDAAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR

BERDASARKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD PADA PELAJARAN IPS SISWA KELAS IV SD

Jhoni

Universitas Sanata Dharma 2015

Model pembelajaran konvensional (ceramah) belum efektif digunakan dalam proses pembelajaran IPS di SD, karena proses pembelajaran yang terpusat pada guru, sehingga siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran, siswa hanya sebagai pendengar dan guru sebagai sumber pembelajaran sehingga menyebabkan motivasi dan hasil belajar peserta didik yang kurang maksimal. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model cooperative learning tipe STAD karena dalam proses pembelajarannya, siswa dilibatkan secara aktif untuk saling membantu, dan berkerjasama dalam tim serta saling memotivasi untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) apakah ada perbedaan antara motivasi belajar IPS siswa kelas IV yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model pembelajaran konvensional dan(2) apakah ada perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas IV yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model pembelajaran konvensional.

Metode penelitian menggunakan quasi eksperimental design tipe nonquivalent control group. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SDN Sendangadi 2 Mlati Sleman Yogyakarta yang berjumlah 20 siswa sebagai kelompok eksperimen, dan siswa kelas IV SDN Blunyaharjo Tegal Rejo yang berjumlah 20 siswa sebagai kelompok kontrol. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, observasi, dan tes. Analisis data menggunakan uji Independent T test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat perbedaan motivasi belajar IPS antara siswa kelas IV yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung lebih besar daripada ttabel (3,830>2,042), apabila dibandingkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi 5% (0,000<0,05); dan (2) terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas IV yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung lebih besar daripada ttabel (3,002>2,042), apabila dibandingkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,005 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi 5% (0,005<0,05).


(11)

ix ABSTRACT

THE DIFFERENCES OF MOTIVATION AND LEARNING ACHIEVEMENT ON SOCIAL SUBJECT LEARNING OF GRADE IV STUDENTS OF ELEMENTARY SCHOOL BASED ON COOPERATIVE LEARNING OF

STAD TYPE Jhoni

Universitas Sanata Dharma 2015

The conventional model of learning is ineffectively on the Social Subject learning at Elementary School for its teacher centered learning because the students not actively involved, they only listened to the subject thus stimulated poor motivation and learning achievement. This is a cooperative learning of STAD type research which the students actively involved to help each other in a team and build the motivation. This research aims to determine 1) the differences of motivation on Social Subject learning of grade IV students between cooperative learning of STAD type and conventional method and 2) the differences of learning achievement of grade IV students between cooperative learning of STAD type and conventional method.

The method of this research was quasi experimental design of nonquivalent control group type. The subjects were grade IV students of State Elementary School Sendangadi 2 Mlati Sleman Yogyakarta with a total of 20 students as the experimental groups and grade IV students of State Elementary School Blunyaharjo Tegal Rejo with a total of 20 students as the control groups. Data analyses technique used was Independent T test.

The results showed that 1) there were differences of motivation on Social Subject learning of grade IV students between cooperative learning of STAD type

and conventional method. This evidenced with tcount was greater than ttable

(3,830>2,042), thus compared the significance value of 0.000 was lower than significance level of 5% (0,000<0,05); and 2) there were differences of learning achievement of grade IV students between cooperative learning of STAD type and

conventional method. This evidenced with tcount was greater than ttable

(3,002>2,042), thus compared the significance value of 0.005 was lower than significance level of 5% (0,000<0,05).

Keywords: motivation, learning achievement, cooperative learning tipe STAD Model


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis diberi kesehatan, kekuatan, serta semangat dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Motivasi dan Hasil Belajar Berdasarkan Model Cooperative Learning tipe STAD Pada Pelajaran IPS Siswa Kelas IV SD” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa ada bantuan dan dukunagan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang selalu menyertai serta melimpahkan rahmat-Nya

kepada penulis selama proses penyelesaian karya ilmiah ini.

2. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

4. Drs. Puji Purnomo, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, masukan, nasehat dan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan karya ilmiah ini.

5. Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A., selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran serta kebijaksanaan.


(13)

(14)

xii

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional... 8


(15)

xiii

A. Kajian Pustaka ... 9

1. Motivasi ... 9

a. Pengertian Motivasi ... 9

2. Motivasi Belajar ... 10

a. Pengertian Motivasi Belajar ... 10

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi ... 11

c. Fungsi Motivasi ... 15

d. Macam-macam Motivasi ... 17

e. Prinsip-prinsip Motivasi ... 18

3. Hasil Belajar ... 21

a. Pengertian Hasil Belajar ... 21

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 22

4. Pendekatan Cooperative Learning ... 24

a. Pengertian Cooperative Learning ... 24

b. Unsur-unsur Cooperative Learning ... 25

c. Tujuan Cooperative Learning ... 27

5. Cooperative Learning tipe STAD ... 28

a. Pengertian Cooperative Learning tipe STAD ... 28

b. Langkah-langkah Cooperative Learning tipe STAD... 30

c. Kelebihan Cooperative Learning tipe STAD ... 33

d. Kelemahan Cooperative Learning tipe STAD... 34

6. Ilmu Pengetahuan Sosial ... 35


(16)

xiv

b. Tujuan Mata Peajaran IPS di SD/MI... 37

c. Materi Pelajaran IPS... 39

B. Peneitian Yang Relevan... 40

C. Kerangka Berpikir ... 43

D. Hipotesis ... 46

BAB III METODE PENEITIAN ... 47

A. Jenis Peneitian ... 47

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 49

1. Tempat Penelitian ... 49

2. Waktu peneitian ... 50

C. Popuasi dan Sampel... 51

1. Populasi ... 51

2. Sampel ... 52

E. Variabe Penelitian ... 52

F. Instrumen Penelitian ... 54

G. Metode Pengumpuan Data ... 57

H. Vaiditas dan Reliabilitas ... 59

1. Uji Vaiditas ... 60

2. Reliabilitas ... 70

H. Teknik Anaisis Data ... 71

1. Uji Normailas ... 71

2. Uji Homogenitas ... 72


(17)

xv

a. Uji Perbedaan Motivasi Belajar IPS Siswa IV SD... 72

b. Uji Perbedaan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD... 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 75

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 75

1. Deskripsi Data Penelitian ... 75

a. Motivasi Belajar IPS Siswa Kelas IV SD ... 76

1) Data Pre-test Kelas Eksperimen... 76

2) Data Pre-test Kelas Kontrol... 76

3) Data Post-test Kelas Eksperimen... 77

4) Data Post-test Kelas Kontrol... 77

5) Data Peningkatan Motivasi Belajar IPS Siswa Kelas IV SD... 78

b. Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD ... 79

1) Data Pre-test Kelsa Eksperimen ... 79

2) Data Pre-test Kelas Kontrol ... 79

3) Data Post-test Kelas Eksperimen ... 79

4) Data Post-test Kelas Kontrol ... 80

5) Data Peningkatan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IVSD... 80

2. Prasarat Analisis Data ... 81

a. Uji Normalitas Sebaran ... 81

b. Uji Homogenitas Variansi ... 82


(18)

xvi

a. Hipotesis Pertama ... 83

b. Hipotesis Kedua ... 85

B. Pembahasa ... 86

1. Pembahasan Hasil Motivasi Belajar IPS Siswa Kelas IV SD.... 86

2. Pembahasan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD ... 88

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Keterbatasan Penelitian ... 91

C. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 50

Tabel 3.2 Kisi-kisi Skala Motivasi ... 55

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Tes ... 56

Tabel 3.4 Skor Skala Motivasi Belajar ... 58

Tabel 3.5 Lembar Pedoman Observasi ... 58

Tabel 3.6 Uji Validitas Skala Motivasi Belajar ... 61

Tabel 3.7 Validitas Isi Lembar Skala Motivasi Belajar ... 63

Tabel 3.8 Validasi Siabus Pembelajaran ... 65

Tabel 3.9 Validasi RPP ... 66

Tabel 3.10 Validasi Instrumen Tes Hasil Belajar ... 67

Tabel 3.11 Validasi Lembar Observasi ... 69

Tabel 3.12 Reliabilitas Instrumen Penelitian... 71

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Peningkatan Motivasi Belajar IPS... 77

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Peningkatan Hasil Belajar IPS ... 80

Tabel 4.3 Analisis Uji Normalitas Sebaran ... 81

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Variansi ... 82

Tabel 4.5 Hasil Uji t Motivasi Belajar IPS Siswa ... 83


(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR

halaman Gambar 2.1 Kerangka Perbandingan Penelitian Sebelumnya ... 42 Gambar 3.1 Pengaruh Perlakuan ... 48 Gambar 3.2 Hubungan Antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat ... 53


(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran 1. Rangkuman Data Penelitian Motivasi Belajar Siswa ... 95

Lampiran 2. Rangkuman Data Penelitian Hasil Belajar Siswa ... 100

Lampiran 3. Siabus Pembelajaran ... 107

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 111

Lampiran 5. Lembar Skala Motivasi Belajar... 118

Lampiran 6. Lembar Tes Siswa ... 123

Lampiran 7. Hasil Uji Viliditas dan Reliabilitas MotivasiBelajar ... 130

Lampiran 8. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Hasil Belajar... 135

Lampiran 9. Pretest dan Posttest Motivasil Belajar Kelas Eksperimen... 142

Lampiran 10. Pretest dan Posttest Motivasil Belajar Kelas Kontrol... 149

Lampiran 11. Pretest dan PosttesHasil Belajar Kelompok Eksperimen... 156

Lampiran 12. Pretest dan PosttesHasil Belajar Kelompok Kontrol ... 167

Lampiran 13. Validasi Perangkat Pembelajaran... 178

Lampiran 14. Lembar Kerja Siswa... 191

Lampiran 15. Surat Ijin Penelitian... 197

Lampiran 16. Surat Keterangan Penelitian... 199

Lampiran 17. Foto-foto Penelitian ... 201


(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dibahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

A. Latar Belakang

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang dialami oleh peserta didik, baik ketika peserta didik ada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarga sendiri (Syah, 2004:89). Pendidikan merupakan tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan seperti sekolah atau madrasah yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan serta kebiasaan, sikap dan sebagainya. Anak yang belum dewasa memerlukan bimbingan dan pertolongan dari pihak lain (orang dewasa) untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang berkualitas dapat diperoleh dari suatu lembaga (sekolah atau madrasah) karena di dalamnya terdapat kurikulum, tujuan pendidikan yang hendak dicapai dan yang terpenting terdapat tenaga pendidik, yakni guru. Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam pendidikan karena guru berhubungan langsung dengan proses kegiatan belajar mengajar.


(23)

Selain itu, guru juga mempunyai kewajiban untuk ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan. Guru merupakan komponen pembelajaran yang berperan langsung dalam proses pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas bagi peserta didik untuk mencapai tujuan belajarnya. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas serta membantu proses perkembangan peserta didik (Slameto, 2003:97). Hamalik (2013:108) berpendapat bahwa guru bertanggung jawab melaksanakan sistem pembelajaran agar dapat berhasil dengan baik. Salah satu upaya yang dilakukan oleh guru dalam melaksanakan sistem pembelajaran yang baik dan untuk membangkitkan motivasi belajar peserta didik yaitu dengan mengajarkan beberapa mata pelajaran yang termasuk dalam muatan pendidikan sesuai dengan kurikulum yang ada. Di Indonesia ada banyak muatan pendidikan wajib yang dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Salah satu dari beberapa muatan pendidikan itu adalah Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).

Istilah Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pertama kali dikenal di Indonesia sejak tahun 1970-an. Di negara-negara lain Ilmu Pengetahuan Sosial juga dikenal dengan istilah “Social studies”. Istilah social studies ini tak lain merupakan hasil kesepakatan dari para ahli atau pakar di Indonesia dalam seminar Civic Education di Tawangmangu, Solo. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mulai digunakan secara formal dalam sistem


(24)

pendidikan nasional pada kurikulum 1975. Pasal 33 UU Sisdiknas menyatakan bahwa mata pelajaran IPS merupakan muatan wajib yang harus ada dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi (Supriya, 2012:1920). Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah dasar perlu diajarkan kepada peserta didik untuk melatih keterampilan sosial peserta didik.

Pada kenyataannya Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dianggap sebagai pelajaran yang menakutkan dan sulit bagi peserta didik karena cara mengajar yang monoton dan hampir tanpa ada variasi kreatif dalam pembelajaran sehingga membuat peserta didik merasa bosan dengan kegiatan belajar di kelas, ditambah lagi kurangnya motivasi peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran serta hasil belajar peserta didik yang kurang memuaskan.

Permasalahan-permasalahan di atas terjadi dalam pembelajaran IPS di SDN Sendangadi 2 Mlati Sleman Yogyakarta. Berdasarkan observasi awal peneliti di SDN Sendangadi 2 Mlati Sleman Yogyakarta, proses pembelajaran belum mencerminkan misi dan tujuan dari mata pelajaran IPS. Hal ini tercermin dari model pembelajaran yang digunakan oleh guru di sekolah tersebut yang masih bersifat konvensional (ceramah), dimana dalam menyajikan materi, guru menggunakan model pembelajaran yang bersifat konservatif yaitu guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik,


(25)

sedangkan peserta didik lebih banyak sebagai penerima. Hal ini mengakibatkan kurangnya pemahaman peserta didik terhadap materi yang dijelaskan oleh guru, sehingga hasil belajar peserta didik masih sangat rendah atau kurang maksimal. Hal ini bisa dilihat dari hasil tes, baik itu dalam pengerjaan tugas-tugas ataupun pekerjaan rumah yaitu hasil ulangan yang diperoleh peserta didik rata-rata nilai tes yang diperoleh yaitu: 6,0 dengan variasi nilai yang terendah yaitu 5,0 dan yang tertinggi yaitu 8,0 dari jumlah keseluruhan peserta didik. Rata-rata persentase peserta didik yang lulus KKM adalah 65%. Persentase hasil belajar peserta didik tersebut, merupakan keluaran (output) dari proses belajar mengajar yang menggunakan model konvensional/metode ceramah yang hanya terpusat pada guru tanpa memberi kebebasan kepada peserta didik untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

Djamarah dan Zain (1996) berpendapat bahwa metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan peserta didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Pembelajaran pada metode konvesional, peserta didik lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di depan kelas dan melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan soal-soal kepada peserta didik. Teknik atau cara yang sering digunakan oleh guru pada pembelajaran konvensional antara lain yaitu metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, dan metode penugasan. Hal tersebut tidaklah cukup untuk


(26)

membuat peserta didik berhasil dan memiliki motivasi yang tinggi dalam pembelajarannya.

Harapan yang selalu diinginkan oleh setiap guru adalah sejumlah bahan pelajaran yang disampaikan dapat dikuasai oleh setiap anak didiknya secara tuntas. Hal ini dirasa cukup sulit mengingat setiap peserta didik tidak hanya sebagai individu yang memiliki segala keunikan, tetapi mereka juga sebagai makhluk sosial dengan latar belakang yang berbeda. Berhasil atau tidaknya Paradigma pendidikan berbasis kompetensi mencakup kurikulum, pedagogi dan penilaian yang menekankan pada standar dan hasil kurikulum berisi bahan ajar yang akan diberikan kepada peserta didik melalui proses pembelajaran di sekolah sangatlah tergantung pada model atau metode pembelajaran yang digunakan oleh guru.

