Substitusi tepung labu kuning semakin sedikit, mengakibatkan jumlah tepung terigu semakin banyak maka jumlah pori roti manis yang dihasilkan semakin
meningkat. Matz 1992, menyatakan kemampuan adonan dalam menahan gas CO
2
dipengaruhi oleh kandungan gluten yang terdapat dalam adonan roti tersebut. Semakin sedikit substitusi tepung labu kuning maka jumlah pori yang terbentuk akibat
proses fermentasi semakin seragam.
C. Uji Organoleptik
Kualitas bahan pangan dapat diketahui dengan tiga cara, yaitu kimiawi, fisik dan sensorik. Diterima atau tidaknya bahan pangan oleh konsumen banyak ditentukan
oleh faktor mutu terutama mutu organoleptik Kartika, 1998. Sifat organoleptik dari roti manis yang diberi perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan
gliserol monostearat GMS diuji meliputi rasa, warna, aroma dan tekstur dengan menggunakan uji hedonik. Hasil penelitian pada roti manis dengan perlakuan
substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS yang dihasilkan kemudian diujikan secara organoleptik meliputi :
1. Uji Kesukaan Rasa
Rasa merupakan parameter yang sangat menentukan kualitas bahan makanan, karena rasa dari bahan makanan merupakan penilaian yang dominan dari konsumen,
namun setiap orang mempunyai penilaian yang berbeda terhadap rasa dari suatu produk makanan Winarno, 1997.
Berdasarkan Uji Friedman Lampiran 3 menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS
berpengaruh nyata p ≤ 0,05 terhadap rasa roti manis yang dihasilkan. Jumlah ranking pada roti manis perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penamabahan
gliserol monostearat GMS dapat dilihat pada Tabel 13.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 13. Nilai ranking uji kesukaan rasa pada roti manis Perlakuan
Jumlah Ranking Substitusi Tepung Labu Kuning
bb Penambahan GMS
bb 10
20 30
1 2
3 1
2 3
1 2
3 91,5
80 93
114,5 99
98 125
109,5 113,5
Keterangan : Semakin tinggi nilai maka semakin disukai Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat bahwa nilai ranking uji kesukaan rasa pada
roti manis dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS berkisar antara 80-125. Nilai ranking tertinggi didapat pada roti
manis dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning 30 dan penambahan gliserol monostearat GMS 1 yaitu 125. Sedangkan roti manis dengan perlakuan substitusi
tepung labu kuning 10 dan penambahan gliserol monostearat GMS 2 mempunyai nilai ranking paling rendah yaitu 80. Substitusi tepung labu kuning 30
memberikan rasa yang paling di sukai penelis. Hal ini karena khas dari tepung labu kuning sudah dapat dirasakan yang dapat menimbulkan after taste jejak rasa pada
roti manis yang dihasilkan, sedangkan penambahan gliserol monostearat GMS tidak mempengaruhi rasa roti manis yang dihasilkan. Pada substitusi tepung labu kuning
20 dalam roti manis panelis masih menyukai rasa pada roti manis tersebut. Hal ini diduga berkaitan dengan kandungan protein dalam produk roti manis tersebut,
sedangkan substitusi tepung labu kuning 10 menyebabkan ketidaksukaan panelis terhadap roti manis tersebut. Menurut
Winarno 2002
penyebab terjadinya
peningkatan kerugian dari suatu produk pangan ditentukan oleh besarnya protein dalam produk tersebut. Pernyataan tersebut di dukung oleh Sudarmadji,dkk 1997
bahwa kandungan protein dari suatu bahan makanan berkolerasi cukup tinggi terhadap penilaian konsumen terutama dalam rasa.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Uji Kesukaan Warna