32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari analisa bahan baku tepung terigu dan tepung labu kuning dan analisa substitusi tepung labu kuning
dengan penambahan gliserol monostearat GMS yang dihasilkan yang terdiri dari analisa fisik, kimiawi dan organoleptik. Analisa dilanjutkan dengan analisa keputusan
dan finansial yang didasarkan pada segi ekonomis apabila produk ini digunakan sebagai produk industri.
A. Hasil Analisa Bahan Awal
Pada awal penelitian dilakukan analisis bahan awal tepung labu kuning yang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil analisis tepung labu kuning Bahan
Analisa Tepung Labu Kuning
Kadar Pati Kadar β-Karoten µg100g
Rendemen 66,6139
87035,2615 10
Hasil analisis menunjukkan bahwa tepung labu kuning, menunjukkan kadar pati sebesar 66,6139, kadar
β-karoten 87035,2615 µg100g dan rendemen 10. Berdasarkan hasil penelitian Suhartini 2006, tepung labu kuning mengandung kadar
pati 31,83 dan β-karoten 88,985 mg100g. Hasil perbedaan analisis seperti kadar
pati dan β-karoten disebabkan karena adanya pengaruh perbedaan umur panen,
varietas, atau cara pembuatan tepung, suhu, dan alat penggilingan . Kandungan β-
karoten yang tinggi pada tepung labu kuning diharapkan dapat menghasilkan roti manis yang mengandung provitamin A.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
B. Analisa Produk Roti Manis Labu Kuning
1. Kadar Air
Berdasarkan hasil analisis ragam lampiran 4, menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS terdapat
interaksi yang nyata p ≤ 0,05 terhadap kadar air roti manis. Demikian juga perlakuan
substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS berpengaruh yang nyata terhadap kadar air roti manis yang dihasilkan. Rerata kadar
air dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS terhadap kadar air roti manis, dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai rata-rata kadar air dari perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan GMS
Perlakuan Rerata Kadar
Air Notasi
DMRT 5 Substitusi
TLK bb GMS bb
10 1
2 3
28.55 28.61
28.91 a
a a
- 0.77
0.81 20
1 2
3 29.83
31.30 34.42
b c
d 0.83
0.85 0.86
30 1
2 3
34.85 35.69
36.75 d
d e
0.87 0.88
0.88 Keterangan : Nilai rara-rata yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan terdapat
perbedaan yang nyata p ≤ 0,05
Pada Tabel 6, menunjukkan bahwa nilai rerata kadar air pada roti manis dengan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS
menunjukkan nilai rerata kadar air berkisar antara 28.55 – 36.75. Perlakuan
substitusi tepung labu kuning sebesar 30 dan penambahan gliserol monostearat GMS 3 memberikan nilai rerata kadar air tertinggi 36.75. Sedangkan nilai
rerata kadar air terendah yaitu pada perlakuan substitusi tepung labu kuning sebesar 10 dan penamabahan gliserol monostearat GMS 1 28.55. Hubungan antara
perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 11.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Gambar 11. Hubungan antara perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS terhadap kadar air roti manis.
Pada Gambar 11, menunjukkan bahwa semakin tinggi substitusi tepung labu kuning dan semakin banyak penambahan gliserol monostearat GMS maka semakin
tinggi kandungan kadar air yang terdapat dalam roti manis. Hal ini disebabkan karena tepung labu kuning mempunyai serat yang lebih tinggi dari tepung terigu, sedangkan
gliserol monostearat GMS memiliki gugus hidrofilik yang mempunyai kemampuan dapat mengikat air. Sehingga semakin tinggi substitusi tepung labu kuning dan
penambahan gliserol monostearat GMS maka kadar air semakin meningkat. Menurut Hendrasty 2003, kadar air pada tepung labu kuning sebesar 13.
Sedangkan kadar air pada tepung terigu mencapai 11-13. Air yang terikat pada protein sulit dilepaskan walaupun dengan pemanasan Meyer,1973. Didukung oleh
pendapat Cowan 1975, bahwa terbentuknya matriks protein juga dapat mengikat air.
