Hukuman pembunuhan sengaja Berdasarkan Hukum Islam
71
“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu qishah berkenaan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
yang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapatkan pemaafan dari saudaranya, hedaklah
yang dimaafkan membayar diat kepada yang member maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari
tuhanmu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang pedih. Dan dalam qishas itu ada jaminan
kelangsungan hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.
” QS. Al-Baqarah 2: 178-179 Jadi bagi pelaku pembunuhan sengaja akan dihukum mati sesuai
dengan apa yang dilakukan pada korban. Sesuai dengan pengertian qishas menurut istilah yaitu memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan
perbuatannya.
110
2 Hukuman penganti adalah diat.
Diat dijadikan hukuman penganti dari hukuman qishas, apabila
korban atau walinya memaafkan. Karena korban atau walinya diberi wewenang untuk mengampuni pelaku dari qishas, baik dengan imbangan
diat maupun tidak memakai imbangan sama sekali.
111
Hal ini sesuai dengan apa yang tertera dalam surat Al-Baqoroh ayat 178:
110
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam Jakarta: Sinar Grafika, 2005, h. 148-149.
111
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam Jakarta: Bulan Bintang, 2005, cet. ke-6, h. 209.
72
…..
…..
“….. maka barang siapa yang mendapatkan suatu pemaafan dari saudaranya, hedaklah yang dimaafkan membayar diat kepada yang
memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah
suatu keringanan dari tuhanmu dan suatu rahmat…” Menurut Sayid Sabiq diat adalah sejumlah harta yang dibebankan
kepada pelaku, karena terjadinya tindak pidana pembunuhan atau penganiayaan dan diberikan kepada korban atau walinya.
112
Hukuman qishas dapat terhapus karena berbagai hal. Pertama hilangnya tempat untuk qishas. Yang dimaksud hilangnya tempat untuk
qishas adalah hilangnya anggota badan atau jiwa orang yang diqishas sebelum dilaksanakan hukuman.
Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini, imam Malik dan imam Abu Hanifah berpendapat, bahwa hilangnya anggota badan atau jiwa
orang yang wajib di qishas itu menyebabkan hapusnya hukuman. Se
dangkan menurut imam Syafi’i dan imam Ahmad dalam kasus hilangnya anggota badan atau jiwa orang yang wajib diqishas terhapus
hukumanya, akan tetapi wajib membayar diyat, karena qishas dan diyat keduanya wajib, bila salah satunya tidak dapat dilaksanakan maka diganti
112
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah Beirut: Daar Al-Fiqh, 1981, h. 465.
73
dengan hukuman lainnya.
113
Kemudian hal lainnya yang dapat menghapus hukuman qishas yaitu adanya pemaafan dari pihak korban maupun
keluarga korban. Konsep pemaafan hanya terdapat dalam hukum pidana Islam. Allah swt berfirman dalam al-quran surat Al-Baqarah ayat 178:
“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu qishah berkenaan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
yang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapatkan pemaafan dari saudaranya, hedaklah
yang dimaafkan membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari
tuhanmu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang pedih.
” QS. Al-Baqoroh 2: 178
Yang dimaksud dengan pemaafan menurut imam Syafi’i dan imam Ahmad adalah qishas atau tanpa imbalan apa-apa. Sedangakan menurut
imam Malik dan imam Abu Hanifah pemaafan terhadap qishas dan diyat itu bisa dilaksanakan bila ada kerelaan pelaku. Jadi menurut kedua ulama
terakhir ini pemaafan adalah pemaafan qishas tanpa imbalan apa-apa. Adapun pemaafan diyat itu, bukan pemaafan melainkan perdamaian. Hal
113
A Ddazuli, Fiqh Jinayah, Upaya Penangulangan Kejahatan Dalam Islam Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000, cet. ke-2, h. 154-155.
74
lainnya yang dapat menghapus qishas yaitu adanya sulh perdamaian.
114
Para ulama telah bersepakat tentang diperbolehkanya sulh perdamaian dalam hukuman qishas, dengan demikian hukuman qishas menjadi gugur.
