Menurut hukum Islam Kualifikasi Pembunuhan
48
a. Pembunuhan sengaja
دمعلا لتقلا
Pembunuhan sengaja sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Qodir Audah adalah:
“Pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan di mana perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa itu disertai dengan niat untuk membunuh
korban. ”
71
Dalam redaksi yang lain, Sayyid Sabiq memberikan definisi pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan yang di mana seorang
mukallaf sengaja untuk membunuh orang lain, yang dijamin keselamatanya dengan mengunakan alat yang menurut dugaan kuat dapat membunuh
mematikan.
72
Dari kedua definisi di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa pembunuhan sengaja adalah pembunuhan di mana pelaku perbuatan tersebut
sengaja melakukan suatu perbuatan dan dia menghendaki akibat dari perbuatannya, yakni matinya orang yang menjadi korban. Sehingga indikator
dari kesengajaan untuk membunuh tersebut dapat dilihat dari alat yang
70
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam Jakarta: Sinar Grafika, 2004, cet. ke-1, h. 139.
71
Abdul Qodir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, cet. ke-2, h. 180.
72
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid X Bandung: PT Al-Maarif, h. 28.
49
digunakannya. Dalam hal ini alat yang digunakan untuk membunuh adalah alat yang lumrahnya dapat mematikan.
73
Berdasarkan definisi di atas, untuk dapat dikatakan suatu kejahatan terhadap nyawa sebagai pembunuhan disengaja, paling tidak harus ada tiga
unsur pokok yang harus dipenuhi dalam tindak pidana pembunuhan sengaja. Unsur pertama
tindak pidana pembunuhan sengaja, yaitu korban yang dibunuh adalah manusia yang hidup. Tindak pidana pembunuhn atas jiwa
pada dasarnya adalah tindak pidana terhadap manusia hidup. Karena itu fuqaha menamainya dengan tindak pidana atas jiwa. Untuk memastikan
terjadinya tindak pidana pembunuhan sengaja, korban harus manusia hidup. Unsur kedua
, dari tindak pidana pembunuhan sengaja yaitu kematian adalah hasil dari perbuatan pelaku. Untuk memastikan unsur ini, kematian
disyaratkan harus akibat dari perbuatan pelaku dan perbuatan tersebut biasanya memang mengakibatkan kematian. Suatu perbuatan tidak
disyaratkan berupa jenis-jenis tertentu untuk dianggap sebagai pembunuhan. Karenanya, perbuatan bisa berupa pemukulan, melukai, menyembelih,
membakar, mencekik, meracuni, atau bentuk yang lain.
74
Unsur ketiga , dari tindak pidana pembunuhan sengaja yaitu pelaku
tersebut menghendaki
terjadinya kematian
bermaksud melakukan
pembunuhan. Untuk menentukan bahwa suatu pembunuhan dianggap
73
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam Jakarta: Sinar Grafika, 2004, cet. ke-1, h. 140.
74
Abdul Qodir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, cet. ke-2, h. 193.
50
pembunuhan disengaja, imam Abu Hanifah, As- Syafi’i, dan Ahmad bin
Hambal mensyaratkan pelaku harus memiliki tujuan ingin membunuh. Jika tujuan itu tidak terpenuhi, perbuatan itu tidak dianggap pembunuhan
disengaja, karena niat tanpa ada maksud ingin membunuh tidak cukup untuk menjadikan suatu perbuatan sebagai pembunuhan sengaja. Adapun imam
Malik berpendapat lain, pada pembunuhan disengaja ini beliau tidak mensyaratkan harus ada niat membunuh dari pelaku. Menurutnya, tujuan
pelaku yang ingin membunuh korban atau berbuat dengan melawan hukum, namun tidak ada niat untuk membunuh, nilainnya sama selama ia tidak
berbuat untuk bermain-main atau memberi pendidikan.
