Pidana Denda Pilar Ketiga: Pidana dan Pemidanaan

Naskah Akademis KUHP BPHN 2010 | 71

d. Pidana Denda

Berbeda dari sistem-sistem sosial yang lain, sistem penyelenggaraan hukum pidana criminal justice system menampakkan dirinya sebagai sistem yang menghasilkan “unwelfare” secara luas. Produk tersebut antara lain berupa pidana perampasan kemerdekaan, dan stigmatisasi. Untuk itu harus dicari usaha-usaha lain dalam bentuk alternatif pidana perampasan kemerdekaan yang dapat menghasilkan “less unwelfare”. Dalam konteks ini pidana denda menempati posisi yang sangat penting. Hulsman 155 dalam hal ini menyatakan, bahwa dewasa ini pidana denda merupakan pidana yang paling penting. Pasal 24 dan pasal 14a KUHP Belanda menunjang pendapat ini. Pasal 24 memungkinkan pengadilan untuk menerapkan pidana denda terhadap pelaku tindak pidana yang dapat dipidana tidak lebih dari 6 tahun penjara, bahkan sekalipun bilamana ketentuan tersebut tidak secara eksplisit menyatakan bahwa pidana denda dapat dijatuhkan. Selanjutnya dalam pasal 14a dinyatakan, bahwa terhadap tindak-tindak pidana yang ancaman pidananya lebih daripada 6 tahun, denda masih mungkin diterapkan bilamana dikombinasikan dengan pidana bersyarat, baik seluruhnya maupun sebagian. Hal di atas sesuai dengan pendapat Prof. Sudarto 156 yang menyatakan, bahwa di Eropa Barat pidana ini bahkan menjadi lebih penting daripada pidana pencabutan kemerdekaan, dan dipandang sebagai tidak kalah efektifnya, khususnya bagi orang-orang tertentu menurut keadaannya. Selanjutnya beliau menyatakan, bahwa keuntungan dari pidana denda ini adalah bahwa ia tidak begitu mendatangkan stigma bagi terhukum. Mengingat kedudukannya yang semakin penting sebagai alternatif pidana perampasan kemerdekaan, maka banyak timbul reaksi terhadap pengaturan pidana perampasan kemerdekaan pengganti denda, dalam hak terpidana denda tidak membayar dendanya. Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini pernyataan The Constitutional Court di Italia dalam rangka revisi terhadap KUHP Italia.. Dalam hal ini dinyatakan, bahwa penggantian pidana perampasan kemerdekaan terhadap yang tidak memenuhi pembayaran denda merupakan tindakan diskriminasi terhadap orang yang tidak mampu. 157 Prof. Manuel Lopez Rey dari Bolivia di dalam Kongres PBB keempat tentang Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Narapidana 1970 menyatakan, bahwa “transformation of the nonpayment of fines into imprisonment” merupakan “a significant source of criminal ijnjustice throughout the world ” 158 Data tersebut pada Tabel 2 di bawah ini menunjukan, bahwa penerapan pidana kurungan pengganti denda banyak sekali diterapkan dalam praktek. 155 Hulsman, op.cit, hal 289. 156 Sudarto, Pemidanaan, Pidana dan Tindakan, op.cip, hal 18 157 Jescheck, op, cit, hal. 487. 158 United Nations, Departement of Economic and Social Affairs, Fourt UNO Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of Offenders, New York, 1976, hal..40 Naskah Akademis KUHP BPHN 2010 | 72 Tabel 2 Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan di Seluruh Indonesia Yang Menjalani Pidana Kurungan Pengganti Denda Dalam Perkara Pelanggaran Pada Tahun : 1973 – 1979. Tahun Jumlah Penghuni L.P. yang melakukan pelanggaran Pidana Kurungan Pengganti denda F 1979 1978 1977 1976 1975 1974 1973 1,266 2,018 1,945 1,416 1,522 1,868 1,961 665 1,027 1,042 871 1,058 1,035 1,478 52,53 50,89 53,57 61,64 69,51 55,41 75,37 Jumlah 11,996 7,176 59,82 Sumber: Disusun kembali dari Statistik criminal BSP. Tindak Pidana Pelanggaran yang dimaksudkan di sini ialah pelanggaran menurut KUHP dan pelanggaran tindak pidana Ekonomi Dari segi filosofis, maka pengutamaan pidana denda sebagai alternatif pidana perampasan kemerdekaan merupakan hasil pengaruh dari Aliran Modern dalam hukum pidana, yang antara lain mendasarkan diri pada doktrin “let the punishment fit the criminal”. Pencerminan bahwa dalam pengaturan dan penerapan pidana denda tidak hanya memperhatikan hakekat dari tindak pidana yang dilakukan, nampak pula dalam Article 7.02 American Law Institute‟s Model Penal Code yang mengatur “Criteria for imposing Fines. Dalam hal ini “protection of the public” dengan penjatuhan pidana denda didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan 1 the nature and circumstance of the crime: 2 the history and character of the defendant. 159 Di samping asas di atas, dari Model Penal Code di atas dapat digali asas-asas penerapan pidana denda yang anatara lain adalah 1 terdakwa memperoleh sejumlah uang dari kejahatan yang dilakukan; 2 pidana denda dapat menunjang usaha pencegahan kejahatan dan perbaikan terpidana; 3 terdakwa akan mampu membayar denda perbaikan terpidana tersebut tidak menghambat terdakwa dalam rangka membayar ganti rugi perbaikan kepada korban tindak pidanya. Selanjutnya dari laporan Akhir 1972 yang dibuat oleh The Property Penalties Commission di Negara Belanda dapat digali asas-asas sbb: 159 Rupert Cross, op. cit, hal. 25 Naskah Akademis KUHP BPHN 2010 | 73 1 denda tidak boleh lebih berat daripada yang diperlukan untuk mendukung tujuan- tujuan sanksi tersebut. Hal ini antara lain dijadikan dasar untuk menolak berlakunya “day-fine system” yang berasal dari negara-negara Skandinavia: 2 dimungkinkannya sistem cicilan untuk membayar denda; 3 kemungkinan untuk memperoleh jumlah denda tersebut dari rekening bank terpidana; 4 apabila terpaksa dipilih pidana perampasan kemerdekaan pengadilan harus menjelaskan alasan- alasan khusus mengapa tidak dijatuhkan “non-custodial sentence ”. 160

e. Pidana Mati : Alasan dan kriteria