Menurut Hukum Positif dan menurut KUHP dan doktrin

27 Manfaat pembagian tindak pidana menjadi kejahatan dan pelangarn: a Pada pasal 5 kejahatan yang dilakukan di luar negeri dapat dijatuhkan hukuman sedangkan pelanggaran tidak. b Pada pasal 10 hukuman kejahatan lebih berat daripada hukuman pelaggaran. c Kesalahan dalam kejahatan harus dibuktikan dengan tegas sedangkan pelanggaran tidak perlu dibuktikan dengan tegas. d Pada pasal 53 percobaan melakukan tindak kejahatan dapat dikenakan hukuman sedangkan percobaan dalam pelanggaran tidak. e Pada pasal 56 membantu dalam kejahatan dihukum sedangkan dalam pelanggaran tidak. f Pada pasal 65 dan 66 mengenai pengabungan tindak pidana hanya dijatuhkan satu hukumn tersebut sedangkan pada pasal 70 jika terjadi pengabungan terhadap pelanggaran maka dihukum sendiri-sendiri. Namun demikian oleh ilmu pengetahuan hukum mencoba lebih lanjut memberikan ukuran perbedaan kejahatan dan pelanggaran sebagai berikut: a Kejahatan adalah recht delict, yakni perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan hukum. Dan pelanggaran adalah wet delict, perbuatan yang tidak menaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa Negara. 28 b Kejahatan adalah memperkosa suatu kepentingan hukum krenkings delicten seperti pembunuhan, pencurian dan sebagainya. Sedangkan pelanggaran adalah perbuatan yang hanya membahayakan kepentingan hukum, seperti menabrak dan melewati lampu merah, dan lain-lain. 2 Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil formil delicten dan tindak pidana materiil materiel delicten. Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Perumusan tindak pidana formil tidak memperhatikan dan atau tidak memerlukan timbulnya sesuatu akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan semata-mata pada perbuatannya. Sedangkan tindak pidana materiil, inti larangan adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana. 36 3 Berdasarkan bentuk kesalahannya, dibedakan antara tindak pidana sengaja doleus delicten dan tindak pidana tidak dengan sengaja culposi delicten. Tindak pidana sengaja adalah tindak pidana yang dalam rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsur kesengajaan. 36 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bag I Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h. 122. 29 Sedangkan tindak pidana culpa adalah tindak pidana yang dalam rumusannya mengandung unsur culpa dan tindak pidana culpa adalah tindak pidana yang unsur kesalahannya adalah berupa kelalaian, karena kurang hati-hati, dan tidak karena kesengajaan. 37 4 Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktifpositif dapat juga disebut tindak pidana komisi delicta comissionis dan tindak pidana pasifnegative, disebut juga tindak pidana omisi delicta ommissionis . Tindak pidana aktif adalah tindak pidana yang perbuatannya merupakan perbuatan aktif positif. Perbuatan aktif adalah perbuatan yang untuk mewujudkanya disyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh orang yang berbuat. Perbuatan aktif ini terdapat baik dalam tindak pidana yang dirumuskan secara formil maupun secara materiil. Sedangkan tindak pidana pasif adalah di dalam tindak pidana pasif ada suatu kondisi atau keadaan tertentu yang mewajibkan seseorang dibebani kewajiban hukum untuk berbuat tertentu, yang apabila ia tidak melakukan perbuatan itu maka ia telah melanggar kewajiban hukumnya tadi. Di sini ia telah melakukan tindak pidana pasif. Tindak pidana ini dapat juga disibut juga tindak pidana pengabaian suatu kewajiban hukum. 38 37 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana bag I Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h. 124-125. 38 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bag. I Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h. 125-126. 30 5 Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materiil buku II dan buku III KUHP, sedangkan tindak pidana khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat di luar kodifikasi tersebut, misalnya tindak pidana korupsi, tindak pidana psikotropika, dan lain-lain. 39 6 Dilihat dari sudut hukumnya, dapat dibedakan antara tindak pidana communia delicta communia, yang dapat dilakukan oleh siapa saja, dan tindak pidana propria dapat dilakukanhanya oleh orang yang memiliki kualitas pribadi tertentu. Pada umumnya tindak pidana itu dibentuk dan dirumuskan untuk berlaku pada semua orang, dan memang sebagian tersebar tindak pidana itu dirumuskan dengan maksud yang demikian, akan tetapi ada perbuatan-perbuatan yang tidak patut tertentu yang khusus hanya dapat oleh orang berkualitas tertentu saja, misalnya pegawai negeri pada kejahatan jabatan atau nahkoda pada kejahatan pelayaran dan sebagainya. Di samping itu ada juga tindak pidana yang berdiri sendiri, misalnya seorang ibu melakukan pembunuhan bayinya. 40 39 Adami chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bag. I Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h. 127. 40 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bag. I Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h. 128. 31