Adapun dasar hukum tentang diperbolehkanya sulh adalah hadis yang diriwayatkan oleh imam Tirmidzi, bahwa Rasulullah telah bersabda:
Barang siapa yang dibunuh dengan sengaja maka urusanya diserahkan kepada wali korban. Apabila ia menghendaki, ia bisa mengqishas ia boleh
mengambil diyat 30 hiqqah unta dan 40 khilfah, dan apabila megadakan perdamaian shulh maka itu adalah hak mereka dan demikian itu untuk
menguatkan akal H.R At-Tirmidzi.
115
3 Hukuman kafarat
Kafarat adalah hukuman yang ditetapkan atas perbuatan maksiat untuk menebus dosa akibat melakukan perbuatan tersebut. Hukuman
kafarat pada dasarnya adalah salah satu bentuk ibadah, karena berupa pembebasan hamba sahaya, memberi makan fakir miskin, atau berpuasa.
Jika dikenakan terhadap perbuatan maksiat, kafarat adalah hukuman pidana murni atau bisa berupa hukuman ibadah. Tindak pidana yang
terkena hukuman kafarat adalah terbatas pada: perusakan puasa, perusakan
114
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh wa Adillatuhu Juz VI Damaskus: Dar Al-Fikr, 1989, h. 293.
115
Abi Isa Muhammd bin Isa bin Syaurah, Sunan At-Tirmidzi Bai rut: Dar Ma’rifah, 2002,
cet. ke-1, h.583.
75
ihram, pelangaran sumpah, bersengama dengan isteri yang sedang haid, bersengama dengan isteri yang sidang dirzihar, dan membunuh.
116
Hukuman kafarat sebagai hukuman pokok untuk tindak pidana pembunuhan sengaja, merupakan hukuman yang diperselisihkan oleh para
fuqaha, menurut jumhur fuqaha yang terdiri dari Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah dalam salah satu riwayatnya, hukuman kafarat tidak wajib
dilaksanakan dalam pembunuhan sengaja. Dalam hal ini karena kafarat, merupakan hukuman yang ditetapkan oleh syara’ untuk pembunuhan
karena kesalahan, sehingga tidak bisa disamakan dengan pembunuhan sengaja
. Adapun menurut Syafi’iah, diwajibkan kafarat bagi pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, semi sengaja ataupun tersalah. Alasanya
adalah bahwa maksud disyari’atkannya kafarat itu adalah menghapus dosa.
117
4 Hukuman diyat
Hukuman qishas dan kafarat untuk pembunuhan sengaja merupakan hukuman pokok. Apabila hukuman itu tidak bisa dilaksanakan
karena sebab-se bab yang dibenarkan oleh syara’ maka hukuman
pengantinya adalah hukuman diyat untuk hukuman qishas dan puasa untuk kafarat. Adapun dalam hal jenis-jenis dan kadarnya, para ulama berbeda
pendapat dalam menentukan jenis diyat. Menurut imam Malik, imam Abu
116
Abdul Qodir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam Jild III, h. 83.
117
Abdul Qodir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam Jild III, h. 84.
76
Ha nifah, dan imam Syafi’i dalam qaul qadim, diyat dapat dibayar dengan
salah satu dari tiga jenis, yaitu: unta, emas dan perak.
118
Menurut imam Abu Yusuf, imam Muhammad ibn Hasan, dan imam Ahmad ibn Hanbal, jenis diyat itu ada enam macam, yaitu: unta,
emas , perak, sapi, kambing, dan pakaian. Menurut Hanabilah ada lima jenis yang disibut pertama, dalam hal ini emas, merupakan asal diyat.
Sedangkan jenis diyat yang ke enam, yakni pakaian bukan asal, karena bisa berubah-ubah. Alasan yang dikemukakan oleh kelompok yang ke dua
ini dalah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari amr Ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa sayyidina
Umar berpidato: “ingatlah, sesungguhnya harga unta lebih naik mahal. Berkata perawi maka umar
memberikan harga kepada pemilik emas dengan seribu dinar, kepada pemilik perak dua belas dirham, kepada pemilik sapi dua ratus ekor sapi,
kepada pemilik kambing seribu ekor kambing dan kepada pemilik pakaian dua ratus stel pasang pakaian. Adapun hukuman tambahan bagi pelaku
tindak pidana pembunuhan sengaja yakni penghapusan hak waris dan wasiat.
119