Antihyperglycemic Activity of Ethanol Extract of Kembang Bulan Leaves (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) in Alloxan-Induced White Male Rats Sprague Dawley Strain

(1)

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI EFEK ANTIHIPERGLIKEMIA EKSTRAK

ETANOL 95% DAUN KEMBANG BULAN (

Tithonia

diversifolia

(Hemsl.) A. Gray) TERHADAP TIKUS

SPRAGUE-DAWLEY JANTAN DENGAN METODE

INDUKSI ALOKSAN SECARA

IN VIVO

SKRIPSI

UMI KULSUM

NIM. 1112102000043

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

AGUSTUS 2016


(2)

ii

UJI EFEK ANTIHIPERGLIKEMIA EKSTRAK

ETANOL 95% DAUN KEMBANG BULAN (

Tithonia

diversifolia

(Hemsl.) A. Gray) TERHADAP TIKUS

SPRAGUE-DAWLEY JANTAN DENGAN METODE

INDUKSI ALOKSAN SECARA

IN VIVO

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

UMI KULSUM

NIM. 1112102000043

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

AGUSTUS 2016


(3)

(4)

(5)

(6)

vi Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Efek Antihiperglikemia Ekstrak Etanol 95% Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) terhadap Tikus Sprague-Dawley Jantan dengan Metode Induksi Aloksan secara in vivo

Daun kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) merupakan salah satu tanaman yang secara tradisional digunakan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Berbagai senyawa metabolit sekunder seperti antrakuinon, flavonoid, saponin, tannin dan terpenoid diduga dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antihiperglikemia ekstrak etanol 95% daun kembang bulan terhadap tikus Sprague-Dawley jantan yang diinduksi aloksan. Sebanyak 30 ekor tikus dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol normal) diberi akuades, kelompok II (kontrol positif) diberikan Glibenklamid, kelompok III (kontrol negatif) diberi Na CMC, dan kelompok IV, V, dan VI yang diberi ekstrak dengan dosis 10; 100; dan 1000 mg/kgBB. Sebelum diberi perlakuan, sebanyak 25 tikus uji diinduksi Aloksan pada dosis 150 mg/kgBB secara intraperitoneal. Setelah 7 hari diinduksi, tikus uji diberikan perlakuan selama 21 hari. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan sebanyak 5 kali yaitu pada hari ke-0, 1, 8, 15, dan 22. Kadar glukosa darah secara statistik diuji Kruskal-Wallis yang kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol 95% daun kembang bulan dapat mengendalikan kadar gula darah. Persentase penurunan kadar glukosa darah pada dosis ekstrak 10; 100; dan 1000 mg/kgBB adalah 32,2997%, 54,1731% dan 45,3056%. Sedangkan penurunan kadar gula darah pada kontrol positif adalah 69,6126%. Secara statistika, ekstrak etanol pada dosis 10; 100; dan 1000 mg/kgBB menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan dibandingkan dengan kontrol negatif (p ≤ 0,05). Penurunan glukosa darah tikus uji pada kelompok dosis 10 mg/KgBB, 100 mg/KgBB, dan 1000 mg/KgBB secara statistika menunjukkan adanya perbedaan, tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan (p ≥ 0,05).

Kata Kunci : Antihiperglikemia, aloksan, daun kembang bulan, kadar glukosa darah, Tithonia diversifolia.


(7)

vii

Name : Umi Kulsum

Major : Pharmacy

Title : Antihyperglycemic Activity of Ethanol Extract of Kembang Bulan Leaves (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) in Alloxan-Induced White Male Rats Sprague Dawley Strain

Kembang bulan leaves (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) is one of plants traditionally used to control blood glucose level. The content of secondary metabolites such as anthraquinone, flavonoid, saponin, tannin, and terpenoid could be expected to lower blood glucose level. The purpose of this study was to determine antihyperglycemic activity of ethanol extract of kembang bulan leaves in Alloxan-induced white male rats Sprague Dawley strain. Thirty rats were divided into 6 treatment groups. Group I (normal control) were treated distilled water, Group II (positive control) were treated glibenclamide suspension, Group III (Negative control) were treated CMC Sodium, and Group IV, V, and VI were treated by extract in varian doses (10; 100; and 1000 mg/kgBB). Before treatment, 25 rats were induced by Alloxan at a dose of 150 mg/kgBB, intraperitoneally. After 7 days of induction, rats were treated orally for 21 days. Blood glucose measurement performed 5 times at day-0, 1, 8, 15, and 22. Blood glucose level were analyzed with Kruskal-Wallis test and post-hoc test using Mann-Whitney. Result showed that extract ethanol of kembang bulan leaves can control blood glucose level. Percentage of decreasing blood glucose level of glybenclamide and extract treatment at doses 10, 100, and 1000 mg/kgBB are 69,6126%, 32,2997%, 54,1731% and 45,3056%, respectively. After 21 days treatment, there was a significant reduction of glybenclamide and extract treatment at doses 10, 100, and 1000 mg/kgBB compared to negative control (p ≤ 0,05). There were glucose

reduction of extract treatments, but not statistically significant (p ≥ 0,05) compared

to each extract doses.

Keywords : Antihyperglycemic, alloxan, blood glucose level, kembang bulan leaves, Tithonia diversifolia.


(8)

viii

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Serta shalawat dan salam untuk baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa petunjuk bagi seluruh umat manusia, semoga kelak kita mendapatkan syafaat beliau. Skripsi ini berjudul “Uji Efek Antihiperglikemia Ekstrak Etanol 95% Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) terhadap Tikus Sprague-Dawley Jantan dengan Metode Induksi Aloksan secara in vivo” yang telah diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Ibu DR. Delina Hasan, M. Kes., Apt dan Ibu Eka Putri M, Si., Apt selaku pembimbing yang memiliki andil besar dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Dr. Arief Sumantri, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak dan ibu dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

4. Para staf karyawan dan laboran Program Studi Farmasi yang telah banyak membantu selama berlangsungnya penelitian ini.

5. Bapak Senjaya dan Ibu Lita Apriliati yang selalu menjadi orang tua

terhebat yang telah berjuang keras membantu, mendo’akan dan

mendukung penulis dengan sepenuh hati. Serta adik Zakwan Hanif yang selalu memberikan doa dan semangat.

6. Sahabat tersayang, Alinda Nurul Badriyah, Radita Isminiarti, Mia Audina Musyadad, dan Marlyana Keumala. Terima kasih atas doa, semangat, dan bantuan demi kelancaran skripsi.


(9)

ix

Terima kasih atas semua kebaikan, perhatian, semangat, bantuan, dan

do’a selama masa perkuliahan dan penelitian.

8. Teman seperjuangan penelitian Farmakologi 2012 (Amma, Ami, Denny, Afina, Nita, Rahayu, Windi, Hary, Tania, Fika F, Afra, Atul, Pipit, dan Fika HD). Terima kasih atas segala bantuan dan semangat selama penelitian berlangsung.

9. Teman-teman di kost tulip (Afra, Rema, Yolan, Lilis, Resha, Elsa, Rahayu, Pipit). Terima kasih atas bantuan dan semangat untuk penulis. 10.Teman-teman Farmasi 2012, terkhusus untuk Farmasi BD yang banyak

membantu penulis selama masa perkuliahan.

11.Bapak Sholeh, Ibu Hesty dan suami, Beny (Farmasi 2012), Kak Arum (Farmasi 2011), dan Kak Elsa (PSPD 2011). Terima kasih atas segala bantuan selama penelitian berlangsung.

12.Serta kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pengetahuan khususnya di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembaca pada umumnya.

Ciputat, 15 Agustus 2016


(10)

(11)

xi

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR .. ... xiii

DAFTAR TABEL... ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN………..…… 1

1.1. Latar Belakang………...………... 1

1.2. Rumusan Masalah………... 4

1.3. Tujuan Penelitian……….... 4

1.4. Hipotesis………. 4

1.5. Manfaat Penelitian………... 4

1.6. Ruang Lingkup………..…………. 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………...…………. 6

2.1. Tanaman Kembang Bulan………..……… 6

2.1.1. Morfologi……….... 6

2.1.2. Sistematika Tumbuhan……….…………... 7

2.1.3. Habitat………...……... 7

2.1.4. Nama Lain………..…... 7

2.1.5. Kandungan Kimia………...…… 8

2.1.6. Khasiat Daun Kembang Bulan…………..……..…….. 9

2.1.7. Literature Review………... 10

2.1.8. Antioksidan……….………..…. 12

2.1.9. Sesquiterpenoid Lakton……….……. 13

2.2. Simplisia………. 15

2.2.1. Definisi Simplisia………..…...……….……… 15

2.2.2. Pengelolaan Simplisia…………..……….. 15

2.3. Ekstraksi………..………... 16

2.3.1. Ekstrak………..………. 16

2.3.2. Proses Pembuatan Ekstrak…..………... 16

2.3.3. Metode Ekstraksi…………..………. 18

2.4. Diabetes Melitus………. 19

2.4.1. Definisi…………...……… 19

2.4.2. Klasifikasi………... 19


(12)

xii

2.6. Metode Pengukuran Glukosa Darah……….. 29

2.7. Glukosa Meter (Glukometer)………... 30

2.8. Glibenklamid………...………... 32

BAB 3. METODE PENELITIAN………...………...... 34

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian……..……….. 34

3.2. Desain Penelitian………..……….. 34

3.3. Alat Dan Bahan……..…..……….………. 35

3.3.1. Alat………..………... 35

3.3.2. Bahan……….……….……… 36

3.4. Cara Kerja………..………. 37

3.4.1. Pembuatan Simplisia……...…..………….……… 37

3.4.2. Ekstraksi………..……….………….. 37

3.4.3. Penapisan Fitokimia..………. 38

3.4.4. Pengujian Parameter Non Spesifik………..………….. 39

3.4.5. Pengujian Parameter Spesifik……..……….. 39

3.5. Uji Induksi Aloksan………..……….. 40

3.5.1. Uji Pendahuluan Induksi Aloksan……..………...……. 40

3.5.2. Penginduksian Diabetes Dengan Aloksan ……….…… 40

3.6. Uji Antihiperglikemia…..……….….. 41

3.6.1. Pembuatan Sediaan Dosis Uji…………..………….…. 41

3.6.2. Pengelompokan Hewan Uji dan Cara Kerja………..…. 42

3.6.3. Validasi Alat Glukometer………...… 43

3.6.4. Pengambilan darah dan pengukuran kadar glukosa…... 43

3.6.5. Terminasi Hewan Uji………. 43

3.7. Verifikasi Data……….……….. 43

3.8. Analisis Data………..……… 44

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………... 45

4.1 Hasil Penelitian……….…….. 45

4.1.1 Determinasi Tanaman……….……… 45

4.1.2 Ekstraksi………. 45

4.1.3 Penapisan Fitokimia………... 45

4.1.4 Parameter Standar……….……….. 46

4.1.5 Karakteristik tikus uji……….………… 47

4.1.6 Pengukuran Kadar Glukosa Darah………….………… 47

4.1.7 Penurunan Kadar Glukosa Darah…………..…………. 48

4.2 Pembahasan………...………….… 48

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN………...……….. 59

5.1 Kesimpulan………. 59

5.2 Saran……….………….. 59

DAFTAR PUSTAKA………..... 60


(13)

