MENgELOLA RESISTENSI Fasilitator, Narasumber dan Peserta
23
SENSITIvITAS jENDER: SEBUAH PROSES PEMBELAjARAN
23
Untuk itu, baik PSW maupun Putroe Kan- dee menganggap pening untuk memberi
prioritas pada terbangunnya pemahaman
yang paling dasar terkait dengan konsep jen- der ini. Demikian halnya dengan isu agama
yang pada kenyataannya berperan dalam mengkonstruksikan perbedaan fungsi sosial
dan status lelaki dan perempuan dalam ma- syarakat.
Meskipun konsep jender telah dijelaskan dan peserta memahami bahwa peran laki-
laki dan perempuan adalah sebuah kon- struksi sosial dan karenanya sangat mungkin
untuk berubah, namun perubahan itu bagi sebagian peserta dianggap dapat menggun-
cangkan aturan dan sendi-sendi agama yang dianggap telah baku. Terkait dengan hal
itu, Putroe Kandee menghadapinya dengan
teknik tarik–ulur yang mengajak peserta untuk berpikir secara bertahap mengikui
alur logika tentang perubahan-perubahan hukum ikih terkait dengan relasi jender baik
akibat perbedaan penafsiran maupun akibat konteks sosial , ekonomi dan geograis yang
berpengaruh pada konstruksi pembentukan hukum. Untuk itu, sebanyak mungkin mer-
eka mengambil contoh-contoh yang berasal baik dari sejarah Islam maupun lokal. Se-
mentara untuk kajian agama, Putroe Kandee
menghadirkan narasumber yang menguasai ilmu ushul ikih yang menjelaskan perbedaan
lelaki dan perempuan berdasarkan ketegori ushul ikih seperi konsep ushul prinsipuni-
versal dan
furu’ parikular. Selain menghadirkan narasumber handal
dan menyediakan publikasi berdasarkan kajian ilmiah yang memadai, teknik untuk
menghadapi resistensi yang dilakukan PSW UIN Yogyakarta adalah dengan mengajak
peserta melihat pada kenyataan di lapa- ngan seperi membawa mereka ke RPK Ru-
ang Penanganan Khusus di Polda Sumatera
Barat dan Sulawesi Selatan, P2TP2A Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perem-
puan dan Anak di Sumatera Barat dan Rumah Sakit Bhayangkari di Mappaodang,
Makassar. Selain itu, teknik untuk mengha- dapi resistensi juga dilakukan dengan mem-
bahas isu-isu yang secara nyata menunjuk- kan keterindasan perempuan seperi isu
kesehatan reproduksi. Sebagaimana di Aceh, terkait dengan isu agama, PSW menghadir-
kan narasumber handal dalam ilmu ikih dan tafsir, seperi Prof. Dr. Hamim Ilyas dan Prof.
Dr. Amin Abdullah.
Dari sisi substansi, strategi lain yang dilaku- kan adalah memposisikan analisis jender
sebagai satu tarikan nafas dengan analisis sosial lain yang digunakan untuk membedah
keimpangan relasi kuasa berbasis suku, ras, agama, ideologi yang membuahkan keidak-
adilan. Bagi Putroe Kandee, pengalaman Aceh di masa konlik cukup memudahkan
mereka untuk membawa peserta secara kogniif dan afekif masuk ke dalam wilayah
sensiivitas jender itu. Dengan menduduk- kan pengalaman Aceh yang mengalami ke-
kerasan dan diskriminasi di masa konlik, analisis jender digunakan Putroe Kandee
untuk menjelaskan diskriminasi berbasis prasangka jender sebagaimana analisis so-
sial-poliik lainnya yang digunakan untuk menjelaskan cara kerja diskriminasi berbasis
prasangka ras, agama atau aliran poliik. []
24
DEMI KEADILAN DAN KESETARAAN
3
Pelaksanaan Training
Sensiivitas Jender bagi Hakim
26
DEMI KEADILAN DAN KESETARAAN
Pelaksanaan
Training
Sensitivitas Jender
bagi Hakim
3
P
erubahan kesadaran, perilaku, dan sikap peserta training terhadap isu kesetaraan jender diharapkan terjadi pasca pelaihan. Harapan
ini dicanangkan baik oleh para pelaksana kegiatan maupun pendu- kung programnya. Pendokumentasian ini mencatat bahwa apa yang
dicanangkan itu membuahkan hasil yang idak sedikit. Ini bisa dilihat
dari meningkatnya pengetahuan teoriis para hakim, meluasnya perbincangan tentang tema ini di kalangan mereka, serta-secara relaif-tumbuhnya minat un-
tuk menerapkan kesadaran itu pada ingkat legal praksis dalam kapasitas sebagai aparat penegak hukum.
