UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.7 Penurunan Kadar Glukosa Darah
Hasil persentase penurunan kadar glukosa darah tikus uji pada kelompok positif, dosis 10 mgkgBB, dosis 100 mgkgBB, dan dosis 1000 mgkgBB dapat
dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. Persentase penurunan kadar glukosa darah tikus uji pada
kelompok kontrol positif, dan kelompok dosis selama beberapa waktu pengukuran.
Kelompok Perlakuan H
8
H
15
H
22
Kontrol positif 43,0442
60,8838 69,6126
Dosis 10 mgkgBB 8,6563
27,9069 32,2997
Dosis 100 mgkgBB 27,0479
46,6770 54,1731
Dosis 1000 mgkgBB 19,9781
40.3930 45,3056
Data penurunan kadar gula darah dianalisis secara statistika menggunakan uji Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil varian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara bermakna antara kontrol positif, dosis 10 mgkgBB, dosis 100 mgkgBB, dan dosis 1000 mgkgBB terhadap
kontrol negatif. Selain itu, tidak ada perbedaan secara bermakna antara kelompok dosis ekstrak dan dengan kontrol positif. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada
lampiran 15.
4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini, dilakukan pengujian aktivitas penurunan kadar glukosa darah terhadap tikus galur Sprague Dawley jantan yang diinduksi diabetes dengan
senyawa Aloksan Monohidrat. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman kembang bulan pada bagian daunnya yang diperoleh di
Bekasi, Jawa Barat. Sebelum daun kembang bulan digunakan sebagai bahan penelitian, terlebih dahulu dilakukan determinasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia LIPI Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman uji adalah benar tanaman kembang
bulan Tithonia diversifolia Hemsl. A. Gray dari familia Asteraceae.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Daun kembang bulan segar kemudian diproses menjadi simplisia dengan berbagai tahapan, yaitu sortasi basah, pencucian, pengeringan, sortasi kering, dan
penghalusan menjadi serbuk simplisia. Setelah proses tersebut dilakukan, didapatkan serbuk simplisia seberat 620 g. Serbuk simplisia yang telah diperoleh
kemudian diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi. Metode ini dipilih karena mudah dan menghasilkan rendemen ekstraksi yang tinggi Saifudin, 2014.
Pada prosesnya, ekstraksi dengan metode maserasi cukup mudah dengan menggunakan peralatan yang sederhana dibandingkan dengan metode ekstraksi
cara dingin lainnya. Pada proses maserasi, serbuk simplisia direndam dengan pelarut etanol
95 sebanyak 5 L di dalam botol gelap selama beberapa waktu pada temperatur kamar. Berdasarkan penelitian, ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 95
memiliki ekstraktabilitas yang baik, selain dengan pelarut metanol dan etanol 70 Saifudin, 2014.
Tahapan ekstraksi selanjutnya yaitu maserat disaring menggunakan kapas dan kertas saring sehingga diperoleh filtrat dan serbuk simplisia yang terbawa.
Filtrat kemudian dipekatkan dengan menggunakan alat Rotary Evaporator hingga didapatkan ekstrak kental sedangkan serbuk simplisia yang terbawa dimasukkan
kembali ke dalam botol gelap. Etanol yang telah terpisah dari filtrat dimasukkan kembali ke dalam botol gelap untuk merendam serbuk simpilisia. Proses ini
disebut remaserasi pengulangan maserasi. Remasersi dilakukan hingga warna maserat hampir jernih yang ditandai pelarut berwarna hijau muda yang memudar.
Setelah proses pemekatan ekstrak dengan alat Rotary Evaporator, ekstrak yang dihasilkan ternyata belum kental sehingga dilakukan proses pemekatan
selanjutnya dengan alat Freeze Dryer. Proses ini dilakukan selama 8 jam di Laboratorium Fitokimia Gedung Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LIPI Cibinong, Jawa Barat. Setelah dilakukan pemekatan dengan Freeze Dryer, didapatkan ekstrak kental seberat 83,030 g.
Setelah didapatkan ekstrak kental, dilakukan uji parameter standar ekstrak yakni parameter spesifik dan non spesifik. Uji parameter standar non spesifik
yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji kadar air dan kadar abu ekstrak. Pengujian kadar air ekstrak dilakukan untuk memberikan batasan minimal atau