xiii

Halaman

Gambar 2.1. Tanaman Kembang Bulan….………. 6

Gambar 2.2. Grafik Daya Antioksidan……….……….. 8

Gambar 2.3. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak………….……… 8

Gambar 2.4. Struktur Germakranolida, Eudesmanolida, dan Guaianolida... 13

Gambar 2.5. Struktur Tirotundin, Tagitinin A dan Tagitinin C..….………... 14

Gambar 2.6. Struktur Streptozotosin………….………. 27

Gambar 2.7. Struktur Aloksan………..……….…. 28

Gambar 2.8. Test Strip Glukosa……..…..…..……… 31

Gambar 2.9. Reaksi Kimia Glukosa Pada Strip Glukometer…….………… 32

Gambar 2.10. Struktur Glibenklamid………...……….… 32

Gambar 4.1. Kurva Respon Dosis... 55

Gambar 4.2. Skema Toksisitas Sel β Pankreas…..……… 57

Gambar 5.1. Alkaloid.…...……….. 76

Gambar 5.2. Antrakuinon……… 76

Gambar 5.3. Flavonoid……...….……… 76

Gambar 5.4. Saponin………...……….………... 76

Gambar 5.5. Tanin……..….……… 76

Gambar 5.6. Terpenoid………...……….……… 76

Gambar 5.7. Tanaman Kembang Bulan……….………. 77

Gambar 5.8. Proses Sortasi Basah……….……….. 77

Gambar 5.9. Proses Pencucian………....……… 77

Gambar 5.10. Proses Pengeringan………...…….………. 77

Gambar 5.11. Daun Kembang Bulan Kering……...……….. 77

Gambar 5.12. Proses Maserasi………...………... 77

Gambar 5.13. Proses Penyaringan Maserat…………...……… 77

Gambar 5.14. Proses Pengeringan Maserat………...……… 77

Gambar 5.15. Ekstrak Kental…………...………...……….. 77

Gambar 5.16. Proses Aklimatisasi Tikus………..……….……….. 78

Gambar 5.17. Pakan Tikus…………...………. 78

Gambar 5.18. Timbangan tikus………...……….. 78

Gambar 5.19. Seperangkat Alat Glukometer Beserta Strip Cek……...……… 78

Gambar 5.20. Darah Tikus Diambil ……...……….………. 78

Gambar 5.21. Alat Glukometer Divalidasi ………..………...…….……. 78

Gambar 5.22. Gula Darah Tikus Diukur Dengan Glukometer ………..…….. 79


(14)

xiv

Halaman Tabel 2.1. Nilai Penegakkan Diagnosis Diabetes…………..………..……….. 21 Tabel 2.2. Parameter Keberhasilan Penatalaksanaan Diabetes….……..…….. 22 Tabel 3.1. Jadwal Kerja dan Kegiatan Uji Efek Antihiperglikemia... 34 Tabel 3.2. Perlakuan Metode Induksi Aloksan….….……....…………..……. 42 Tabel 4.1. Hasil Penapisan Fitokimia …...……… 45 Tabel 4.2. Parameter Standar Ekstrak Etanol Daun Kembang Bulan……....… 46 Tabel 4.3. Karakteristik Tikus Uji Sebelum Diinduksi……….. 47 Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Kadar Gula Darah Tikus Uji……….... 47 Tabel 4.5. Persentase Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Uji………. 48


(15)

xv

Halaman

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Kembang Bulan……….…….. 68

Lampiran 2. Surat Keterangan Kesehatan Tikus Uji………....……... 69

Lampiran 3. Surat CoA Aloksan Monohidrat ……….………..……… 70

Lampiran 4. Surat CoA Glibenklamid……….…….. 71

Lampiran 5. Alur Penelitian………..………. 72

Lampiran 6. Perhitungan Dosis……….….…… 73

Lampiran 7. Perhitungan Rendemen, Kadar Air, dan Kadar Abu…..…...…… 75

Lampiran 8. Hasil Penapisan Fitokimia………. 76

Lampiran 9. Gambar Kegiatan Penelitian………..……… 77

Lampiran 10. Nilai Kadar Gula Darah Tikus Pada Uji Pendahuluan……..….. 80

Lampiran 11. Nilai Kadar Gula Darah Tikus Penelitian………..….. 81

Lampiran 12. Nilai Berat Badan Tikus Penelitian……….… 82

Lampiran 13. Persentase Penurunan Kadar Gula Darah Tikus…….………... 83

Lampiran 14. Kurva Kadar Gula Darah Tikus…...……….. 84

Lampiran 15. Analisis Data Kadar Gula Darah……...……….……. 85


(16)

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.1. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat penurunan fungsi pankreas dalam memproduksi hormon insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan hormon insulin yang diproduksi secara efektif sehingga menyebabkan kondisi hiperglikemia, yaitu kadar glukosa darah yang melebihi batas normal. Diabetes melitus dikenal sebagai silent killer karena sering tidak disadari oleh penderita dan saat telah diketahui sudah terjadi komplikasi. Berdasarkan estimasi terakhir International Diabetes Federation (IDF), terdapat 382 juta orang yang hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013. Pada tahun 2035 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang (Depkes, 2014).

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang membutuhkan biaya yang besar untuk mengatasinya. Diabetes melitus merupakan penyakit metabolit yang membutuhkan waktu terapi jangka panjang. Mahalnya obat-obat diabetes melitus dan lamanya pengobatan akan memberatkan penderita dari sisi ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, pada tahun 2005 biaya total untuk mengelola penyakit diabetes melitus tipe 2 berkisar antara Rp. 208.500 sampai Rp. 754.500 per bulan (Andayani, 2006).

Di abad ke-21 ini, telah terjadi perubahan paradigma masyarakat dalam mengonsumsi obat. Banyak orang yang lebih tertarik untuk mengobati penyakitnya dengan bahan-bahan yang berasal dari bahan alam. Perkembangan ini sejalan dengan kondisi alam Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati, dimana Indonesia dikenal secara luas sebagai negara dengan keanekaragaman hayati (biodiversitas) terbesar ke-2 di dunia setelah Brazil. Di wilayah Indonesia, sekitar 30.000 jenis tumbuhan dan 7.000 diantaranya diperkirakan memiliki khasiat sebagai obat. Sebanyak 2.500 jenis diantaranya merupakan tanaman obat (Kemendag RI, 2014).

Minat masyarakat yang tinggi dalam mengobati penyakitnya dengan tanaman herbal didukung oleh Pemerintah RI. Sejak tahun 2010, Kementerian


(17)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kesehatan RI menggalakkan program Saintifikasi Jamu yang merupakan kegiatan pembuktian ilmiah tanaman obat yang dibuat menjadi jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Program ini bertujuan untuk memberikan landasan ilmiah dalam menggunakan tanaman Indonesia sebagai obat. Tujuan selanjutnya yaitu untuk meningkatkan ketersediaan tanaman obat yang memiliki khasiat nyata dan teruji selama ilmiah untuk digunakan secara aman dan dimanfaatan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan (Kemenkes, 2010).

Obat yang berasal dari tumbuhan, atau biasa disebut obat herbal, memiliki berbagai keuntungan dibandingkan dengan obat-obatan konvensional, yaitu relatif aman, tidak terlalu banyak menimbulkan efek samping, serta harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan obat-obatan konvensional (Capasso et al., 2003).

Salah satu tumbuhan yang sering digunakan masyarakat dalam menurunkan hiperglikemia adalah daun kembang bulan. Daun yang memiliki nama latin Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray ini secara empiris dapat menurunkan kondisi hiperglikemia dengan cara meminum hasil rebusan daunnya (Hutapea, 1994).

Berbagai peneliti telah membuktikan aktivitas antihiperglikemia daun kembang bulan. Berdasarkan penelitian, ekstrak n-heksana daun kembang bulan terbukti berkhasiat sebagai antihiperglikemia pada percobaan terhadap mencit dengan kadar 5,38 g/kgBB dan 10,75 g/kgBB (Sumarny, 2011). Berdasarkan penelitian Thongsom et al. (2013) ekstrak air daun kembang bulan terbukti berpotensi sebagai antihiperglikemia dan antioksidan pada mencit dengan kadar 500mg/kgBB. Ekstrak etanol 95% daun kembang bulan juga dapat mengendalikan glukosa darah tikus dengan metode toleransi glukosa pada dosis 77 mg/kgBB (Darmawi et al., 2015).

Daun kembang bulan mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder yang berperan dalam mengendalikan kadar glukosa darah. Beberapa diantaranya yaitu tanin, alkaloid, steroid, terpenoid, dan fenol (Omoboyowa, 2015). Berdasarkan penelitian, ekstrak etanol daun kembang bulan juga berpotensi sebagai antioksidan (Juang et al., 2014).


(18)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Banyak obat antihiperglikemia yang bersumber dari tumbuhan juga berpotensi sebagai antioksidan. Beberapa diantaranya adalah jahe (Zingiber officinale) (Iranloye et al., 2011) dan daun zaitun (Olea europaea) (Jemai et al., 2009).

Hubungan antara aktivitas antioksidan dan aktivitas antihiperglikemia masih belum diketahui. Namun, berdasarkan berbagai penelitian, obat herbal yang digunakan untuk menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi juga memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Antioksidan dapat menstimulasi sekresi insulin dan menghambat terjadinya apoptosis sel β pankreas pada mencit yang mengalami diabetes (Kajimoto dan Kaneto, 2004).