Mereka tertantang untuk mencari jalan
keluar atas keterbatasan produk hukum baik
hukum posiif maupun ikih yang dapat dipakai
untuk penyelesaian sengketa keluarga
secara adil.
Pada bab ini rekam jejak pergulatan pe- mikiran dan pemahaman peserta baik
yang dilakukan Putroe Kandee maupuan PSW UIN dapat dibaca. Dalam pemaparan
ini dapat dilihat bagaimana kedua lem-
baga ini mengejawantahkan visi dan mis- inya ke dalam elemen-elemen pelaihan
seperi kurikulum dan proses penyusu- nannya, peran fasilitator, narasumber
dan teknik pengelolaan kegiatan seb-
agaimana telah dielaborasi sekilas dalam
27
PELAKSANAAN TRAININg
bab sebelumnya. Suatu hal yang secara khas menonjol se-
bagai efek menyeluruh dari pelaihan ini adalah bahwa pelaihan ini, dalam rentang
pemahaman yang beragam, telah berhasil
memunculkan sikap terbuka sekaligus kri- is para pesertanya atas wacana pember-
dayaan perempuan dan konsep kesetaraan jender. Apapun hasilnya, peserta pelaihan
itu telah menangkap dan menyimpan pema-
haman baru terkait dengan konsep jender dan elemen-elemennya. Konsep-konsep
paling elementer tentang jender telah ber-
hasil dijelaskan, dan pada gilirannya dapat menggeser kesalahpahaman konsep yang
selama ini ada di benak banyak peserta. Rangsangan pemikiran seputar persoalan
hukum keluarga dan upaya penyelesaiannya telah pula ditumbuhkan. Mereka tertantang
untuk mencari jalan keluar atas keterbatasan produk hukum baik hukum posiif maupun
ikih yang dapat dipakai untuk penyelesaian sengketa keluarga secara adil.
Training ini telah pula membukakan mata dan pikiran peserta bahwa perubahan-perubah-
an sosial dewasa ini berpengaruh besar pada perubahan relasi lelaki dan perempuan. Ke-
nyataan atas perubahan sosial ini mereka
akui membutuhkan alat analisis hukum yang lebih responsif terhadap realitas perubahan
sosial itu. Mereka menyadari bahwa tanpa upaya serius dalam menyikapi perubahan-
perubahan sosial yang berimplikasi pada pe- rubahan relasi jender ini, tak mustahil akan
melahirkan sengketa-sengketa keluarga yang lebih besar yang disebabkan oleh tercede-
ranya rasa keadilan.
Bersama segenap kehai-haiannya yang ter- manifes dalam sikap yang beraneka, para
peserta umumnya mengaku bahwa analisis jender yang diperkenalkan dalam pelaihan
ini merupakan salah satu tawaran untuk mengatasi keterbatasan atau keidakpekaan
hukum terkait dengan perubahan sosial tadi. Ini berari bahwa pelaihan-pelaihan itu,
baik yang dilakukan Putroe Kandee maupun
PSW UIN Yogyakarta telah berhasil menum- buhkan kesadaran kriis peserta tentang
perlunya pembaharuan hukum atau cara
pembacaan dan pemaknaan hukum yang lebih tepat guna. Terkandung dalam maksud
itu adalah pembaharuan hukum yang dapat di-
gunakan untuk penyelesaian persoalan sengke- ta keluarga dengan menimbang secara lebih
seksama relasi lelaki dan perempuan yang pada kenyataannya tak lagi stais.
