Buku demi keadilan dan kesetaraan

(1)

(2)

(3)

DEMI KEADILAN

DAN KESETARAAN

Dokumentasi Program

Sensiivitas Jender Hakim Agama di Indonesia


(4)

DEMI KEADILAN DAN KESETARAAN

Dokumentasi Program Sensiivitas Jender Hakim Agama di Indonesia Tim Penulis:

Arskal Salim

Euis Nurlaelawai

Lies Marcoes Natsir

Wahdi Sayui

Layout:

A. Ilham Aufa

Cetakan Pertama, 2009

Diterbitkan oleh PUSKUMHAM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerja sama dengan The Asia Foundaion

104 hal, xxviii

ISBN : 978-602-95541-0-6

Pusat Studi Konsitusi, Hukum, dan HAM (PUSKUMHAM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412

Ph. +62-21 7493367


(5)

iii

Kata Pengantar

B

uku ini merupakan karya akademis yang memotret cara pandang, sikap dan prilaku hakim agama dari perspekif keadilan jender di be

-berapa wilayah Indonesia. Terbitnya buku ini dimungkinkan berkat adanya kerjasama dengan berbagai pihak melalui proses interaksi, dialog dan tukar pikiran yang cukup memakan waktu, tenaga dan bi

-aya. Untuk itu, im penulis menghaturkan terimakasih kepada semua pihak yang turut berperan atas lahirnya buku ini.

Pertama-tama, penghargaan disampaikan kepada the Asia Foundaion sebagai pi

-hak yang telah memberi dukungan gagasan dan inansial. Secara khusus, terima kasih disampaikan kepada Dr. Robin Bush, Representaive the Asia Foundaion, Dr. Sandra Hamid dan Lies Marcoes MA dari unit Aceh dan Dr. Budhy Mu

-nawar-Rachman, dan Clare Harvey MA dari unit IDEV the Asia Foundaion. Terima kasih serupa kami sampaikan kepada pimpinan dan civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta Civitas Akademika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Lembaga Tinggi Mahkamah Agung terutama Dirjen Badan Peradilan Agama, Bapak Drs. Wahyu Widiana MA, yang memberikan dukungan penuh atas terse

-lenggaranya kegiatan pendokumentasian ini, serta menulis Kata Sambutan yang menjelaskan di sisi mana manfaat dari buku ini untuk pembelajaran bersama.


(6)

Yayasan Putroe Kandee, Banda Aceh, dan Pusat Studi Wanita (PSW) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta adalah dua lembaga mitra the Asia Foundaion yang telah melaksanakan berbagai akivitas untuk peningkatan sensi

-ivitas jender bagi para hakim dan petugas KUA di beberapa wilayah di Indonesia. Kedua lembaga tersebut telah memperkenankan kami menggunakan dokumen dan rekaman hasil kegiatan mereka untuk penulisan buku ini. Untuk itu, kami ber

-terima kasih, terutama rekan-rekan dari PSW UIN Yogyakarta, antara lain: Ema Marhumah, Ruhaini Dzuhayain, Waryono Abdul Ghafur, Mohammad Sodik, dan Muhammad Siswanto. Terimakasih yang sama kami ucapkan pula kepada rekan-rekan dari Putroe Kandee Aceh: Rosmawardani, Amrina, Muhsina dan Muhammad

Qusai.

Mahkamah Syar’iyah Nanggroe Aceh Darussalam bukan hanya membantu rekrut

-men peserta Focus Group Discussion (FGD) dari beberapa Mahkamah Syar’iyah kota dan kabupaten, tetapi juga menyediakan dokumen yang sangat pening dalam proses pendokumentasian ini. Untuk itu, im penulis menyampaikan terimakasih masing-masing kepada Drs. H. Soufyan Saleh, SH., Ketua Mahkamah Syar’iyah NAD periode 2002-2008, dan Drs. H. Saleh Puteh, Ketua Mahkamah Syar’iyah NAD, ketua Mahkamah Syar’iyah NAD periode 2008-sekarang.

Peneliian lapangan yang menghantarkan terbitnya buku ini idak lepas dari pe-ran berbagai kawan-kawan baik penelii dari PUSKUMHAM (Rahmat Baihaky, Andi Syafrani, Arief Mufraini, dan Mukmin Rauf) maupun sejumlah penelii lokal di Aceh (Mujiburrahman, Muslim Zainuddin, Khairizzaman, Fiona, M. Ridha, Sayuthi, Mahmuddin, dan Dedy). Kepada mereka im penulis menyampaikan apresiasi yang seinggi-ingginya atas kesungguhan mereka menghadiri FGD, melakukan wawancara dan membuat ringkasan hasil pengamatan.

Naskah awal dokumentasi ini mendapatkan masukan yang bermanfaat mulai sejak pembahasan instrumen dan desain operasional hingga diskusi atas draf per

-tama dokumentasi ini. Sewajarnya bila im penulis dalam kesempatan ini menyam

-paikan terimakasih yang sebesar-besarnya atas parisipasi semua undangan yang telah hadir dan memberikan saran-saran perbaikan demi kesempurnaan buku ini. Begitupun, segala prakarsa dan jerih payah rekan-rekan di sekretariat PUSKUM

-HAM (Yayan Sopyan, Fahmi Muhammad Ahmadi, Ana I’anah, Eli Ratnasari) yang memfasilitasi semua kegiatan dalam berbagai bentuknya sejak awal hingga akhir patut mendapatkan apresiasi yang mendalam dan ucapan terimakasih yang setu

-lus-tulusnya.