Telah dilaporkan bahwa daun kembang bulan mengandung berbagai senyawa sesquiterpenoid lakton. Salah satu senyawa sesquiterpenoid lakton, Tagitinin C, terbukti terdapat dalam ekstrak etanol 95% daun kembang bulan (Dhian, 2013).

Berdasarkan penelitian, sesquiterpenoid lakton yang terkandung dalam tanaman Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray berpotensi memiliki aktivitas antihiperglikemia dengan mekanisme yang sama dengan obat antidiabetes golongan Tiazolidinedion sebagai peroxisome proliferator-activated receptor agonists (PPARα/ ) dengan memodulasi ekspresi gen yang terlibat dalam metabolisme glukosa dan lipid, transduksi sinyal insulin, dan diferensiasi adiposit dan jaringan lainnya (Lin, Hsiang-Ru, 2012; Katzung, 2010).

Uraian di atas memberikan alasan bahwa senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan dan senyawa sesquiterpenoid lakton dapat mengendalikan glukosa darah pada penderita diabetes melitus. Penelitian uji antihiperglikemia ekstrak etanol 95% terhadap tikus Sprague-Dawley jantan yang diinduksi aloksan juga belum pernah dilakukan. Hal-hal tersebut mendasari penelitian uji efek antihiperglikemia ekstrak etanol 95% daun kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) terhadap tikus Sprague-Dawley jantan dengan metode induksi aloksan secara in vivo.


(19)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2. Rumusan Masalah

- Obat yang berasal dari tanaman banyak digunakan sebagai antihiperglikemia, seperti daun kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray). Pada umumnya, masyarakat menggunakannya secara tradisional.

- Penelitian ilmiah yang sudah dilakukan yaitu uji efek antihiperglikemia ekstrak daun kembang bulan dengan pelarut n-heksana dan air terhadap mencit yang diinduksi aloksan.

- Namun, penelitian uji efek antihiperglikemia ekstrak etanol 95% daun kembang bulan pada tikus Sprague Dawley yang diinduksi aloksan belum pernah dilakukan.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efek antihiperglikemia ekstrak etanol 95% daun kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) terhadap tikus Sprague-Dawley jantan yang diinduksi aloksan.

1.4. Hipotesis

Ekstrak etanol 95% dari daun kembang bulan memiliki efek antihiperglikemia pada tikus Sprague-Dawley jantan yang diinduksi aloksan.

1.5. Manfaat Penelitian a. Secara teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang bahan alam yang mempunyai efek antihiperglikemia dan menambah perbendaharaan tanaman dalam buku Materia Medika. b. Secara aplikatif

Hasil penelitian ini dapat menambah perbendaharaan obat antihiperglikemia dari bahan alam dan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam menata tumbuhan obat dari bahan alam.


(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.6. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian dengan judul “Uji Efek Antihiperglikemia Ekstrak Etanol 95% Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) Terhadap Tikus Sprague-Dawley Jantan Dengan Metode Induksi Aloksan Secara in vivo” hanya dibatasi pada pengujian ekstrak etanol 95% daun kembang bulan terhadap tikus Sprague-Dawley jantan. Induksi Diabetes Melitus dilakukan menggunakan senyawa Aloksan Monohidrat. Besar sampel yang digunakan adalah 30 ekor. Desain penelitian ini adalah farmakologi eksperimental. Lokasi penelitian ini adalah di Laboratorium Penelitian 1 dan Laboratorium Animal House di Gedung FKIK, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan.


(21)

6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kembang Bulan 2.1.1. Morfologi

Tumbuhan kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) merupakan semak tahunan dengan batang tegak dan bulat, tinggi hingga mencapai 9 m. Daun kembang bulan tunggal dan berseling, dengan panjang 26-32 cm dan lebar 15-25 cm. Bagian ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun bergerigi, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau. Bunga merupakan bunga majemuk, di ujung ranting, tangkai bulat, kelopak bentuk tabung. Perbungaan muncul di ketiak daun atau ujung percabangan, kepala sari berwarna hitam dan di bagian atasnya berwarna kuning. Buah kotak berbiji bulat dan keras. Jika masih muda berwarna hijau setelah tua berwarna coklat. Bijinya bulat, keras, dan berwarna coklat. Akarnya berupa akar tunggang berwarna putih kotor (Hidayat dan Napitupulu, 2015; Hutapea, 1994).

Gambar 2.1. Tumbuhan kembang bulan (kanan) dan simplisia daun kembang bulan (kiri) (Koleksi pribadi, 2016)


(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.2. Sistematika Tumbuhan

Tumbuhan kembang bulan memiliki sistematik sebagai berikut : (USDA, 2015)

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida - Dicotyledons Sub kelas : Asteridae

Ordo : Asterales

Familia : Asteraceae / Compositae Genus : Tithonia Desf. ex Juss.

Spesies : Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray

2.1.3. Habitat

Tumbuhan Kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) umumnya tumbuh liar di tempat-tempat curam, misalnya di tebing-tebing, tepi sungai dan selokan. Sekarang banyak ditanam sebagai tanaman hias karena warna bunganya yang kuning indah dan sebagai pagar untuk mencegah kelongsoran tanah. Tumbuhan ini juga merupakan tumbuhan tahunan yang kerap tumbuh di tempat terang dan banyak sinar matahari langsung. Tanaman ini tumbuh dengan mudah di tempat atau di daerah berketinggian 5-1500 m di atas permukaan laut (Didik dan Sulistijowati, 1999).

2.1.4. Nama Lain

Tumbuhan kembang bulan memiliki nama lain yaitu :

Sinonim : Mirasolia diversifolia (Hemsl) A. Gray (USDA, 2015)

Nama daerah : Kembang bulan, Paitan (Indonesia), Rondo-noleh, Rondose-moyo, Harsaga (Jawa) (Didik dan Sulistijowati, 1999).

Nama asing : Mexican Sunflower, Tree Marigold (English); Guasmara, Jalacate (Spanish); Verschiedenblaettrige Fackelblume


(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Germany); Daoruang-Yipun, Denchamat-Nam, Thantawan-Nu (Thailand) (CABI, 2015).

2.1.5. Kandungan Kimia Daun Kembang Bulan

Daun kembang bulan terbukti memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai

IC50 0,9γ ± 0,20 μg/mL dibandingkan dengan IC50 pada vitamin C yaitu 0,48 ± 0,10 μg/mL (Juang et al., 2014).

Gambar 2.2. Grafik perbandingan daya antioksidan ekstrak etanol daun insulin dengan asam askorbat (Juang et al., 2014)

Berikut ini merupakan hasil penapisan fitokimia secara kuantitatif dari ekstrak etanol daun kembang bulan. (Omoboyowa, 2015)

Gambar 2.3. Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol daun kembang bulan secara kuantitatif (Omoboyowa et al., 2015)


(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Beberapa komponen kimia yang terkandung dalam tanaman kembang bulan yaitu Tagitinin A, Tagitinin C, Tagitinin D (Tirotundin), Tagitinin F,

Triacontanol, dan β-Sitosterol. (Kristianto, 1995). Pada ekstrak etanol daun kembang bulan, terbukti salah satu senyawa terpenoid lakton, tagitinin C, terdeteksi pada KLT Rf 0,32 dengan fase gerak WB (Wash benzene) : EtOAc (Etil asetat) (2:1; V/V) (Dhian, 2013).

2.1.6. Khasiat Tanaman Kembang Bulan

Tanaman kembang bulan dikenal memiliki berbagai khasiat, beberapa diantaranya yaitu :

- Ekstrak air panas kembang bulan digunakan untuk mengobati malaria di Guatemala, Taiwan, Meksiko, dan Nigeria.

- Cairan dekoksi dari daun kembang bulan digunakan untuk mengobati hepatitis di Taiwan dan mengobati gangguan gastrointestinal di Kenya dan Thailand.

- Cairan infusa daun ini juga digunakan untuk mengobati campak di Kamerun.

- Daun kering kembang bulan diaplikasikan secara eksternal pada luka di KostaRika.

- Cairan dekoksi dari bunga kembang bulan digunakan untuk mengobati ekzim.

- Ekstrak kembang bulan dapat sebagai antimalaria, antiinflamasi, anti-proliferasi, insektisida, analgesik, dan antibakteri (Obafemi, 2006).

Ekstrak fraksi n-heksana daun kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) terbukti berkhasiat sebagai antidiabetes pada percobaan terhadap mencit dengan kadar 5,38 g/kgBB dan 10,75 g/kgBB (Sumarny, 2011). Ekstrak air daun kembang bulan terbukti berpotensi sebagai antidiabetes dan antioksidan pada mencit dengan kadar 500mg/kgBB (Thongsom et al., 2013).


(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.7. Literature Review

Berikut ini merupakan beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan mengenai daya antihiperglikemia daun kembang bulan.

2.1.7.1. Uji Efek Pemberian Ekstrak n-Heksana Daun Kembang Bulan terhadap Mencit yang Diinduksi Aloksan (Sumarny, 2011)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak n-heksan daun kembang bulan terhadap penurunan kadar glukosa darah dengan metode aloksan serta melihat gambaran histopatologi organ pankreas mencit putih jantan.

Mencit dibagi dalam lima kelompok @ 25 ekor mencit yaitu kelompok kontrol normal, kontrol positif (Klorpropramid), kontrol negatif, kelompok perlakuan dosis 107,5 dan 215 mg/20 g BB. Semua kelompok mencit kecuali kontrol normal disuntik dengan aloksan tetrahidrat secara iv dengan dosis 70 mg/kg BB. Pada hari ke 7 mencit mengalami hiperglikemik, kemudian dilanjutkan dengan pemberian ekstrak n-heksan daun kembang bulan. Diukur kadar glukosa darah dan histopatologi organ pankreas pada hari ke 7, 14, 21, 28. Pada hari ke 21 - hari ke 28 mencit tidak diberi perlakuan dengan tujuan pemulihan.

Hasil penelitian yaitu kadar glukosa darah, berat organ, luas area dibawah kurva dan hasil histopatologi berupa diameter pulau Langerhans dan jumlah sel β pankreas yang dianalisa dengan analisis varian satu arah (Anova).