Secara lebih spesiik, training Putroe Kan- dee di Aceh telah memberikan muatan lo-
kal yang memberdayakan sekaligus muatan universal yang mencerahkan kepada para
peserta tentang prinsip-prinsip keadilan yang bersumber dari agama. Misalnya,
training ini diakui peserta telah memberi-
kan “peringatan dini” agar dapat memak- nai relasi jender dalam konteks Aceh yang
tengah menerapkan syariat Islam secara
Analisis Jender menawarkan pembaharuan
hukum yang dapat digunakan untuk
penyelesaian persoalan sengketa keluarga dengan
menimbang secara lebih seksama relasi lelaki dan
perempuan yang pada kenyataannya tak lagi stais.
28
DEMI KEADILAN DAN KESETARAAN
formal. Ini merupakan capaian yang sung- guh pening untuk menghindari munculnya
benturan yang idak perlu antara berbagai elemen atau pandangan, semisal konsep
jender di satu pihak dan posisi adat dan sta- tus syariat Islam yang juga mendeinisikan
peran dan posisi perempuan di Aceh pada pihak lainnya. Lebih dari itu, banyak hakim
peserta training ini mengakui bahwa mere- ka mendapatkan jusiikasi keagamaan yang
kokoh yang dapat digunakan untuk mengam-
bil posisi lebih tegas dalam membela pihak- pihak yang dilemahkan dengan memper-
imbangkan analisis keadilan jender dalam iap-iap perkara yang mereka tangani.
”Dulunya sebelum training ini idak tergambar adanya perbedaan laki-
laki dan perempuan. Keluarga saya 11 orang bersaudara, ayah saya ulama
kecil-kecilan, kami 6 laki-laki dan 5
perempuan. Keluarga kami pas-pasan tapi dalam kesempatan pendidikan i-
dak ada pembedaan antara laki-laki
dan perempuan, siapa yang mau seko- lah ya harus cari sendiri ....
Tapi setelah ikut pelaihan ini, bertam- bah ilmu, rupanya nakah iddah idak
hanya bisa didapatkan oleh istri kalau dalam perkara cerai talak saja, tapi
bisa saja dengan wewenangnya hakim memberikan hak nakah iddah pada
kasus gugat cerai.
Jender ini salah satu ilmu luar biasa yang saya dapat dari training ini. Saya
melihat secara analisa baik sekali sep- eri materi yang disampaikan Kyai Hu-
sen dalam menganalisa ayat al-Quran dan hadits. Hal semacam ini belum
saya dapai di bangku pendidikan. Saya memang membaca kitab-kitab yang
beliau sebutkan, tapi pemahaman saya lain keika itu, dan sekarang lain
lagi, begitu rupanya cara untuk mema- haminya. Saya sering teringat keputu-
san saya di masa lalu, merinding saya, saya sering shalat tahajud memohon
ampun kepada Allah, jangan-jangan saya telah berbuat zhalim karena
saya idak mengeri ilmu seperi ini. Ahmad Zaini Dahlan Ketua Mahkamah
Syar’iyah Calang.
Pelaihan yang diselenggarakan di Sumatera Barat oleh PSW UIN Yogyakarta juga mem-
bawa pengaruh serupa bagi para peser- tanya. Dengan nyata pendokumentasian ini
melihat tumbuhnya pengetahuan dan kesa-
daran peserta tentang isu-isu kontemporer terkait dengan pemberdayaan perempuan.
Dengan sikap yang cukup kriis atas penya- jian materi-materi yang diberikan PSW UIN,
pelaihan ini secara umum berhasil menum- buhkan kesadaran peserta akan peningnya
memperimbangkan aspek kesetaraan le- laki dan perempuan dalam proses peradil-
an. Dalam pandangan peserta, kesetaraan perempuan dan laki-laki merupakan wacana
yang perlu disikapi secara terbuka meskipun tetap hai-hai. Mereka bersetuju, masalah-
Terserapnya pemikiran tentang kesetaraan
jender yang ditunjukkan dengan sikap yang
idak mendikotomikan konsep jender dan Islam
menunjukan keberhasilan program training PSW di
Sulawesi Selatan.
29
PELAKSANAAN TRAININg
masalah yang muncul terkait dengan peng- abaian hak-hak perempuan harus dihapus-
kan atau seidaknya dikurangi.