Sejumlah peserta FGD di iga kota (Banda Aceh, Padang dan Makassar), yang ter

-diri dari para hakim agama baik di ingkat Mahkamah Syar’iyah/Pengadilan Agama maupun hakim inggi, telah memberi informasi, dan mengizinkan kami melaku


(7)

-kan observasi atas perkara yang mereka periksa. Ini semua merupa-kan kontribusi yang tak terhitung nilainya. Karena itu, ucapan terima kasih disampaikan kepada mereka dengan penuh takzim dan ketulusan yang mendalam. Kepada merekalah, sebagai korps profesi, buku ini didedikasikan.

Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Namun kami berharap buku ini dapat memberikan sumbangan informasi dan analisis tentang hukum dan perempuan di Indonesia serta manfaatnya untuk perbaikan relasi dan keadilan jender di lingkungan peradilan agama. Akhirnya, kami berharap semoga segala kerja keras semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian naskah dokumentasi ini akan dapat menjadi sebuah iik cahaya terang yang mampu membawa inspirasi bagi siapapun untuk berupaya mengusir kegelapan dalam lorong-lorong pene-gakan keadilan jender di tanah air. Amien.

Jakarta, Agustus 2009

Tim Penulis


(8)

Sambutan

Representaive The Asia Foundaion

Indonesia

A

kses terhadap keadilan merupakan satu aspek yang disepakai semua pihak sebagai hak dasar manusia. Kita semua setuju bah

-wa seiap -warga, terlepas dari apapun latar belakangnya berhak mendapatkan layanan hukum yang adil dan setara. Dan dalam makna ini penegakan hukum yang sensiif dan responsif pada ke

-beradaan dan kebutuhan kaum perempuan, sebagaimana juga responsif pada ke

-beradaan kelompok yang termarjinalkan, menjadi niscaya.

Peradilan Agama merupakan lembaga yang memiliki peran kunci dalam menge

-lola penyelesaian konlik di ingkat keluarga melalui proses peradilan. Tak sedikit perempuan yang menghadapi persoalan hukum dan prosesnya harus disele

-saikan melalui lembaga Peradilan Agama. Karenanya mendukung upaya hakim dalam memperoleh wacana yang relevan untuk dunia kerja mereka diakui sangat

bermanfaat.

Saya menyambut gembira atas terbitnya buku ini. Buku ini mendokumentasikan penyelenggaraan program yang mendorong terbukanya akses perempuan pada keadilan dengan menambah wawasan bagi para penegak hukum tentang keadilan jender. Program itu diselenggarakan lewat kemitraan dengan Pusat Studi Wanita (PSW) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta serta Yayasan Putroe Kandee Aceh.


(9)

Buku ini diharapkan dapat memberi hikmah bukan saja disekitar manfaat dari ke

-giatan ini tetapi juga pembelajaran yang dapat dipeik bilamana hendak menye

-lenggarakan kegiatan serupa, baik di lingkungan Peradilan Agama atau di lembaga penegakan hukum lainnya.

Kepada DANIDA dan Royal Netherlands Embassy yang telah mendukung kegiatan pelaihan yang diselenggarakan PSW UIN Yogyakarta maupun Putroe Kandee itu kami sangat berterima kasih. Royal Netherlands Embassy pula yang telah mem

-bantu terlaksananya pendokumentasian ini, dan untuk itu kami berterimakasih. Kami sampaikan juga penghargaan pada Direktur Badan Peradilan Agama, Bapak Drs. Wahyu Widiana M.A., yang selama ini sangat mendukung inisiaif rekan-rekan di berbagai daerah untuk meningkatkan keadilan jender di dunia Peradilan Agama. Demikian halnya kepada para ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah ingkat provinsi dan kabupaten yang memungkinkan kegiatan ini terselenggara

kami sangat berterima kasih.

Akhirnya kepada PUSKUMHAM UIN Jakarta yang telah bekerja keras untuk pen

-dokumentasian ini saya sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih. Semoga buku ini bermanfaat bagi usaha kita bersama dalam mendorong akses pada keadilan bagi perempuan di Indonesia.

Robin Bush, Ph.D


(10)

Sambutan

Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Bismillahirrahmanirrahiem, Assalamu’alaikum Wr. Wb.,

P

elbagai persoalan terkait diskriminasi terhadap perempuan dalam ke

-luarga sering kali terdengar di Indonesia, dan ini menunjukkan bahwa sensiivitas jender dalam kehidupan keluarga masih dapat dikatakan sangat rendah. Peradilan Agama yang memiliki kewenangan untuk menangani persoalan keluarga bagi warga negara beragama Islam tak pelak lagi menjadi ujung tombak dalam memposisikan perempuan sebagaimana porsinya. Karena itu, beberapa lembaga yang menaruh perhaian terhadap isu-isu jender memandang bahwa peradilan agama, dan para hakim, perlu memiliki kesadaran jender dalam menyelesaikan berbagai permasalahan keluarga, sebagai iik pening untuk terwujudnya keadilan dalam masyarakat.

Selain itu, seluruh hakim agama memiliki kewajiban untuk memahami berbagai aturan perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan dengan kewenangannya. Di saat yang bersamaan, para hakim juga diharapkan memiliki sensiivitas jender yang inggi, sehingga mereka bisa menafsirkan peraturan perundang-undangan dengan kepekaan berbasis jender. Kepekaan terhadap jender ini diperlukan untuk menambah cakrawala berpikir dan ketajaman analisis hakim yang berujung pada terciptanya rasa keadilan masyarakat.