2. Kadar Abu
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam lampiran 5 menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan substitusi tepung labu kuning dan
penambahan gliserol monostearat GMS terhadap nilai kadar abu roti manis, tetapi perlakuan substitusi tepung labu kuning dan gliserol monostearat GMS memberikan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
pengaruh yang nyata p ≤ 0,05 terhadap kadar abu roti yang dihasilkan. Rerata kadar
abu roti manis dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai rata-rata kadar abu dari perlakuan substitusi tepung labu kuning Substitusi Tepung
Labu Kuning Kadar Abu
Notasi
DMRT
10 20
30 2.57
2.66 2.77
a a
b -
0.19 0.19
Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah tepung labu kuning yang disubstitusikan, maka semakin tinggi pula kadar abu yang terdapat dalam roti
manis. Hal ini disebabkan karena kadar abu tepung labu kuning lebih tinggi 5,455 jika dibandingkan dengan kadar abu tepung terigu 0,25-0,60 Astawan 2008
Menurut Hendrasty,2003. kandungan mineral pada labu kuning lebih tinggi dibandingkan kadar mineral dalam tepung terigu. Kandungan mineral dalam labu
kuning antara lain fosfor 64mg100g, kalsium 45mg100g, dan besi 1,4mg100g. Rerata kadar abu roti manis dengan perlakuan penambahan gliserol
monostearat dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai rata-rata kadar abu roti manis dengan perlakuan penambahan gliserol
monostearat Penambahan
Gliserol Monostearat
Kadar Abu Notasi
DMRT
1 2
3 2.83
2.75 2.42
b b
a 0.19
0.18 -
Dari Tabel 8, menunjukkan bahwa Semakin rendah penambahan gliserol monostearat GMS maka kadar abu roti manis akan semakin meningkat. Hal ini
disebabkan gliserol monostearat GMS mempunyai gugus hidrofilik yang memiliki kemampuan dapat mengikat air, sehingga komponen yang lain kecil.
Hasil penelitian ini sesuai dengan syarat mutu roti manis SNI 1995 yang menyebutkan bahwa kadar abu maksimal 3.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. Kadar Protein
Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 6, menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan
gliserol monostearat GMS terhadap nilai kadar protein roti manis yang dihasilkan. Perlakuan tepung labu kuning berpengaruh nyata terhadap kadar protein roti manis,
dan gliserol monostearat berpengaruh nyata p ≤ 0,05 terhadap kadar protein roti
manis. Rerata kadar protein roti manis tiap perlakuan dapat dilihat di Tabel 9. Tabel 9. Nilai rata-rata kadar protein dari perlakuan substitusi tepung labu kuning dan
penambahan GMS. Perlakuan
Rerata Kadar Protein
Notasi DMRT 5
Substitusi TLK
bb GMS
bb 10
1 2
3 9,33
8,09 8.17
c a
ab 0,44
0,38 0,40
20 1
2 3
8,74 8,24
8,20 b
ab ab
0,43 0,43
0,41 30
1 2
3 8,53
8,23 8,03
b ab
a 0,43
0,42 -
Keterangan : Nilai rata-rata yang di samping huruf yang berbeda menyatakan terdapat perbedaan yang nyata p ≤ 0,05
Pada Tabel 9, menunjukkan bahwa nilai rerata kadar protein pada roti manis dengan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS
menunjukkan nilai rerata kadar air berkisar antara 8,03-9,33. Perlakuan subsitusi tepung labu kuning 10 dan penambahan gliserol monostearat GMS 1 memiliki
kadar protein yang paling tinggi 9,33. Sedangkan substitusi tepung labu kuning 30 dan penambahan gliserol monostearat GMS 3 memiliki kadar protein yang
paling rendah 8,03. Hubungan antara perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS terhadap kadar protein dapat dilihat pada
Gambar 12.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Gambar 12. Hubungan antara perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat terhadap kadar protein roti manis.
Pada Gambar 12, menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan gliserol monostearat GMS dan semakin tinggi substitusi tepung labu kuning dapat
menyebabkan kadar protein roti manis yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena tepung labu kuning mengandung serat dapat mengikat air
sedangkan gliserol monostearat GMS memiliki gugus hidrofilik yang memiliki kemampuan dapat mengikat air. Sehingga semakin tinggi penambahan gliserol
monostearat GMS dan semakin tinggi substitusi tepung labu kuning maka kadar protein semakin menurun.