75
Unsur keempat , dari tindak pidana pembunuhan sengaja yaitu alat
yang digunakan dalam pembunuhan sengaja dapat mematikan korban. Dalam hal ini imam Abu Hanifah mensyaratkan alat yang digunakan dalam
pembunuhan sengaja adalah alat yang biasanya mengakibatkan kematian. Se
dangkan menurut imam Syafi’i dan imam Ahmad mensyaratkan alatnya, yaitu alat yang biasa digunakan untuk mebunuh, sekalipun tidak melukai. Alat
yang digunakan untuk membunuh itu ada tiga macam, yaitu alat yang umumnya dan secara tabiat dapat digunakan untuk membunuh seperti tombak,
pedang, dan sebagainya, alat yang kadang-kadang digunakan untuk membunuh, sehingga tidak jarang mengakibatkan kematian seperti cambuk,
75
Abdul Qodir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, cet. ke-2, h. 241.
51
tongkat. Selanjutnya alat yang jarang mengakibatkan kematian pada tabiatnya, seperti mengunakan tangan kosong.
76
b. Pembunuhan semi sengaja
دمعلا هبش لتقلا
Menurut Abdul Qodir Audah, pembunuhan semi sengaja adalah perbuatan yang disengaja oleh pelaku sebagai penganiayaan permusuhan
terhadap diri korban, tetapi tidak bermaksud pembunuhan tetapi korban mati akibat perbuatan tersebut. Sayid Sabiq mendifinisikan bahwa perbuatan semi
sengaja yakni seorang mukallaf bermaksud memukul orang tersebut yang dilindungi darahnya dengan suatu alat yang galibnya tidak mematikan seperti
memukul dengan tongkat atau batu kecil atau menampar dengan tangan atau cemeti dan semestinya.
77
Dari kedua definisi di atas, kiranya jelas bahwa pembunuhan semi sengaja adalah setiap perbuatan yang dikehendaki oleh pelaku, tetapi
perbuatannya tersebut tidak dimaksudkan untuk membunuhnya dan korban meninggal, sebagai akibat dari pebuatan pelaku. Berdasarkan definisi di atas,
suatu perbuatan baru dianggap sebagai pembunuhan semi sengaja apabila memenuhi unsur-unsur pokok yang terkandung dalam pembunuhan semi
sengaja.
76
A Ddazuli, Fiqh Jinayah, Upaya Penangulangan Kejahatan dalam Islam Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, cet. ke-2, h. 129.
77
Abdul Qodir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, cet. ke-2, h. 255.
52
Unsur pertama , dari tindak pidana pembunuhan semi sengaja yaitu
adanya perbuatan dari pelaku yang mengakibatkan kematian. Untuk memenuhi unsur ini pelaku disyaratkan melakukan perbuatan yang
mengakibatkan kematian korban, apapun bentuk perbuatan baik pemukulan, pelukaan, maupun lainnya dari beragam bentuk penganiayaan dan menyakiti
yang tidak termasuk pemukulan dan pelukaan, seperti menengelamkan, membakar, memberikan racun dengan tanpa niat membunuh.
78
Adapun unsur kedua, dari pembunuhan semi sengaja yakni adanya maksud kesengajaan dalam melakukan perbuatan. Pelaku disyaratkan
melakukan perbuatan secara sengaja yang mengakibatkan kematian tanpa niat membunuh korban secara sengaja. Hal ini adalah satu-satunya yang utama
untuk membedakan antara pembunuhan sengaja dan pembunuhan menyerupai sengaja. Dalam pembunuhan sengaja, pelaku melakukan perbuatan secara
sengaja dan niat membunuh korban. Adapun dalam pembunuhan menyerupai disengaja, pelaku melakukan perbuatnya secara sengaja tetapi tidak berniat
membunuh korban. Kemudian unsur ketiga dari pembunuhan semi sengaja yaitu kematian
adalah akibat dari perbuatan pelaku. Artinya perbuatan tersebut merupakan ilat penyebab langsung terhadap kematian. Jika tidak ada hubungan sebab
78
Abdul Qodir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam., cet. ke-2, h. 256.
53
akibat, pelaku tidak bertanggung jawab atas kematian korban, tetapi pelaku harus bertanggung jawab karena melakukan pelukaan atau pemukulan.
79
Terhadap pembunuhan semi sengaja, diterapkan prinsip-prinsip hukum dalam pembunuhan semi sengaja, yang membedakan antara pembunuhan
sengaja dan pembunuhan semi sengaja adalah dalam pembunuhan sengaja, si pelaku memang sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan kematian.