(11)

Berkenaan dengan ini, kami berterima kasih kepada the Asia Foundaion dan kedua mitranya, Putroe Kandee dan Pusat Studi Wanita UIN Sunan Kalijaga yang telah menyelenggarakan program penguatan sensiivitas jender bagi para hakim agama. Kami juga berterima kasih atas parisipasi akif para hakim yang telah mengikui program tersebut, baik dari Mahkamah Syar’iyah, Aceh maupun dari Peradilan Agama. Kepada PUSKUMHAM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kami sampaikan terima kasih yang seinggi-ingginya atas upaya yang dilakukan dalam rangka mendokumentasikan pelaksanaan program penguatan sensiivitas jender yang dilaksanakan Putroe Kandee dan PSW, serta telah menyusun dan menerbit

-kannya dalam bentuk buku ini. Kami menyambut buku ini dengan baik dan rasa gembira, dan mengharapkan buku ini dapat menjadi bahan pembelajaran (lesson learned) bagi para hakim agama dan masyarakat luas dalam rangka meningkatkan

kesadaran dan sensiivitas jender para hakim agama yang belum mengikui pro

-gram ini di wilayah lainnya di Indonesia.

Demikian sambutan kami untuk menghantarkan buku ini, dan atas perhaiannya

kami haturkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


(12)

Pengantar

Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

J

ender merupakan isu yang sampai saat ini masih menarik diperbincangkan, mulai dari persoalan poliik, ekonomi, budaya, pendidikan, bahkan sampai pada kehidupan keluarga pun isu jender ini idak luput dari pembicaraan. Hanya saja, seringkali isilah jender masih disalahpahami, bahkan idak ja

-rang banyak yang memaknai jender sama dengan jenis kelamin (sex),

hingga idak sedikit pemaknaan ini memposisikan perempuan sebagai sub-human sekaligus permanen, karena jenis kelamin merupakan qadrat yang telah

ditentukan oleh Tuhan, yang idak dapat ditukar atau diubah.

Secara historis, jender merupakan isilah yang baru dan muncul di Barat pada sekitar tahun 80-an. Pada saat itu, jender digunakan pertama kali oleh sekelom

-pok ilmuan wanita yang secara khusus membahas peran wanita pada wilayah publik. Dalam perkembangannya, jender kemudian dimaknai dengan “a basis for

beginning the diferent contribuions that man and woman make to culture and collecive life by disincion which they are as man and woman.” Dengan demikian maka jender idak sebatas perbedaan jenis kelamin (sex) antara lelaki dan perem

-puan, tetapi—lebih dari itu—bahwa jender merupakan konstruksi sosial yang di

-gunakan untuk mengideniikasikan perbedaan lelaki dan perempuan dilihat dari segi sosial dan budaya.

Oleh karena jender lahir dari konstruksi sosial maka jender berkaitan dengan pro-ses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan ber

-Mewujudkan Keadilan Jender


(13)

indak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya se

-tempat, yang secara faktual belum tentu sama antar satu tempat dengan tempat lainnya, dan pada saat yang bersamaan dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Konsep jender ini mengemuka keika terjadi keimpangan peran antar lelaki dan perempuan, baik pada sektor publik maupun domesik. Keimpangan ini pada akhirnya menggiring pada discourse tentang perlunya kesetaraan dan keadilan jender. Kesetaraan jender dimaksudkan sebagai jawaban dari peningnya men

-ciptakan ruang yang sama bagi lelaki dan perempuan dalam memperoleh kesem

-patan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berparisipasi dalam kegiatan poliik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dan pendidikan, sekali-gus kesamaan dalam menikmai hasil pembangunan. Sementara, keadilan jender mencakup penghapusan diskriminasi dan keidakadilan struktural, baik terhadap lelaki maupun perempuan, sehingga idak ada lagi subordinasi, marginalisasi, be

-ban ganda, dan kekerasan terhadap perempuan dan lelaki.

***

Dalam konteks Indonesia, kesetaraan dan keadilan jender menjadi agenda yang sangat pening diwujudkan dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di du

-nia. Ikhiar mewujudkan kesetaraan dan keadilan jender di Indonesia dituangkan dalam kebijakan nasional sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor

25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional-PROPENAS 2000-2004,

dan dipertegas dalam Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusuta

-maan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional. Argumentasi atas kebijakan PUG tersebut didasari oleh kenyataan bahwa keberhasilan pembangunan di Indo

-nesia sangat bergantung kepada parisipasi dan peran akif lelaki dan perempuan. Oleh karenanya, menjadi sangat pening diberlakukan kesetaraan dan keadilan jender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga lelaki dan perempuan memilik peluang dan peran yang sama dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan di Indonesia.