Menurut Hidayat 2006, gliserol monostearat GMS yaitu 0,03 dan kadar protein tepung terigu sebesar 12. Hal ini sesuai dengan pendapat Mudjishono
1993, variasi penambahan gliserol monostearat GMS tidak menyebabkan perbedaan kadar protein pada roti manis yang dihasilkan karena gliserol monosterat
sebagian besar tersusun bukan oleh fraksi protein.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4. β-Karoten
Berdasarkan Hasil analisis ragam Lampiran 7, menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata p ≤ 0,05 antara perlakuan substitusi tepung labu kuning dan
penambahan gliserol monostearat GMS terhadap nilai kadar total karoten roti manis
yang dihasilkan. Demikian juga antara masing-masing perlakuan berpengaruh yang nyata terhadap kadar β-karoten roti manis yang dihasilkan. Rerata kadar β-karoten
perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS
dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai rata-
rata kadar β-karoten perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat pada roti manis.
Perlakuan Rerata Kadar
β- Karoten
µg100g Notasi
DMRT 5 Substitusi TLK
bb GMS bb
10 1
2 3
6625.81 8297.38
8888.65 a
b b
- 680.71
715.09 20
1 2
3 9535.20
10644.59 12237.95
c d
e 735.72
749.47 760.93
30 1
2 3
13750.15 15337.22
18090.81 f
g h
770.09 774.68
779.26
Keterangan : Nilai rata-rata yang di damping huruf yang berbeda menyatakan terdapat perbedaan yang nyata p ≤ 0,05
Tabel 10. Menunjukkan bahwa nilai rerata kadar β-karoten pada roti manis
dengan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS menunjukkan nilai rerata kadar
β-karoten pada roti manis berkisar antara 6625,81 – 18090,81 mgg. Hasil tertinggi kadar
β-karoten pada roti manis yaitu pada perlakuan dengan substitusi tepung labu kuning 30 dan penambahan gliserol monostearat
GMS 3 yaitu sebesar 18090,81 mgg, sedangkan untuk perlakuan terendah dengan kadar total karoten 6625,81 mgg, terdapat pada perlakuan substitusi tepung
labu kuning 10 dan penambahan gliserol monostearat GMS 2. Hubungan antara perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS
terhadap kadar β-karoten roti manis, dapat dilihat pada Gambar 13.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Gambar 13. Hubungan antara perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat terhadap kadar
β-karoten roti manis.
Gambar 13, menunjukkan bahwa semakin banyak substitusi tepung labu kuning dan semakin banyak penambahan gliserol monostearat GMS, maka kadar
β-karoten roti manis yang dihasilkan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena tepung labu
kuning mengandung β-karoten sedangkan gliserol Monostearat GMS sebagai lemak
dapat mengikat β-karoten, sehingga semakin banyak penambahan gliserol monostearat GMS
β-karoten yang larut dalam lemak juga semakin banyak dan akan meningkatkan kandungan β-karoten pada roti manis. Dalam penilitian Enny Karti
Basuki,dkk menyatakan bahwa Gliserol Monostearat tersusun atas lemak 0,13
dan memiliki kemampuan dalam pengikatan lemak dengan adanya gugus hidrofobik yang dimilikinya. Hal ini didukung oleh
Istighfaro 2010 sifat β-karoten yang termasuk dalam golongan vitamin larut lemak. Tepung labu kuning mengandung kadar
β- karoten yang lebih tinggi. Dari hasil penelitian analisis bahan baku tepung labu kuning
Tabel. 5 memiliki kandungan β-karoten sebesar 87035,2615 µg100g.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5. Volume Pengembangan
Berdasarkan hasil anailisis ragam Lampiran 8, menunjukkan bahwa perlakuan tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS terdapat interaksi
yang nyata p ≤ 0,05 terhadap volume pengembangan roti manis. Demikian juga
pada masing-masing perlakuan berpengaruh nyata p ≤ 0,05 terhadap volume
pengembangan roti manis. Rerata volume pengembangan roti manis dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS
terhadap volume pengembangan roti manis, dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Nilai rata-rata volume pengembangan dari perlakuan substitusi tepung labu
kuning dan penambahan GMS
Perlakuan Rerata Volume
Pengembangan mmcm
2
Notasi DMRT 5
Substitusi TLK bb
GMS bb 10
1 2
3 204.30
208.67 212.27
f g
h 0.91
0.916 0.921
20 1
2 3
127.00 128.80
172.03 c
d e
0.870 0.886
0.90 30
1 2
3 123.00
124.00 126.33
a b
c -
0.805 0.846
Keterangan : Nilai rara-rata yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan terdapat perbedaan yang nyata p ≤ 0,05
Pada Tabel 11, menunjukkan bahwa nilai rerata volume pengembangan roti manis dengan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat
GMS menunjukkan nilai rerata volume pengembangan berkisar antara 123.00 –
212.27. Perlakuan substitusi tepung labu kuning sebesar 10 dan gliserol monostearat GMS 3 memberikan nilai rerata volume pengembangan tertinggi
212.27. Sedangkan nilai rerata volume pengembangan terendah yaitu pada perlakuan substitusi tepung labu kuning sebesar 30 dan penambahan gliserol
monostearat GMS 1 123.00. Hubungan antara perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS terhadap kadar air dapat
dilihat pada Gambar 14.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Gambar 14. Hubungan antara substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat terhadap volume pengembangan roti manis.
