Menurut Hukum Positif Pengertian Penyertaan

34 a. Mereka bersama-sama melakukan tindak pidana yang terjadi; b. Hanya seorang saja yang mempunyai kehendak dan orang lain yang melaksanakan tindak pidana tersebut; c. Seseorang yang melakukan tindak pidana sedangkan yang lain memberikan bantuan kepadanya untuk melaksanakan tindak pidana. Oleh karena itulah maka setiap pelaku mempunyai hubungan dan peranan yang berbeda-beda terhadap pelaku tindak pidana tersebut, maka semua ini berpangkal kepada penetuan pertanggungjawaban dari pada setiap peserta terhadap tindak pidana yang terjadi. 46 Di dalam KUHP istilah penyertaan tidak dijelaskan secara definisi. Namun, berdasarkan pasal 55 dan 56 KUHP yang hanya menyebutkan bentuk- bentuk penyertaan saja, 47 dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan penyertaan adalah tindak pidana yang melibatkan lebih dari satu orang dalam mewujudkan perbuatan tindak pidana. Ketentuan pidana di dalam pasal 55 KUHP itu menurut rumusannya yang asli di dalam bahasa Belanda yang artinya: 1. Dihukum sebagai pelaku-pelaku dari suatu tindak pidana yaitu: a. mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, atau yang turut melakukan 46 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bag. I Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, h. 1. 47 Adami Chawawi, Pelajaran Hukum Pidana Bag. III Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h. 78. 35 b. mereka yang dengan pemberian-pemberian, janji-janji, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau keterpandangan, dengan kekerasan, ancaman, atau dengan menimbulkan kesalahpahaman atau dengan memberikan kesempatan, sarana-sarana atau keterangan-keterangan, dengan sengaja telah menggerakan orang lain untuk melakukan tindak pidana yang bersangkutan. 2. Mengenai mereka yang disebutkan terakhir ini, yang dapat dipertanggung jawabkan kepada mereka itu hanyalah tindakan-tindakan yang dengan sengaja telah mereka gerakkan untuk dilakukan oleh orang lain, berikut akibat- akibatnya dihukum sebagai pembantu-pembantu di dalam suatu kejahatan, yaitu: a. mereka yang dengan sengaja telah memberikan bantuan dalam melakukan kejahatan tersebut; b. mereka yang dengan sengaja telah memberikan kesempata, sarana-sarana atau keterangan-keterangan untuk melakukan kejahatan tersebut. 48

C. Bentuk-Bentuk Penyertaan

1. Menurut Hukum Islam

Dalam hukum Islam penyertaan hanya dibedakan berdasarkan keikutsertaan seseorang dalam melakukan jarimah. Apakah secara langsung atau tidak langsung. Berdasarkan hal tersebut para fuqaha membagi penyertaan menjadi dua golongan, yaitu: 48 Moeljatno, KUHP Jakarta: Bumi Aksara, 2005, cet. ke-24, h. 25-26. 36 a. Turut Berbuat Langsung Yang dimaksud dengan turut berbuat langsung adalah orang yang secara langsung turut serta melakukan tindak pidana. Dalam istilah fiqh jinayah peristiwa turut berbuat langsung disibut isytirak mubasyir. Abdul Qodir Audah berpendapat bahwa turut berbuat langsung pada dasarnya baru terjadi apabila orang yang melakukan jarimah dengan nyata lebih dari seseorang atau berbilangnya jumlah pelaku. 49 Para fuqaha mengadakan pemisahan tentang kerjasama para pelaku dalam mewujudkan tindak pidana yang terjadi. Dikatakan apabila kerjasama antar mereka dalam melakukan suatu tindak pidana terjadi secara kebetulan maka kejadian ini dinamakan tawafuq, dan kerja sama yang terjadi memang sudah direncanaan maka kejahatan itu dinamakan tamalu. 50 Pada tawafuq pelaku tindak pidana tidak mempunyai kesepakatan sebelumnya, melainkan masing-masing berbuat karena dorongan pribadi dan fikiran yang timbul secara tiba-tiba, seperti yang sering terjadi pada kerusuhan dalam demontrasi atau perkelahian masal. Dan masing-masing pelaku bertangung jawab atas akibat perbuatannya saja, dan tidak bertanggung jawab atas perbuatan orang lain. 49 Abdul Qadir Audah, Al- Tasyri‟ Al-Jina‟i Al-Islami Beirut: Muatsatsah Al-Risalah, 1998, h. 360. 50 Abdul Qadir Audah, Al- Tasyri‟ Al-Jina‟i Al-Islami Beirut: Muatsatsah Al-Risalah, 1998, h. 107.

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan No. 63 K/Pid/2007)

1 72 106

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

0 13 21

Tindak Pidana Penyertaan Pembunuhan Perspektif Hukum Islam (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 959 K/Pid/2012)

1 7 116

Tindak pidana penyertaan pembunuhan Perspektif hukum islam (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 959 k/pid/2012)

0 6 116

SKRIPSI Overmacht Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Studi Komparatif Antara Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif.

1 4 14

PENDAHULUAN Overmacht Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Studi Komparatif Antara Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif.

0 2 14

OVERMACHT DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Komparatif Antara Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Overmacht Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Studi Komparatif Antara Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif.

1 7 21

KAJIAN TERHADAP ALASAN PENGAJUAN KASASI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM DAN TERDAKWA DALAM PERKARA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Putusan Nomor : 1429 K/Pid/2010).

0 0 13

BAB IV PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM A. Remisi dalam Hukum Positif - PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDAN

0 0 50

Hukum Pidana dan Ketatanegaraan Perbandingan Hukum Pidana Positif Dan Hukum Pidana Islam Mengenai Pembunuhan Berencana - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 89