Kebijakan PUG ini diberlakukan kepada semua instansi pemerintah, mulai dari pu

-sat, provinsi sampai kabupaten/kota, terutama berkenaan dengan sensiivitas jen

-der dalam penyusunan program, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, peman

-tauan sampai pada evaluasi, sehingga kesetaraan dan keadilan jender dapat diimplementasikan dalam semua sektor pembangunan. Namun demikian, pelak

-sanaan sensiivitas jender di lapangan masih membutuhkan keseriusan semua pihak, baik pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, karena bias jender masih mewarnai berbagai instansi pemerintah, sehingga kesetaraan dan keadilan jender masih berdiri di “persimpangan jalan”


(14)

Bias jender juga tampak di tengah lapisan masyarakat dengan berbagai jenis pro

-fesi, termasuk juga hakim dan para penegak hukum lainnya. Bias jender ini dise

-babkan—antara lain—oleh seperangkat asumsi, mitos, stereotype dan penilaian sigmais yang menyebar luas tentang pembagian peran seksual (sex roles) antara

lelaki dan perempuan yang kaku dan impang. Keseluruhan stereotype dan mitos itu pada umumnya terpusat pada pandangan bahwa perempuan adalah makhluk lemah dan karenanya mereka menjadi subordinat dari manusia berjenis kelamin lelaki. Parahnya, interpretasi agama yang konservaif dan seringkali mendapat du -kungan mainstream justeru mendorong penguatan stereotype dan sigma itu ke

dalam berbagai ingkat kelembagaan informal dan formal, termasuk peradilan. Proses semacam ini akhirnya melahirkan diskriminasi jender dalam bermacam bentuknya yang merugikan pihak perempuan.

Bias jender tersebut, secara sederhana dapat dimaknai sebagai sebagai suatu kecenderungan dalam memperlakukan atau menafsirkan fakta atau kasus de- ngan hanya memperimbangkan favoriisme atau preferensi kepada salah satu jenis kelamin tertentu berdasarkan prasangka dan stereotype. Dalam deinisi yang dibuat oleh Judicial Council Advisory Commitee on Gender Bias in the Courts Re

-port (1990), bias jender dipahami sebagai “behaviour or decision making which is based on or reveals; (1) stereotypical aitudes about the nature and roles of men and women; (2) percepions of their relaive worth; or (3) myths and misconcep

-ions about the social and economic realiies encountered by both sexes.”

Untuk mengurangi bias jender di kalangan hakim ini diperlukan sebuah perubahan paradigma, cara pandang dan cara membaca posisi perempuan pencari keadilan, dengan mengedepankan spirit sensiivitas jender dalam seiap proses ajudikasi. Sensiivitas jender dimaksudkan sebagai kemampuan memahami keimpangan jender (gender gap) terutama dalam memproses perkara dan pembuatan kepu -tusan.

***

Membangun sensiivitas jender di kalangan hakim ini perlu dilakukan oleh semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat yang secara sinergis mendorong ter

-wujudnya peningkatan sensiivitas jender di kalangan para hakim, terutama hakim agama dalam seiap proses ajudikasi, seperi halnya kegiatan peningkatan sensii

-vitas jender yang dilakukan oleh Putroe Kandee Aceh dan Pusat Studi Wanita UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta yang diperuntukan bagi para hakim agama dan kepala KUA. Kegiatan tersebut merupakan sebuah kontribusi yang sangat berharga dalam rangka meningkatkan sensiivitas jender para hakim agama, sehingga kesetaraan dan keadilan jender dapat terwujud dalam seiap proses peradilan. Kegiatan ini


(15)

perlu disosialisasikan sebagai bahan pembelajaran (lesson learned) bagi para ha

-kim lainnya dalam upaya meningkatkan sensiivitas jender di dunia peradilan. Dalam rangka sosialisasi tersebut, apresiasi saya sampaikan kepada Pusat Studi Konsitusi, Hukum, dan Hak Asasi Manusia (HAM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah melakukan dokumentasi dengan baik terhadap kegiatan-kegiatan pe-ningkatan sensiivitas jender yang dilakukan oleh Putroe Kandee Aceh, dan PSW UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saya berharap mudah-mudahan hasil dokumen

-tasi ini dapat bermanfaat dan menjadi insipirasi bagi para hakim agama dalam rangka meningkatkan kesetaraan dan keadilan jender dalam proses peradilan.

Semoga bermanfaat!

Ciputat, Agustus 2009


(16)

KATA PENgANTAR

iii

SAMBUTAN RePReSeNTATIve THe ASIA FoUNDATIoN

vi

SAMBUTAN DIReKTUR JeNDeRAl BADAN PeRADIlAN

AgAMA MAHKAMAH AgUNg RePUBlIK INDoNeSIA

viii

PeNgANTAR ReKToR UIN SYARIF HIDAYATUllAH JAKARTA

x

DAFTAR ISI

xiv

execUTIve SUMMARY

xvii

1. PeNDAHUlUAN

2

A. PeNgANTAR 2

B. lATAR BelAKANg KegIATAN DoKUMeNTASI PRogRAM 3

1. Kondisi Faktual Peradilan Agama di Indonesia 3

2. Perluasan Yurisdiksi Peradilan Agama 4

3. Hakim Agama dan Sensiivitas Jender 5

c. MeToDologI DAN URgeNSI PeNUlISAN DoKUMeNTASI 6 D. PeNgUMPUlAN DAN PeNYAJIAN DATA 8

1. Kegiatan FGD, Interview dan Observasi 8

2. Penyajian Data Dokumentasi 9


(17)

2. SeNSITIvITAS JeNDeR: SeBUAH PRoSeS PeMBelAJARAN 12

A. STRATegI DAN PeNDeKATAN PRogR AM ASIA FoUNDATIoN 12

1. Mengembangkan Gagasan Mitra 12

2. Penguatan Kapasitas Mitra 13

3. Kerjasama dalam teknik ‘Tandem’ 13

4. Pemanfaatan Sumber Daya 14

5. Legiimasi Pusat 14

B. STRATegI DAN PeNDeKATAN YAYASAN PUTRoe KANDee 14

1. Proil Lembaga 14

2. Pendekatan 15

3. Desain dan Pengembangan Kurikulum 16

4. Fasilitator, Narasumber, dan Peserta 16

c. STRATegI DAN PeNDeKATAN PSW UIN YogYAKARTA 17

1. Proil Lembaga 17

2. Pendekatan 19

3. Desain dan Pengembangan Kurikulum 19

4. Fasilitator, Narasumber dan Peserta 20

D. MeNgelolA ReSISTeNSI 21

3.