Pada Gambar 14, menunjukkan bahwa semakin meningkat penambahan gliserol monostearat GMS dan semakin menurun substitusi tepung labu kuning
tepung terigu tinggi maka volume pengembangan roti manis semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena gliserol monostearat GMS dapat berinteraksi dengan gluten
sehingga menghasilkan penguatan jaringan gluten dan dapat menahan gas CO
2
sehingga selama fermentasi adonan menjadi mengembang. Menurut Keetels 1995 gliserol monosterarat GMS dapat berinteraksi dengan gluten sehingga
menghasilkan penguatan jaringan gluten. Menurut Baileys 1996 yang menyatakan bahwa gliserol monostearat GMS bereaksi dengan molekul-molekul amilosa
membentuk ikatan kompleks sehingga selama fermentasi gas CO
2
tertahan dan adonan menjadi berkembang. Sehingga semakin meningkat penambahan gliserol
monostearat GMS maka volume pengembangan roti manis semakin meningkat. Substitusi tepung labu kuning semakin sedikit, mengakibatkan jumlah tepung
terigu menjadi banyak, maka semakin banyak tepung terigu dalam adonan jumlah gluten dalam adonan akan semakin meningkat, sehingga akan meningkatkan
kemampuan adonan dalam menahan gas CO
2
yang mengakibatkan terjadinya
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
peningkatan volume pengembangan roti manis. Menurut Subarna 1992 gluten memiliki sifat fisik yang elastis dan ekstensibel sehingga memunkingkan adonan
dapat menahan gas CO
2
dan adonan dapat menggelembung seperti balon. Hal inilah yang memungkinkan produk roti mempunyai struktur berongga yang seragam dan
halus.
6. Jumlah Pori
Hasil analisis ragam Lampiran 9, menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang nyata p ≤ 0,05 antara perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan
gliserol monostearat GMS. Demikian juga masing-masing perlakuan berpengaruh nyata p ≤ 0,05 terhadap jumlah pori roti manis. Rerata jumlah pori roti manis dengan
perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat terhadap jumlah pori roti manis
Perlakuan Rerata Jumlah
Pori cm
2
Notasi DMRT 5
Substitusi TLK bb
GMS bb 10
1 2
3 35.57
39.00 40.67
e f
g 1.5533
1.5625 1.5718
20 1
2 3
26.30 30.83
35.00 c
d e
1.4839 1.5117
1.5348 30
1 2
3 22.50
24.50 25.30
a b
bc -
1.3730 1.4423
Keterangan : Nilai rara-rata yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan terdapat perbedaan yang nyata
p ≤ 0,05 Tabel 12, menunjukkan bahwa nilai rerata jumlah pori pada roti manis dengan
substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat menunjukkan nilai rerata jumlah pori berkisar antara 22.50 - 40.67. Perlakuan Substitusi tepung
labu kuning sebesar 10 dan penambahan gliserol monostearat GMS 3 memberikan nilai rerata jumlah pori tertinggi 40.67. Sedangkan nilai rerata jumlah
pori terendah yaitu pada perlakuan substitusi tepung labu kuning sebesar 30 dan penambahan gliserol monostearat GMS 1 22.50. Hubungan perlakuan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS pada roti manis dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Hubungan antara substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS terhadap jumlah pori roti manis
Pada Gambar 15, menunjukkan bahwa semakin meningkat penambahan gliserol monostearat GMS dan semakin menurun substitusi tepung labu kuning
maka jumlah pori roti manis semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena gliserol monostearat dapat berinteraksi dengan gluten sehingga menghasilkan penguatan
jaringan gluten dan dapat menahan gas CO
2
sehingga selama fermentasi adonan menjadi mengembang. Menurut Keetels 1995 gliserol monosterarat GMS dapat
berinteraksi dengan gluten sehingga menghasilkan penguatan jaringan gluten. Menurut Baileys 1996 yang menyatakan bahwa gliserol monostearat GMS
bereaksi dengan molekul-molekul amilosa membentuk ikatan kompleks sehingga selama fermentasi gas CO
2
tertahan dan adonan menjadi berkembang. Sehingga semakin tinggi penambahan gliserol monostearat GMS maka volume
