WALHI Indonesian Forum for Environment - -
Environmental Impacts of Freeport-Rio Tinto 60
yang jelas bagi perusahaan, karena harus mempersiapkan tambang batu kapur untuk digunakan dalam proses ini, membuat tempat penampungan limbah, sebelum dilanjutkan dengan
pengolahan limbah seperti yang sudah direncanakan. Freeport-Rio Tinto melaporkan bahwa rencana ini menunggu sampai pertambangan terbuka selesai, setelah tahun 2014, sebelum
menerapkan cara ini. Freeport-Rio Tinto diminta oleh hukum Indonesia untuk mengurangi dampak kerusakan
lingkungan, oleh karena itu tugas yang dilimpahkan secara legal dan bertanggung jawab terhadap lingkungan adalah untuk segera melakukan penimbunan batuan limbah dengan batu kapur,
daripada harus menunggu satu dekade lagi.
4.3 Erosi dan Runtuhnya Timbunan Batuan Limbah
Timbunan batuan limbah saat ini sudah lebih dari 1,5 milyar ton pecahan batu dan akan bertambah menjadi sekitar 3 milyar ton. Timbunan ini sangat rawan terhadap erosi dengan curah
hujan sekitar 4.000-5.000 mm yang turun setiap tahun di lokasi tambang. Foto dan gambar satelit dengan jelas menunjukkan proses yang sedang terjadi lihat Figure 21, Figure 22 dan WALHI
2000. Erosi dari timbunan limbah batuan ini memperparah muatan tailings yang sudah bersedimen tinngi masuk ke dalam aliran sungai. Dampak tambahan di sungai dataran tinggi ini
tidak didiskusikan atau dipedulikan dalam laporan tiga bulanan Freeport-Rio Tinto atau di dalam ERA, sebuah kelalaian yang signifikan dalam pelaporan.
Figure 21. Gundukan batuan limbah tambang milik Freeport-Rio Tinto terdiri dari bijih logam dengan kadar rendah di hamparan dataran tinggi. MoE Feb 2006
WALHI Indonesian Forum for Environment - -
Environmental Impacts of Freeport-Rio Tinto 61
Figure 22. Batuan limbah tambang kemudian mengalami erosi ke sungai-sungai di dataran tinggi, menyebabkan tingginya TSS dan kadar tembaga kolam warna biru di dasar pembuangan batuan
limbah.
Telah terjadi beberapa kali longsor pada timbunan batuan limbah, termasuk di tempat pembuangan batuan limbah di lembah Wanagon pada pukul 22.00 WIB, tanggal 4 Mei 2000.
Dalam kecelakaan ini, empat ratus ton batuan limbah longsor dan masuk ke Danau Wanagon yang menyebabkan gelombang cukup besar menghantam danau. Gelombang setinggi 15 meter
dan lumpur ARD termasuk kandungan tembaga yang beracun tiba-tiba meluncur menuju Sungai Wanagon, membunuh 4 orang di hilir sungai dan menyapu sebagian hilir Desa Banti. Investigasi
yang dilakukan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Bapedal Indonesia bersama dengan Dirjen Pertambangan sesudah musibah ini menemukan bahwa ketinggian dan kemiringan
gundukan batuan limbah memang tidak mampu lagi bertahan jika hujan turun deras Bapedal 2000.
Guyuran hujan deras pada berbagai celah diantara partikel batuan limbah dinyatakan sebagai penyebab pemicu longsor awal, seperti yang terjadi di Danau Wanagon pada 20 Juni 1998 dan 20-
21 Maret 2000. Faktor lain yang dapat menimbulkan dampak jangka panjang misalnya gempa yang sering terjadi dan penurunan permukaan tanah akibat metode block caving dalam
pertambangan bawah tanah. Tidak seperti cara yang umum dilakukan, dimana terowongan digali dengan atap penahan, block caving mengunakan material buangan untuk mengontrol rubuhnya gua
dan bijih logam dari atas. Jika banyak materi yang dipindah, goncangan di permukaan adalah hal yang biasa terjadi. Penjelasan tentang stabilitas jangka panjang dan dampak timbunan batuan
limbah akan didiskusikan di s.0 di bawah.
4.4 Risiko Toksisitas Bahan Kimia Penggilingan dan Pengambangan