Sedangkan dalam pembunuhan semi sengaja, si pelaku tidak bermaksud melakukan pembunuhan, sekalipun ia melakukan penganiayaan.
80
c. Pembunuhan tersalah
ءاطخلا لتقلا
Dasar hukum pembunuhan tersalah adalah firman Allah, dalam surat An-Nisa4 : 92 yang berbunyi:
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunh seorang mukmin yang lain, kecuali karena tersalah tidak sengaja dan barang siapa membunuh
79
Abdul Qodir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, cet. ke-2, h. 261.
80
A. Ddazuli, Fiqh Jinayah, Upaya Penangulangan Kejahatan dalam Islam Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, cet. ke-2, h. 133.
54
seorang mukmin karena tersalah hendaklah ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya si terbunuh itu, kecuali jika mereka keluarga terbunuh bersedekah.
” Q.S. An-Nisa4 : 92 Pengertian pembunuhan karena kesalahan, sebagaimana dikemukakan
oleh Sayyid Sabiq pembunuhan karena kesalahan adalah seorang mukallaf melakukan perbuatan yang diperbolehkan untuk dikerjakan, seperti
menembak binatang buruan atau membidik suatu sasaran, tetapi kemudian mengenai orang yang dijamin keselamatanya dan membunuhnya.Wahbah
Zuhaili memberikan definisi pembunuhan karena kesalahan yaitu, pembunuhan yang terjadi karena tanpa maksud melawan hukum, baik dalam
perbuatannya maupun objeknya. Adapun pembunuhan yang bermakna tersalah adalah pembunuhan yang tidak direncanakan untuk dilakukan atau
tindakan itu mengenai orang yang bukan menjadi sasaran. Artinya pelaku tidak sengaja tersalah, sama sekali tidak ada unsur melakukan perbuatan yang
menyebabkan kematian dan tidak bermaksud membunuh korban.
81
Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pembunuhan karena tersalah, sama sekali tidak ada unsur kesengajaan untuk
melakukan perbuatan yang dilarang, dan tindak pidana pembunuhan yang terjadi itu karena adanya kekuranghati-hatian atau karena kelalaian pelaku.
Dalam hal ini, pelaku tetap dipersalahkan. Karena ia lalai dan kurang hati-hati sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
81
Abdul Qodir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, cet. ke-2, h. 263.
55
Adapun unsur-unsur pembunuhan karena tersalah atau kesalahan yaitu: pertama, adanya perbuatan yang mengakibatkan matinya korban.
Dalam hal ini disyaratkan adanya perlakuan terhadap korban yang dilakukan oleh pelaku atau disebabkan oleh pelaku, baik pelaku sengaja dan
menghendaki perbuatan tersebut, seperti hendak menembak binatang buruan, tetapi mengenai manusia, maupun perbuatan tersebut terjadi akibat kelalaian
dan ketidakhati-hatiannya tanpa maksud melakukanya, seperti berbalik ketika sidang tidur dan menindih anak kecil yang ada di sebelahnya kemudian anak
tersebut mati.
82
Selanjutnya unsur kedua, dari pembunuhan tersalah yaitu perbuatan tersebut terjadi karena kesalahan kelalaian pelaku. Tersalah atau kelalaian
ini adalah unsur utama yang membedakan tindak pidana tersalah secara umum. Jika tidak ada kekeliruan, hukumanpun tidak ada. Kekeliruan
dianggap ada apabila sikap berbuat atau sikap tidak berbuat menimbulkan akibat yang tidak bisa ditolak pelaku, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Baik pelaku menghendaki sikap berbuat atau tidak berbuat. Dari dua perbuatan tersebut terjadi satu akibat karena pelaku tidak berusaha
menghendaki atau karena melawan intruksi pemerintah dan nash- nash syara’.
Adapun unsur ketiga, dari pembunuhan tersalah yaitu antara perbuatan kekeliruan dan kematian korban terdapat hubungan sibab akibat. Agar pelaku
82
Abdul Qodir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, cet. ke-2, h. 267.
56
bertanggung jawab, tindak pidana disyaratkan harus terjadi sebagai sebab akibat dari kekelirruan, di mana kekeliruan tersebut sebagai penyebab
kematian.
83