PELAKSANAAN TRAININg

SeNSITIvITAS JeNDeR

bAgI

HAKIM

2

6

A. PelAKSANAAN TRAININg YAYASAN PUTRoe KANDee AceH 31

1. Materi dan Metodologi Pembelajaran 31

2. Fasilitator, Narasumber dan Paniia Pendukung 36

3. Dampak dan Keberlanjutan Program 40

B. PelAKSANAAN TRAININg PSW UIN YogYAKARTA 41

1. Materi dan Metodologi Pembelajaran PSW 41

2. Fasilitator, Narasumber, dan Paniia Pendukung 44

3. Dampak dan Keberlanjutan Program 47

B. KeSAN DAN ReFleKSI 47

4. SeNSITIvITAS JeNDeR DAlAM SIKAP

DAN PeRIlAKU HAKI

M

: ANAlISIS

52 A. SIKAP HAKIM DAN ANAlISIS SeNSITIvITAS JeNDeR 54

1. Pernikahan 54

2. Perceraian 59


(18)

3. KDRT dan Alasan Perceraian 60

4. Mut’ah dan Nakah Iddah 65

5. Pemeliharaan Anak 69

6. Harta Bersama 72

7. Poligami 75

8. Kewarisan 79

9. Khalwat 84

B. HAKIM IN AcTIoN: PEMERIKSAAN PERKARA DI RUANg SIDANg 86

5. ReFleKSI DAN ReKoMeNDASI

92

A. cATATAN ReFleKTIF 92

B. ReKoMeNDASI DAN ACTION PLAN 94

1. Lembaga Penyelenggara dan Lembaga lain yang mempunyai

kepedulian terhadap program penguatan sensiivitas jender 94

2. Pemegang Kebijakan (Pemerintah dan Lembaga Legislasi) 95

3. Lembaga Donor (Nasional dan Internasional) 95

4. Para Hakim dan Aparat Penegak Hukum lainnya 96

DAFTAR PUSTAKA

97

DAFTAR ISTIlAH DAN SINgKATAN

98


(19)

execuive Summary

I

Ini adalah pendokumentasian tertulis ten

-tang program pemberdayaan perempuan yang dilaksanakan oleh Pusat Studi Wanita (PSW) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Yayasan Putroe Kan

-dee-Aceh dengan dukungan dari Asia Foun

-daion. Sejak tahun 2006 kedua lembaga ini secara terpisah bekerja untuk kegiatan yang sama yaitu peningkatan sensiivitas jender bagi para hakim dan petugas KUA melalui kegiatan training berjenjang dan penyebaran informasi. Peningkatan sensiivitas jender di

-maksud adalah menumbuhkembangkan cara pandang dan kesadaran peserta atas realitas relasi sosial lelaki dan perempuan yang pada kenyataannya sangat dinamis, kontekstual, dipengaruhi oleh dan berpengaruh kepada aspek sosial, poliik, ekonomi, budaya dan agama, sejak di ingkat rumah tangga hingga

negara.

xvii

I

This is the writen documentaion on the women’s empowerment programs conducted by the Women’s Studies Center (Pusat Studi Wanita, PSW) of Sunan Kalijaga State Islamic University (Universitas Islam Negeri, UIN), Yogyakarta and Putroe Kandee Foundaion, Aceh, with support from the Asia Founda

-ion. Since 2006, these two insituions have been working separately towards the same goal: upgrading the gender sensiivity of judges and Marriage Registrar Oicers (em

-ployees of the Religious Afairs Oice, Kantor Urusan Agama, KUA) through graded train

-ing aciviies and disseminaion of informa

-ion. This gender sensiivity training involves fostering perspecives and awareness among the paricipants toward the reality of social relaions between men and women, which are in fact highly dynamic and contextual, and both inluenced by and exering inluence on social, poliical, economic, cultural and reli

-gious aspects, from the household level to the level of the state.


(20)

Pendokumentasian ini bertujuan untuk mengukur sejauhmana hasil dan dampak pemberdayaan perempuan yang diseleng

-garakan baik oleh PSW-UIN Yogyakarta mau

-pun Putroe Kandee itu bagi para pesertanya. Pendokumentasian ini dilakukan oleh lem

-baga peneliian independen, PUSKUMHAM UIN Jakarta dari November 2008 sampai Februari 2009, dan berlanjut sampai Juli 2009 untuk proses konirmasi dan publika

-si. Informasi dikumpulkan dengan metode peneliian lapangan di mana data diolah berdasarkan hasil wawancara mendalam, FGD serta bacaan dokumen.

