peningkatan volume pengembangan roti manis. Menurut Subarna 1992 gluten memiliki sifat fisik yang elastis dan ekstensibel sehingga memunkingkan adonan
dapat menahan gas CO
2
dan adonan dapat menggelembung seperti balon. Hal inilah yang memungkinkan produk roti mempunyai struktur berongga yang seragam dan
halus.
6. Jumlah Pori
Hasil analisis ragam Lampiran 9, menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang nyata p ≤ 0,05 antara perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan
gliserol monostearat GMS. Demikian juga masing-masing perlakuan berpengaruh nyata p ≤ 0,05 terhadap jumlah pori roti manis. Rerata jumlah pori roti manis dengan
perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Perlakuan substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat terhadap jumlah pori roti manis
Perlakuan Rerata Jumlah
Pori cm
2
Notasi DMRT 5
Substitusi TLK bb
GMS bb 10
1 2
3 35.57
39.00 40.67
e f
g 1.5533
1.5625 1.5718
20 1
2 3
26.30 30.83
35.00 c
d e
1.4839 1.5117
1.5348 30
1 2
3 22.50
24.50 25.30
a b
bc -
1.3730 1.4423
Keterangan : Nilai rara-rata yang didampingi huruf yang berbeda menyatakan terdapat perbedaan yang nyata
p ≤ 0,05 Tabel 12, menunjukkan bahwa nilai rerata jumlah pori pada roti manis dengan
substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat menunjukkan nilai rerata jumlah pori berkisar antara 22.50 - 40.67. Perlakuan Substitusi tepung
labu kuning sebesar 10 dan penambahan gliserol monostearat GMS 3 memberikan nilai rerata jumlah pori tertinggi 40.67. Sedangkan nilai rerata jumlah
pori terendah yaitu pada perlakuan substitusi tepung labu kuning sebesar 30 dan penambahan gliserol monostearat GMS 1 22.50. Hubungan perlakuan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS pada roti manis dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Hubungan antara substitusi tepung labu kuning dan penambahan gliserol monostearat GMS terhadap jumlah pori roti manis
Pada Gambar 15, menunjukkan bahwa semakin meningkat penambahan gliserol monostearat GMS dan semakin menurun substitusi tepung labu kuning
maka jumlah pori roti manis semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena gliserol monostearat dapat berinteraksi dengan gluten sehingga menghasilkan penguatan
jaringan gluten dan dapat menahan gas CO
2
sehingga selama fermentasi adonan menjadi mengembang. Menurut Keetels 1995 gliserol monosterarat GMS dapat
berinteraksi dengan gluten sehingga menghasilkan penguatan jaringan gluten. Menurut Baileys 1996 yang menyatakan bahwa gliserol monostearat GMS
bereaksi dengan molekul-molekul amilosa membentuk ikatan kompleks sehingga selama fermentasi gas CO
2
tertahan dan adonan menjadi berkembang. Sehingga semakin tinggi penambahan gliserol monostearat GMS maka volume
pengembangan yang dihasilkan akan membesar dan jumlah pori roti manis akan bertambah besar pula.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Substitusi tepung labu kuning semakin sedikit, mengakibatkan jumlah tepung terigu semakin banyak maka jumlah pori roti manis yang dihasilkan semakin
meningkat. Matz 1992, menyatakan kemampuan adonan dalam menahan gas CO
2
dipengaruhi oleh kandungan gluten yang terdapat dalam adonan roti tersebut. Semakin sedikit substitusi tepung labu kuning maka jumlah pori yang terbentuk akibat
proses fermentasi semakin seragam.
C. Uji Organoleptik