Dampak dan Keberlanjutan Program

42 DEMI KEADILAN DAN KESETARAAN puan itu diaktualisasikan dalam ingkatan yang berbeda-beda. Sebagaimana disampaikan Dr. Ema Marhumah M.Pd., ketua PSW UIN Yogyakarta, PSW berpendapat bahwa melalui pemberian perspekif jender kepada para hakim, di- harapkan keputusan legal para hakim akan lebih sensiif dan melalui itu hakim akan terus memberdayakan perempuan. Dengan demikian, kurikulum cenderung lebih gene- rik menyangkut konsep-konsep dasar jen- der, tetapi itu idak berari bahwa kurikulum idak leksibel. Keika isu lokal muncul dalam diskusi, para fasilitator berusaha memba- hasnya secara kontekstual. Muatan kurikulum PSW melipui dasar-dasar konsep jender, pengarusutamaan jender, isu HAM dan Hak Asasi Perempuan, KDRT, hak- hak reproduksi perempuan dan hak anak, aspek-aspek hak dan kewajiban dalam kelu- arga, prinsip-prinsip Islam tentang keluarga, dan tantangan keluarga Muslim kontempo- rer. Di luar itu, PSW menawarkan konsep Islam yang ramah terhadap perempuan de- ngan memperkenalkan metode penafsiran yang lebih progresif serta dasar-dasar teori ushul ikih yang dapat digunakan untuk me- mahami perempuan. Selain itu, PSW juga melengkapi kurikulumnya dengan melaku- kan kunjungan ke PPA Poltabes atau Pol- res setempat atau mengunjungi LSM yang peduli dengan gerakan ani kekerasan terha- dap perempuan dan anak. PSW sangat me- nyadari bahwa dalam cakupan waktu yang sangat terbatas tak memungkinkan semua isu terbahas secara sempurna dan oleh kare- na itu mereka melakukan kegiatan lanjutan dengan format FGD yang diikui para alumni pelaihan beberapa bulan setelah training berlangsung. Dalam pelaksanaannya, PSW mengolah kuri- kulum itu dengan alur pelaihan yang sangat dinamik. Agar pelaihan tak menjemukan, kegiatan belajar diatur dengan mengkombi- nasikan antara model ceramah dan diskusi. Dalam waktu-waktu tertentu dilakukan per- mainan atau game untuk penyegaran yang menunjang proses belajar berjalan secara kondusif. Untuk memposisikan semua peserta setara dan sekaligus menciptakan suasana belajar yang kondusif demi terjadinya dialog, peser- ta PSW dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil. Tiap kelompok itu duduk melingkar dalam satu meja yang memudahkan mereka untuk bergerak atau berakivitas. Peserta lelaki dan perempuan idak diperlakukan se- cara berbeda dan mereka bebas untuk me- nempai tempat duduk yang mereka anggap nyaman. Selain itu, seperi halnya PK, PSW juga mengedepankan pendekatan acive learning dan menjadikan training PSW juga sangat dihargai. PSW menawarkan konsep Islam yang ramah terhadap perempuan dengan memperkenalkan metode penafsiran yang lebih progresif serta dasar-dasar teori ushul ikih yang dapat digunakan untuk memahami perempuan. 43 PELAKSANAAN TRAININg Narasumber untuk isu Islam dan jender, Prof. Dr. Hamim Ilyas membedah isu jender dengan teori ushul ikih, bahasa dan tafsir al- Qur’an. Contoh-contoh bagaimana perem- puan diposisikan dalam Islam pada masa Nabi dihadirkan untuk menjelaskan prinsip- prinsip dasar Islam dalam meletakkan posisi perempuan baik dalam keluarga, masyara- kat dan negara. Melalui contoh-contoh itu, peserta dikenalkan pada berbagai metodolo- gi untuk pembacaan ulang atas teks-teks ke- agamaan yang tatkala bicara dalam konteks kekinian menjadi bias jender. Selain rancangan kurikulum dan metode penjelasannya yang idak satu arah, PSW berusaha membangun empai peserta seba- gai bagian dari strategi pengelolaan kelas. Tak sedikit peserta yang tergugah atas fakta kekerasan yang dialami perempuan setelah mereka bertemu langsung dengan korban atau melihat cara kerja lembaga-lembaga yang menangani korban kekerasan seperi rumah sakit atau WCC sebagaimana dilaku- kan PSW. Untuk menjelaskan tentang fungsi reproduksi misalnya, narasumber yang di- hadirkan PSW menggunakan alat peraga berupa gambar alat reproduksi yang dikena- kan menyerupai pemakaian celemek. Cara ini diakui peserta sangat menggugah panda- ngan mereka. Seorang peserta dari Sulawesi Selatan mengemukakan pendapatnya: “Meskipun saya telah berkeluarga sela- ma 30 tahun baru kali ini saya tahu alat dan fungsi reproduksi perempuan, saya sangat berterima kasih kepada nara- sumber yang telah mencerahkan saya. Saya harus semakin menghargai kaum perempuan”. Muhajir, Kepala KUA. Pendokumentasian ini mencatat bahwa peserta terlihat masih bersikap ambivalen terhadap isu jender dan kesetaraan yang hendak diusung. Di satu pihak mereka me- ngakui adanya keimpangan jender dalam masyarakat dan karenanya sangat menga- pre-siasi usaha PSW dalam menjelaskan isu ini, tapi di lain pihak mereka menganggap bahwa di wilayah mereka terutama Minang perempuan tak menghadapi masalah terse- but dengan alasan karena secara kultural kaum perempuan telah diberi tempat dan posisi yang inggi seperi dalam sistem ke- kerabatan matrilinial itu. Dalam situasi ini, PSW telah berusaha menjelaskan bahwa meskipun kaum perempuan terlindungi secara kultural, namun pada kenyatannya kaum perempuan sedang berhadapan de- ngan perubahan besar di mana posisi mere- ka semakin termarjinalkan dalam sistem kekerabatan matrilinial ini baik karena ma- suknya modernisasi pertanian, pembangu- nan hukum dan ekonomi yang bertumpu pada cara pandang patriarkal, maupun aki- bat perubahan-perubahan hukum posiif yang tak mengakomodasi keutamaan mere- ka secara adat. gambar 8 Budi Wahyuni sedang menjelaskan alat reproduksi dalam workshop yang diselenggarakan oleh PSW UIN Yogyakarta