Berbagai model pembelajaran dikembangkan untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu diantaranya adalah model pembelajaran secara kelompok (kooperatif). Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja peserta didik dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu peserta didik untuk memahami konsep-konsep sulit dan membantu peserta didik menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan saling membantu serta bekerja sama dalam kelompoknya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model cooperative learning tipe STAD. Alasan peneliti menggunakan model tersebut, karena dalam penerapannya yakni dalam proses belajar mengajar lebih sederhana dan mudah diterapkan dan dimengerti oleh peserta didik


(27)

serta sangat cocok digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah untuk membangkitkan motivasi belajar antar peserta didik. Slavin (dalam Isjoni, 2013: 74) berpendapat bahwa tipe kooperatif STAD ini menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa model

pembelajaran kooperatif sangat sesuai digunakan dalam proses

pembelajaran di sekolah.

Dari latar belakang di atas, peneliti merumuskan judul penelitian

yaitu “Perbedaan Motivasi dan Hasil Belajar Berdasarkan Model

Cooperative Learning tipe STAD Pada Pelajaran IPS Siswa Kelas IV SD”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah ada perbedaan motivasi belajar IPS antara siswa kelas IV SD yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV SD yang mengikuti model pembelajaran konvensional?

2. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas IV SD yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV SD yang mengikuti model pembelajaran konvensional?


(28)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar IPS antara siswa kelas IV SD yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV SD yang mengikuti model pembelajaran konvensional.

2. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas IV SD yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV SD yang mengikuti model pembelajaran konvensional.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peserta Didik

Proses penelitian ini diharapkan dapat membangkitkan motivasi dan hasil belajar peserta didik serta menambah pengalaman belajar baru yang menyenangkan bagi peserta didik.

2. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi sekolah dan guru sebagai pertimbangan untuk menciptakan pembelajaran menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD.

3. Bagi Peneliti

Proses dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam bidang ilmu pendidikan, serta penggunaan model-model pembelajaran yang lebih bervariatif.


(29)

E. Definisi Operasional

Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini dijabarkan pada definisi operasional sebagai berikut :

1. Motivasi belajar adalah segala sesuatu yang menggerakkan serta mengarahkan peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar demi mencapai prestasi belajar.

2. Hasil belajar adalah kemampuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik dari proses pembelajaran yang sudah dilakukan mencakup kemampuan kognitif.

3. Cooperative Learning merupakan model pembelajaran dalam

kelompok-kelompok kecil yang memberikan kesempatan kepada setiap anggota kelompok untuk saling berinteraksi dan berkerja sama guna memahami suatu materi atau bahan pembelajaran.

4. Cooperative Learning Tipe STAD merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang paling sederhana yang dalam

pelaksanaannya terdiri dari kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang siswa.

5. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah suatu disiplin ilmu sosial atau bidang kajian sosial kemasyarakatan yang mempelajari manusia pada konteks sosialnya atau manusia sebagai anggota masyarakat.


(30)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini peneliti menjabarkan segala sesuatu yang mendasari teori penelitian yaitu: kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis.

A. Kajian Pustaka 1. Motivasi

a. Pengertian Motivasi

Sardiman (2008:73) menjelaskan bahwa motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan atau aktivitas. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam diri subjek untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan yang ingin dicapainya. Motivasi berawal dari kata “motif” yang artinya daya penggerak yang telah menjadi aktif dalam diri individu. Ada banyak tokoh yang telah mengemukakan teori tentang motivasi dan memiliki pandangan yang berbeda-beda tetapi mengarah pada suatu tujuan yang sama yaitu aktiviatas yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai, diantaranya; Slavin yang dikutip oleh Anni., dkk (2006:156), menjelaskan bahwa motivasi merupakan proses internal yang mengaktifkan, memandu, dan memelihara perilaku seseorang


(31)

secara terus-menerus. Sejalan dengan Slavin yang dikutip oleh Anni.,dkk, Slameto (2010:170) menjelaskan bahwa motivasi merupakan suatu proses yang menentukan tingkat kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa motivasi merupakan daya penggerak yang mendorong serta memberi arahan tingkah laku seseorang dalam bertindak serta melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan.

2. Motivasi Belajar

a. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi bagi siswa dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, serta dapat mengarahkan ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Di dalam belajar banyak siswa yang kurang termotivasi terhadap pelajaran termasuk didalamnya adalah aktivitas praktek maupun teori untuk mencapai suatu tujuannya. Ada beberapa pengertian motivasi belajar sebagai berikut:

Sani (2013:49) menjelaskan bahwa motivasi belajar adalah segala sesuatu yang dapat memotivasi peserta didik atau individu untuk melakukan kegiatan belajar. Lebih lanjut Sani menjelaskan bahwa motivasi merupakan kondisi yang menimbulkan prilaku, mengarahkan perilaku, atau mempertahankan intensitas perilaku individu. Berbeda dengan Sani, Sardirman (dalam Khodijah,


(32)

2014:156) berpendapat bahwa dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri individu yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan kegiatan belajar, dan yang memberi arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki akan tercapai.

Khodijah (2014:156-157) mengemukakan motivasi belajar

merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranan yang khas dari motivasi belajar adalah bertumbuhnya gairah, perasaan dan semangat untuk belajar. Lebih lanjut Khodijah menjelaskan bahwa motivasi belajar adalah dorongan yang menjadi penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan belajar dan mencapai tujuan yaitu mencapai prestasi.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah segala sesuatu yang menggerakkan serta mengarahkan peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar demi mencapai prestasi belajar.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Dimyati dan Mudjiono (2010:97-100) menjelaskan ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar yaitu :

1) Cita-cita atau aspirasi siswa

Cita-cita dapat berlangsung dalam waktu sangat lama, bahkan sepanjang hayat. Cita-cita siswa untuk “menjadi


(33)

seseorang” akan memperkuat semangat belajar dan mengarahkan pelaku belajar.

2) Kemampuan Belajar

Kemampuan belajar meliputi beberapa aspek psikis yang terdapat dalam diri siswa. Misalnya pengamatan, perhatian, ingatan, daya pikir, dan fantasi. Siswa yang taraf perkembangan berpikirnya konkrit (nyata) tidak sama dengan

siswa yang berpikir secara operasioanl (berdasarkan

pengamatan yang dikaitkan dengan kemampuan daya nalarnya). Jadi siswa yang mempunyai belajar tinggi, biasanya lebih termotivasi dalam belajar, karena siswa seperti itu lebih sering memperoleh sukses oleh karena kesuksesan memperkuat motivasinya.

3) Kondisi Jasmani dan Rohani Siswa

Siswa adalah makhluk yang terdiri dari kesatuan psikofisik. Jadi kondisi siswa yang mempengaruhi motivasi belajar berkaitan dengan kondisi fisik dan kondisi psikologis, tetapi biasanya guru lebih cepat melihat kondisi fisik, karena lebih jelas menunjukkan gejalanya dari pada kondisi psikologis.

4) Kondisi Lingkungan Kelas

Kondisi lingkungan merupakan unsur-unsur yang datangnya dari luar diri siswa. Lingkungan siswa sebagaimana


(34)

juga lingkungan individu pada umumnya ada tiga yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

5) Unsur-unsur Dinamis Belajar

Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang keberadaannya dalam proses belajar yang tidak stabil, kadang lemah dan bahkan hilang sama sekali.

6) Upaya Guru Membelajarkan Siswa

Upaya yang dimaksud adalah bagaimana guru mempersiapkan diri dalam membelajarkan siswa mulai dari penguasaan materi, cara menyampaikannya, menarik perhatian siswa.

Slameto (2010:54-71) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah sebagai berikut :

1) Kesehatan

Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur makan, olahraga, rekreasi dan ibadah.


