Perceraian Buku demi keadilan dan kesetaraan

61 SENSITIvITAS jENDER DALAM SIKAP DAN PERILAKU HAKIM: ANALISIS memahami bagaimana KDRT merupakan suatu pola kekerasan yang berbasis jender. Analisis KDRT atau kekerasan dalam rumah tangga merupakan penyebab terbesar dari tuntut- an perceraian. Namun sebagian besar hakim masih menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar dan menyatakan bahwa itu merupa- kan bunga-bunga kehidupan atau romanika rumah tangga. Ini terutama untuk jenis ke- kerasan non isik yang tanda-tandanya tak nampak secara jelas sehingga sangat sulit untuk dibukikan oleh hakim yang belum memiliki perspekif jender dalam melihat isu KDRT. Analisis jender dapat membantu hakim un- tuk memahami cara kerja KDRT khususnya menganalisis apakah seorang suami mem- punyai pandangan stereotype yang meng- anggap istrinya layak mendapat kekerasan agar patuh, tunduk, tak cerewet, tak banyak menuntut dan seterusnya. Analisis jender juga membantu hakim memahami daur perisiwa kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi berulang kali mengikui siklus kekerasan. Menurut siklus ini, setelah suatu indakan kekerasan terjadi lalu biasanya diikui oleh masa penyesalan oleh pelaku. Kemudian, ini dilanjutkan dengan sikap pelaku yang sangat baik atau disebut masa bulan madu. Situasi ini membuat perem- puan bingung untuk mengajukan tuntutan perceraian. Namun setelah masa romanis ini hilang, suami kembali lagi melakukan indakan kekerasan berikutnya dengan ber- bagai alasan. Demikian seterusnya hingga kekerasan berlangsung berulang kali mengi- kui daur kekerasan itu. Hal yang paling mem- bahayakan dari keadaan ini adalah semakin lama kekerasan itu terjadi berulang-ulang, akan semakin berat dampaknya karena frekuensi siksaan atau penyerangan yang terus meningkat. Analisis jender juga dapat membantu hakim untuk memahami bahwa kekerasan berbasis prasangka jender melipui berbagai jenis ke- kerasan mulai dari yang bersifat isik sampai non isik. Selama ini, hakim telah sangat me- mahami kekerasan isik karena biasanya hal itu bisa dibukikan oleh visum dokter atau ditunjukkan bekas-bekasnya di dalam per- sidangan. Namun dibutuhkan pemahaman lebih untuk mengeri kekerasan non isik, seperi penghinaan, perendahan martabat, pengucapan kata-kata kasar, penelantaran, tak diberi nakah, pembatasan akivitas di luar rumah dan lain-lain yang tak meninggal- kan jejak nyata secara isik. Pemahaman ini perlu untuk menyempurnakan pengetahuan mereka tentang konsep syiqaq percekcokan yang terus menerus. Selama ini, para hakim memang mengenali syiqaq ini sebagai ala- san terjadinya kekerasan, tetapi dalam kon- sep yang dipahaminya itu terkandung mak- na bahwa percekcokan itu sebagai kesalahan kedua belah pihak. Dengan analisis jender, mereka dapat menelusuri pangkal atau asal muasal percekcokan itu. Analisis jender juga membantu hakim memahami daur perisiwa kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi berulang kali mengikui siklus kekerasan. 62 DEMI KEADILAN DAN KESETARAAN Hal lain yang juga sangat membantu, anali- sis jender dapat digunakan untuk memaha- mi bahwa cara kerja kekerasan berbasis jen- der jauh lebih parah efeknya dibandingkan dengan kekerasan berbasis suku, ras dan agama misalnya. Justru, karena kejadiannya di dalam rumah tangga yang tak nampak dari luar dan dianggap tak mungkin terjadi dibandingkan dengan iga jenis kekerasan lainnya itu, kekerasan di dalam rumah tangga sering terabaikan. Lebih dari itu, kekerasan berbasis jender dapat memanipulasikan pandangan agama yang seolah-olah mem- benarkan indakan kekerasan sehingga kor- ban pun menerima keadaan tersebut karena adanya pembenaran religius semacam itu. Konsep siklus kekerasan dalam rumah tang- ga itu benar-benar pening untuk dipahami oleh hakim. Sebab, dengan itulah hakim dapat mengeri mengapa seorang perem- puan iba-iba membatalkan tuntutannya meskipun buki telah sangat kuat menunjuk- kan terjadinya kekerasan isik. Tanpa pema- haman tentang siklus kekerasan itu, hakim bisa keliru memahami fenomena ini dengan menganggap sang istri itu telah mampu un- tuk bersikap lebih sabar atau sang suami telah berubah insyaf. Padahal yang sesung- guhnya berlangsung adalah si istri sema- kin masuk ke dalam lingkaran setan daur kekerasan itu. Yang kerap terjadi, gugatan yang dibatalkan sendiri oleh istri itu antara lain disebabkan oleh suami yang mengan- cam dan akan memperlakukan istri lebih bu- ruk lagi, dengan misalnya memisahkannya dari anaknya, atau menakui-nakui akan sulitnya hidup dengan menyandang status janda. Setelah pelaihan, para hakim dapat memahami bahwa permintaan pembata- lan itu disebabkan adanya siklus kekerasan. Dengan pengetahuan tentang siklus itu, ha- kim kini lebih waspada untuk idak dengan serta merta mengiyakan dan menganggap persoalan kekerasan itu telah selesai. Adalah pening bagi hakim untuk memiliki pegangan bagaimana mengakhiri indakan kekerasan, baik dengan meminta rujuk kem- bali dan membatalkan tuntutan ataupun meminta mereka berpisah. Semua pilihan itu harus mengarah pada tujuan yang satu yaitu mengakhiri indakan kekerasan dengan memberikan perlindungan secara hukum. Perlindungan juga bisa dilakukan dalam pro- ses awal peradilan, misalnya dengan mene- rapkan konsep kompetensi relaif. Sudah sejak lama kompetensi relaif yang memihak perempuan berlangsung di wilayah jurisdiksi Mahkamah Syar’iyah Aceh. Bila ketentuan hukum acara dalam peraturan perundang- undangan mengatur bahwa pengadilan yang berwenang memeriksa suatu perkara adalah pengadilan yang berada di tempat inggal tergugat, hakim agama di Aceh telah men- tradisikan bahwa Mahkamah Syar’iyah yang berwenang memeriksa perkara perceraian adalah Mahkamah Syar’iyah yang berada di wilayah tempat inggal pihak istri sekalipun kedudukannya adalah sebagai penggugat. Salah satu tujuan di balik prakik hukum ini adalah untuk melindungi pihak isteri yang seringkali idak berdaya secara ekonomi un- tuk melakukan perjalanan jauh ke wilayah kabupatenkota tempat inggal suami. Kom- petensi relaif seperi ini menjadi terlegii- masi lebih-lebih apabila kasus perceraian itu mengandung alasan kekerasan dalam rumah tangga KDRT.