Berdasarkan hasil penelitian, persentase penurunan kadar gula darah pada kelompok Klorpropramid adalah 36%, pada ekstrak dosis 5,38 g/kgBB adalah 24%, dan pada ekstrak dosis 10,75% adalah 31%.

2.1.7.2. Uji Efek Antioksidan dan Hipoglikemia Ekstrak Air Daun Kembang Bulan terhadap Mencit yang Diinduksi Aloksan (Thongsom et al., 2013)

Aktivitas antihiperglikemia ekstrak air daun kembang bulan diuji dengan metode toleransi glukosa (OGTT) pada mencit normal dan diberikan per oral setiap hari selama 21 hari pada mencit DM yang telah diinduksi aloksan. Dosis ekstak yang diujikan pada uji toleransi glukosa adalah dosis 500 mg/kgBB


(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sedangkan dosis ekstrak yang diujikan pada uji antihiperglikemia pada tikus DM adalah dosis 100 mg/kgBB, 250 mg/kgBB, dan 500 mg/kgBB.

Efek hipoglikemik ekstrak dosis 500 mg/kgBB terlihat signifikan menurunkan kadar glukosa pada uji toleransi glukosa. Selanjutnya, ekstrak 500 mg/kgBB yang diberikan pada tikus yang diinduksi aloksan secara signifikan menurunkan kadar glukosa, kolesterol total, trigliserida dan LDL, serta meningkatkan kadar HDL.

2.1.7.3. Aktivitas Antihiperglikemik dari Ekstrak Etanol dan N-Heksana Daun Kembang Bulan [Tithonia Diversifolia (Hemsl.) A. Gray] pada Tikus Putih Jantan (Darmawi et al. 2015)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ekstrak etanol dan n-heksana daun kembang bulan dapat menurunkan kadar glukosa darah dan seberapa besar efek antihiperglikemik ekstrak etanol dan n-heksana daun kembang bulan dibandingkan dengan obat antidiabetes acarbose. Pada penelitian ini, pengukuran kadar glukosa di dalam darah menggunakan metode tes toleransi glukosa oral (TTGO) pada waktu menit ke- 0 hingga menit ke- 180.

Pada uji antihiperglikemia, sebelumnya tikus putih dipuasakan selama 16 jam. Tikus dikelompokkan secara acak menjadi 8 kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 ekor, kemudian berat badan tikus ditimbang dan diukur kadar gula darah puasanya. Lalu dibebankan larutan sukrosa secara oral. Setelah 30 menit diukur kembali kadar gula darah tikus. Kelompok uji antara lain, CMC-Na 0,5 %, acarbose, kelompok ekstrak etanol dan n-heksana dengan dosis 39 mg/kg BB, 77 mg/kg BB, 154 mg/kg BB.

Kadar glukosa darah masing-masing kelompok diukur pada selang waktu 60, 90, 120, 150 dan 180 menit. Kadar glukosa ditentukan dengan mengambil darah pada ekor tikus dengan cara memotong ujung ekor kemudian ekor dipijat dengan pelan hingga darah keluar. Darah kemudian dimasukkan kedalam Gluco Test Strip kemudian dibaca menggunakan alat Glucometer. Data yang dihasilkan merupakan kadar glukosa dalam darah (mg/dL).

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat penurunan kadar glukosa darah masing-masing kelompok dimana kontrol positif dapat menurunkan kadar glukosa


(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

darah sebesar 55.57 %. Sedangkan dari kelompok perlakuan ekstrak dapat dilihat bahwa ekstrak etanol dengan dosis 77 mg/kg BB dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 54.15 % dimana persen penurunan tersebut mendekati persen penurunan kontrol positif. Pemberian sukrosa 5625 mg/kgBB dapat meningkatkan kadar glukosa darah sebesar < 50%.

2.1.8. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat autooksidasi dengan menghambat pembentukan radikal bebas atau dengan mengganggu pembentukan radikal bebas melalui beberapa mekanisme, yaitu:

(1) Mengganggu zat yang menyebabkan peroksidasi

(2) Membentuk reaksi kelat ion logam sehingga tidak dapat membentuk senyawa reaktif atau merusak lipid peroksida

(3) Menghambat pembentukan peroksida dengan menghilangkan ion O2 (4) Merusak reaksi ikatan autooksidasi

(5) Menurunkan konsentrasi O2 terlokalisir (Nawar, 1996).

Tumbuhan mengandung banyak senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan. Beberapa tanaman telah diuji sebagai sumber antioksidan yang aman. Beberapa senyawa antioksidan yang terdapat pada tumbuhan adalah senyawa golongan flavonoid (epikatekin, kuersetin, epikatekin gallat, epigallokatekin gallat, dan rutin), asam fenolat (gallat, protokatekat, asam p-kumarat, asam kafeat, dan asam rosmarinat), minyak uap (eugenol, carvacrol, safrol, timol, menthol, 1,8-sineol, a-terpineol, p-cymene, sinamaldehida, miristisin, dan piperin), dan tokoferol (Brewer, 2011).

Berbagai tumbuhan yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi ternyata juga memiliki aktivitas antidiabetes. Mekanisme penurunan glukosa darah oleh senyawa antioksidan masih belum diketahui secara jelas, tetapi beberapa penelitian membuktikan bahwa antioksidan dapat menstimulasi sekresi insulin dan menghambat terjadinya apoptosis sel β pankreas pada mencit yang mengalami diabetes (Kajimoto dan Kaneto, 2004).


(28)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.9. Sesquiterpenoid Lakton

Sesquiterpenoid lakton adalah metabolit sekunder dengan sifat lipofil, yang merupakan subfamili terpenoid. Seskuiterpenoid lakton tidak berwarna dan terasa pahit. Senyawa ini terutama terkandung dalam tanaman famili Asteraceae. Sumber tanaman lainnya yang mengandung sesquiterpenoid lakton adalah lumut hati, dan tanaman famili Apiaceae, Lamiaceae, Lauraceae, dan Magnoliaceae (Rahman, 2012). Pada tanaman dengan keluarga Asteraceae, sesquiterpenoid lakton terutama ditemukan pada bagian aerial tanaman (daun dan bunga) dengan konsentrasi 5% bobot keringnya.

Sesquiterpenoid lakton dikelompokkan menjadi 4 kelompok utama.

- Germakranolida, dengan cincin yang terdiri dari 10 karbon (contoh: alatolida)

- Eudesmolides, dengan gabungan 2 cincin yang masing-masing terdiri dari 6 karbon (contoh: alantolacton)

- Guaianolides, dengan gabungan 2 cincin yang terdiri dari 5 karbon dan 7 karbon, serta adanya substituen metil pada C4

- Pseudoguaianolides, yang memiliki karakteristik yang sama dengan guaianolides, tetapi memiliki substituen metil pada C5 (contoh: ambrosin).

Gambar 2.4. Struktur Germakranolida, Eudesmanolida, dan Guaianolida (Hoffmann, 2003)


(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sesquiterpenoid lakton aktif secara biologis. Beberapa diantaranya bersifat toksik pada mamalia, dan sebagian diantaranya dapat menyebabkan alergi dermatitis kontak. Senyawa ini memiliki aktivitas antikanker. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara struktur senyawa dengan aktivitasnya. Pada sesquiterpenoid lakton, aktivitas sitotoksik, antileukimia,

inhibisi tumor, dan immunostimulan terdapat pada senyawa lakton α,β-eksosiklik tidak jenuh.

Berbagai jenis sesquiterpenoid lakton memiliki aktivitas antibakteri, antifungal, antelmintik, antihiperlipidemia, dan mempengaruhi kardiovaskular. Beberapa diantaranya memiliki aktivitas antiinflamasi (Hoffmann, 2003).

Berdasarkan penelitian, sesquiterpenoid lakton yang terkandung dalam tanaman Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray berpotensi memiliki aktivitas antidiabetes dengan mekanisme yang sama dengan obat antidiabetes golongan Tiazolidinedion sebagai peroxisome proliferator-activated receptor agonists

(PPARα/ ) dengan memodulasi ekspresi gen yang terlibat dalam metabolisme glukosa dan lipid, transduksi sinyal insulin, dan diferensiasi adiposit dan jaringan lainnya (Lin, Hsiang-Ru, 2012; Katzung, 2010).

Berdasarkan penelitian, senyawa sesquiterpenoid lakton yang berpotensi berkhasiat sebagai antidiabetes adalah Tirotundin, Tagitinin A dan Tagitinin C dengan struktur sebagai berikut :

Tirotundin Tagitinin A Tagitinin C

Gambar 2.5. Struktur Tirotundin, Tagitindin A, Tagitinin C (Lin, Hsiang-Ru, 2012)


(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2. Simplisia

2.2.1. Definisi Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan (Depkes RI, 2009).

2.2.2. Pengelolaan Simplisia

Beberapa tahapan pengelolaan simplisia adalah sebagai berikut : A. Sortasi basah

Tahap ini dilakukan untuk memisahkan kotoran atau bahan asing lain dari bahan simplisia. Pembersihan bahan simplisia dari bahan lain dapat mengurangi jumlah mikroba awal.

B. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah atau pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalam air mengalir, pencucian hendaknya dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin.

C. Perajangan

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami perajangan untuk memperoleh proses pengeringan, pengepakan, dan penggilingan. Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Namun, irisan yang terlalu tipis dapat memperbanyak pengurangan zat aktif yang mudah menguap.

D. Pengeringan

Tahap ini dilakukan dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik pada bahan simplisia. Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Proses pengeringan sudah dapat menghentikan reaksi enzimatik pada bahan simplisia bila kadar airnya kurang dari 10%. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan.

Suhu pengeringan terbaik adalah tidak meebihi 60OC, tetapi bahan aktif yang tidak tahan pemanasan atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu


(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

serendah mungkin, sekitar 30-45OC. Terdapat dua cara pengeringan yaitu pengeringan alami (dengan sinar matahari langsung atau dengan diangin-anginkan) dan pengeringan buatan (menggunakan instrumen).

E. Sortasi kering

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang masih ada pada simplisia kering.