Pelaihan di Sulawesi Selatan yang dilaku- kan PSW UIN Sunan Kalijaga juga telah me-
munculkan perubahan mindset para peserta tentang relasi jender. Perubahan itu dapat
dilihat dari cara mereka memahami relasi
jender yang semula dianggap sebagai sesu- atu yang alamiah dan permanen sebagai
kehendak Tuhan, kini mereka pahami seba- gai suatu bentukan sosial yang berpenga-
ruh dan dipengaruhi berbagai kepeningan. Sampai batas tertentu terlihat pula adanya
perubahan sikap dalam menangani perkara yang semula tak sensiif, kini secara relaif
menjadi lebih peka pada kemungkinan ada-
nya sikap dan cara pandang yang diskrimi- naif yang dapat merugikan perempuan
sebagai salah satu pihak berperkara. Hakim Basyir dari PA Sungguminasa, misalnya, ber-
pendapat bahwa Islam datang justru den- gan pemahaman yang sangat sensiif jender.
Meskipun pandangan itu menyederhanakan
kenyataan lebarnya celah antara pan- dangan ideal dan prakik umat Islam terha-
dap perempuan, namun seidaknya hal ini menunjukkan bahwa ada sikap yang sangat
terbuka terhadap gagasan-gagasan baru seputar isu jender yang ditawarkan PSW UIN
Yogyakarta.
“…kebetulan saya mempunyai anak perempuan satu dan anak laki-laki
satu, setelah mengikui pelaihan jen- der saya bersama istri mencoba per-
lahan-lahan meninggalkan kekerasan dalam mendidik anak, mungkin itu dari
segi perlakuan terhadap anak. Jadi ada perubahan secara drasis. Hakim
Basir. Terserapnya pemikiran tentang kesetaraan
jender yang ditunjukkan dengan sikap yang idak mendikotomikan konsep jender dan
Islam menunjukan keberhasilan program training PSW di Sulawesi Selatan. Seorang
hakim perempuan, Walha, yang bertugas di
Pengadilan Agama Takalar, misalnya, meni- lai bahwa apa yang dibawa oleh PSW seba-
gaimana disampaikan oleh para narasum- bernya merupakan nilai-nilai yang dibawa
oleh Islam. Pandangan hakim Walha ini juga didukung oleh peserta lain seperi hakim
Majidah dan hakim Nahiruddin. Menurut Nahiruddin, selama ini ada pandangan yang
keliru seolah-olah Islam idak sensiif jen- der.
Secara umum pendokumentasian ini juga mencatat bahwa pelaksanaan training telah
memberikan dampak yang relaif sama ter- hadap para pesertanya yaitu adanya pe-
rubahan mindset tentang relasi lelaki dan perempuan. Dengan cara pandang ini hakim
diharapkan dapat melihat bahwa impang- nya relasi itu akan berpengaruh pada penca-
paian keadilan.
Sensiivitas jender yang dikembangkan baik oleh PSW maupun Putroe Kandee pada
dasarnya diakui para peserta sangat ber- guna untuk menimbang dan meletakkan
hukum secara adil. Dalam maksud ini, hu- kum diletakkan bukan pada ruang hampa
melainkan pada kenyataan relasi lelaki dan perempuan yang tak selalu seimbang. Seba-
gai sarana penyegaran, pelaihan PSW juga mampu menggugah kembali kesadaran para
pesertanya baik yang terkait dengan prilaku personalnya di dalam keluarga maupun
sebagai hakim yang tanggung jawabnya melampaui tugas-tugas ruin administraif.
30
DEMI KEADILAN DAN KESETARAAN
Analisis jender yang dikembangkan kedua lembaga ini membantu para hakim untuk
melihat bagaimana cara kerja budaya, poli- ik dan sosial yang dapat melemahkan po-
sisi perempuan, dan situasi semacam itu sa- ngat pening untuk diperimbangkan keika
perempuan berperkara di pengadilan. De- ngan kemampuan membaca realitas serupa
itu, pembelaan hakim bagi perempuan tak sekadar menggunakan perimbangan belas
kasihan sebagai kewajiban moral, melain-
kan karena benar-benar didasarkan pada argumentasi yang dapat diuji secara obyek-
if dan netral, antara lain dengan menggu- nakan cara pembacaan hukum yang sensiif
pada realitas keimpangan struktur relasi dan posisi sosial perempuan diperhadapkan
dengan stuktur dan posisi sosial lelaki pada umumnya.