(35)

2) Perhatian

Perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata tertuju pada suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek. Siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan pelajaran yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbulah kebosanan dan tidak lagi suka belajar. Siswa dapat belajar dengan baik melalui pelajaran yang disesuaikan dengan hobi atau bakatnya.

3) Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseoarang, diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara (tidak dalam waktu yang lama) dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari itu diperoleh kepuasan.

4) Bakat

Bakat merupakan kemampuan untuk belajar.

Kemampuan itu baru terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Bakat itu mempengaruhi belajar, jika bahan pelajaran yang dipelajari sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena senang belajar.


(36)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor-faktor intrinsik dan faktor-faktor ekstrinsik. Yang termasuk dalam faktor intrinsik adalah kesehatan, perhatian, minat, dan bakat, sedangkan yang termasuk dalam faktor ekstrinsik adalah metode mengajar, alat pelajaran, dan kondisi lingkungan.

c. Fungsi Motivasi Belajar

Sardiman (2003:85) mengemukakan bahwa dalam kaitannya dengan belajar, motivasi memiliki fungsi yaitu sebagai daya penggerak untuk melakukan kegiatan belajar. Lebih lanjut Sardiman membagi fungsi motivasi sebagai berikut :

1) Mendorong manusia untuk berbuat. Jadi motivasi sebagai

penggerak atau motor yang melepaskan energi motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak yang akan digerakkan. 2) Menentukan arah perbuatan yakni ke arah tujuan yang akan

dicapai. Jadi motivasi dapat memberi arah kegiatan yang harus dikerjakan agar sesuai dengan tujuannya.

3) Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan yang harus

dikerjakan yang sesuai untuk mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.


(37)

Sejalan dengan Sardiman, Purwanto (2009:70-71) berpendapat bahwa ada beberapa fungsi motivasi yaitu sebagai berikut:

1) Motif itu mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak. Motif itu berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang memberikan energi (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas.

2) Motif itu menentukan arah perbuatan yakni ke arah perwujudan

suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Makin jelas tujuan itu, makin jelas pula terbentang jalan yang harus ditempuh.

3) Motif menyeleksi perbuatan kita. Artinya menentukan

perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu dengan menyampingkan perbuatan yang tak bermanfaat bagi tujuan itu.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi motivasi dalam belajar adalah sebagai pendorong dan pengarah seseorang atau siswa pada aktivitas mereka dalam pencapaian tujuan belajar.


(38)

d. Macam-macam Motivasi

Gunarsa (2004:50-51) menjelaskan bahwa motivasi secara umum dibedakan menjadi dua macam yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Adapun uraian kedua pengertian motivasi intrinsik dan ekstrinsik menurut Gunarsa di bawah ini sebagai berikut:

1) Motivasi Intrinsik merupakan dorongan atau kehendak yang kuat yang berasal dari dalam diri seseorang. Semakin kuat motivasi instrinsik yang dimiliki oleh seseorang, semakin besar kemungkinan Ia memperlihatkan tingkah laku yang kuat untuk mencapai tujuan.

2) Motivasi Ekstrinsik adalah dorongan segala sesuatu yang diperoleh dari luar diri seseorang. Motivasi ekstrinsi diperoleh melalui pengamatan sendiri, melalui saran, anjuran, atau dorongan dari orang lain. Sehingga Faktor dari luar diri (eksternal) seseorang mempengaruhi penampilan atau tingkah laku seseorang, yaitu dalam menentukan menampilkan, sikap gigih, dan tidak cepat putus asa dalam mencapai tujuannya. Sejalan dengan Gunarsa, Sardiman (2008:89-91) membagi motivasi menjadi dua macam yakni motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik tetapi tidak menguraikan secara rinci namun hanya menjabarkan secara umum. Adapun uraian pengertian dari motivasi intrinsik dan ekstrinsik menurut Sardiman yaitu sebagai berikut:


(39)

1) Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau tidak perlu dirangsang dari luar individu, karena dalam diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

2) Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan

berfungsinya karena adanya perangsang dari luar.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi ada dua yaitu motivasi yang muncul dari dalam diri individu (intrinsik) dan motivasi yang muncul diri luar diri individu (ekstrinsik). Motivasi intrinsik memiiki sifat permanen karena sudah ada di dalam diri setiap orang (individu) sedangkan motivasi ekstrinsik bisa ada ketika seseorang mendapat rangsangan (stimulus) dari luar dirinya.

e. Prinsip-prinsip Motivasi

Khodijah (2014:157) menguraikan beberapa prinsip

motivasi belajar antara lain sebagai berikut:

1) Motivasi sebagai penggerak yang mendorong aktivitas belajar.

2) Motivasi intrinsik lebih utama daripada ekstrinsik dalam belajar.

3) Motivasi berupa pujian lebih baik daripada hukuman.

4) Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan belajar.

5) Motivasi dapat memupuk optimisme dalam belajar.


(40)

Dari beberapa prinsip-prinsip motivasi yang diuraikan oleh Khodijah di atas, Hamalik (2013:114-115) memiliki pandangan yang berbeda, tetapi ada beberapa atau sebagian dari prinsip motivasi menurut kedua tohoh yang sama atau saling terkait. Adapun prinsip-prinsip motivasi yang dikemukakan oleh Hamalik adalah sebagai berikut:

1) Pujian lebih efektif daripada hukuman.

2) Para siswa mempunyai kebutuhan psikologis (yang bersifat dasar) yang perlu mendapat kepuasan.

3) Motivasi yang bersumber dari dalam diri individu lebih efektif daripada motivasi yang berasal dari luar.

4) Tingkah laku (perbuatan) yang serasi (sesuai dengan

keinginan) perlu dilakukan penguatan (reinforcement).

5) Motivasi mudah menjalar kepada orang lain.

6) Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan

merangsang motivasi belajar.

7) Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri sendiri akan

menimbulkan minat yang lebih besar untukmelaksanakannya daripada tugas yang dipaksakan dari luar.

8) Ganjaran yang berasal dari luar kadang-kadang diperlukan dan

cukup efektif untuk merangsang minat belajar.

9) Teknik dan prosedur pembelajaran yang bervariasi adalah efektif untuk memelihara minat siswa.


(41)

10) Minat khusus yang dimiliki oleh siswa bermanfaat dalam belajar dan pembelajaran.

11) Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk merangsang minat belajar bagi siswa yang lamban, ternyata tidak bermakna ternyata tidak bermakna bagi siswa yang tergolong pandai, karena ada perbedaan tingkat kemampuan.

12) Kecemasan dan frustasi yang lemah kadang-kadang dapat

membantu siswa belajar menjadi lebih baik.

13) Kecemasan yang serius akan menyebabkan kesulitan belajar, dan menganggu perbuatan belajar siswa, karena perhatiannya akan terarah pada hal lain.

14) Tugas-tugas yang terlampau sulit dikerjakan dapat

menyebabkan frustasi pada siswa, bahkan dapat

mengakibatkan demoralisasi dalam belajar, yakni perbuatan yang tidak wajar (misal: mencontoh).

15) Masing-masing siswa memiliki kadar emosi yang berbeda satu

dengan yang lainnya.

16) Pengaruh kelompok umumnya lebih efektif dalam motivasi belajar dibandingkan dengan paksaan orang dewasa.

17) Motivasi yang kuat erat hubungannya dengan kreativitas.

Dari beberapa prinsip motivasi yang dikemukakan oleh dua


(42)

penting yang melandasi segala aktivitas/kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik di sekolah.

3. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Sudjana (2005:5) menjelaskan bahwa hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku dan sebagai umpan balik dalam upaya memperbaiki proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Sejalan dengan Sudjana, Susanto (2014:5) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri peserta didik, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajarnya. Sudjana dan Susanto menguraikan hasil belajar secara umum tetapi tidak menguraikan secara spesifik. Ada beberapa tokoh yang memiliki pandangan berbeda diantaranya; Tirtonegoro (2001:43) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah penilaian dari hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam periode tertentu. Sejalan dengan Tirtonegoro, Widoyoko (2013:1) mengemukakan bahwa hasil belajar terkait dengan pengukuran, kemudian akan terjadi suatu penilaian dan menuju evaluasi baik


(43)

menggunakan tes maupun non-tes. Pengukuran, penilaian dan evaluasi bersifat hirarki. Evaluasi didahului dengan penilaian (assessment), sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran. Djamarah (2008:23) mengungkapkan hasil belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.

Dari beberapa pengertian yang dikemukankan oleh beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik dari proses pembelajaran yang sudah dilakukan mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penelitian ini fokus pada kemampuan kognitif peserta didik.

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Wasliman (dalam Susanto, 2014:12) menjelaskan bahwa hasil belajar yang diperoleh peserta didik dipengaruhi beberapa faktor yakni faktor internal dan faktor eksternal. Secara terperinci uraian tentang faktor internal dan faktor eksternal sebagai berikut: 1) Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam

diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. 2) Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri

peserta didik yang mempengaruhi hasil belajarnya yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan keluarga (kurang


(44)

mendapat perhatian khusus dari orang tua, kebiasaan sehari-hari mendapat perlakuan kurang baik dari orang tua), dan kondisi ekonomi.

Wasliman dan Dukin (dalam Susanto, 2014:13-14) menjelaskan bahwa terdapat sejumlah aspek yang mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran siswa dilihat dari faktor guru, yaitu:

1) Teacher formative experience, jenis kelamin serta pengalaman

hidup guru yang menjadi latar belajang sosial mereka.

2) Teacher training experience, meliputi pengalaman yang

berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru, misalnya pengalaman latihan prosesional, tingkat pendidikan, dan pengalaman jabatan.

3) Teacher properties, adalah segala sesuatu yang berhubungan

dengan sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap guru terhadap profesinya, sikap guru terhadap siswa, kemampuan dan intelegensi guru, motivasi dan kemampuan guru dalam

pengelolaan pembelajaran, termasuk kemampuan

merencanakan pembelajaran dan evaluasi maupun penguasaan materi pembelajaran yang akan diajarkan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik yaitu, faktor keluarga, ekonomi, masyarakat dan sekolah.


(45)

4. Pendekatan Cooperative Learning

a. Pengertian Cooperative Learning

Isjoni (2013:20) mendefinisikan bahwa pembelajaran kooperatif sebagai suatu pendekatan dimana peserta didik berkerjasama antara satu dengan yang lain dalam kelompok belajar yang kecil untuk menyelesaikan tugas individu atau kelompok yang diberikan oleh guru. Sejalan dengan Isjoni, Jhonson (dalam Isjoni, 2013:23) berpendapat bahwa istilah pembelajaran kooperatif dalam pengertian bahasa Indonesia yaitu mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar dapat berkerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan saling memahami satu sama lain dalam kelompok tersebut.

Suprijono (2013:54) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas mencakup semua jenis kerja sama kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Lebih lanjut Suprijono menjelaskan bahwa dalam pembelajaran kooperatif, guru sebagai pemberi arah, guru bertugas untuk menetapkan pertanyaan-pertanyaan, menyediakan bahan-bahan dan merancang informasi untuk membantu peserta didik dalam menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.


(46)

Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil yang memberikan kesempatan kepada setiap anggota kelompok untuk saling berinteraksi dan berkerja sama guna memahami suatu materi atau bahan pembelajaran.

b. Unsur-unsur Cooperative Learning

Arends dan Ibrahim (dalam Isjoni, 2013:25) menjelaskan unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: (1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa “sehidup sepenanggungan”, (2) Setiap siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lainnya dalam kelompoknya disamping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi, (3) Semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama, (4) siswa membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompok, (5) setiap siswa akan diberikan evaluasi atau penghargaan yang akan berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok, (6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya, (7) Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secera individual materi yang ditangani di dalam kelompoknya.


(47)

Roger dan Johnson (dalam Suprijono, 2013:58), berpendapat untuk mencapai hasil belajar yang maksimal, ada lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan yaitu:

1) Saling ketergantungan positif (positive interdependence). Dalam pembelajaran kooperatif, pendidik hendaknya mamu menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling memnutuhkan satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini yang

dimaksud saling ketergantungan positif yaitu saling

ketergantungan mencapai tujuan, saling ketergantungan menyelesaikan tugas, saling ketergantungan mencari bahan atau sumber belajar, saling ketergantungan peran dan saling ketergantungan hadiah.

2) Interaksi Promotif (face to face promotive interaction). Dalam pembelajaran kooperatif, setiap anggota kelompok diharapkan mampu berinteraksi dengan anggota kelompok yang lain seperti: saling membantu secara efektif dan efisien, saling memberi informasi bersama secara lebih efektif dan efisien,

saling mengingatkan, serta saling memotivasi untuk

memperoleh keberhasilan bersama.

3) Tanggung jawab perseorangan (personal responsibility). Dalam

pembelajaran kooperatif, semua anggota kelompok diajarkan untuk saling membagi tanggung jawab. Setiap anggota kelompok memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama.


(48)

4) Komunikasi antaranggota (interpersonal skill). Dalam pembelajaran kooperatif, unsur-unsur komunikasi antaranggota kelompok ini sangat penting karena dapat melatih keterampilan sosial setiap anggota kelompok misalnya: saling mengenal dan mempercayai teman, mampu berkomunikasi, saling menerima dan saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik secara kondusif.

5) Pemrosesan kelompok (group processing). Proses pemerosesan

kelompok ini adalah suatu upaya yang digunakan sebagai evaluasi dari semua rangkaian kegiatan kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas setiap anggota dalam memberikan konstribusi terhadap kegiatan kolaborasi untuk mencapai tujuan kelompok.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran kooperatif dibedakan dari pembelajaran lainnya

karena memiliki ciri-ciri khusus dalam pelaksanaannya

pembelajaran kooperatif dilaksanakan secara sistematis dan harus memenuhi beberapa unsur sebagaimana telah diuraikan di atas.

c. Tujuan Cooperative Learning

Isjoni (2013:9) berpendapat bahwa tujuan utama penerapan pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama-sama dengan teman-temannya dengan


(49)

saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang laian untuk mengemukakan gagasan atau menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.

Suprijono (2013:61) menjelaskan bahwa tujuan

pembelajaran kooperatif dikembangkan yaitu untuk mencapai hasil belajar berupaprestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Lebih lanjut Suprijono menekankan bahwa untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya.

Dari penjelasan yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat dipahami bahwa tujuan pembelajaran kooperatif yaitu untuk mengembangkan keterampilan peserta didik mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.

5. Cooperative Learning tipe STAD

a. Pengertian Cooperative Learning Tipe STAD

Cooperative Learning tipe STAD (Student Teams

Achievement Divisions) pertama kali dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin.

Aqib (2014:20) pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan salah satu tipe


(50)

pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam model pembelajaran ini, siswa dibentuk ke dalam kelompok/tim kecil yang beranggotakan 4-5 orang siswa. Kelompok dibentuk secara campuran (heterogen) dari berbagai tingkat prestasi, jenis kelamin, suku, status sosial, agama, dan lain sebagainya. Setiap siswa/anggota kelompok saling berkerjasama serta berinteraksi guna mencapai tujuan bersama. Sejalan dengan Aqib, Trianto (2010:68) mengemukakan pembelajaran kooperatif STAD merupakan salah satu jenis dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa SD secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Slavin (dalam Trianto, 2010:68-69) juga menyatakan pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggota 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku.