F. Penyimpanan

Setelah disortasi kering, simplisia kemudian ditempatkan dalam wadah tersendiri agar tidak bercampur dengan bahan lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpanan simplisia adalah cahaya, oksigen, sirkulasi udara, reaksi kimia yang terjadi antara zat aktif simplisia dengan wadah, penyerapan air, kemungkinan proses dehidrasi, dan pengotoran yang disebabkan oleh serangga, kapang atau yang lainnya.

Wadah yang digunakan sebagai pembungkus simplisia harus bersifat inert, yang berarti tidak mudah bereaksi dengan bahan lain, tidak beracun, mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, serangga, penguapan zat aktif, sertadari pengaruh cahaya, oksigen, dan uap (Depkes, 1985).

2.3. Ekstraksi 2.3.1. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati atau simplisia hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes, 2009).

2.3.2. Proses Pembuatan ekstrak

A. Pembuatan serbuk simplisia dan klasifikasinya

Simplisia yang telah didapatkan selanjutnya dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Semakin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi semakin efektif-efisien. Namun, semakin halus serbuk simplisia, semakin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi. Gerakan dan interaksi simplisia dengan benda keras akan menimbulkan panas


(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang dapat mempengaruhi senyawa kandungan. Namun, hal ini dapat dikompensasi dengan penggunaan nitrogen cair.

B. Cairan pelarut

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal untuk senyawa kandungan yang aktif sehingga senyawa tersebut dapat terpisah dari senyawa lain. Faktor utama sebagai pertimbangan pada pemilihan cairan penyari adalah: selektifitas, kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut, ekonomis, ramah lingkungan, dan keamanan. Berdasarkan peraturan yang berlaku, pelarut yang diperbolehkan adalah air dan etanol serta campurannya. Jenis pelarut lain seperti metanol dll. (alkohol turunannya), heksana dll. (hidrokarbon alifatik), toluen dll. (hidrokarbon aromatik), kloroform (dan segolongannya), aseton, umumnya digunakan sebagai pelarut untuk tahap separasi dan tahap pemurnian (fraksinasi).

C. Separasi dan pemurnian

Tahapan ini dilakukan untuk menghilangkan atau memisahkan senyawa pengotor semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni. Proses-proses pada tahapan ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak campur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi serta proses adsorpsi dan penukar ion.

D. Pemekatan / Penguapan

Pemekatan adalah peningkatan jumlah zat terlarut secara penguapan pelarut sampai menjadi kental atau pekat.

E. Pengeringan ekstrak

Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga menghasilkan serbuk. Beberapa proses pengeringan yang dapat dilakukan yaitu : pengeringan evaporasi, pengeringan vaporasi, pengeringan sublimasi, pengeringan konveksi, pengeringan kontak, pengeringan radiasi, dan pengeringan dielektrik. F. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara bobot ekstrak yang diperoleh dengan bobot simplisia awal (Depkes, 2000).


(33)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.3. Metode Ekstraksi

2.3.3.1. Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut A. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu ruang. Metode ini merupakan ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada kesetimbangan.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu sampai sempurna (exhaustive extraction) yang biasanya dilakukan pada suhu ruang. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap penetesan/penampungan ekstrak yang terus menerus hingga diperoleh misella (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali jumlah bahan.

B. Cara panas 1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses sampai 3-5 kali hingga reaksi berlangsung sempurna.

2. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (pengadukan kontinu) pada suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar, biasanya pada suhu 40-50oC.

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada suhu penangas air (96-98oC) selama 15-20 menit.


(34)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Dekok

Dekok adalah proses infus pada waktu yang lebih lama (≥ γ0 menit) dan pada suhu titik didih air.

2.3.3.2. Destilasi Uap

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air. Metode ini dilakukan berdasarkan tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah secara sempurna atau sebagian (Depkes, 2000).

2.4. Diabetes Melitus 2.4.1. Definisi

Berdasarkan WHO tahun 1999, Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes, 2005).

2.4.2. Klasifikasi

Diabetes melitus tipe 1 atau disebut dengan IDDM (Insulin-Dependent Diabetes Mellitus) merupakan diabetes melitus yang terjadi pada pasien dengan sekresi insulin yang sedikit atau insulin tidak disekresi oleh pankreas sehingga membutuhkan terapi insulin dari luar untuk menjaga kadar glukosa darahnya.

Diabetes melitus tipe 1 ditandai oleh destruksi sel β secara selektif dan defisiensi

insulin absolute atau berat. Penyakit ini disebabkan karena autoimun dan idiopatik, kebanyakan disebabkan oleh penyakit autoimun dan terjadi pada usia muda. Pasien hipoinsulinemia dan hiperglikemia beresiko terjadi ketosis dan ketoasidosis (Sweetman, 2009; Katzung, 2010).


(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Diabetes melitus tipe 2 (DM 2) atau disebut dengan NIDDM (N on-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus) merupakan diabetes melitus yang biasa terjadi pada pasien usia lanjut. Sekresi insulin pada pasien ini normal atau bahkan lebih, tetapi terjadi resistensi insulin pada sel tubuh. Rata-rata pasien DM 2 mengalami obesitas. Pasien DM 2 beresiko terkena penyakit kardiovaskular dan sindrom metabolik lain (Sweetman, 2009).

Diabetes melitus tipe 3 adalah peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh berbagai penyebab atau penyakit lain yang tidak mempengaruhi pankreas, terapi lain, dll.

Diabetes melitus tipe 4 atau diabetes melitus gestasional merupakan intoleransi glukosa yang terjadi pada masa kehamilan. Diabetes gestasional terjadi pada sekitar 7% dari ibu hamil. Selama kehamilan, plasenta dan hormon plasenta menimbulkan resistensi insulin yang paling mencolok pada trimester ke-tiga. Pengujian klinis penting pada kasus ini, dan terapi DM akan menurunkan morbiditas dan mortalitas janin (Katzung, 2010).

2.4.3. Gejala Klinik

Diabetes melitus (DM) seringkali muncul tanpa gejala. Namun, terdapat beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai tanda kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.

Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).

Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari


(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

luka, daya pengelihatan semakin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf (Depkes, 2005).

2.4.4. Diagnosis

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila terdapat keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikan penderita antara lain badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, pandangan kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita.

Apabila terdapat keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dL juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis DM (Depkes, 2005).

Berikut ini merupakan parameter penegakkan diagnosis diabetes melitus berdasarkan data Depkes tahun 2014 dan American Diabetes Association (ADA) tahun 2015.

Tabel 2.1. Tabel parameter penegakkan diagnosis Diabetes Melitus (ADA, 2015; Depkes, 2014)

Parameter Nilai (Depkes, 2014) Nilai (ADA, 2015)

Glukosa darah puasa/fasting plasma glucose

Lebih dari 126 mg/dL ditambah 4 gejala khas DM (banyak makan, sering kencing, sering haus, berat badan turun).

≥126 mg/dL (7,0

mmol/L)

Glukosa darah

sewaktu/random plasma glucose

Lebih dari 200 mg/dL ditambah 4 gejala khas DM.

≥200 mg/dL (11,1

mmol/L)

Glukosa darah pada uji toleransi glukosa / impaired glucose tolerance (IGT)

Lebih dari 200 mg/dL ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)


(37)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.5. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

2.4.5.1. Tujuan dan Target Penatalaksanaan DM A. Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus

Secara spesifik, tujuan utama penatalaksanaan diabetes melitus adalah untuk menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal serta mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes (Depkes, 2005).

B. Target penatalaksanaan diabetes melitus

Berikut ini merupakan beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan Diabetes Melitus (ADA, 2015).

Tabel 2.2. Tabel parameter keberhasilan penatalaksanaan Diabetes Melitus (ADA, 2015)

Parameter Kadar ideal yang diharapkan

Kadar glukosa plasma preprandial (puasa selama 8-12 jam)

80-130 mg/dL (4,1 – 7,2 mmol/L)

Kadar glukosa plasma postprandial (2 jam setelah makan)

< 180 mg/dL (< 10,0 mmol/L)

HbA1C < 7%

Tekanan darah (pada kondisi DM dan hipertensi)

Sistol : < 130 mmHg


(38)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.5.2. Terapi Non Farmakologis A. Pengaturan Diet

Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:

• Karbohidrat : 60-70%

• Protein : 10-15%

• Lemak : 20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akutdan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.

Penurunan berat badan telah terbukti dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6%.

Asupan kolesterol tetap diperlukan, tidak lebih dari 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan berasal dari bahan nabati yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh.

Masukan serat diusahakan paling tidak 25 g per hari. Selain akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih (Depkes, 2005).

B. Olah Raga

Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar glukosa darah tetap normal. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Beberapa contoh olahraga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dll. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari. Olahraga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas


(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa (Depkes, 2005).

2.4.5.3. Terapi Farmakologis A. Terapi Insulin

Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul sebesar 5808 pada manusia. Insulin mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai (A dan B) yang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Insulin merupakan obat utama untuk penderita DM tipe 1 dan beberapa pasien DM tipe 2 yang dikombinasikan dengan obat antihiperglikemia oral. Insulin dapat diberikan melalui beberapa cara, yaitu disuntikkan secara intravena, intramuskular, dan subkutan.

Preparat insulin dapat dibedakan berdasarkan lama kerjanya yaitu insulin kerja cepat (rapid-action) dengan onset kerja yang sangat cepat dan lama kerja yang pendek, insulin kerja singkat (short-acting) dengan onset kerja yang cepat, insulin kerja sedang (intermediate-acting), dan insulin kerja lama (long-acting).

Dosis awal insulin pasien DM adalah 0,7-1,5 U/kgBB. Pasien baru DM 1 belum memerlukan insulin karena terkadang terjadi remisi dan pada periode ini insulin tidak dibutuhkan (honeymoon phase). Untuk terapi awal, insulin regular dan insulin kerja sedang (intermediate-acting) dapat menjadi pilihan dan diberikan 2 kali sehari. Untuk pasien DM dewasa yang kurus, diberikan insulin kerja sedang 8-10 U yang diberikan 20-30 menit sebelum makan pagi dan 4-5 U sebelum makan malam. Untuk pasien DM dewasa yang gemuk, diberikan insulin 20 U pada pagi hari dan 10 U sebelum makan malam. Dosis ditingkatkan secara bertahap sesuai hasil pemeriksaan glukosa darah dan urin.

