commit to user 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional sisdiknas mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Keberhasilan pendidikan tersebut dapat dinilai dalam suatu sistem penilaian pendidikan.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik bertujuan untuk memantau proses dan ke majuan belajar peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan
pembelajaran. Oleh karena itu, penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan dan mencakup seluruh aspek pada diri peserta didik, baik aspek
kognitif maupun afektif, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran. Fokus penilaian pendidikan adalah keberhasilan belajar peserta didik dalam
mencapai standar
kompetensi
yang ditentukan. Pada tingkat mata pelajaran, kompetensi yang harus dicapai berupa Standar Kompetensi SK mata pelajaran yang
selanjutnya dijabarkan dalam Kompetensi Dasar KD. Ukuran kriteria pencapaian SK dan KD tersebut mengacu pada nilai kriteria ketuntasan minimal KKM yang
telah ditetapkan. Sehingga dengan demikian keberhasilan ketercapaian KKM adalah
1
commit to user 2
salah satu muara dari penilaian keberhasilan pendidikan mengacu pada kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pada level praktis di sekolah terdapat kesenjangan dari tuntutan kurikulum dan kenyataan hasil evaluasi pembelajaran. Kesenjangan yang
dimaksud adalah terdapat hasil evaluasi pembelajaran yang tidak memenuhi dengan kriteria ketuntasan minimal KKM. Contoh kasus yang terjadi
diantaranya di SMP N 1 Karangmalang Sragen. Nilai IPA fisika khususnya materi listrik dinamis pada siswa kelas IX di SMP N 1 Karangmalang banyak tidak
memenuhi KKM.
Tabel 1.1 Nilai Ulangan Harian Listrik Dinamis Kelas IX Tahun Pelajaran 20092010 SMP Negeri 1 Karangmalang Sragen
Nilai N Listrik Dinamis N70
70 ≤ N 75 75≤ N 80 N≥80
Jumlah No
Kelas KKM
siswa siswa
siswa siswa
siswa 1
IX A 70
25 10
4 1
40 2
IX B 70
26 9
3 2
40 3
IX C 70
25 11
4 40
4 IX D
70 27
6 7
40 5
IX E 70
28 12
40 6
IX F 70
26 14
40 7
IXG 70
29 10
1 40
Sumber: Legger Nilai Ulangan Harian IPA Fisika Kelas IX 20092010
Berdasarkan tabel 1.1 di atas dapat diperoleh gambaran bahwa dengan nilai KKM yang dtetapkan sebesar 70, ternyata lebih dari 50 siswa di tiap kelas
rombongan belajar di SMP N 1 Karangmalang tidak lolos pada tes kesempatan pertama. Hal ini terjadi pada salah satu materi dan konsep fisika yang dipelajari
SMP kelas IX semester I pada sub materi listrik dinamis. Padahal materi
commit to user 3
kelistrikan adalah materi yang sangat penting karena penerapannya sangat meluas dalam kehidupan sehari-hari misalnya peralatan elektronik rumah tangga,
penerangan dan instalasi listrik untuk industri dan lain sebagainya. Walaupun termasuk materi yang penting, pada kenyataannya materi pelajaran tentang
kelistrikan merupakan materi yang sulit bagi siswa, sebagaimana kasus di SMP N 1 Karangmalang yang menunjukkan rendahnya ketercapaian KKM materi listrik
dinamis, sebagaimana data yang ditunjukkan pada tabel 1.1 di atas. Berdasarkan kasus yang terjadi di SMP N 1 Karangmalang, faktor
penyebab ketidaktercapaian KKM, khususnya pelajaran IPA fisika materi listrik dinamis, dapat ditinjau dari empat sisi, yaitu siswa, guru, materi ajar, dan
penunjang sarana prasarana. Ditinjau dari penunjang sarana prasarana sumber belajar dan lingkungan pembelajaran, kondisi yang ada adalah sekolah belum
memiliki sarana dan sumber belajar yang lengkap yang berupa bahan bacaan atau sumber informasi, buku pelajaran, alat laboratoriumpraktik, ruang laboratorium
yang memadai. Lingkungan suasana pembelajaran kurang menyenangkan, kurang bermakna, dan kurang kontekstual dengan keseharian siswa.