B. Pengertian Penyertaan

1. Menurut Hukum Islam

Dalam bahasa Arab penertaan berasal dari kata اًكارتْشإ كرتْشي كرتْشإ yang berarti persekutuan, perserikatan, asosialisasi dan partnership. Dalam hukum Islam terdapat istilah istirak fi jarimah yang berarti bersama-sama, keterlibatan atau delik penyertaan. 41 Penyertaan menurut hukum Islam seperti yang dikemukakan oleh Abdul Qodir Audah adalah: Suatu jarimah kadang-kadang dilakukan oleh individu sindiri, kadang-kadang dilakukan oleh beberapa orang yang masing-masing individu mendapat bagian dalam pelaksanaan jarimah tersebut atau saling membantu satu dengan yang lainnya demi terlaksananya jarimah tersebut. Setelah memperhatikan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan dari penyertaan dalam suatu tindak pidana menurut hukum Islam adalah suatu tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang. Di dalam hukum pidana Islam apabila jarimah atau tindak pidana itu diperbuat oleh beberapa orang maka bentuk kerjasama mereka, tidak lebih dari empat macam bentuk, yaitu: 41 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Mudhlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia Yogyakarta: Multi Karya Grafika Yogyakarta, 2003, cet. ke-8, h. 131. 32 a. Pelaku jarimah bersama-sama dengan orang lain melaksanakan suatu jarimah atau dengan pengertian bahwa mereka secara kebetulan bersama-sama melakukan jarimah tersebut; b. Pelaku mangadakan kesepakatan dengan orang lain untuk melaksanakan jarimah; c. Pelaku menghasut atau menyuruh orang lain untuk melaksanakan jarimah; d. Memberi bantuan atau kesempatan untuk dilakukannya jarimah dengan berbagai macam cara, tanpa ikut melakukanya. 42 Setelah memeperhatikan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan turut serta melakukan suatu jarimah atau suatu tindak pidana menurut hukum Islam adalah turut serta seseorang atau lebih dalam melakukan suatu perbuatan kejahatan atau kriminal, baik pelakunya turut serta secara langsung atau tidak langsung. Selanjutnya dalam hal turut serta ini, hal yang harus dipahami adalah bagaimana dan sejauh mana peranan para pelaku tindak pidana dalam melaksanakan kejahatan itu. Hal ini sangat penting karena pertanggungjawaban dan hukuman masing-masing pelaku sangat tergantung pada seberapa jauh peranan masing-masing dalam melakukan tindak pidana tersebut. 42 Abdul Qodir Audah, Al- Tasyri‟ Al-Jina‟i Al-Islami Beirut: Muatsatsah Al-Risalah, 1998, h. 357.

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

1 72 106

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

0 13 21

Tindak Pidana Penyertaan Pembunuhan Perspektif Hukum Islam (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 959 K/Pid/2012)

1 7 116

Tindak pidana penyertaan pembunuhan Perspektif hukum islam (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 959 k/pid/2012)

0 6 116

SKRIPSI Overmacht Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Studi Komparatif Antara Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif.

1 4 14

PENDAHULUAN Overmacht Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Studi Komparatif Antara Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif.

0 2 14

OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Komparatif Antara Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Overmacht Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Studi Komparatif Antara Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif.

1 7 21

KAJIAN TERHADAP ALASAN PENGAJUAN KASASI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM DAN TERDAKWA DALAM PERKARA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Putusan Nomor : 1429 K/Pid/2010).

0 0 13

BAB IV PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM A. Remisi dalam Hukum Positif - PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDAN

0 0 50

Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Perbandingan Hukum Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam Mengenai Pembunuhan Berencana - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 89