Penapisan Fitokimia Hasil Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Daun kembang bulan segar kemudian diproses menjadi simplisia dengan berbagai tahapan, yaitu sortasi basah, pencucian, pengeringan, sortasi kering, dan
penghalusan menjadi serbuk simplisia. Setelah proses tersebut dilakukan, didapatkan serbuk simplisia seberat 620 g. Serbuk simplisia yang telah diperoleh
kemudian diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi. Metode ini dipilih karena mudah dan menghasilkan rendemen ekstraksi yang tinggi Saifudin, 2014.
Pada prosesnya, ekstraksi dengan metode maserasi cukup mudah dengan menggunakan peralatan yang sederhana dibandingkan dengan metode ekstraksi
cara dingin lainnya. Pada proses maserasi, serbuk simplisia direndam dengan pelarut etanol
95 sebanyak 5 L di dalam botol gelap selama beberapa waktu pada temperatur kamar. Berdasarkan penelitian, ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 95
memiliki ekstraktabilitas yang baik, selain dengan pelarut metanol dan etanol 70 Saifudin, 2014.
Tahapan ekstraksi selanjutnya yaitu maserat disaring menggunakan kapas dan kertas saring sehingga diperoleh filtrat dan serbuk simplisia yang terbawa.
Filtrat kemudian dipekatkan dengan menggunakan alat Rotary Evaporator hingga didapatkan ekstrak kental sedangkan serbuk simplisia yang terbawa dimasukkan
kembali ke dalam botol gelap. Etanol yang telah terpisah dari filtrat dimasukkan kembali ke dalam botol gelap untuk merendam serbuk simpilisia. Proses ini
disebut remaserasi pengulangan maserasi. Remasersi dilakukan hingga warna maserat hampir jernih yang ditandai pelarut berwarna hijau muda yang memudar.
Setelah proses pemekatan ekstrak dengan alat Rotary Evaporator, ekstrak yang dihasilkan ternyata belum kental sehingga dilakukan proses pemekatan
selanjutnya dengan alat Freeze Dryer. Proses ini dilakukan selama 8 jam di Laboratorium Fitokimia Gedung Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LIPI Cibinong, Jawa Barat. Setelah dilakukan pemekatan dengan Freeze Dryer, didapatkan ekstrak kental seberat 83,030 g.
Setelah didapatkan ekstrak kental, dilakukan uji parameter standar ekstrak yakni parameter spesifik dan non spesifik. Uji parameter standar non spesifik
yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji kadar air dan kadar abu ekstrak. Pengujian kadar air ekstrak dilakukan untuk memberikan batasan minimal atau
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
rentang tentang besarnya kandungan air di dalam ekstrak Depkes, 2000. Berdasarkan Materia Medika Indonesia Jilid 6 1996, batas kadar air ekstrak
yang masih memenuhi syarat adalah di bawah 10. Pada hasil uji kadar air ekstrak, didapatkan hasil persentase kadar air ekstrak yaitu 7,6496 yang berarti
kadar air ekstrak telah memenuhi syarat. Uji parameter non spesifik lainnya adalah uji kadar abu. Tujuan
dilakukannya uji ini adalah untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak.
Berdasarkan hasil uji kadar abu ekstrak, didapatkan persentase kadar abu ekstrak yaitu 16,0431. Kadar abu ekstrak memenuhi persyaratan, yaitu tidak lebih dari
16,67. Pada uji parameter spesifik, hal yang diujikan adalah identifikasi terhadap
bentuk, warna, bau dan rasa ekstrak secara organoleptis. Hasil identifikasi ini dapat menjadi karakter spesifik ekstrak etanol 95 daun kembang bulan.
Pemeriksaan selanjutnya adalah penapisan fitokimia ekstrak. Tujuan penapisan fitokimia ekstrak adalah untuk mengetahui keberadaan golongan-
golongan senyawa tertentu di dalam ekstrak, khususnya golongan senyawa yang diduga dapat memiliki aktivitas antihiperglikemia. Hasil penapisan fitokimia
menunjukkan hasil positif terhadap adanya antrakuinon, flavonoid, saponin, tanin, dan terpenoid; serta negatif terhadap alkaloid. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Nigeria, diketahui secara kuantitatif terdapat alkaloid di dalam ekstrak sebanyak 236,728 mg100 g ekstrak Omoboyowa, 2015. Perbedaan hasil
ini dapat disebabkan karena bedanya tempat asal tanaman karena tempat asal tanaman dapat mempengaruhi kandungan kimia dari tanaman tersebut.
Pada penelitian ini hewan uji yang digunakan adalah tikus putih galur Sprague-Dawley berjenis kelamin jantan yang berusia 2-3 bulan dengan berat
badan 130-220 g, dalam kondisi sehat. Secara umum, tikus dipilih sebagai hewan uji karena hewan ini memiliki sifat fisiologis yang mirip dengan manusia
Lannaccone et al., 2009. Sel β pankreas tikus juga sensitif terhadap aloksan
dibandingkan dengan hewan lain seperti kelinci, babi, anjing dan marmut. Tikus galur Sprague-Dawley dipilih karena sel
β pankreas tikus galur Sprague-Dawley terbukti sensitif terhadap Aloksan Tyrberg et al., 2001.