Cakupan wilayah pendokumentasian ini adalah Provinsi Aceh (Putroe Kandee), Su

-matera Barat dan Sulawesi Selatan (PSW UIN). Keiganya merupakan representasi dari beberapa provinsi yang dipilih sebagai wilayah kerja mereka.

Sebagai metodologi dalam ilmu–ilmu sosial, jender digunakan untuk membuka cara pan

-dang baru yang secara khusus digunakan untuk melihat keimpangan akses dan kon

-trol lelaki dan perempuan terhadap sumber daya. Ia bermanfaat untuk menelisik sekali-gus mencari jalan keluar atas keimpangan relasi itu serta akibat yang diimbulkannya. Dalam suatu sistem sosial yang lebih meng-utamakan peran dan kedudukan lelaki, dina-mika relasi sosial antar lelaki dan perem

-puan ini terbuki membuahkan sejumlah keimpangan. Keimpangan-keimpangan itu dapat diukur dari ingginya kekerasan ber

-basis prasangka jender, termarjinalkannya peran poliik dan ekonomi perempuan, bertambahnya beban kerja mereka baik di dalam maupun di luar rumah tangga, serta rendahnya penghargaan kumulaif atas sta

-The purpose of this documentaion is to measure the results and impact of the pro

-grams for empowerment of women, as con

-ducted by both PSW-UIN Yogyakarta and Putroe Kandee, on the paricipants. This do-cumentaion was created by an independent research insituion, Puskumham (Center for Consituion, Law and Human Rights Studies, Pusat Studi Konsitusi Hukum dan HAM) of UIN Jakarta, between November 2008 and February 2009, and coninuing unil July 2009 for the processes of conirmaion and publicaion. Informaion was gathered through ield research methods: data was processed based on the results of in-depth interviews, Focus Discussion Groups (FGD) and reading of documents.

The geographical scope of this documenta

-ion is the provinces of Aceh (Putroe Kan

-dee), West Sumatra and South Sulawesi (PSW UIN). These three provinces are repre-sentaive of the several provinces selected as the two insituions’ areas of acivity. Using social science methodologies, gender is used to open up new perspecives that are then employed speciically to examine the inequaliies in men’s and women’s access to and control of resources. It is useful to ques

-ion and at the same ime seek ways out of these imbalanced relaions and the impacts they create.

In a social system that emphasizes the roles and status of men, the dynamics of social re

-laions between men and women have been shown to produce a number of inequaliies. These inequaliies can be seen in the level of violence based on gender prejudice, the poliical and economic marginalizaion of women, the greater workloads for women


(21)

tus mereka.

Keimpangan-keimpangan itu dalam bebe-rapa dekade ini dipersoalkan karena terbuki memunculkan keidakadilan yang secara umum bermuara pada indakan diskrimi

-nasi berbasis prasangka jender yang sangat merugikan. Di dunia peradilan, manifestasi keimpangan itu bisa saja mewujud dalam putusan pengadilan yang dianggap idak adil yang disebabkan oleh cara pandang dan metode pengambilan keputusan yang bias jender.

Karenanya, peningkatan sensiivitas jender melalui proses edukasi dimaksudkan untuk peningkatan kemampuan peserta dalam meneropong keimpangan akses dan kontrol antar jenis kelamin terhadap sejumlah sum

-berdaya yang terkait dengan hukum. Dalam konteks kerja kedua mitra Asia Foundaion itu, fokus pemberdayaan ini diutamakan kepada para aparatur yang melayani peme- nuhan keadilan jender baik di KUA maupun di Peradilan Agama/ Mahkamah Syar`iyah. Secara umum, di Indonesia upaya untuk melakukan improvisasi dan legislasi hukum untuk membela kesetaraan status dan hak-hak perempuan terus menerus dilakukan. Misalnya, pada tahun 1957 calon mahasiswi diberi kesempatan mengambil studi hukum pada Fakultas Syariah dan mempersiapkan mereka menjadi hakim agama Islam setara dengan hakim laki-laki. Begitupun, lahirnya Undang-undang Perkawinan, No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam tahun 1991 di mana berbagai pasalnya berusaha memberi perlindungan terhadap perem

-puan meskipun belum sepenuhnya dapat memenuhi harapan maksimal. Dengan ala

-san ini, belakangan produk-produk hukum both within and outside the home, and the

low cumulaive appreciaion for their sta -tus.

Over the past few decades, these unequal posiions have become an important issue because they have been shown to create in

-jusice, which generally leads to highly detri

-mental acts of discriminaion based on gen

-der prejudices. In the court system, these inequaliies may manifest themselves in the form of court verdicts seen as unfair, which are produced by gender-biased perspecives and decision-making methods.

Therefore, upgrading gender sensiivity through educaional processes is an acivity intended to raise the paricipants’ ability to accurately perceive the imbalance between the sexes in access to and control of various resources related to the law. In the context of the work of these two Asia Foundaion partners, the focus of this empowerment is mainly on state oicials who deal with gen

-der jusice, both in the KUA and the religious court system (Peradilan Agama/ Mahkamah Syar`iyah).

Generally speaking, coninuous eforts have been made in Indonesia for legal improvi

-saion and legislaion to defend the rights and equal status of women. For example, as early as 1957 female students were granted the opportunity to undertake legal studies in shariah law faculies to prepare them to become Islamic religious court judges on an equal level with male judges. Likewise, se-veral aricles in the Marriage Law (Law No. 1 of 1974) and in the Compilaion of Islamic Law (1991) try to provide some protecion to women, though the expectaions and inten


(22)

tersebut dituntut untuk terus diperbarui agar mampu merespon berbagai perubahan sosial yang muncul yang berdampak pada perubahan relasi perempuan dan laki-laki, yang pada kenyataannya tak stais.

