Laut Arafura dampak lingkungan hidup operasi pertambangan tembaga dan emas freeport rio tinto di papua

WALHI Indonesian Forum for Environment - - Environmental Impacts of Freeport-Rio Tinto 100 7 Dampak Lingkungan: Di Luar Konsesi Pertambangan

7.1 Laut Arafura

Dua model pengangkutan limbah tailings sudah dikembangkan untuk Parametrix ERA. Sayangnya terdapat kesalahan fatal dalam asumsi yang mendasari pembuatan model ini: “Semua model memperkirakan apa yang akan terjadi pada endapan dan kualitas air dengan mengasumsikan bahwa PTFI , menghasilkan tailings sebanyak 0,5 milyar metrik ton selama seluruh kegiatan pertambangan, berarti sejumlah itulah yang dihasilkan sampai tahun 2034 lihat Grafik 2-5.” Parametrix 2002a, dengan penekanan Angka 0,5 milyar ton tailings ini sebenarnya jauh lebih rendah dari pada jumlah tailings yang diindikasikan dalam grafik dalam laporan ini terlihat pada Figure 8. Angka yang sebenarnya adalah lebih dari 3 milyar ton tailings, berdasarkan pada penelitian terhadap dampak lingkungan oleh PTFI PTFI 1997. Jadi diasumsikan bahwa model pembuangan sedimen berdasarkan pada angka 0,5 milyar tailings yang dihasilkan oleh ADA. Pernyataan Freeport tentang Dampak Lingkungan menyebutkan bahwa 37 dari tailings yang dibuang ke sungai telah mengalir ke Laur Arafura sejak 1997, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 50 PTFI 1997. Ini artinya bahwa Model Pembuangan Sedimen, yang dikembangkan pada tahun 2000 semestinya sudah beroperasi dengan angka antara 1 milyar sampai 1,5 milyar ton limbah tailings yang masuk ke Laut Arafura. Menurut Freeport, perkiraan yang lebih mutakhir menunjukkan sekitar 79,7 dari tailings dibuang dalam bentuk ADA, dengan hanya 20,3 yang mencapai muara Laut Arafura di 6 bulan pertama second quarter tahun 2003 PTFI 2003. Baik staf Kementrian Lingkungan Hidup yang bertanggung jawab terhadap pengawasan pencemearan maupun konsultan yang menciptakan Model Pembuangan Sedimen untuk Freeport tidak tahu sistem apa yang digunakan Freeport untuk mengestimasi banyaknya tailings yang terkandung di dalam ADA. pers.comm 2006 Perusahaan mengharapkan bahwa pengalihan aliran di bagian atas Sungai Ajkwa, di sekitar ADA akan meningkatkan jumlah tailings yang tertinggal di dalam ADA akibat lebih rendahnya volume air yang tersedia untuk mengalirkan endapan. Hal ini bisa terjadi, tapi masih sulit dipastikan karena ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah tailings ketika melewati sistem. Sebagian besar tailing yang halus akan terbawa keluar dari ADA selama sistem yang dipakai terbuka di hilir sungai. Selanjutnya, jumlah curah hujan yang tinggi dan terus menerus menyebabkan endapan yang terdapat dalam ADA akan terbawa oleh arus air ke dalam sungai, seberapa pun besarnya input air di hulu sungai. Dalam rentetan foto satelit ADA Figure 7 dan Figure 23, terlihat bahwa deposit tailing akan mengalir tanpa rintangan menuju ke laut, sebagai akibat dari pembuangan tailing yang dilakukan terus-menerus. Jika tidak ada sesuatu yang dilakukan untuk mengatasi keadaan ini, dalam beberapa tahun dipastikan jumlah tailing yang mengalir ke muara dan Laut Arafura akibat arus sungai dan laut akan meningkat dengan cepat. Kesalahan lain dalam asumsi awal Model Buangan Endapan ini adalah tanggal diakhirinya pertambangan, yang berpengaruh pada berapa tahun input tailing akan terkumpul dan tanggal aliran