pengembangan yang dihasilkan akan membesar dan jumlah pori roti manis akan bertambah besar pula.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Substitusi tepung labu kuning semakin sedikit, mengakibatkan jumlah tepung terigu semakin banyak maka jumlah pori roti manis yang dihasilkan semakin
meningkat. Matz 1992, menyatakan kemampuan adonan dalam menahan gas CO
2
dipengaruhi oleh kandungan gluten yang terdapat dalam adonan roti tersebut. Semakin sedikit substitusi tepung labu kuning maka jumlah pori yang terbentuk akibat
proses fermentasi semakin seragam.
C. Uji Organoleptik
Kualitas bahan pangan dapat diketahui dengan tiga cara, yaitu kimiawi, fisik dan sensorik. Diterima atau tidaknya bahan pangan oleh konsumen banyak ditentukan
oleh faktor mutu terutama mutu organoleptik Kartika, 1998. Sifat organoleptik dari roti manis yang diberi perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan
gliserol monostearat GMS diuji meliputi rasa, warna, aroma dan tekstur dengan menggunakan uji hedonik. Hasil penelitian pada roti manis dengan perlakuan
substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS yang dihasilkan kemudian diujikan secara organoleptik meliputi :
1. Uji Kesukaan Rasa
Rasa merupakan parameter yang sangat menentukan kualitas bahan makanan, karena rasa dari bahan makanan merupakan penilaian yang dominan dari konsumen,
namun setiap orang mempunyai penilaian yang berbeda terhadap rasa dari suatu produk makanan Winarno, 1997.
Berdasarkan Uji Friedman Lampiran 3 menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS
berpengaruh nyata p ≤ 0,05 terhadap rasa roti manis yang dihasilkan. Jumlah ranking pada roti manis perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penamabahan
gliserol monostearat GMS dapat dilihat pada Tabel 13.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 13. Nilai ranking uji kesukaan rasa pada roti manis Perlakuan
Jumlah Ranking Substitusi Tepung Labu Kuning
bb Penambahan GMS
bb 10
20 30
1 2
3 1
2 3
1 2
3 91,5
80 93
114,5 99
98 125
109,5 113,5
Keterangan : Semakin tinggi nilai maka semakin disukai Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat bahwa nilai ranking uji kesukaan rasa pada
roti manis dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS berkisar antara 80-125. Nilai ranking tertinggi didapat pada roti
manis dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning 30 dan penambahan gliserol monostearat GMS 1 yaitu 125. Sedangkan roti manis dengan perlakuan substitusi
tepung labu kuning 10 dan penambahan gliserol monostearat GMS 2 mempunyai nilai ranking paling rendah yaitu 80. Substitusi tepung labu kuning 30
memberikan rasa yang paling di sukai penelis. Hal ini karena khas dari tepung labu kuning sudah dapat dirasakan yang dapat menimbulkan after taste jejak rasa pada
roti manis yang dihasilkan, sedangkan penambahan gliserol monostearat GMS tidak mempengaruhi rasa roti manis yang dihasilkan. Pada substitusi tepung labu kuning
20 dalam roti manis panelis masih menyukai rasa pada roti manis tersebut. Hal ini diduga berkaitan dengan kandungan protein dalam produk roti manis tersebut,
sedangkan substitusi tepung labu kuning 10 menyebabkan ketidaksukaan panelis terhadap roti manis tersebut. Menurut
Winarno 2002
penyebab terjadinya
peningkatan kerugian dari suatu produk pangan ditentukan oleh besarnya protein dalam produk tersebut. Pernyataan tersebut di dukung oleh Sudarmadji,dkk 1997
bahwa kandungan protein dari suatu bahan makanan berkolerasi cukup tinggi terhadap penilaian konsumen terutama dalam rasa.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Uji Kesukaan Warna
Warna merupakan salah satu parameter fisik yang penting dari suatu bahan pangan. Kesukaan konsumen terhadap suatu bahan pangan juga sangat ditentukan
oleh warna. Menurut Winarno 1995, secara fisik faktor warna merupakan hal yang sangat penting menentukan suatu mutu bahan pangan. Suatu bahan yang dinilai
bergizi, enak, teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau menyimpan dari warna yang seharusnya.