Upaya-upaya ini dianggap urgen, khususnya keika berbagai produk hukum dan kultur hukum di Indonesia dipersoalkan karena dianggap idak selalu mencerminkan relasi jender yang dibutuhkan untuk menempat

-kan perempuan pada posisi yang lebih adil dalam situasi yang terus berubah. Sembari menani upaya amandemen ataupun judi

-cial review terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan yang dipersoalkan, perubahan cara pandang hakim melalui se

-rangkaian pelaihan peningkatan sensiivitas jender ini dianggap dapat menjadi tero- bosan dan pilihan strategis.

Melalui strategi edukasi ini, hakim agama mendapatkan wawasan tambahan yang diharapkan dapat digunakan untuk meng

-hadapi situasi keidakadilan jender di ham

-pir segala ranah hukum. Dengan berbekal perspekif semacam itu, hakim agama ter

-legiimasi dan termoivasi untuk melakukan ijihad menafsirkan teks-teks perundang-undangan yang mengandung bias keidak- adilan, atau malah pergi lebih jauh ke balik

teks hukum (beyond legal texts) untuk

me-nemukan ini keadilan di sana.

II

Laporan ini terbagi ke dalam lima bab. Bab pertama menguraikan tentang latar be

-lakang kegiatan pendokumentasian ini dan metodologi yang digunakan serta uraian in

-formasi yang cukup lengkap tentang kondisi faktual Peradilan Agama di Indonesia serta reason, demands have recently emerged for

coninuing revision and reinement of these legal products so that they will respond to the many social changes that have occurred and have afected the dynamic relaions bet-ween women and men.

These eforts are considered urgent, paricu

-larly so because many of the legal products, and the legal culture, in Indonesia are seen as causing problems because they do not always relect the gender relaions needed to place women in a fairer posiion in con

-inually changing situaions. While awaiing amendment or judicial review of the most problemaic laws and regulaions, changing the perspecive of judges through a series of trainings to upgrade gender sensiivity is seen as both a breakthrough and a highly

strategic choice.

Through this strategy of educaion, religious court judges gain a broader perspecive, which, it is hoped, they can use when facing the gender injusice that arises in nearly all types of legal situaions. Armed with this new perspecive, religious court judges are legiimized and moivated to employ ijihad in interpreing the texts of laws and regula

-ions that contain injusice and bias, or even to go further, beyond legal texts, to discover the essence of jusice.

II

The report is divided into ive chapters. The irst chapter describes the background to the aciviies documented herein and the methodology used, together with extensive descripive informaion on the actual condi

-ions of the Religious Court system in Indo


(23)

latar belakang perluasan yurisdiksi Peradilan Agama terutama di Aceh.

Pada bab kedua, dijelaskan cakupan per

-soalan-persoalan yang didokumentasikan, sementara bab keiga menguraikan tentang pelaksaan kegiatan yang diselenggarakan kedua lembaga tersebut. Mengingat latar belakang persoalan jender yang ditemui di iga wilayah itu berbeda, maka dalam kedua bab ini dijelaskan tentang aspek-aspek yang terkait dengan proses edukasi itu seperi cakupan kurikulum, metodologi yang dikem

-bangkan, peran fasilitator, dukungan kepa

-niiaan lokal serta dampak kemanfaatan program. Dalam bab-bab ini akan dijumpai kuipan-kuipan pendapat para informan se

-bagaimana terkumpul baik dari FGD maupun wawancara mendalam tentang pelaksanaan dan manfaat kegiatan ini untuk mereka. Bab keempat merupakan ini dari laporan ini. Di dalamnya dimuat sembilan tema yang merupakan batu uji sejauhmana sensiivitas jender para hakim agama dalam mengha

-dapi persoalan-persoalan tersebut. Analisis jender disertakan agar dapat digunakan se

-bagai patokan/panduan untuk mengukur sensiivitas jender dimaksud. Tema-tema yang dipilih ini merupakan tema-tema yang dianggap paling krusial terkait dengan ke

-mungkinan adanya bias jender dalam proses ajudikasi di pengadilan agama/mahkamah syar’iyah. Tema-tema itu adalah: (1) Pernika

-han yang melipui isu Wali Nikah, Pencatatan Pernikahan dan Itsbat Nikah; (2) Perceraian; (3) KDRT dan Alasan Perceraian; (4) Mut’ah dan Nakah ‘Iddah; (5) Pemeliharaan Anak; (6) Pembagian Harta Bersama; (7) Poligami; (8) Kewarisan; dan (9) Khalwat, perkara khu

-sus yang menjadi kewenangan Mahkamah Syar`iyah di Aceh.

of jurisdicion of the Religious Courts, par

-icularly in Aceh.

