Asas Keseimbangan daad-daderstrafrecht dan korban

Naskah Akademis KUHP BPHN 2010 | 29 internasional tertentu secara limitatif, tetapi dirumuskan secara umumterbuka agar dapat menampung perkembangan dari kesepakatan internasional. Ketentuan ini telah dirumuskan dalam Pasal 5 RUU KUHP Asas ini dipertahankan, untuk melindungi kepentingan yang dianggap sebagai kepentingan hukum universal Republik Indonesia sebagai negara anggota masyarakat universal, bekerjasama dengan negara-negara lain ingin pula menegakkan hukum dan ketertiban dunia, dengan menanggulangi serta memberantas tindakan-tindakan yang melanggar dan merusak ketertiban dunia, dengan memberlakukan hubungan terhadap perbuatan-perbuatan tersebut, dimanapun dilakukan 109 . Ini terbukti ikut sertanya negara kita dalam beberapa konvensi-konvensi internasional sebagai perangkat hukum internasional. Dalam pengikutsertaan Republik Indonesia pada konvensi-konvensi tersebut selalu berdasar pada asas-asas bahwa kepentingan nasional yang harus didahulukan.

3. Asas Keseimbangan daad-daderstrafrecht dan korban

Materi RUU KUHP yang akan disusun, di dalamnya mengandung sistem hukum pidana materiel beserta asas-asas hukum pidana yang mendasarinya, disusun dan diformulasikan dengan berorientasi pada berbagai pokok pemikiran dan ide dasar keseimbangan, yang antara lain mencakup : a. keseimbangan monodualistik antara “kepentingan umummasyarakat” dan “kepentingan individuperorangan”; b. keseimbangan antara perlindungan atau kepentingan pelaku tindak pidana ide individualisasi pidana dan korban tindak pidana victim of crime; c. keseimbangan antara unsurfaktor “objektif” perbuatanlahiriah dan “subjektif” orangbatiniahsikap batin; ide “Daad-dader Strafrecht”; d. keseimbangan antara kriteria “formal” dan “material”; e. keseimbangan antara “kepastian hukum”, “kelenturan, elastisitas, atau fleksibilitas”, dan “keadilan”; dan f. keseimbangan nilai-nilai nasional dan nilai-nilai global, internasional, atau universal; Ide dasar “keseimbangan” itu diwujudkan dalam ketiga permasalahan pokok hukum pidana, yaitu dalam masalah: a. pengaturan tindak pidana atau perbuatan yang bersifat melawan hukum criminal act; b. pengaturan kesalahan atau pertanggungjawaban pidana criminal responsibility; dan c. pengaturan stelsel pidana dan tindakan punishment and treatment system. Dalam masalah “pengaturan tindak pidana”, implementasi ide keseimbangan itu berorientasi pada masalah sumber hukum asas atau landasan legalitas, yakni di samping sumber hukum atau landasan legalitas didasarkan pada asas legalitas formal 109 Budiarti, Op.Cit, hal. 8 Naskah Akademis KUHP BPHN 2010 | 30 berdasarkan undang-undang yang menjadi landasan utama, juga didasarkan pada asas legalitas material dengan memberi tempat kepada “hukum yang hidup atau hukum tidak tertulis” the living law. Perluasan asas legalitas materiel ini didasarkan pada: a. aspirasi yang bersumber dari kebijakan legislatif nasional setelah kemerdekaan; b. aspirasi yang berasal dari interaksi dan kesepakatan ilmiah dalam pelbagai seminar atau pertemuan ilmiah lain yang bersifat nasional; c. aspirasi yang bersifat sosiologis; dan d. aspirasi universal atau internasional di lingkungaan masyarakat bangsa-bangsa yang beradab. Dengan diakuinya “hukum yang hidup” sebagai sumber hukum sumber legalitas material, RUU memandang perlu memberikan pedoman, kriteria atau rambu-rambu mengenai sumber hukum material mana yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum sumber legalitas material. Oleh karena itu, RUU KUHP merumuskan pedoman, kriteria, atau rambu-rambu yang berorientasi pada nilai-nilai nasional yakni Ideologi Pancasila, dan nilai-nilai atau prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa “the general principles of law recognized by the community of civilized nations”. Aspek lain dari perlindungan masyarakat adalah perlindunan terhadap korban dan pemulihan keseimbangan nilai yang terganggu di dalam masyarakat. Untuk memenuhi aspek ini, rancangan menyediakan jenis sanksi berupa “pembayaran ganti kerugian” dan “pemenuhan kewajiban adat”. Kedua jenis sanksi ini dimasukkan sebagai jenis pidana tambahan, karena dalam kenyataan sering terungkap, bahwa penyelesaian masalah secara yuridis formal dengan menjatuhkan sanksi pidana pokok saja kepada terdakwa belum dirasakan oleh warga masyarakat sebagai suatu penyelesaian masalah secara tuntas.

C. TIGA PILAR PEMBARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa RUU KUHP telah menfokuskan kepada 3 tiga masalah pokok dalam hukum pidana, yaitu tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, dan pidana dan pemidanaan. Masing-masing merupakan sub-sistem dan sekaligus pilar-pilar dari keseluruhan bangunan sistem pemidanaan. Berikut ini diuraikan alasan-alasan dari ketiga sub-sistem tersebut.

1. Pilar Pertama: Tindak Pidana

Dasar patut dipidananya suatu perbuatan, berkaitan erat dengan masalah sumber hukum atau landasan legalitas untuk menyatakan suatu perbuatan sebagai tindak pidana atau bukan. Seperti halnya dengan KUHP WvS. Alasan dimasukannya ketentuan ini ke dalam RUU KUHP, bertolak dari pendirian bahwa sumber hukum yang utama adalah Undang-Undang hukum tertulis. Jadi bertolak dari asas legalitas dalam pengertian yang formal, Lihat Pasal 1 ayat 1 RUU KUHP. Namun berbeda dengan asas legalitas yang dirumuskan dalam KUHP yang sekarang berlaku, di samping itu rumusannya juga sudah diperluas secara materiel dengan menegaskan bahwa ketentuan dalam Pasal 1 ayat 1 itu