Ditinjau dari materi ajar, bahwa materi ajar IPA khususnya fisika masih dianggap sebagai materi yang sulit. Persepsi siswa terhadap materi pelajaran IPA
fisika tersebut cenderung dipengaruhi oleh kegiatan dan proses pembelajaran IPA yang diterima oleh siswa selama ini. Pembelajaran IPA memerlukan kegiatan
penyelidikan, baik melalui observasi maupun eksperimen, sebagai
bagian dari kerja ilmiah yang melibatkan keterampilan proses yang dilandasi sikap ilmiah,
mengembangkan rasa ingin tahu melalui penemuan berdasarkan pengalaman
commit to user 4
langsung yang dilakukan melalui kerja ilmiah. Namun, yang terjadi adalah tidak demikian.
Pembelajaran IPA yang diselenggarakan kurang menyasar dengan karakteristik dan hakekat IPA seperti yang dipaparkan di atas. Hal ini akhirnya
mengakibatkan materi IPA fisika menurut siswa terlalu banyak rumus yang harus dihafalkan, kurang bisa menangkap hubungan materi yang diajarkan dengan
kehidupan sehari-hari, dan materi IPA fisika kurang bermakna bagi siswa. Ditinjau dari sisi siswa, dalam proses pembelajaran sehari-hari, banyak
siswa yang menganggap bahwa pembelajaran IPA fisika adalah sulit. Jika ditelusuri lebih lanjut, pada dasarnya siswa SMP N 1 Karangmalang memiliki rasa
ketertarikan dan perhatian terhadap topik IPA. Namun, ketika terlibat dalam pembelajaran IPA siswa menjadi kurang antusias. Kemampuan individual dan
faktor internal seperti motivasi, IQ dan EQ, gaya belajar, minat belajar, kepercayaan diri, keingintahuan, perhatian, kreativitas dari siswa tidak optimal
diperhatikan guru dalam pembelajaran. Faktor internal siswa yang tidak diperhatikan oleh guru tersebut akhirnya mempengaruhi keberhasilan tujuan
pembelajaran, dengan indikator rerata nilai ulangan harian IPA fisika siswa banyak yang belum memadai.
Ditinjau dari sisi guru, dapat dicermati bahwa proses pembelajaran yang dilakukan dan difasilitasi oleh guru di SMP N 1 Karangamalang belum sesuai
dengan pembelajaran IPA. Pembelajaran fisika hanya disajikan sebagai kumpulan rumus yang harus dihafalkan oleh siswa. Guru kurang kreatif dan variatif dalam
menggunakan strategi dan metode pembelajaran sesuai dengan karaksteristik materi ajar, sehingga berakibat pada proses pembelajaran yang kurang bermakna
commit to user 5
bagi siswa. Padahal, banyak metode dan pendekatan pembelajaran yang bias digunakan oleh guru, misalnya active learning, discovery learning, inquiry
learning, pembelajaran ketrampilan proses, dan sebagainya. Namun, yang terjadi adalah sebagian besar proses pembelajaran diisi oleh guru yang hanya berceramah
tanpa berupaya memotivasi siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk
memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa Gagne, Briggs, dan Wagner dalam Winataputra, 2008.
Kegiatan yang dirancang dalam proses pembelajaran melibatkan pemilahan yang tepat atas pendekatan, metode, dan strategi yang
digunakan. Terdapat beberapa jenis pendekatan, metode, dan strategi dalam pembelajaran. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu: 1 pendekatan pembelajaran yang berorientasi berpusat pada siswa student-centered approach; dan 2 pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada guru teacher-centered approach. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu:
1 exposition-discovery learning, dan 2 group-individual learning Rowntree dalam Senjaya, 2008. Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya,
strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: 1 ceramah; 2 demonstrasi; 3 diskusi; 4 simulasi; 5 laboratorium; 6 pengalaman lapangan; 7
brainstorming; 8 debat, 9 simposium, dan sebagainya. Pendekatan, metode maupun strategi pembelajaran haruslah dipilih secara tepat agar dalam proses
commit to user 6
belajar mengajar dapat meningkatkan hasil belajar sesuai dengan yang diinginkan. Pemilihan pendekatan, metode, dan strategi pembelajaran seyogyanya
memperhatikan faktor antara lain karakteristik materi ajar, karakteristik siswa, sarana pendukung belajar, dan lingkungan belajar.
Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang obyek dan fenomena alam yang diperoleh dari hasil
pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Definisi ini memberi
pengertian bahwa sains merupakan cabang pengetahuan yang dibangun berdasarkan pengamatan dan klasifikasi data, dan biasanya disusun dan
diverifikasi dalam hukum-hukum yang bersifat kuantitatif, yang melibatkan aplikasi penalaran matematis dan analisis data terhadap gejala alam, dan melalui
satu rangkaian kegiatan dalam metode ilmiah. Hukum dan teori dalam Sains hanyalah produk dari serangkaian aktivitas
manusia yang dikenal dengan penyelidikan penemuan ilmiah scientific inquiry atau metode ilmiah scientific method. Dalam kerangka pemahaman tersebut,
menurut Siahaan dan Suyana 2010 hakikat dari ilmu sains adalah proses penemuan. Keluaranoutput dari proses ilmiah itu sendiri adalah: 1 Proses,
dimana output Sains berupa proses menginginkan para peserta didik mendapatkan kemampuan mengamati, mengumpulkan data, mengolah data,
menginterpretasikan data, menyimpulkan, mengkomunikasikan; 2 Produk, dimana dalam proses penemuan Sains menghasilkan produk berupa konsep, dalil,
hukum, teori, dan prinsip; 3 Sikap, dimana selain ada keterampilan proses yang
commit to user 7
dimiliki serta produk yang dihasilkan, diharapkan pula tumbuh sikap yang muncul setelah proses tersebut dilalui yaitu terbuka, menghargai pendapat,
obyektif dan jujur dalam menyajikan data, berorientasi pada kenyataan, bertanggungjawab, terbuka pada pikiran dan gagasan baru, sikap kritis dan
investigatif, tidak percaya takhayul, faktual, kreatif dan inovatif dalam menghasilkan karya ilmiah, sikap ingin tahu, peduli terhadap makhluk hidup dan
lingkungan, tekun dan teliti, dan bekerjasama. Menurut Siahaan dan Suyana 2010 pembelajaran Sains diharapkan
lebih menekankan pada proses penemuan, dimana siswa aktif selama pembelajaran untuk membangun pengetahuannya melalui serangkaian kegiatan
agar pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Dalam pembelajaran Sains, siswa berperan seolah-olah sebagai ilmuwan, menggunakan metode ilmiah untuk
mencari dan menemukan jawaban terhadap suatu permasalahan yang sedang dipelajari. Fisika merupakan bagian dari sains, sehingga apa yang ditekankan
dalam pembelajaran Sains juga berlaku pada pembelajaran fisika. Dengan demikian, pembelajaran fisika seyogyanya juga diarahkan pada pembelajaran
penemuan inquiry. Menurut Koes 2003 Pembelajaran Inkuiri adalah suatu model atau
pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran Sains dan mengacu pada salah satu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan atau
informasi atau mempelajari suatu gejala. Pembelajaran inquiry sesuai dengan
prinsip learning by doing. Menurut Depdiknas 2003 pembelajaran yang melibatkan proses melakukan dapat menyumbang 90 pemahaman dari
commit to user 8
pengalaman belajar. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa begitu pentingnya peserta didik melakukan sendiri proses penemuan untuk membuat proses belajar
yang telah dilaluinya lebih bermakna. Kelebihan pembelajaran inkuiri diantaranya adalah: 1 Pengetahuan itu tahan lama atau lama dapat diingat, atau mudah
diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara lain; 2 Hasil belajar inkuiri mempunyai efek transfer yang sangat baik, daripada hasil
belajar lainnya, dengan kata lain konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi baru.
