Karakteristik Butir Soal Tinjauan tentang Kualitas Tes Hasil Belajar

diberikan skor 0 nol. Metode ini dapat digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen baik bentuk tes maupun non tes. b Instrumen skor non diskirt Instrumen skor non diskirt adalah instrument pengukuran yang dalam sistem skoringnya bukan 1 dan bukan 0, tetapi bersifat gradual, yaitu ada penjenjangan skor, mulai dari skor tertinggi hingga skor terendah. Hal ini biasanya terdapat pada instrumen tes bentuk uraian dan pilihan ganda, serta instrumen non tes bentuk anget dengan skala Likert dan skala lanjutan rating scale.

c. Karakteristik Butir Soal

1 Daya Pembeda Daya pembeda adalah kemampuan butir soal tes hasil belajar dalam membedakan siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan rendah Purwanto, 2009: 102. Menurut Sulistiyorini 2009: 177 item yang baik adalah item yang mampu membedakan antara kemampuan siswa yang pandai dan siswa yang rendah. Sedangkan pengertian daya pembeda menurut Rakhmat dan Suherdi 2011: 193 daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang mampu dengan siswa yang tidak mampu. Pendapat lain juga diungkapkan oleh Herman dan Yustiana 2014: 264 bahwa daya beda yaitu kemampuan butir soal untuk membedakan siswa yang memiliki prestasi belajar yang tinggi atau kelompok atas upper group dan siswa yang memiliki prestasi belajar rendah atau lower group. Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa daya pembeda adalah kemampuan butir soal tes untuk membedakan siswa berkemampuan tinggi pandai dengan siswa berkemampuan rendah kurang pandai. 2 Tingkat kesukaran Widoyoko 2014: 132 mengungkapkan bahwa tingkat kesukaran item difficulty butir soal adalah proporsisi peserta tes menjawab dengan benar terhadap suatu soal. Sedangkan menurut Rakhmat dan Suherdi 2001: 190 tingkat kesukaran item difficulty adalah ukuran yang menunjukkan kesulitan soal untuk diselesaikan siswa. Sementara itu, Herman dan Yustiana 2014: 261 memaparkan bahwa butir soal yang baik adalah butir soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Butir soal yang terlalu sukar dapat menyebabkan siswa tidak memiliki motivasi memecahkan atau menjawab butir soal tersebut karena sudah di luar jangkauan kemampuannya. Sudjana 2009: 135 mengungkapkan bahwa tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawab soal, bukan dari sudut guru sebagai pembuat soal. Persoalan yang penting dalam melakukan analisis tingkat kesukaran soal adalah penentuan proporsisi soal yang termasuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mudah, sedang, dan sukar. Perbandingan proporsisi jumlah soal untuk tiga kategori tersebut didasarkan atas kurva normal. Sebagian besar soal berada pada kategori sedang, sebagian lagi berada pada kategori mudah dan sukar dengan proporsisi yang seimbang. Perbandingan antara soal yang mudah-sedang-sukar dapat dibuat 3-4-3. 30 soal dengan kategori mudah, 40 soal dengan kategori sedang, dan 30 soal dengan kategori sukar. Perbandingan juga dapat dibuat 25-50-25, 25 soal dengan kategori mudah, 50 soal dengan kategori sedang, dan 25 soal dengan kategori sukar. Tingkat kesukaran yang baik pada suatu tes adalah 25 mudah, 50 sedang, dan 25 sukar. Berdasarkan pemaparan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaran soal adalah kemampuan siswa menjawab soal yang terdiri dari kategori rendah, sedang, dan tinggi yang dapat diketahui dari banyaknya siswa yang mampu menjawab benar. Proporsi soal dengan tingkat kesukaran yang baik pada suatu tes adalah 25, mudah, 50 sedang, dan 25 sukar. 3 Analisis pengecoh Menurut Sudijono 2011: 410 pengecoh adalah alternatif yang bukan merupakan jawaban yang digunakan agar peserta tes dapat tertarik dengan pengecoh jawaban tersebut. Semakin banyak peserta tes yang memilih pengecoh, maka pengecoh tersebut sudah menjalankan fungsinya. Sebaliknya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI apabila pengecoh yang dipasang tidak ada yang memilih maka pengecoh tersebut tidak berfungsi. Purwanto 2009:75 memaparkan bahwa pengecoh distractor adalah pilihan yang bukan merupakan kunci jawaban. Sedangkan menurut Arikunto 2012: 234 pengecoh dapat berfungsi dengan baik apabila pengecoh tersebut mempunyai daya tarik bagi peserta tes yang kurang memahami materi. Sebuah distractor dapat dikatakan berfungsi dengan baik jika paling sedikit dipilih oleh 5 peserta tes. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengecoh merupakan alternatif yang bukan merupakan kunci jawaban yang berfungsi untuk mengecoh peserta tes yang kurang memahami materi. Pengecoh dapat dikatakan berfungsi apabila dipilih oleh paling sedikit 5 peserta tes.

4. Tinjauan Pengembangan Tes Hasil belajar