Berdasarkan uji Friedman Lampiran 3 menunjukkan bahwa roti manis dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS
berpengaruh nyata p ≤ 0,05 terhadap warna roti manis yang dihasilkan. Jumlah ranking perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol
monostearat GMS pada roti manis dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Nilai ranking uji kesukaan warna roti manis
Perlakuan Jumlah Ranking
Substitusi Tepung Labu Kuning bb
Penambahan GMS bb
10 20
30 1
2 3
1 2
3 1
2 3
143,5 54
65 129,5
113,5 100
134,5 96,5
63,5 Keterangan : Semakin tinggi nilai maka semakin disukai
Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa nilai ranking uji kesukaan warna pada roti manis dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan
gliserol monostearat GMS berkisar antara 54 – 143,5. Nilai ranking tertinggi didapat
pada roti manis dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning 10 dan penambahan gliserol monostearat GMS 1 yaitu 143,5. Sedangkan roti manis
dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning 10 dan penambahan gliserol monostearat GMS 2 mempunyai nilai ranking paling rendah yaitu 54. Semakin
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
sedikit substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS maka warna yang dihasilkan semakin terang yaitu kuning muda.
Roti manis yang dihasilkan berwarna sangat kuning muda dan sangat kuning tua. Warna roti manis tersebut berasal dari bahan baku yang digunakan yaitu tepung
labu kuning dan tepung terigu. Warna roti manis yang disukai panelis yaitu warna kuning muda di dalam dan warna kecoklatan bagian luar, sedangkan warna yang tidak
disukai panelis yaitu kuning tua. Pewarnaan pada roti ini terjadi karena reaksi Maillard terutama bagian kulit luar.
Pemanasan menyebabkan sisi aktif asam amino dalam protein tepung dan terjadi reaksi dengan gula reduksi yang akan berakhir dengan terbentuknya melanoidin yang
berwarna coklat Winarno, 2004. Hal ini diduga rendah dan tingginya substitusi tepung labu kuning yang berarti
juga kadar protein dalam adonan roti manis sehingga menghasilkan warna roti manis yang disukai yaitu coklat akibat reaksi Maillard, sedangkan penambahan gliserol
monostearat GMS tidak mempengaruhi warna roti manis yang dihasilkan dikarenakan gliserol monostearat GMS merupakan produk bubuk dan berwarna
putih.
3. Uji Kesukaan Aroma
Aroma merupakan parameter fisik pangan yang sangat penting. Penilaian konsumen terhadap produk pangan juga ditentukan oleh aroma. Berdasarkan analisis
ragam Lampiran 3, menunjukkan bahwa perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS berpengaruh nyata
p ≤ 0,05 terhadap aroma roti manis. Nilai rata-rata uji organoleptik aroma roti manis dengan
substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS dapat dilihat pada Tabel 15.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 15. Nilai rangking uji kesukaan aroma roti manis Perlakuan
Jumlah Ranking Substitusi Tepung
Labu Kuning bb Penambahan GMS
bb 10
20 30
1 2
3 1
2 3
1 2
3 119
85 70
122 110
92 122
102.5 89,5
Keterangan : Semakin tinggi nilai maka semakin disukai Berdasarkan Tabel 15, dapat dilihat bahwa nilai ranking uji kesukaan aroma
pada roti manis dengan perlakuan tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS berkisar antara 70-122. Nilai ranking tertinggi didapat pada roti
manis dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning 30 dan penambahan gliserol monostearat GMS 1 yaitu 122. Sedangkan roti manis dengan perlakuan substitusi
tepung labu kuning 10 dan penambahan gliserol monostearat GMS 3 mempunyai nilai ranking paling rendah yaitu 70. Semakin banyak susbstitusi labu
kuning yang dilakukan maka aroma roti manis semakin meningkat, hal ini disebabkan labu kuning memiliki aroma yang khas Hendrasty, 2003.