B. Obat Antidiabetik Oral

Terdapat 5 golongan antidiabetik oral yang dapat digunakan untuk diabetes melitus dan telah dipasarkan di Indonesia yakni golongan: Sulfonilurea,

Meglitinida, Biguanida, Penghambat α-glikosidase, dan Tiazolidinedion. Kelima golongan ini dapat diberikan pada DM tipe 2 yang tidak dapat dikontrol hanya dengan diet dan latihan fisik saja.


(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

a. Golongan Sulfonilurea

Dikenal 2 generasi obat sulfonilurea. Generasi pertama terdiri dari tolbutamid, tolazamid, asetoheksimid dan klorpropramid. Generasi kedua yaitu gliburid (glibenklamid), glipizid, gliklazid, dan glimepirid. Mekanisme kerja golongan ini adalah dengan merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel β langerhans pankreas dengan cara berinteraksi dengan ATP-sensitive K Channel

pada membran sel β yang menimbulkan depolarisasi membran. Pada penggunaan

jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia.

Semua obat-obatan golongan sulfonilurea dimetabolisme di hati. Beberapa diantaranya merupakan obat aktif, sedangkan yang lainnya merupakan metabolit inaktif.

b. Golongan Meglitinide

Repaglitinida dan Nateglinida merupakan obat-obatan golongan ini dengan mekanisme yang sama dengan sulfonilurea, tetapi struktur kimia golongan ini sangat berbeda dengan sulfonilurea. Berdasarkan farmakodinamika, golongan ini bekerja dengan menutup kanal K yang bersifat ATP-independent di sel β pankreas.

Berdasarkan farmakokinetika, absorpsi obat ini yang diberikan secara oral bekerja cepat dan kadar puncak dicapai dalam waktu 1 jam. Waktu paruh obat ini adalah 1 jam, sehingga harus diberikan beberapa kali dalam sehari sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar, dan sekitar 10% di ginjal. Efek samping utama penggunaan obat ini adalah hipoglikemia dan gangguan saluran cerna. c. Golongan Biguanida

Beberapa obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah fenformin, buformin, dan metformin. Namun, obat yang pertama telah ditarik dari peredaran. Sekarang yang banyak digunakan adalah metformin.

Biguanida memiliki mekanisme kerja menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensitifitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. Metformin oral diabsorpsi di usus, diekskresikan melalui urin dalam keadaan utuh, dan memiliki waktu paruh sekitar 2 jam. Dosis awal metformin adalah 2 x 500 mg dengan dosis maksimum 2,5 gram sehari yang diminum bersamaan dengan makanan.


(41)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Efek samping obat ini adalah gangguan pada sistem pencernaan seperti mual-muntah. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau sistem kardiovaskular, pemberian biguanida dapat menimbulkan peningkatan asam laktat dalam darah. Biguanida tidak boleh diberikan pada ibu hamil, pasien dengan penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia, penyakit jantung kongestif dan penyakit paru dengan hipoksia kronik.

d. Golongan Tiazolinedion

Obat-obatan yang termasuk ke dalam golongan ini adalah pioglitazon, rosiglitazon, dan troglitazon. Namun, troglitazon telah ditarik dari peredaran karena menimbulkan toksisitas hati.

Tiazolinedion bekerja dengan menurunkan resistensi insulin. Kerja utama obat ini adalah mengatur gen yang terlibat dalam metabolisme lipid dan glukosa dan diferensiasi adiposit. Efek samping obat ini adalah resistensi cairan yang bermanifestasi sebagai anemia ringan dan edema perifer. Beberapa laporan mengindikasikan peningkatan risiko gagal jantung.

e. Inhibitor α-glukosidase

Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah akarbosa dan miglitol. Obat golongan ini bekerja dengan memperlambat absorpsi polisakarida (starch), dekstrin, dan disakarida dalam saluran pencernaan. Obat golongan ini menurunkan glukosa plasma postprandial pada DM tipe 1 dan 2. Efek samping obat ini adalah malabsorpsi, flatulen, diare, dan abdominal-boasting. Efek samping ini bersifat dose-dependent (Nafrialdi, 2007; Katzung, 2010).

2.5. Model Hewan Uji pada Pengujian Efek Antihiperglikemia (Etuk, 2010)

Selama beberapa tahun terakhir, beberapa model hewan uji telah dikembangkan sebagai bahan pembelajaran diabetes melitus atau sebagai sampel pengujian agen antidiabetes. Beberapa model hewan uji dalam pengujian efek antihiperglikemia adalah sebagai berikut:

2.5.1. Model Hewan Uji Normoglikemik

Hewan uji sehat dapat digunakan untuk menguji agen hiperglikemik oral. Metode ini valid untuk digunakan dalam menguji efek antihiperglikemia obat pada hewan uji walaupun tidak ada aktivitas perusakan pankreas.


(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5.2. Model Hewan Uji yang Diberikan Asupan Glukosa secara Oral

Metode ini disebut juga sebagai metode induksi fisiologi diabetes mellitus karena peningkatan kadar glukosa darah yang terjadi tidak disertai dengan adanya kerusakan pankreas. Prosedur metode ini adalah hewan uji dipuasakan sepanjang malam lalu diberikan asupan glukosa oral (1-2,5 g/kgBB). Selanjutnya kadar glukosa darah dipantau selama interval waktu tertentu. Kelemahan dari metode ini adalah kondisi hiperglikemia yang terjadi lebih fluktuatif dibandingkan dengan kondisi hiperglikemia yang dihasilkan oleh induksi aloksan monohidrat.

2.5.3. Model Penginduksian Diabetes Melitus secara Kimiawi

Beberapa senyawa kimia yang dapat menginduksi diabetes melitus adalah aloksan monohidrat, streptozosin, ferri nitriloasetat, ditizon, dan serum antiinsulin. Di antara semua senyawa penginduksi, streptozosin dan aloksan monohidrat adalah senyawa yang paling sering digunakan. Rute pemberian senyawa induksi ini adalah secara parenteral (intravena, intraperitoneal, atau subkutan).

2.5.3.1.Model Streptozosin

Gambar 2.6. Struktur kimia streptozosin (PubChem, 2016)

Streptozosin adalah derivat nitrosourea glukopiranosa sintetik yang diisolasi dari hasil fermentasi Streptomyces achromogenes yang merupakan anibiotik antitumor. Streptozosin dapat digunakan untuk menginduksi DM tipe 1 ataupun DM tipe 2. Dosis tunggal streptozosin dalam buffer sitrat steril untuk menginduksi diabetes adalah 150 mg/kgBB untuk mencit, dan 80 mg/kgBB untuk


(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tikus yang diberikan secara intraperitoneal. Diabetes akan terjadi secara bertahap dan dapat dideteksi selama beberapa hari, biasanya 4 hari untuk mencit dan 7 hari untuk tikus.

Meskipun streptozosin merupakan senyawa penginduksi diabetes yang banyak digunakan, penggunaan streptozosin memiliki banyak kekurangan. Salah satu kekurangan penggunaan streptozosin adalah pemulihan segera dari kadar glukosa darah yang tinggi akibat insulinoma serta insiden tumor ginjal dan tumor hati akibat sifat onkogenik dari streptozosin. Apabilah hal-hal tersebut terjadi, maka akan terjadi penurunan kadar glukosa darah secara signifikan dan hewan uji tidak dapat digunakan sebagai model pengujian agen antidiabetes.

2.5.3.2.Model Aloksan

Gambar 2.7. Struktur kimia aloksan (PubChem, 2015)

Aloksan merupakan suatu derivat urea yang memiliki struktur molekul C4H2N2O4 dengan bobot molekul 142,06968 g/mol. Pada pH netral dan suhu 37OC, aloksan memiliki waktu paruh sebesar 1,5 menit. Pada suhu yang lebih rendah, waktu paruh aloksan dapat diperpanjang. Aloksan mudah larut dalam air, larut dalam aseton, alkohol, metanol, dan dalam asam asetat glasial. Aloksan agak sukar larut dalamkloroform, petroleum eter, toluene, etil asetat, dan asam asetat

anhidrat, serta tidak larut dalam eter (O’Neil, 2001).

Aloksan dan produk hasil reduksinya, asam dialurat, dapat menghasilkan reaksi redoks dengan membentuk radikal superoksida. Radikal tersebut akan mengalami dismutase menjadi hidrogen peroksida. Melalui reaksi Fenton, hidrogen peroksida akan berubah menjadi radikal hidroksil reaktif. Aksi radikal hidroksil dengan peningkatan konsentrasi kalsium pada sitosol menyebabkan


(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kerusakan sel β pankreas dengan cepat, sehingga produksi insulin menurun

(Szkudelski, 2001).

Aloksan bekerja pada sel-sel β pankreas dalam 4 tahap. Tahap pertama, yaitu 30 menit setelah injeksi aloksan, terjadi peningkatan sekresi insulin dalam waktu singkat. Tahap kedua, yaitu 1 jam setelah injeksi aloksan, terjadi fase hiperglikemik pertama yang ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang disertai dengan penurunan kadar insulin dalam darah selama 2-4 jam. Tahap ketiga, yaitu 4-8 jam setelah injeksi aloksan, kembali terjadi penurunan kadar glukosa darah yang berangsung selama beberapa jam karena adanya peningkatan kadar insulin akibat hancurnya membran sel-sel beta pankreas. Tahap keempat adalah terjadinya hiperglikemia permanen (Lenzen, 2008).