Menurut Depiknas 2003 dalam kurikulum 2004 tentang standar kompetensi disebutkan bahwa pendidikan sains menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains
diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Oleh
karena itu, pendekatan yang diterapkan dalam menyajikan pembelajaran Sains adalah memadukan antara pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains
dalam bentuk hand-on activity. Hal ini juga sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa SMP yang masih berada pada fase transisi dari konkrit ke formal,
akan sangat memudahkan siswa jika pembelajaran Sains mengajak anak untuk belajar merumuskan konsep secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di
lapangan. Oleh karena itu, eksperimen atau praktikum atau demonstrasi merupakan bagian terpenting dari Sains dan pembelajaran Sains. Kelebihan
metode demonstrasi diantaranya adalah: 1 Perhatian murid dapat dipusatkan pada
commit to user 9
hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingga hal yang penting itu dapat diamati secara teliti; dan 2 Dapat membimbing peserta didik ke arah berpikir
yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama. Sedangkan kelebihan metode eksperimen dianataranya adalah: 1 Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran
atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri dari pada hanya menerima kata guru atau buku saja; 2 Dapat menegembangkan sikap untuk mengadakan
studi eksploratoris tentang sains dan teknologi. Berdasarkan kerangka Sains yang sudah diterangkan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran Sains akan lebih efektif jika menggunakan pembelajaran inkuiri dengan metode eksperimen dan metode demonstrasi. Kedua
metode ini menekankan cara belajar mengajar yang melibatkan peserta didik untuk mengamati secara cermat, memberi gambaran secara langsung tentang apa
yang dipelajari, serta mengalami dan membuktikan sendiri proses dari hasil percobaan itu. Walaupun memiliki perbedaan dalam hal proses teknis prosedur
operasional, metode eksperimen dan demonstrasi dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa dalam proses pembelajaran penemuan inquiry.
Keingintahuan curiosity adalah aspek emosional dari makhluk hidup untuk melakukan eksplorasi, investigasi dan pembelajaran. Menurut Talib 2009
keingintahuan curiousity dapat diartikan sebagai dorongan berasal dari internal diri yang memotivasi seseorang untuk belajar dan melakukan penyelidikan,
mencari informasi tentang objek dan ide tentang sesuatu hal melalui proses eksplorasi. Secara filosofis, keingintahuan didorong oleh rasa kagum karena rasa
yang tuntas terhadap hal tidak mengerti di sekitarnya Poedjawijatna 1991.
commit to user 10
Pemicu rasa keingintahuan adalah lingkungan dan gejala atau fenomena di sekitar manusia melalui panca indra yang dimilikinya. Menurut Berlyne 1954
keingintahuan curiosity adalah faktor yang berpengaruh terhadap perilaku bereksplorasi. Dalam kerangka sains dan pembelajaran sains, perilaku
bereksplorasi adalah penting karena mencerminkan kemampuan melakukan proses penemuan berdasarkan metode ilmiah mengenai gejala dan fenomena
alam. Perilaku bereksplorasi secara ilmiah yang dipicu oleh rasa keingintahuan curiosity akan mendorong penguasaan atas sains.
Dalam proses pembelajaran sains, keingintahuan curiousity siswa dapat ditimbulkan melalui kondisi yang menarik perhatian attention Talib 2009.
Siswa akan tertarik dan memperhatikan terhadap situasi yang nyatarealistis dan mencerminkan aspek kehidupan, lingkungan dan kepribadian diri siswa, bersifat
kekinian, dan dapat dipahami dan dimengerti oleh semua siswa. Siswa dengan keingintahuan yang tinggi akan sangat sensitif terhadap rangsangan yang
mengenainya, yang akan tampak dari antusiasme dalam mengikuti pembelajaran dan banyaknya dia mengajukan pertanyaan. Antusiasme dalam proses
pembelajaran tersebut adalah salah satu wujud dari sikap perhatian siswa. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut di atas,
penelitian ini akan mencoba meneliti bagaimana hubungan dan pengaruh dari tiga hal, yaitu pembelajaran fisika dengan inkuiri terbimbing menggunakan metode
ekpserimen dan demonstrasi, keingintahuan siswa curiosity, dan perhatian siswa, terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian ini adalah studi kasus pembelajaran
fisika pada siswa di SMP Negeri 1 Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen.
commit to user 11
B. Identifikasi Masalah