Lebih lanjut Slavin (dalam Rusman, 2011:214) memaparkan bahwa, “Gagasan utama di belakang STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru”.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran dimana siswa belajar dalam


(51)

kelompok-kelompok yang heterogen (tingkat prestasi, jenis kelamin, budaya, dan suku) yang terdiri dari 4-5 siswa. Kegiatan pembelajarannya diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Ciri terpenting dalam model pembelajaran kooperatif STAD adalah kerja tim.

b. Langkah-Langkah Cooperative Learning tipe STAD

Isjoni (2013:74) menguraikan beberapa langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut:

1) Tahap penyajian materi, dalam tahap ini guru memulai

menyampaikan indikator yang harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu peserta didik tentang materi yang akan dipelajari.

2) Tahap kerja kelompok, pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari.

3) Tahap tes individu, pada tahap ini guru memberi tes kepada setiap peserta didik (individu). Tujuan dari tes individu yaitu untuk mengetahui keberhasilan yang telah dicapai oleh peserta didik.

4) Tahap perhitungan skor perkembangan individu, pada tahap ini

perhitungan skor individu dapat dihitung dari skor awal, berdasarkan nilai evaluasi yang dilakukan sebelumnya. Lebih


(52)

lanjut Isjoni menjelaskan, penghitungan skor kelompok

dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing

perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai dengan

jumlah anggota kelompok. Berbeda dengan Isjoni,

Aqib (2014:20) menguraikan beberapa langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut:

1) Membentuk kelompok yang anggotanya sebanyak 4 orang

secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan lain-lain).

2) Guru menyajikan pelajaran.

3) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.

4) Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat

menjawab kuis tidak boleh saling membantu.

5) Memberi evaluasi.

6) Kesimpulan.

Menurut Rusman (2011:215-216) menguraikan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif STAD, sebagai berikut:

1) Penyampaian tujuan dan motivasi.

Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.


(53)

2) Pembagian kelompok.

Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, dimana

setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang

memprioritaskan heterogenitas kelas dalam prestasi akademik, jenis kelamin, ras, atau etnik.

3) Presentasi dari guru.

Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari.

4) Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim).

Siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk. Kerja tim merupakan ciri terpenting dari pembelajaran kooperatif tipe STAD.

5) Kuis (evaluasi).

Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis (evaluasi) tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok.

6) Penghargaan prestasi atas keberhasilan kelompok.

Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran


(54)

kelompok kontrol menggunakan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif STAD seperti tercantum di atas.

c. Kelebihan Cooperative Learning Tipe STAD

Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Hamdayama (2014:118) yaitu:

1) Siswa berkerja sama dalam mencapai tujuan dengan

menjunjung tinggi norma-nmorma kelompok.

2) Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil

bersama.

3) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok.

4) Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

5) Meningkatkan kecakapan individu.

6) Meningkatkan kecakapan kelompok.

7) Tidak bersifat kompetitif.

8) Tidak memiliki rasa dendam.

Roestiyah (dalam Sanjaya, 2011) menyebutkan beberapa kelebihan model pembelajaran kooperatif STAD, sebagai berikut:

1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan


(55)

2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif mengadakan penyelidikan mengenai suatu masalah.

3) Mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan

keterampilan berdiskusi.

4) Memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai

individu dan kebutuhan belajarnya.

5) Siswa lebih aktif bergabung dalam pelajaran dan siswa lebih aktif dalam diskusi.

6) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan

rasa menghargai, menghormati pribadi temannya, dan menghargai pendapat orang lain.

d. Kelemahan Cooperative Learning tipe STAD

Kelemahan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Hamdayama (2014:118) yaitu:

1) Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang.

2) Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan

karena anggota yang pandai lebih dominan dalam proses pembelajaran.

3) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum.


(56)

4) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif STAD.

5) Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua

guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif STAD.

6) Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka berkerja sama.

6. Ilmu Pengetahuan Sosial

a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menurut Susanto (2014:137) adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial yang humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah untuk memberikan wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada peserta didik, khususnya di tingkat dasar dan menengah. Lebih lanjut Susanto menjelaskan hakikat IPS adalah untuk mengembangkan konsep pemikiran yang berdasarkan realita kondisi sosial yang ada dilingkungan siswa, sehingga dengan memberikan pendidikan IPS diharapkan dapat melahirkan warga negara yang baik dan bertanggung jawab terhadap bangsa dan negaranya.

IPS merupakan bidang studi baru karena dikenal sejak diberlakukan kurikulum 1975. Dalam bidang Ilmu Pengetahuan


(57)

Sosial terdapat beberapa istilah seperti Ilmu Sosial (social sciences), Studi Sosial (social studies), dan IPS. Sanusi (dalam Hidayati, 2004:5) memberikan batasan tentang Ilmu Sosial sebagai berikut, “Ilmu sosial terdiri dari disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertaraf akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi yang makin lanjut dan makin ilmiah”. Gross (dalam Hidayati, 2004:5) juga mengemukakan Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makhluk sosial yang secara alamiah memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan kelompok atau masyarakat yang dibentuk.

Berbeda dengan Ilmu Sosial, Sumaatmadja (dalam Gunawan, 2011:19) mengemukakan bahwa, “Studi sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah sosial”. Gunawan (2011:36) mengemukakan bahwa IPS adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan

penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang

diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan sejarah, geografi, sosiologi, antropologi, dan ekonomi.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, disimpulkan pengertian IPS adalah suatu disiplin ilmu sosial atau


(58)

bidang kajian sosial kemasyarakatan yang mempelajari manusia pada konteks sosialnya atau manusia sebagai anggota masyarakat.

b. Tujuan Mata Pelajaran IPS di SD/MI

Secara umum, tujuan pengajaran IPS diantaranya

dikemukakan oleh The Multi of Performance Based Teacher Education di AS pada tahun 1973, sebagai berikut (Gunawan, 2011:20) :

1) Mengetahui dan mampu menerapkan konsep-konsep ilmu sosial

yang penting, generalisasi (konsep dasar), dan teori-teori kepada situasi dan data baru.

2) Memahami dan mampu menggunakan beberapa struktur dari

suatu disiplin atau antar disiplin untuk digunakan sebagai bahan analisis data baru.

3) Mengetahui teknik-teknik penyelidikan dan metode-metode

penjelasannya yang dipergunakan dalam studi sosial secara bervariasi serta mampu menerapkannya sebagai teknik penelitian dan evaluasi suatu informasi.

4) Mampu mempergunakan cara berpikir yang lebih tinggi sesuai dengan tujuan dan tugas yang didapatnya.

5) Memiliki keterampilan dalam memecahkan permasalahan

(Problem Solving).


(59)

7) Menghargai nilai-nilai kemanusiaan.

8) Kemampuan mendukung nilai-nilai demokrasi.

9) Adanya keinginan untuk belajar dan berpikir secara rasional. 10) Kemampuan berbuat berdasarkan sistem nilai yang rasional dan

mantap.

Pembelajaran IPS diajarkan pada jenjang sekolah dasar tentu memiliki tujuan tertentu. Adapun tujun pembelajaran IPS di SD/MI menurut Sapriya (2012:194) sebagai berikut :

1) Peserta didik dapat mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

2) Peserta didik memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

3) Peserta didik memiliki komitmen dan kesadaran terhadap

nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

4) Peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi, berkerja sama dan berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, baik tingkat lokal, nasional, maupun global.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran IPS di SD sangat penting diajarkan kepada peserta didik karena dengan menerapkan pembelajaran IPS, akan mempersiapkan peserta didik untuk lebih mantap menghadapi berbagai tantang kehidupan


(60)

sosialnya baik secara lokal, nasional, maupun tantangan yang lebih luas yaitu tantangan globalisasi.

c. Materi Pengajaran IPS

Secara umum, materi pengajaran IPS diambil atau dipilih dari bagian-bagian pengetahuan atau konsep-konsep ilmu-ilmu sosial yang disesuaikan dengan karakteristik siswa dan kebutuhan siswa untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah. Oleh karena itu, bahannya harus disusun secara psikologis agar lebih menarik dan sesuai tujuan pendidikan. Hidayati (2004:17) mengemukakan materi IPS yang diambil dari penyederhanaan atau pengadaptasian bagian pengetahuan dari ilmu-ilmu sosial terdiri dari:

1) Fakta, konsep, generalisasi, dan teori.

