Naskah Akademis KUHP BPHN 2010
|
26
Pasal 3 Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi
setiap orang yang melakukan : 1
tindak pidana di wilayah Negara Republik Indonesia 2
tindak pidana dalam kapal atau pesawat udara Indonesia; atau 3
tindak pidana di bidang teknologi informasi yang akibatnya dirasakan atau terjadi di wilayah Indonesia dan dalam kapal atau pesawat udara indonesia.
Asas territorial ini merupakan asas yang mendapatkan priotitas pertama dalam menggunakan, mengingat adanya kedaulatan masing-masing Negara dalam wilayahnya.
Di samping itu, apabila kita hubungankan dengan penegakan hukum dalam kaitannya dengan hukum acara pidana maka untuk kepentingan pengadilan, asas wilayah juga
penting artinya, karena dalam wilayah dilakukannya tindak pidana itulah didapatkan alat- alat buktibarang bukti dengan mudah, sehingga akan menjamin adanya fair trial. Ruang
lingkup wilayah yang meliputi darat, laut, dan udara ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan kita yang mengaturnya secara tuntas, baik secara geografis
berdasarkan wawasan nusantara maupun berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang kita akui
107
.
b. Asas Nasional Aktif Personal
Asas Nasional Aktif ini, juga penting untuk dipertahankan, agar setiap warganegara Indonesia sebagai insan Pancasila selalu mematuhi hukum dimanapun ia berada, dengan
batasan-batasan asas kejahatan rangkap double criminality untuk tindak pidana pada umumnya. Bagi tindak pidana yang berkaitan dengan atau terhadap keamanan negara
Indonesia dikecualikan dari asas double criminality, karena tindak pidana-tindak pidana sejenis ini biasanya tidak merupakan tindak pidana di luar negeri, maka demi pengamanan
kepentingan negara, terutama apabila dilakukan oleh warganegara Indonesia, maka perbuatan-perbuatannya wajib dipidana dimanapun dilakukannya.
Selain pembatasan bagi tindak pidana pada umumnya dengan asas kejahatan rangkap. juga diadakan pembatasan mengenai asas tidak menjatuhkan pidana mati
terhadap orang asing yang setelah melakukan tindak pidana di luar wilayah Republik Indonesia menjadi warganegara Indonesia, bila hukum pidana dalam locus delikti tidak
mengancamnya dengan pidana mati. Hal ini mengingat perbedaan pengancaman pidana dimasing-masing negara, terutama pidana mati yang menjadi permasalahan bagi negara
yang menghapuskannya dan yang mempertahankannya
108
. Suatu asas baru perlu dianut dan diatur dalam RUU KUHP kita, yaitu asas
memberlakukannya ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia bagi setiap orang yang penuntutannya dambil alih oleh Indonesia dari negara asing
107
Budiarti, Makalah tentang Asas-asas Hukum Nasional di bidang Hukum Pidana yang disampaikan pada Seminar Asas-asas Hukum Nasional yang diselenggarakan oleh BPHN,
Departemen Kehakiman, Jakarta, 18-20 Januari 1985. hal. 7-8
108
Ibid, hal. 9
Naskah Akademis KUHP BPHN 2010
|
27
berdasar suatu perjanjian yang memberikan kewenangan kepada Indonesia untuk menuntut pidana. Asas ini sesuai dengan perkembangan dunia modern, yaitu diadakannya
perjanjian antar negara yang memungkinkan negara-negara anggotapeserta untuk mengadili warganegara masing-masing dalam hal tertentu. Untuk memberikan akomodasi
bagi kemungkinan tersebut, maka pengaturan asas tersebut perlu diadakan dalam KUHP kita yang akan datang.
Akhirnya dianut pula dalam asas berlakunya hukum pidana Indonesia ini adanya pembatasan-pembatasan oleh hukum internasional yang kita akui. Hal ini akibat
keberadaannya dan kedudukan Republik Indonesia sebagai anggota masyarakat dunia internasional.
c. Asas Nasional Pasif Perlindungan