2.6. Metode Pengukuran Glukosa Darah

Glukosa dapat diukur pada sampel darah, plasma atau serum. Molekul glukosa tidak dapat diukur secara langsung. Secara umum terdapat 3 metode pengukuran glukosa yang dapat digunakan, yaitu metode reduksi, metode kondensasi, dan metode enzimatik. Namun, metode yang lebih sering digunakan saat ini adalah metode enzimatik (Rand, 2013).

a. Metode reduksi (McMillin, 1990)

Metode reduksi merupakan metode tertua yang memanfaatkan sifat reduktor dari glukosa. Metode ini kurang spesifik karena dapat terjadi bias akibat keberadaan agen pereduksi kuat lainnya sehingga memberikan hasil pengukuran kadar glukosa darah terlalu tinggi. Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan menambahkan tahap tertentu untuk meniadakan pengaruh agen pereduksi lain. Metode ini tidak dianjurkan dan saat ini sudah banyak ditinggalkan.

b. Metode kondensasi (McMillin, 1990)

Beberapa gugus aldehida pada glukosa dapat berkondensasi dengan senyawa aromatika untuk membentuk senyawa yang berwarna. Pada reaksi kondensasi, senyawa o-toluidine akan bereaksi dengan glukosa membentuk senyawa glukosamin yang berwarna hijau. Intensitas warna tersebut kemudian diukur dengan instrumen spektrofotometer untuk mengestimasi konsentrasi


(45)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

glukosa. Reaksi ini berlangsung cepat dan memiliki tingkat sensitifitas warna yang tinggi. Dari beberapa senyawa aldosa, hanya mannosa dan galaktosa yang memiliki hasil warna yang baik. Namun kadarglukosa tersebut tidak terlalu banyak terdapat dalam darah. Senyawa o-toluidine juga bersifat sangat korosif dan toksik. Alasan-alasan tersebut yang menyebabkan metode ini ditinggalkan.

c. Metode enzimatik (Rand, 2013)

Saat ini, metode ini paling sering digunakan dalam mengukur kadar glukosa darah. Enzim yang paling sering digunakan adalah enzim Hexokinase. Enzim heksokinase mempercepat reaksi antar glukosa dan adenosine trifosfat dengan mengubah glukosa menjadi 6-fosfat. Selanjutnya enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase, dengan adanya nikotinamida dinukleotida (NAD), akan mengoksidasi glukosa-6-fosfat untuk mereduksi NAD (NADH) dan fosfoglukonat. Senyawa NADH inilah yang dapat diukur secara spektrofotometri.

2.7. Glukometer (Glukosa Meter)

Glukometer adalah alat pengukur kadar glukosa darah dengan metode enzimatik yang mudah dibawa (Hönes et al., 2008). Terdapat berbagai jenis glukometer yang bekerja dengan berbagai teknologi, seperti:

- Reflectance Photometry, yang menggunakan prinsip kolorimetri.

- Teknologi biosensor, yang menggunakan prinsip elektrokimia (Thomas, 2016).

Persentase pengguna glukometer biosensor di seluruh dunia lebih dari 85% sehingga teknologi glukometer semakin dikembangkan. Pada glukometer biosensor, teknologi yang terus dikembangkan adalah pada bagian test strip. Pada umumnya, test strip glukometer mengandung enzim, koenzim, mediator dan indikator yang berada pada lapisan tipis matriks untuk mengubah kadar glukosa darah menjadi sinyal yang dapat dibaca oleh alat glukometer (Hönes et al., 2008).


(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.8. Test strip glukometer (Hönes et al.,, 2008)

Sejarah awal glukometer biosensor dimulai dari alat glukometer pertama yang dibuat oleh Clark dan Lyons pada tahun 1962. Glukometer tersebut menggunakan enzim glukosa oksidase (GOx) yang terperangkap pada elektroda oksigen melalui membran dialisis semipermeabel. Pengukuran dilakukan berdasarkan jumlah glukosa yang digunakan pada reaksi enzimatik.

Pada katoda platinum, diberikan potensial negatif untuk mendeteksi jumlah oksigen yang tereduksi (Wang, 2008).

Diketahui hingga saat ini terdapat 3 generasi teknologi glukometer yaitu glukometer generasi pertama yang menggunakan oksigen sebagai substrat dan mengukur kadar glukosa darah berdasarkan jumlah hidrogen peroksida yang terbentuk, glukometer generasi ke-2 yang menggunakan mediator eletron antara enzim GOx dan permukaan elektroda, dan glukometer generasi ke-3 yang tidak menggunakan mediator melainkan menggunakan konduktor organik (Wang, 2008).

Pada penelitian ini, glukometer yang digunakan adalah GlucoDR Biosensor yang merupakan glukometer biosensor generasi ke-2 yang menggunakan kalium ferrisianida. Berikut ini merupakan reaksi kimia yang terjadi dalam menentukan kadar glukosa darah oleh alat GlucoDR.


(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.9. Reaksi kimia glukosa pada strip Glukometer (Wang, 2008)

Beberapa kelebihan pada pengecekan kadar glukosa darah dengan menggunakan glukometer adalah mudah digunakan, akurat, dan bisa digunakan pada pasien buta warna. Namun, kekurangan glukometer adalah terbatasnya interval analisis pengukuran, hanya cocok pada sampel kontrol tertentu, adanya efek matriks pada alat, suhu yang dapat mempengaruhi ketepatan hasil, serta harganya yang lebih mahal daripada metode pengukuran lain (Thomas, 2016).

2.8. Glibenklamid

Gambar 2.10. Struktur Glibenklamid (British Pharmacopoeia, 2009)

Glibenklamid berwarna putih atau hampir putih dan merupakan bubuk kristalin (BP, 2009). Dosis lazim glibenklamid adalah 5 mg/hari sedangkan dosis maksimumya adalah 20 mg/hari (Dipiro, 2008).

Secara farmakokinetik, Glibenklamid diabsorpsi di lambung dan terikat oleh protein plasma dalam darah. Absorbsi dapat lebih lambat pada pasien hiperglikemia atau waktu absorbsi dapat berubah sesuai dengan ukuran partikelnya. Obat ini dimetabolisme di hepar dan dieliminasi sebagian melalui hepar, sebagian lagi melalui feses (Sweetman, 2009).

Mekanisme kerja glibenklamid adalah meningkatkan sekresi insulin dengan berikatan pada kanal ion kalium yang bersifat ATP-dependent, sehingga effluks kalium menurundan terjadi depolarisasi membran. Hal ini menyebabkan kanal ion kalsium terbuka dan ion Ca2+ masuk. Peningkatan ion Ca2+ intraselular


(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menyebabkan eksositosis glanul insulin sehingga insulin lepas dari sel (Dipiro, 2008).

Onset kerja glibenklamid adalah 2-4 jam dengan durasi kerja hingga 24 jam. Efek samping glibenklamid adalah hipoglikemia dan porphyria (akumulasi jumlah porphyrin dalam darah) (Sweetman, 2009). Glibenklamid sebaiknya disimpan di dalam wadah tertutup rapat (BP, 2009).


(49)

34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian I dan Laboratorium Hewan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini berlangsung mulai bulan Desember 2015 sampai dengan bulan Juli 2016.

3.2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian eksperimental. Hewan uji yang digunakan adalah tikus Sprague-Dawley jantan yang berusia 2-3 bulan dengan berat badan 130-220 gram sebanyak 30 ekor. Metode induksi diabetes yang digunakan adalah induksi aloksan monohidrat pada dosis 150 mg/kgBB.

Penelitian ini dilakukan dengan mengekstraksi daun kembang bulan menggunakan pelarut etanol 95% dengan metode maserasi, kemudian ekstrak tersebut diberikan kepada tikus yang telah diinduksi diabetes dengan aloksan monohidrat dan selanjutnya diamati penurunan glukosa darah tikus tersebut. Berikut merupakan tabel jadwal kerja dan kegiatan selama penelitian.

Tabel 3.1. Jadwal kerja dan kegiatan uji aktivitas antihiperglikemia

Hari ke Perlakuan

H0 1. Dilakukan pengukuran kadar glukosa darah setelah dipuasakan selama 12 jam.

2. Induksi Aloksan

3. Pemberian pakan dan minum tikus selama 1 minggu

H1 1. Dilakukan pengukuran kadar glukosa darah setelah dipuasakan selama 12 jam.

2. Pemberian bahan uji secara per oral 3. Pemberian pakan dan minum tikus


(50)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

H2-H7 1. Pemberian bahan uji secara per oral 2. Pemberian pakan dan minum tikus

H8 1. Dilakukan pengukuran kadar glukosa darah setelah dipuasakan selama 12 jam.

2. Pemberian bahan uji secara per oral 3. Pemberian pakan dan minum tikus H9-H14 1. Pemberian bahan uji secara per oral

2. Pemberian pakan dan minum tikus

H15 1. Dilakukan pengukuran kadar glukosa darah setelah dipuasakan selama 12 jam.

2. Pemberian bahan uji secara per oral 3. Pemberian pakan dan minum tikus H16-H21 1. Pemberian bahan uji secara per oral

2. Pemberian pakan dan minum tikus

H22 1. Dilakukan pengukuran kadar glukosa darah setelah dipuasakan selama 12 jam.

2. Tikus diterminasi dengan metode inhalasi eter

3.3. Alat dan Bahan 3.3.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : kandang tikus beserta tempat makan dan minum, timbangan tikus, sekam, sonde oral, jarum suntik, alat glukometer dan strip (GlucoDR), gunting, blender, botol maserasi, botol hasil maserat, corong, erlenmeyer, beker glass, kaca arloji, cawan uap, spatula, vacuum rotary evaporator (EYELA), botol timbang dangkal, oven, tanur, krus, timbangan analitik, pipet, tabung reaksi, kertas saring, kapas, sarung tangan, masker, alumunium foil dan lap.


(51)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.2. Bahan

3.3.2.1. Tanaman Uji

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A Gray) pada bagian daunnya. Tanaman ini diperoleh di daerah Bekasi, Jawa Barat. Tanaman kembang bulan segar yang digunakan adalah sebanyak 6 kg. Sebelum diproses menjadi simplisia, tanaman dideterminasi, yaitu memverifikasi identitas tanaman di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor.

3.3.2.2. Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus galur Sprague-Dawley, berjenis kelamin jantan, berusia 2-3 bulan, memiliki berat badan 130-220 gram (Dianasari dan Fajrin, 2015), dan dalam kondisi sehat. Hewan uji yang digunakan adalah sebanyak 30 ekor. Tikus uji diperoleh di Institut Pertanian Bogor.

3.3.2.3. Bahan Uji

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: - Ekstrak etanol 95% daun kembang bulan

Ekstrak etanol 95% diperoleh dari 5 kg tanaman kembang bulan yang selanjutnya dibuat menjadi simplisia daun kembang bulan sebanyak 620 gram. Simplisia kemudian diekstraksi dengan metode maserasi dengan pelarut etanol 95% sebanyak 5 L. Ekstrak ini dibuat di Laboratorium Penelitian I.

- Glibenklamid (kontrol positif) yang diperoleh dari PT. Indofarma - Aloksan monohidrat (penginduksi diabetes) yang diperoleh dari

Sigma-Aldrich di Singapura.