4. Uji Kesukaan Tekstur
Tekstur merupakan salah satu parameter fisik uji kesukaan konsumen terhadap produk pangan. Berdasarkan uji Friedman Lampiran 3 menunjukkan bahwa
perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS berpengaruh nyata p ≤ 0,05, terhadap tekstur roti manis yang dihasilkan. Jumlah
ranking uji tekstur pada roti manis dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning
dan penambahan gliserol monostearat GMS dapat dilihat pada Tabel 16.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 16. Nilai rangking uji kesukaan tekstur roti manis Perlakuan
Jumlah Ranking Substitusi Tepung Labu
Kuning bb Penambahan GMS
bb 10
20 30
1 2
3 1
2 3
1 2
3 99,5
59,5 74
105,5 117,5
125 132
89 90
Keterangan : Semakin tinggi nilai maka semakin disukai Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat bahwa nilai ranking uji kesukaan tekstur
pada roti manis dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS berkisar antara 59,5
– 132. Nilai ranking tertinggi didapat pada roti manis dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning 30 dan
penambahan gliserol monostearat GMS 1 yaitu 132. Sedangkan roti manis dengan perlakuan substitusi tepung labu kuning 10 dan penambahan gliserol monostearat
GMS 2 mempunyai nilai ranking paling rendah yaitu 59,5. Semakin sedikit tepung labu kuning yang disubstitusikan dan semakin banyak gliserol monostearat GMS
yang ditambahkan, maka tekstur roti manis yang dihasilkan semakin bagus dan disukai panelis. Peningkatan substitusi tepung labu kuning dapat mengurangi jumlah
protein gluten yang terdapat dalam adonan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 17. Hasil Analisa Roti Manis Substitusi Tepung Labu Kuning Dengan Penambahan Gliserol Monostearat GMS
Perlakuan Kadar
Air Kadar
Abu Kadar
Protein Total
Karoten Volume
Pengemba ngan
Jumlah Pori
Uji Organolpetik TLK
GMS Rasa
Warna Aroma
Tekstur 10
1 2
3s 28.55
28.61 28.91
2.78 2.71
2.21 9.33
8.09 7.99
6625.81 8297.38
8888.65 204.30
208.67 212.27
40.67 39.00
35.57 91.5
80 93
143.5 54
65 119
85 70
99.5 59.5
74 20
1 2
3 29.83
31.30 34.42
2.90 2.85
2.56 8.74
8.24 8.20
9535.20 10644.59
12237.95 127.00
128.80 172.03
35.00 30.83
26.30 114.5
99 98
129.5 113.5
100 122
110 92
105.5 117.5
125 30
1 2
3 34.85
35.69 36.75
2.83 2.68
2.47 8.53
8.23 8.03
13750.15 15337.22
18090.81 123.00
124.00 126.33
25.30 24.50
13.50 125
109.5 113.5
134.5 96.5
63.5 122
102.5 89.5
132 89
90
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
D. Analisis Keputusan
Mutu suatu bahan pangan dapat diketahui berdasarkan tiga sifat yaitu : kimia, fisik, dan organoleptik. Diterima atau tidaknya bahan atau produk pangan oleh
konsumen lebih banyak ditentukan oleh faktor sifat organoleptiknya, karena berhubungan langsung dengan selera konsumen Mangkusubroto, 1987.
Pemilihan alternatif pada roti manis dilakukan berdasarkan hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar β-Karoten, volume pengembangan, jumlah
pori, dan uji organoleptik meliputi, rasa, warna, aroma, dan tekstur. Berdasarkan hasil analisis dari sembilan kombinasi perlakuan substitusi
tepung labu kuning 30 dan penambahan gliserol monostearat GMS 1 dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar β-Karoten, volume pengembangan, jumlah
pori, dan uji organoleptic meliputi, rasa, warna, aroma, dan tekstur, merupakan produk
yang disukai oleh konsumen sehingga dapat memberi keuntungan. Dari masing-masing data tersebut dapat diperoleh yang terbaik, dimana aspek
kualitas merupakan prioritas utama dari analisis keputusan karena berhubungan dengan konsumen. Alternatif selanjutnnya akan dilanjutkan dengan analisis finansial.
E. Analisis Finansial