hulu sungai dialihkan di sekitar ADA. Laporan Analisis Dampak Lingkungan 1997 WALHI Indonesian Forum for Environment - - Environmental Impacts of Freeport-Rio Tinto 101 menyatakan bahwa tambang akan ditutup pada tahun 2041. Jawaban yang sama juga diberikan atas pertanyaan DPR pada 15 Februari 2005, para pejabat Freeport menyatakan bahwa tambang akan ditutup pada tahun 2040 PTFI 2005a. Namun sistem pembuangan endapan yang dirancang oleh ERA dibuat berdasarkan perhitungan bahwa pemasukan limbah akan berakhir pada 2034, tujuh tahun lebih awal dari pada tahun 2041. Banyaknya inkonsistensi dalam jumlah tailings yang dihasilkan dan waktu tutupnya tambang berdmpak terhadap kesalahan perhitungan dalam Model Pembuangan Endapan. Keduanya berperan dalam kesalahan perhitungan durasi waktu dan jumlah tailings yang dibuang dan akibatnya lebih luas daripada yang diperkirakan. Setelah mencatat peningkatan jumlah endapan di Muara Ajkwa, Brunskill et al 2004 menyatakan bahwa pengalaman mereka di daerah lain di Papua membuat mereka memperhitungkan akumulasi endapan tailing halus yang lebih banyak, tailingyang mengandung tembaga, bersama- sama menuju dasar laut Arafura. Model pembuangan limbah dalam ERA memprediksikan sekitar 250 juta ton tailings akan dibawa menuju lepas pantai Laut Arafura, namun ERA tidak membuat estimasi kerusakan lingkungan dari endapan ini di Laut Arafura. Tahun 1990, Freeport mengumpulkan contoh air laut dari permukaan laut dengan jarak 5 dan10 km dari pantai Laut Arafura. Konsentrasi tembaga yang terlarut diperkirakan kurang dari 1 µgL dari air lepas pantai Sungai Kamoro, yang dipilih sebagai situs rujukan. Jika dibandingkan, air tepi Sungai Ajkwa 4 kali lebih besar kadar tembaganya, lebih dari 4 µgL. ERA menarik kesimpulan bahwa aliran tembaga dari limbah Freeport bisa terbawa 5hingga 10 km lepas pantai. Parametrix 2002a Disamping jumlah tembaga terlarut di daerah lepas pantai, AERA memprediksikan meningkatnya jumlah total suspended solid TSS yang mengakibatkan tingginya kekeruhan air lepas pantai, meskipun tingkat TSS tidak disebutkan secara spesifik. Observasi yang dibuat tahun 2000 selama ekspedisi yang dilakukan oleh Pusat Riset dan Pengembangan Oseanology, LIPI mengkorfimasikan bahwa: ”Ketika dilakukan observasi, terdapat tingkat kekeruhan yang tinggi di mulut Sungai Ajkwa, dan ini sangat mungkin sebagai akibat buangan tailings pertambangan.” Ilahude et al 2004 Kesimpulan yang diambil oleh Aquatic ERA memberikan gambaran yang salah bahwa endapan limbah sebagai hal yang ‘bermanfaat’ Parametrix 2002 meskipun juga menggambarkan gangguan ekologis yang signifikan. ERA menyatakan bahwa “banyaknya larva ikan dan hewan tak bertulang belakang yang dimangsa mungkin akan berkurang karena mereka mencari makan dan perlindungan di area air yang tercemar”. Pernyataan ini bertentangan dengan bukti yang ditemukan kemudian bahwa limbah yang mengandung kadar tembaga tinggi, meningkatkan jumlah limbah terapung dan akan mengurangi nutrisi serta bahan organik, yang akan berdampak sangat buruk.. Fakta ini dikemukanan dalam Asean Marine Water Quality Criteria for Aquatic Life Protection 2003 dimana Indonesia ikut mengembangkannya, dan penambahan jumlah TSS hanya diperbolehkan maksimal 10 selama satu musim. . WALHI Indonesian Forum for Environment - - Environmental Impacts of Freeport-Rio Tinto 102

7.2 Taman Nasional Lorentz