3.3.2.4. Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: - Etanol 95% yang diperoleh dari PT. Bratako (pelarut),


(52)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

- Na CMC (Suspending agent) - FeCl3 (pereaksi)

- Pereaksi Meyer (mengandung gabungan senyawa HgCl2 dan KI) - Pereaksi Dragendroff (mengandung senyawa Bi(NO3)3 dan KI) - Amoniak encer (Pereaksi)

- Asam asetat (Pereaksi) - H2SO4 pekat (Pereaksi)

- Aquadest (Pereaksi dan pelarut) - Etanol 70% (Disinfektan)

3.4. Cara Kerja

3.4.1. Pembuatan Simplisia

Pembuatan simplisia terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut : 1. Dilakukan pengumpulan daun kembang bulan segar.

2. Tanaman kembang bulan sebanyak 6 kg disortasi untuk memudahkan pencucian dan untuk memisahkan pengotor pada simplisia.

3. Dilakukan pencucian dengan air mengalir.

4. Dilakukan pengeringan dengan cara diangin-anginkan pada suhu ruang yang tidak terpapar sinar matahari langsung hingga simplisia kering.

5. Setelah kering, kembali dilakukan sortasi untuk memastikan simplisia bebas dari pengotor.

6. Simplisia ditimbang dan diblender hingga menjadi serbuk.

3.4.2. Ekstraksi

Proses ekstraksi dilakukan melalui tahapan berikut:

1. Dilakukan penimbangan serbuk simplisia. Serbuk simplisia yang digunakan adalah sebanyak 620 gram.

2. Simplisia dimasukkan ke dalam wadah botol berwarna coklat.

3. Selanjutnya dilakukan proses ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 95% sampai seluruh serbuk terendam


(53)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

oleh pelarut. Jumlah keseluruhan pelarut etanol 95% yang digunakan adalah sebanyak 5 L.

4. Campuran disimpan dan sesekali diaduk.

5. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan rotary evaporator hingga didapatkan ekstrak yang kental.

Maserasi dilakukan berkali-kali hingga tidak ada lagi senyawa yang terekstrak yang ditandai dengan warna pelarut yang hampir jernih (warna hijau pudar).

3.4.3. Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan dengan menguji adanya golongan senyawa alkaloid, antrakuinon, flavonoid, saponin, tannin dan terpenoid. Berikut prosedur pengujiannya.

a. Identifikasi Alkaloid (Ayoola et al., 2008)

Sebanyak 0,5 g ekstrak dilarutkan dengan etanol 96%. Selanjutnya ditambahkan asam klorida encer 2N. Filtrat yang didapatkan kemudian disaring lalu diidentifikasi dengan menggunakan pereaksi Meyer dan Draggendorff. Adanya endapan putih krem pada uji Meyer dan endapan coklat kemerahan pada uji Dragendorff menunjukkan positif adanya alkaloid.

b. Identifikasi Antrakuinon (Ayoola et al., 2008)

Sebanyak 0,5 g ekstrak dididihkan dengan 10 ml H2SO4 kemudian disaring selagi panas. Filtrat dikocok dengan 5 ml kloroform. Bagian kloroform dipipet ke dalam tabung reaksi lain dan ditambahkan amoniak encer. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna pada larutan.

c. Identifikasi Flavonoid (Zohra et al., 2012)

Sebanyak 5 ml maserat ditambahkan asam sulfat pekat dan 0,5 g Mg. Adanya pewarnaan yang menghilang atau tetap selama 3 menit menandakan adanya senyawa flavonoid.

d. Identifikasi Saponin (Zohra et al., 2012)

Sebanyak 0,5 g ekstrak ditambahan 5 ml aquadest pada tabung reaksi, lalu dikocok kuat hingga terbentuk busa stabil. Busa yang terbentuk kemudian diamati. Busa yang stabil selama 20 menit menandakan adanya senyawa saponin.


(54)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

e. Identifikasi Tanin (Ayoola et al., 2008)

Sebanyak 0,5 g ekstrak dididihkan dalam 10 ml air pada tabung reaksi yang kemudian disaring. Beberapa tetes FeCl3 0,1% ditambahkan ke dalamnya. Pembentukan warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman pada campuran menunjukkan positif adanya tanin.

f. Identifikasi Terpenoid (uji Salkowski) (Ayoola et al., 2008)

Sebanyak 0,5 g ekstrak ditambahkan 2 ml kloroform. Kemudian H2SO4 pekat sebanyak 3 ml secara hati-hati ditambahkan untuk membentuk lapisan. Adanya warna coklat kemerahan pada bagian interface menunjukkan adanya terpenoid.

3.4.4. Pengujian Parameter Non Spesifik (Depkes RI, 2009) a. Kadar Air

Ekstrak ditimbang sebanyak 3 g di dalam wadah yang sebelumnya telah ditara. Ekstrak dikeringkan pada suhu 105OC selama 5 jam kemudian ditimbang. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam hingga perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.

b. Kadar Abu

Ekstrak ditimbang sebanyak 2-3 g, lalu dimasukkan ke dalam krus platina yang telah dipijarkan dan ditara, kemudian diratakan. Ekstrak kemudian dipijarkan di dalam tanur hingga arang habis, kemudian didinginkan lalu ditimbang. Apabila dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, lalu disaring dengan kertas saring. Sisa pada kertas saring dipijar bersama kertas saring pada krus yang sama hingga bobotnya tetap. Kadar abu dihitung terhadap bobot ekstrak dan dinyatakan dalam %B/B.

3.4.5. Pengujian Parameter Spesifik (Depkes RI, 2000)

Uji parameter spesifik dilakukan dengan cara menguji ekstrak secara organoleptik terhadap:

1. Bentuk 2. Warna 3. Bau


(55)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.5. Uji Induksi Aloksan

3.5.1. Uji Pendahuluan Induksi Aloksan

Prosedur uji pendahuluan induksi aloksan terhadap tikus uji adalah sebagai berikut :

1. Sebanyak 4 tikus uji diaklimatisasi selama 7 hari untuk mendapatkan berat badan yang seragam. Sebanyak satu tikus uji digunakan sebagai kontrol dan 3 tikus uji lainnya diinduksi dengan aloksan.

2. Sebelum diberikan aloksan, tikus uji dipuasakan selama 12 jam kemudian diberikan injeksi aloksan monohidrat secara intraperitoneal pada dosis 150 mg/kgBB.

3. Selanjutnya, tikus uji diberikan minum larutan glukosa 5% setelah 1 jam penginduksian secara intraperitoneal selama 24 jam.

4. Setelah 7 hari, kadarglukosa darah tikus uji yang diinduksi aloksan diukur dengan glukometer untuk mengetahui tikus sudah mengalami hiperglikemia permanen atau belum. Parameter hiperglikemia adalah tikus dengan kadar glukosa darah lebih dari 140 mg/dL (Gabriel et al., 2014).

3.5.2. Penginduksian Diabetes dengan Aloksan

Prosedur uji pendahuluan induksi aloksan terhadap tikus uji adalah sebagai berikut :

1. Sebanyak 30 tikus uji diaklimatisasi selama 7 hari untuk mendapatkan berat badan yang seragam. Sebanyak 5 tikus uji digunakan sebagai kontrol dan 25 tikus uji lainnya diinduksi dengan aloksan.

2. Sebelum diberikan aloksan, tikus uji dipuasakan selama 12 jam, kemudian diberikan injeksi aloksan monohidrat secara intraperitoneal pada dosis 150 mg/kgBB.

3. Selanjutnya, tikus uji diberikan minum larutan glukosa 5% setelah 1 jam penginduksian secara intraperitoneal selama 24 jam.

4. Setelah 7 hari, kadar glukosa darah tikus uji yang diinduksi aloksan diukur dengan glukometer untuk mengetahui tikus sudah mengalami hiperglikemia permanen atau belum. Parameter hiperglikemia adalah


(1)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kontrol

Negatif


(2)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kontrol


(3)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dosis Rendah


(4)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dosis Sedang


(5)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dosis Tinggi


(6)

Dokumen yang terkait

Aplikasi Kapur CaCO3 dan Kompos Tithonia diversifolia Terhadap Kejenuhan Al Serta Pertumbuhan Tanaman Kedelai Pada Tanah Ultisol

1 23 79

Pengaruh Pupuk SP-36 Kompos Tithonia diversifolia Dan Vermikompos Terhadap Pertumbuhan dan Serapan P Tanaman Jagung (Zea mays L.) serta P-tersedia Pada Ultisol Simalingkar

4 44 65

Penggunaan Kompos Chromolaena odorata dan Tithonia diversifolia Sebagai Pembenah Sifat Kimia Tanah Tererosi Berat di Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun

0 73 61

In Vivo Antimalarial Activity of Terpenoid-Rich Fraction of Ethanolic Extract of Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray Leaves

0 4 4

In Vivo Antimalarial Activity of Terpenoid-Rich Fraction of Ethanolic Extract of Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray Leaves

0 5 1

In Vivo Antimalarial Activity of Terpenoid-Rich Fraction of Ethanolic Extract of Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray Leaves

0 5 4

Pengaruh Hormon Testosteron Undekanoat (TU) Dan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Histologi Spermatogenesis Tikus Jantan (Rattus Novergicus L) Galur Sprague Dawley

4 46 157

DAYA ANTIBAKTERI BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK DAUN KEMBANG BULAN (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) Daya Antibakteri Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Kembang Bulan (Tithonia Diversifolia (Hemsl.) A. Gray) Terhadap Bakteri Porphyromonas Gingivalis

0 2 14

DAYA ANTIBAKTERI BERBAGAI KONSENTRASI EKSTRAK DAUN KEMBANG BULAN (Tithonia diversifolia (Hemsl.) A. Gray) Daya Antibakteri Berbagai Konsentrasi Ekstrak Daun Kembang Bulan (Tithonia Diversifolia (Hemsl.) A. Gray) Terhadap Bakteri Porphyromonas Gingivalis

0 3 8

TLC-DENSITOMETER PROFILE AND ANTIULCER ACTIVITY ASSAY OF ETHANOL EXTRACT OF BINAHONG LEAVES (Anredera scandens (L.) Moq.) IN SPRAGUE DAWLEY STRAIN MALE RATS.

0 1 21