5. Volume Pengembangan
Berdasarkan hasil anailisis ragam Lampiran 8, menunjukkan bahwa perlakuan tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS terdapat interaksi
yang nyata p ≤ 0,05 terhadap volume pengembangan roti manis. Demikian juga
pada masing-masing perlakuan berpengaruh nyata p ≤ 0,05 terhadap volume
pengembangan roti manis. Rerata volume pengembangan roti manis dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS
terhadap volume pengembangan roti manis, dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai rata-rata volume pengembangan dari perlakuan substitusi tepung labu
kuning dan penambahan GMS
Perlakuan Rerata Volume
Pengembangan mmcm
2
Notasi DMRT 5
Substitusi TLK bb
GMS bb 10
1 2
3 204.30
208.67 212.27
f g
h 0.91
0.916 0.921
20 1
2 3
127.00 128.80
172.03 c
d e
0.870 0.886
0.90 30
1 2
3 123.00
124.00 126.33
a b
c -
0.805 0.846
Keterangan : Nilai rara-rata yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan terdapat perbedaan yang nyata p ≤ 0,05
Pada Tabel 11, menunjukkan bahwa nilai rerata volume pengembangan roti manis dengan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat
GMS menunjukkan nilai rerata volume pengembangan berkisar antara 123.00 –
212.27. Perlakuan substitusi tepung labu kuning sebesar 10 dan gliserol monostearat GMS 3 memberikan nilai rerata volume pengembangan tertinggi
212.27. Sedangkan nilai rerata volume pengembangan terendah yaitu pada perlakuan substitusi tepung labu kuning sebesar 30 dan penambahan gliserol
monostearat GMS 1 123.00. Hubungan antara perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS terhadap kadar air dapat
dilihat pada Gambar 14.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Gambar 14. Hubungan antara substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat terhadap volume pengembangan roti manis.
Pada Gambar 14, menunjukkan bahwa semakin meningkat penambahan gliserol monostearat GMS dan semakin menurun substitusi tepung labu kuning
tepung terigu tinggi maka volume pengembangan roti manis semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena gliserol monostearat GMS dapat berinteraksi dengan gluten
sehingga menghasilkan penguatan jaringan gluten dan dapat menahan gas CO
2
sehingga selama fermentasi adonan menjadi mengembang. Menurut Keetels 1995 gliserol monosterarat GMS dapat berinteraksi dengan gluten sehingga
menghasilkan penguatan jaringan gluten. Menurut Baileys 1996 yang menyatakan bahwa gliserol monostearat GMS bereaksi dengan molekul-molekul amilosa
membentuk ikatan kompleks sehingga selama fermentasi gas CO
2
tertahan dan adonan menjadi berkembang. Sehingga semakin meningkat penambahan gliserol
monostearat GMS maka volume pengembangan roti manis semakin meningkat. Substitusi tepung labu kuning semakin sedikit, mengakibatkan jumlah tepung
terigu menjadi banyak, maka semakin banyak tepung terigu dalam adonan jumlah gluten dalam adonan akan semakin meningkat, sehingga akan meningkatkan
kemampuan adonan dalam menahan gas CO
2
yang mengakibatkan terjadinya
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
peningkatan volume pengembangan roti manis. Menurut Subarna 1992 gluten memiliki sifat fisik yang elastis dan ekstensibel sehingga memunkingkan adonan
dapat menahan gas CO
2
dan adonan dapat menggelembung seperti balon. Hal inilah yang memungkinkan produk roti mempunyai struktur berongga yang seragam dan
halus.
6. Jumlah Pori