2) Metodologi penyelidikan dari masing-masing ilmu sosial. 3) Keterampilan-keterampilan intelektual yang diperlukan dalam

metodologi penyelidikan ilmu-ilmu sosial.

Secara spesifik materi pembelajaran IPS yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah materi masalah sosial di lingkungan setempat. Pada Standar Kompetensi (SK) 2. Mengenal sumberdaya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi, dan Kompetensi Dasar (KD) 2.4 Mengenal permasalahan sosial di daerahnya.


(61)

B. Penelitian Yang Relevan

Pada bagian ini peneliti memaparkan beberapa hasil penelitian yang relevan sebagai berikut:

1. Penelitian Ni Ketut (2010) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar IPA Ditinjau Dari Minat Terhadap Lingkungan Pada Siswa Kelas V SD Se-Desa Simbangkaja Tahun Pelajaran 2010/2011”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran IPA kelas V dengan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Learning tipe STAD memiliki dampak positif bagi siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar IPA pada siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional.

2. Penelitian Sundari (2014) yang berjudul “Pengaruh Tipe Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) Terhadap Motivasi Belajar IPS Siswa Sekolah Dasar”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan terhadap motivasi belajar Ilmu Pengetahuan Sosial yang diajarkan dengan model pembelajaran Student Teams Achievetment Division (STAD) pada kelas V SDI Bani Saleh 6 Bekasi.

3. Penelitian I.G.A Diah Mardani (2013) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar PKn Ditinjau Dari Motivasi Berprestasi Siswa Kelas 4 SD Gugus I Kuta


(62)

Kabupaten Bandung”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat perbedaan hasil belajar PKn yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan Kooperatif Tipe STAD dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional, (2) terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan motivasi berprstasi terhadap hasil belajar PKn, (3) untuk kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar PKn antara kelompok siswa yang mengikuti Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran Konvensional, dan (4) untuk kelompok siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah, terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar PKn antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan kooperatif tipe STAD dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

4. Penelitian Astiti (2011) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Motivasi Berprestasi Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Semarapura”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) secara keseluruhan, hasil belajar IPS siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggai daripada siswa yang belajar dengan model konvensional, (2) untuk siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, hasil belajar siswa yang belajar dengan meodel pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran


(63)

konvensional, (3) untuk siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah, hasil belajar IPS siswa yang belajar dengan model konvensional lebih tinggi daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatife tipe STAD dan (4) terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dengan motivasi berprestasi terhadap hasil belajar siswa. Dari hasil temuan peneliti, disimpulkan bahwa model kooperatif tipe STAD dan motivasi berprestasi berpengaruh terhadap hasil belajar IPS pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Semarapura.

Gambar kerangka perbandingan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini :

Gambar 2.1. Kerangka Perbadingan Penelitian Sebelumnya.

Cooperative Learning tipe STAD

Ni Ketut (2010)

Pembelajaran kooperatif

tipe STAD-hasil Belajar

Ditinjau Dari Minat

Terhadap Lingkungan

Yang Perlu diteliti:

Perbedaan Motivasi dan Hasil Belajar Berdasarkan Model Cooperatif Learning Tipe STAD Pada Pembelajaran IPS Siswa Kelas IV SD

Motivasi dan Hasil belajar IPS Siswa Kelas IV SD

Sundari (2014)

Student Teams Achievetment Division STAD-motivasi belajar IPS siswa SD

I.G.A Diah Mardani (2013) Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD-hasil belajar PKn Astiti (2011) pembelajaran

kooperatif tipe STAD-

Motivasi Berprestasi

Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa


(64)

Dari gambar 2.1 di atas, diketahui bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh terhadap peningkatan motivasi dan hasil belajar peserta didik, tetapi keempat penelitian tersebut tidak mengukur secara bersamaan variabel motivasi dan hasil belajar peserta didik. Kekhasan dari penelitian ini adalah peneliti secara langsung memberikan perlakuan terhadap kelompok eksperimen dengan menggunakan model cooperative learning tipe STAD, dimana peserta didik difasilitasi dengan media-media kongkret serta diberi kebebasan untuk berdiskusi dalam memecahkan masalah di dalam tim/kelompok, sehingga peneliti dapat mengetahui apakah ada perbedaan motivasi dan hasil belajar antara kelompok siswa yang diberi perlakuan menggunakan model Cooperative Learning tipe STAD dengan kelompok siswa yang mengikuti model Pembelajaran Konvensional pada mata pelajaran IPS siswa kelas IV SD.

C. Kerangka Berpikir

Model pembelajaran merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Semakin tepat guru memilih model pembelajaran, maka semakin efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk memilih model pembelajaran yang


(65)

sesuai dan tepat dengan memperhatikan tujuan pembelajaran, karakteristik perkembangan peserta didik, kebutuhan peserta didik, materi pelajaran, serta sumber belajar yang tersedia. Saat ini, pembelajaran IPS di SD masih menggunakan model pembelajaran konvensional ditandai dengan kegiatan ceramah yang diterapkan oleh guru sehingga proses pembelajaran masih berpusat pada satu arah yaitu pada guru.

Kegiatan pembelajaran IPS masih terfokus pada penguasaan hafalan materi pelajaran, kegiatan peserta didik hanya mencatat materi yang sudah ada dalam buku teks, serta ceramah guru lebih mendominasi dalam

menyampaikan materi pembelajaran. Keadaan ini menyebabkan

pembelajaran IPS menjadi kaku, bersifat monoton, dan membosankan bagi peserta didik, dimana peserta didik berperan sebagai subjek pasif dalam proses pembelajaran di kelas.

Penggunaan model pembelajaran konvensional belum menyentuh karakteristik perkembangan siswa SD pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini, peserta didik masih berfikir atas pengalaman yang konkret atau nyata. Peserta didik belum mampu berfikir secara abstrak, sehingga pengetahuan yang diperoleh tidak bertahan lama dalam memori kognitif peserta didik. Akibat yang timbul adalah kurangnya motivasi peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga berdampak pada hasil belajar kognitif peserta didik yang rendah pada mata pelajaran IPS.

Pembelajaran IPS di SD masih menekankan pada hasil akhir pencapaian kognitif dan kurang memperhatikan berlangsungnya proses


(66)

belajar yang dialami peserta didik. Akibatnya, peserta didik kurang mampu mengembangkan kemampuan berfikir kritis, kemampuan menganalisis masalah, serta kemampuan memecahkan masalah sehingga berdampak pada hasil belajar peserta didik yang rendah. Oleh karena itu, guru sebagai ujung tombak pembelajaran bertugas untuk mengubah model pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS, salah satu caranya yaitu menggunakan model pembelajaran kooperatif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model cooperative learning tipe STAD. Model cooperative learning tipe STAD adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dimana peserta didik belajar secara aktif dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan bervariasi dalam tingkat prestasi, jenis kelamin, budaya, dan suku. Pada model cooperative learning tipe STAD, terdapat presentasi materi yang dilakukan oleh guru selanjutnya peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok heterogen untuk memecahkan masalah dalam pembelajarannya.