Sejauh yang terdokumentasikan, kesadaran kriis para peserta baik di Aceh, Sumatera
Barat dan Sulawesi Selatan itu cenderung masih dalam kerangka wacana. Di Aceh se-
bagian kecil peserta telah dapat melampaui arus wacana menuju indakan yang lebih
nyata, namun sangatlah jelas bahwa upaya itu bersifat sangat individual dan tak selalu
sebagai buah dari program pelaihan itu.
Kenyataan ini sungguh dapat dipahami, bu- kan saja karena proses pergulatan pemikiran
tentang kesetaraan dan keadilan jender itu masih terus berlangsung, tetapi juga karena
desain kurikulum yang dikembangkan baik oleh Putroe Kandee maupun PSW UIN Yog-
yakarta tak mencakup pada pembekalan prakis bagaimana tools of gender analysis
digunakan di pengadilan.
Persoalan lain, para hakim merasa bahwa mereka sangat terikat dengan aturan baku
yang telah ada dan merasakan kekhawairan bila harus menabrak koridor hukum yang
ada. Seorang peserta dari Sumatera Barat menyatakan:
”Kami rasa kita perlu sepakai dulu sam- pai dimana kajian ini akan diterapkan,
sebab, bila kajian kesetaraan jender ini ingin kita terapkan dalam peradilan
maka kendala utama kita adalah bah- wa kita akan menyimpang aturan tertu-
lisaturan hukum posiif. Sistem hukum kita adalah Koninental, yang mengacu
pada tekstual peraturan perundang- undangan. Hakim idak dibenarkan
keluar dari aturan tersebut. Kami juga harus menyikapinya sedemikian rupa
karena kalau itu diterapkan, bagi kami di SumbarMinangkabau akan menim-
bulkan persoalan, dalam kata lain ke- setaraan jender malah lebih dari yang
kita inginkan”.
Hakim Pelmizar. Sementara, hakim lain dari Aceh mengung-
kapkan pernyataan serupa: “Kalau dilihat dari segi ilmunya, pela-
ihan Putroe Kandee ini sangat ber- manfaat bagi kita. Tapi kalau harus
kami prakikkan di pengadilan belum tentu semuanya bisa kami prakikkan,
karena dalam pengadilan ini tergan- tung pada kasusnya, dan majelis ha-
kim idak boleh berpihak pada siapa- pun, baik laki-laki maupun perempuan.
Hakim Yusniai.
Tanggapan ini sangat fundamental, bukan saja menunjukkan bahwa pelaihan ini telah
berhasil membangun wacana, namun juga menyangkut bagaimana indak lanjut dari
program ini mau dikembangkan. Umumnya
31
PELAKSANAAN TRAININg
peserta mengatakan bahwa upaya ini idak bisa berheni pada ingkat pembangunan
wacana tanpa memperhaikan bagaimana pemahaman baru ini dapat diimplementasi-
kan. Hal lain yang dapat digarisbawahi adalah bahwa penerapan hukum yang sensiif jender
tak mungkin dipercayakan kepada lembaga-
lembaga di luar stuktur lembaga peradilan, seperi PSW dan Putroe Kandee, melainkan
harus menjadi kebijakan yang menyeluruh. Ini juga berari program penyadaran serupa
ini seharusnya terjadi di semua lapisan ele-
men-elemen penegak hukum dari hulu ke hilir, tak terbatas pada perubahan mindset
melainkan juga pada produk hukumnya.
Pendokumentasian ini juga mencatat bahwa yang mereka butuhkan di masa depan adalah
peningkatan kemampuan dalam metodologi pembacaan hukum yang sensiif jender serta
implementasinya. Cara ini dapat memandu mereka mengintegrasikan sensiivitas itu ke
dalam sistem hukum yang ada.