WALHI Indonesian Forum for Environment - -
Environmental Impacts of Freeport-Rio Tinto 29
Indonesia 1997, pasal 52, juga bertentangan dengan prinsip keterbukaan yang didesakkan oleh Bank Dunia terhadap permasalahan serupa yang dihadapi di Papua Nugini.
“Kami menyambut dan mendorong penilaian yang terbuka dan jujur terhadap dampak- dampak lingkungan dari operasi penambangan yang telah berlangsung….Pengakuan
OTML Ok Tedi Mining LTD terhadap pandangan yang mengemuka selama ini bahwa operasi mereka menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan serta dimensi sosial
dari dampak tersebut menjadi keprihatinan besar bagi organisasi lokal, nasional dan internasional. Akhirnya, kami merasa penting kiranya agar para pihak dalam proses
pengambilan keputusan sesegera mungkin dilibatkan dan keprihatinan mereka dipertimbangkan sepenuhnya.” World Bank 2000b
2.5.2 Kaji Ulang Peer-review
Analisis Risiko oleh Parametrix baik untuk tambang Ok Tedi maupun tambang Freeport perlu melalui proses kaji ulang peer-review. Laporan Analisis Risiko dari Parametrix yang ditugaskan
oleh BHP untuk tambang Ok Tedi menjadi sasaran analisis kritis dari para ahli dari AS, Kanada dan Australia, yang keahliannya diakui secara internasional. Karena mereka tidak berurusan
dengan politik di Papua Nugini, maka memungkinkan bagi mereka untuk lebih bebas dan mandiri dalam membuat kesimpulan kritis terhadap data yang disajikan di ERA Chapman et al 2000.
Sebaliknya, Tim Panel Kajian the Review Panel Team atau RPT yang dibentuk untuk mengkaji ulang ERA yang dihasilkan Parametrix untuk Freeport, tidak melibatkan ahli asing. Selain
melibatkan ahli dari Indonesia yang tentunya memahami kondisi di Indonesia, akan sangat baik untuk mengikutsertakan ahli dari luar negeri bereputasi internasional yang bebas dari pengaruh
politik dan keuangan Freeport di Indonesia. Selain itu mereka dapat membawa pengalaman dari berbagai kasus serupa yang terjadi di luar negeri.
Independensi RPT sangat penting dalam menjamin bahwa proses kajian ulang benar-benar terbuka. Sayangnya, ada beberapa alasan yang melatarbelakangi kekhawatiran bahwa banyak
anggota tim ini yang menjadi sasaran tekanan politik ataupun keuangan, yang menghalangi mereka secara terbuka mengemukakan kekhawatiran-kekhawatiran mengenai lingkungan dan
kesehatan. Secara spesifik, dari dua anggota RPT yang berasal dari LSM, keduanya tidak memiliki kualifikasi ilmiah, dan keduanya adalah pemimpin LSM lokal LEMASA dan LEMASKO yang
menerima pembayaran tahunan sebesar ratusan ribu dolar dari Freeport. Sebenarnya, meskipun ia merupakan pemimpin masyarakat yang dihormati, namun laporan RPT luput mencatat bahwa
anggota “LSM” tersebut yaitu Tom Beanal adalah anggota dari Dewan Komisaris Freeport Indonesia sejak tahun 1999 Leith 2003. Anggota RPT yang lain adalah dari Unversitas
Indonesia 8 anggota, Institut Pertanian Bogor 2 anggota, Universitas Cendrawasih di Papua, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, dan beberapa pegawai pemerintah 8
anggota. Banyak staf dari setiap institusi pendidikan tersebut bekerja di Freeport sebagai konsultan, termasuk melakukan banyak penelitian yang menjadi bagian proses ERA itu sendiri.
Sementara, pemerintah Indonesia adalah pemegang saham langsung di PTFI, selain penerima pajak yang signifikan dari penambangan tersebut. Hanya pegawai pemerintah yang berani, dan
tidak peduli dengan kenaikan karir, yang benar-benar siap “mengguncang” Freeport.
WALHI Indonesian Forum for Environment - -
Environmental Impacts of Freeport-Rio Tinto 30
2.5.3 Meremehkan Risiko