Jenis model pembelajaran di atas adalah model yang mengutamakan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Pengggunaan model pembelajaran tersebut melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga guru tidak lagi menjadi pusat pembelajaran (teacher centers) yang selama ini diterapkan khususnya dalam mata pelajaran IPS, tetapi guru berperan sebagai fasilitator serta mengarahkan peserta didik dalam proses pembelajaran. Model cooperative learning tipe STAD ini diyakini dapat menumbuhkan motivasi antar peserta didik karena peserta didik dapat saling


(67)

berinteraksi dan memotivasi satu sama lain selama proses pembelajaran berlangsung sehingga diharapkan hasil belajar IPS peserta didik memenuhi KKM. Prosedur yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yakni; memilih dan merumuskan masalah, memilih subyek penelitian, membuat instrumen

pengukuran, memilih desain penelitian, melaksanakan penelitian,

menganalisis data serta merumuskan kesimpulan.

D. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan motivasi belajar IPS antara siswa kelas IV SD yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model pembelajaran konvensional.

2. Terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas IV SD yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model pembelajaran konvensional.


(68)

47 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dibahas tentang jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan reliabilitas, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Sugiyono (2009:8) berpendapat bahwa metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Widoyoko (2013:21) mejelaskan bahwa data kuantitatif merupakan data yang berwujud angka-angka sebagai hasil observasi atau pengukuran.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian quasi eksperimental design tipe nonquivalent control group (Sugiyono, 2010:116). Peneliti menggunakan quasi eksperimental karena penelitian ini menggunakan desain penelitian yang melibatkan dua kelompok yakni kelompok kontrol dan kelompok eksperimen yang dipilih secara tidak random. Sebelum diberi perlakuan (treatment) kepada kelompok eksperimen menggunkan model cooperative learning tipe STAD, kedua kelompok terlebih dahulu diberi


(69)

pretest untuk mengetahui kondisi awal dari masing-masing kelompok dan untuk mengetahui perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok pertama adalah kelompok yang diberi perlakuan atau treatment menggunakan model cooperative learning tipe STAD yaitu siswa kelas IV SDN Sendangadi 2 Mlati Sleman Yogyakarta berjumlah 20 siswa sebagai kelas eksperimen. Kelompok kedua yaitu kelompok yang tidak diberi perlakuan menggunakan model cooperative learning tipe STAD yaitu siswa kelas IV SDN Blunyaharjo Tegal Rejo Yogyakarta berjumlah 20 siswa sebagai kelas kontrol. Setelah diberi perlakuan kepada kelompok eksperimen menggunakan model cooperative learning tipe STAD, kemudian diberikan posttest kepada masing-masing kelompok. Posttest bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan (treatment) yang telah dilakukan pada kelompok eksperimen maupun pengaruh model konvensional (ceramah) terhadap kelompok kontrol. Pengaruh perlakuan atau treatment dihitung dengan cara: (O2-O1)-(O4-O3).

Gambar 3.1: Pengaruh perlakuan

Keterangan:

O1 = Rerata pretest kelompok eksperiment O2 = Rerata posttest kelompok eksperiment O3 = Rerata pretest kelompok kontrol

O1 X2 O2

...


(70)

O4 = Rerata posttest kelompok kontrol

X1 = Perlakuan treatment penerapan metode ceramah

X2 = Perlakuan treatment penerapan model cooperative learning tipe STAD

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Sendangadi 2 Mlati Sleman Yogyakarta. Alasan peneliti memilih SDN Sendangadi 2 Mlati Sleman sebagai tempat penelitian yaitu; (1) di SDN tersebut guru belum pernah menggunakan model cooperative learning tipe STAD dalam pembelajaran IPS; (2) SDN Sendangadi 2 merupakan salah satu SDN di Sleman Yogyakarta yang menggunakan kurikulum KTSP sehingga sesuai dengan materi yang akan diujicobakan oleh peneliti yaitu mata pelajaran IPS kelas IV semester 2 yaitu pada Standar Kompetensi (SK) 2. Mengenal Sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi, Kompetensi Dasar (KD) 2.4. Mengenal Permasalahan sosial di daerahnya. Untuk kelas kontrol dilakukan di SDN Blunyaharjo Tegal Rejo Sleman Yogyakarta. Alasan peneliti menggunakan SDN tersebut sebagai kelompok kontrol, yaitu: (1) SDN Blunyaharjo menggunakan kurikulum KTSP; (2) dilihat dari jumlah siswa kelas IV kedua SD tersebut sebanding yaitu: 20:20. (3) Pembelajaran di SDN tersebut masih menggunakan model konvensional yaitu metode ceramah.


(1)

Memfasilitasi Siswa


(2)

203

Berdiskusi dalam Tim (Kelompok)


(3)

(4)

205

Tes Individu

Siswa mengisi kesan-kesan dalam kotak ekspresi sebagai

evaluasi guru selama mengajar


(5)


(6)

207

Daftar Riwayat Hidup

Tahun 2008 melanjutkan ke SMA N 3 Malinau, pada Tahun 2011 penulis melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi, di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun 2011. Penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan kemahasiswaan di Universitas Sanata Dharma seperti

Pementasan Seni Drama Prodi PGSD Universitas Sanata Dharma (sebagai pemeran utama), Pernah mengikuti juga kegiatan Bakti Sosial UKM Pengabdian Masyarakat (PM) serta kegiatan-kegiatan kemahasiswaan lainnya.

Lampiran 19

Jhoni merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Bilung Tului dan Ibu Buring Unyat. Lahir di Liu Mutai pada tanggal 25 Juni 1991. Menenpuh pendidikan SD di SDN 011 Sungai Uli Kecamatan, Malinau Selatan Hulu pada Tahun2000, kemudian melanjutkan ke SMP Tahun 2005 di SMP N 01 Mentarang,


Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik stad dan teknik jigsaw: kuasi eksperimen di SMP attaqwa 06 Bekasi

0 4 76

Perbedaan hasil belajar siswa atara model pembelajaran NHT (numbered head together) dengan stad (student team achievment division pada konsep laju reaksi)

3 10 173

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pendekatan kooperatif teknik: student team achievement divisions (STAD) dan teknik Group Investigation (GI)

0 36 221

Pengaruh penerapan model cooperative learning tipe stad terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep sistem koloid (quasi eksperimen di MAN 2 Kota Bogor)

4 38 126

Pengaruh Penggunaan Metode Cooperative Learning Tipe STAD Terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Negeri 04 Kendalsar

0 5 136

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw pada pelajaran IPS kelas IV dalam materi sumber daya alam di MI Annuriyah Depok

0 21 128

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPS MELALUIMODEL PEMBELAJARAN TIPE STAD PADA SISWA KELAS Peningkatan Motivasi Belajar Ips Melalui Model Pembelajaran Tipe Stad Pada Siswa Kelas IV Sd Negeri Rogomulyo 02 Semester I Tahun Pelajaran 2012/2013.

0 0 14

PENINGKATAN MOTIVSI BELAJAR IPS MELALUI MODELPEMBELAJARAN TIPE STAD PADA SISWA KELAS IV SD Peningkatan Motivasi Belajar Ips Melalui Model Pembelajaran Tipe Stad Pada Siswa Kelas IV Sd Negeri Rogomulyo 02 Semester I Tahun Pelajaran 2012/2013.

0 1 15

Perbedaan motivasi dan hasil belajar siswa kelas III SD Negeri Kramat 5 Magelang pada pelajaran Pkn menggunakan model Cooperative Learning tipe Stad.

0 0 164

Perbedaan motivasi dan hasil belajar siswa kelas III SD Negeri Kramat 5 Magelang pada pelajaran Pkn menggunakan model Cooperative Learning tipe Stad

0 5 161