Pemenuhan Ketentuan Izin Lingkungan

WALHI Indonesian Forum for Environment - - Environmental Impacts of Freeport-Rio Tinto 47 keracunan dari tailings padat lebih tinggi daripada yang ditemukan Parametrix, dan menyatakan bahwa: “ Seharusnya risiko ekologi di dasar perairan Upper dan Lower Estuary masuk kategori risiko tinggi [risiko kehilangan 50 spesies]. Demikian pula halnya, dengan risiko ekologi di dasar perairan Laut Arafura; karena uji toksisitas sedimen laut mengakibatkan kematian 25 hewan uji, maka risiko ekologi fase padat tailings terhadap kehidupan aquatik di dasar perairan Laut Arafura seharusnya masuk dalam kategori risiko rendah [risiko kehilangan 5 sampai 30 spesies].” ERA Review Panel, 2002 hal.45.

3.6 Pemenuhan Ketentuan Izin Lingkungan

Selain penerapan secara umum dari hukum lingkungan Indonesia, Freeport juga harus memenuhi persyaratan izin lingkungan tahun 1997, yang disingkat RKL RPL 300K. Izin Lingkungan Freeport mensyaratkan adanya audit eksternal yang independen setiap 3 tahun Montgomery Watson 1999, dan UU Lingkungan Hidup Indonesia 1997, pasal 5 ayat 2 mensyaratkan bahwa informasi ini harus terbuka untuk umum. Kebijaksanaan internal Freeport juga mewajibkan perusahaan melakukan audit lingkungan secara internal dan eksternal untuk menilai pemenuhan standar lingkungan Freeport-McMoran 2005. Di bawah ini adalah status pelaporan sejak 1997: • Tahun 1999 Audit Eksternal Lingkungan oleh Montgomery Watson telah selesai dan dibuka untuk umum. • Tahun 2000 ERA selesai dibuat, yang merupakan persyaratan khusus untuk izin perluasan kerja yang didanai Rio Tinto pada tahun 1997; juga bisa dianggap sebagai pemenuhan persyaratan penilaian lingkungan eksternal. Namun, laporan ini tidak dibuka untuk umum. • Staf Freeport rupanya melakukan audit lingkungan secara internal pada 2004 dengan bantuan Crescent Technology Inc, tapi bukan merupakan laporan eksternal, dan tidak terbuka bagi pemerintah maupun untuk umum. • Audit rutin eksternal terbaru seharusnya dilakukan pada 2005. WALHI telah meminta keterangan pada beberapa staf senior Kementrian Lingkungan Hidup komunikasi personal, Maret 2006 yang mengaku bahwa sepengetahuan mereka, belum ada lagi audit eksternal yang diserahkan kepada Kementrian sejak ERA pada tahun 2002. This means that no external audit of Freeport-Rio Tinto’s operations has been made available to the public since the Montgomery Watson report of 1999. In this regard PTFI is breaching requirements of its environment permit document and the right to information under Indonesian Environment law. Ini berarti tidak ada eksternal audit dari operasi Freeport-Rio Tinto yang terbuka bagi publik sejak laporan Montgomery Watson pada 1999. Hal ini menunjukkan bahwa PTFI telah melanggar persyaratan dalam dokumen izin lingkungannya, juga melanggar hak atas informasi menurut hukum lingkungan Indonesia.

3.7 Kapasitas Pemerintah dan Masyarakat Sipil untuk mengawasi PTFI