47
b. Pembunuhan itu disengaja, artinya diniatkan untuk melakukan pembunuhan.
c. Pembunuhan itu dilakukan dengan segera sesudah timbul maksud untuk
membunuh.
67
B. Kualifikasi Pembunuhan
1. Menurut hukum Islam
Dalam syariat Islam pembunuhan pada dasarnya terbagi menjadi dua,
yaitu:
a. Pembunuhan yang dilarang, yakni pembunuhan yang dilakukan dengan
melawan hukum. b.
Pembunuhan yang hak, yakni pembunuhan yang tidak melawan hukum seperti seorang algojo yang diberi tugas melaksanakan hukuman mati.
68
Menurut imam Malik pembunuhan dilihat dari segi niat pelaku terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Pembunuhan sengaja;
b. Pembunuhan tersalah.
69
Adapun jumhur fuqaha membagi pembunuhan menjadi tiga bagian, yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan menyerupai sengaja, dan
pembunuhan karena kesalahan.
70
67
R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal Bandung: PT. Karya Nusantara, 1989, h. 207.
68
Abdul Qodir Audah, Al-tasyri Al-jinaiy Al-Islami Juz II Beirut: Dar Al-Kitab, t.th, h. 6.
69
Abdul Qodir Audah, Al-tasyri Al-jinaiy Al-Islami Juz II Beirut: Dar Al-Kitab, t.th, h. 7.
48
a. Pembunuhan sengaja
دمعلا لتقلا
Pembunuhan sengaja sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Qodir Audah adalah:
“Pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan di mana perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa itu disertai dengan niat untuk membunuh
korban. ”
71
Dalam redaksi yang lain, Sayyid Sabiq memberikan definisi pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan yang di mana seorang
mukallaf sengaja untuk membunuh orang lain, yang dijamin keselamatanya dengan mengunakan alat yang menurut dugaan kuat dapat membunuh
mematikan.
72
Dari kedua definisi di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa pembunuhan sengaja adalah pembunuhan di mana pelaku perbuatan tersebut
sengaja melakukan suatu perbuatan dan dia menghendaki akibat dari perbuatannya, yakni matinya orang yang menjadi korban. Sehingga indikator
dari kesengajaan untuk membunuh tersebut dapat dilihat dari alat yang
70
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam Jakarta: Sinar Grafika, 2004, cet. ke-1, h. 139.
71
Abdul Qodir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, cet. ke-2, h. 180.
72
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid X Bandung: PT Al-Maarif, h. 28.