Naskah Akademis KUHP BPHN 2010
|
157
Di negara manapun, pembunuhan selalu diancam dengan pidana penjara yang cukup berat. Meskipun di beberapa negara seperti Amerika diadakan perbedaan dalam
jenis-jenis pembunuhan frist degree murder, second degree murder dan third degree murder seyogyianya diikuti sistem yang sederhana saja. Merampas nyawa hendaklah
diartikan bahwa orang itu harus mati. Jadi dikehendaki kematian orang itu. Sebetulnya, kata merampas secara implisit mengandung unsur kesengajaan. Apabila tidak ada unsur
kesengajaan, dalam arti tidak ada niat atau maksud untuk mematikan orang itu, tetapi kemudian orang itu mati juga, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikaualifikasi sebagai
pembunuhan cf. expasal 338
– expasal 340 KIHP. Apa yang dimaksud dengan kealpaan dalam menyebabkan mati atau luka-luka,
sebaiknya dikembangkan melalui doktrin atau yurisprudensi. Yang jelas, kematian tidak dikehendaki oleh si pelanggar. Bila kematian dikehendaki, maka itu bukan lagi kealpaan
cf. expasal 359 – expasal 361 KUHP.
Hal-Hal yang tetap dipertahankan dalam Rancangan KUHP.
1. Sistemik dan semua ex Pasal KUHP W.v.S dipertahankan, kecuali ex pasal-
pasal yang menyangkut tindak pidana berencana dihapus vide butir 5.1.1 Meskipun demikian, rumusan semua ex pasal KUHP telah diperbaiki dan
disempurnakan, disamping ditambah pasal-pasal baru. Demikian pula telah dipertimbangkan untuk dimasukkan kejahatan-kejahatan terorisme yang
mengakibatkan matinya orang-orang yang tidak bersalah. Hal yang telah dipertimbangkan adalah dimasukkan pasal-pasal bertalian dengan santunan
terhadap para korban.
2. Bentuk euthanasia aktif tetap dipertahankan. Tidak dirumuskan bentuk
euthanasia pasif, karena masyarakat tidak menganggap hal itu sebagai suatu perbuatan anti sosial.
15. Tindak Pidana Terhadap Nyawa
Tentang pembunuhan bayi, tidaklah relevan untuk membedakan apakah perempuan itu sudah menikah atau belum, atau apakah bayi yang dia lahirkan itu haruslah dalam
keadaan hidup. Untuk menentukan hal itu, wajib dimintakan kesaksian atau visum dari yang berwenang. Ajaran atau doktrin penyertaan tidak berlaku disini. Hal ini didasarkan
atas pertimbangan, bahwa yang turut serta melakukan tidak berada dalam kondisi psikologik yang sama dengan perempuan yang melahirkan bayi. cf. ex pasal 341
–343 KUHP.
Diadakan pasal mendorong orang lain untuk bunuh diri, didasarkan atas pertimbangan penghormatan terhadap kehidupan manusia. Apabila orang yang didorong
atau yang ditolong untuk bunuh diri itu tidak mati, maka yang mendorong atau yang menolong tidak kena ancaman pidana. Hal tidak dikenai ancaman pidana, didasarkan atas
pertimbangan bahwa bunuh diri bukanlah suatu kejahatan. Oleh karena itu, percobaan yang bertalian dengan kualifikasi tindak pidana ini, tidak diancam dengan pidana cf. ex
pasal 344
–345 KUHP.
Naskah Akademis KUHP BPHN 2010
|
158
Tidak relevan untuk menentukan cara-cara dan atau dengan sarana apa yang digugurkan atau dimatikan kandungan perempuan. Orang lain yang menggugurkan atau
mematikan kandungan perempuan, harus mendapatkan izin dari perempuan tersebut. Ancaman pidana terhadap tindak pidana ini, pada hakekatnya tidak ditujukan kepada
perempuan yang hamil. Kalau ancaman pidana ditujukan kepada perempuan yang hamil, maka perempuan itu tidak dikenai anacaman pidana bila ia mengugurkan atau mematikan
kandungannya sendiri cf. expasal 346
–350 KUHP
Hal-hal yang masih perlu diperdalami lebih lanjut:
Pada umumnya ex pasal 359 KUHP W.v.S diterapkan terhadap tindak pidana kecelakaan lalulintas. Selain frekuensi kecelakaan lalulintas makin meninggi, perlu
dipersoalkan: a.
apakah tidak lebih baik di samping expasal 359 KUHP, dirumuskan pasal baru untuk kecelakaan lalu lintas, sebab sopir-sopir yang ngebut dengan taruhan jiwa
berpuluh manusia dalam bus, bukan lagi kealpaan. b.
hal yang sama berlaku secara mutatis mutandis untuk pengebut dan tabrak lari. c.
sehubungan dengan butir a dan b diatas mungkin dapat dipertimbangkan lebih lanjut
untuk memasukkan unsur “strict liability dan vicarious liability” dalam tindak pidana lalu lintas. Tentang jenis pidana yang mana akan dijatuhkanditerapkan
terhadap si pelanggar, dapat dipertimbangkan agar memberi manfat kepada korban pelanggaran hukum pidana.
Dalam rangka menanggulangi abortus provocatus criminalis dan menjamin para dokter secara resmi bekerja dengan lebih tenteram, tanpa rasa takut kemungkinan dituntut, perlu
dipikirkan jaminan perlindungan hukum terhadap para dokter yang melakukan abortus provocatus medicalis. Meskipun hal ini sudah diatur dalam undang-undang kesehatan dan
praktek kedokteran, sebagai asas umum dokter yang menjalankan tugas profesinya yang professional dan beriktikad baik perlu memperoleh perlindungan hukum dimuat dalam
bagian tindak pidana terhadap nyawa ini.
16. Tindak Pidana Penganiayaan