The second chapter describes the scope of the issues being documented, while the third chapter describes the implementa

-ion of the aciviies conducted by the two insituions. Since the background of gen

-der problems difers between the three re

-gions, these two chapters describe aspects related to the educaional process, such as curricular scope, methodologies developed, the role of facilitators, support from local or

-ganizing commitees, and the impact of the programs’ implementaion. These chapters also contain opinions from the informants, gleaned from both the FGD and the in-depth interviews, on the implementaion and the beneits of these aciviies for them. The fourth chapter is the core of the report. It contains nine themes that are the key crite

-ria used to measure the gender sensiivity of religious court judges in facing these issues. Gender analysis is included so that it can be used as a benchmark or a guideline to mea

-sure gender sensiivity. The themes selected are ones that are considered most crucial in connecion with possible gender bias in the adjudicaion process in the religious courts or mahkamah syar’iyah. These themes are: (1) Marriage, including the issues of Wali Ni

-kah (male relaive/guardian for bride), Mar

-riage Registraion, and Isbat Nikah (mar-riage [re]conirmaion); (2) Divorce; (3) Domesic Violence and Reasons for Divorce; (4) Mut’ah (alimony) and Nakah Iddah (support during period immediately following divorce when ex-wife is not permited to marry); (5) Child Rearing; (6) Division of Marital Property; (7) Polygamy; (8) Inheritance; and (9) Khalwat (close proximity between diferent sexes


(24)

Bab kelima berisi kesimpulan yang menyaji

-kan analisis dan rekomendasi dari im penu

-lis tentang kelanjutan program penguatan sensiivitas jender bagi para aparat penegak hukum serta pihak-pihak yang dapat men

-dukung kegiatan ini seperi lembaga donor dan pemerintah.

III

Berdasarkan pengalaman Putroe Kandee dan Pusat Studi Wanita tercatat beberapa catatan pembelajaran mulai dari (i) alokasi waktu; (ii) strategi pendekatan dan rekrut

-men narasumber; (iii) penentuan wilayah sasaran; hingga (iv) cakupan kurikulum, se -bagai berikut:

1. Untuk menumbuhkan pemahaman ten

-tang jender dibutuhkan waktu, tenaga, dan usaha yang idak sedikit. Satu hal yang secara signiikan berpengaruh pada keberhasilan kegiatan ini adalah curahan waktu dan intensitas perjumpa-an pemikirperjumpa-an perjumpa-antara peserta dperjumpa-an fasilita

-tor/narasumber. Pendokumentasian ini mencatat bahwa jarang sekali peserta mampu menyerap seluruh konsep jen

-der secara utuh hanya dari satu kali ke

-giatan training dengan waktu terbatas

4-5 hari. Oleh karena itu, baik PSW

mau-pun Putroe Kandee merancang program pelaihan ini minimal untuk 2-6 kali per

-temuan melipui training ingkat dasar, training ingkat lanjutan, diskusi-diskusi temaik, pertemuan monitoring dan pe

-nyebaran informasi melalui media 2. Upaya untuk meningkatkan wacana,

pemahaman dan kesadaran peserta tentang sensiivitas jender membutuh

-kan strategi pendekatan dan rekrutmen narasumber yang secara matang diper

-who have no kin or spousal relaionship), a case that exclusively falls under the autho-rity of the Mahkamah Syar`iyah in Aceh. The ith chapter contains conclusions and presents the analysis and recommendaions from the team of writers on further steps for programs to strengthen gender sensiivity in law enforcement oicials and paries that could support these aciviies, such as donor agencies and governments.

III

The experiences of Putroe Kandee and the Women’s Studies Center (PSW) have pro

-duced a number of important lessons re

-garding (1) ime allocaion; (2) strategies for approaching and recruiing resource people; and (3) determining target regions; and scope of curriculum. The following are some of the speciic indings:

1. Fostering a proper understanding of gender takes ime, energy, and no litle efort. One aspect that signiicantly af

-fects the success of these aciviies is the great amount of ime and the intensity of intellectual interacion between the par

-icipants and the facilitators. Par-icipants are very rarely able to fully absorb all the concepts of gender from a single training program limited to only four or ive days. Therefore, both PSW and Putroe Kandee design their training programs to include at least two to six meeings, including basic-level training, advanced train

-ing, themaic discussions, monitoring meeings, and disseminaion of informa

-ion through the media.

2. Eforts to build discourse and enhance paricipants’ understanding and aware


(25)

-hitungkan agar tak memunculkan

resis-tensi atau penolakan yang idak perlu. Kedua lembaga ini mendemonstrasikan strategi pendekatan dan proses pembe

-lajaran yang diarahkan oleh fasilitator dan narasumber terpilih sesuai dengan kebutuhannya. Untuk menghindari re

-sistensi dalam pembahasan isu agama sebagai salah satu unsur yang meng

-konstruksikan peran jender, kedua lem

-baga ini menghadirkan narasumber yang sangat handal dalam bidangnya untuk menjelaskan makna pengerian dan fungsi jender serta menghubungkannya dengan ilmu tafsir dan usul ikih. Lebih dari itu, para narasumber dan fasilitator juga mengelola kelas dengan metode pembelajaran akif-interakif yang me -manfaatkan semaksimal mungkin

bera-gam media dan alat bantu belajar. 3. Putroe Kandee diuntungkan oleh pi-

lihan wilayah yang relaif homogen yang secara kebudayaan sangat dikenali oleh Putroe Kandee. Bagaimanapun, ini memudahkan Putroe Kandee untuk masuk dan mendekai peserta sehinga dapat mengurangi resistensi yang idak perlu. PSW sebaliknya bekerja di ba-nyak wilayah, termasuk dua di Suma

-tera Barat dan Sulawesi Selatan. Sebagai ”orang luar”, PSW harus bekerja lebih keras untuk membangun kepercayaan peserta. Namun begitu, baik Putroe Kan

-dee maupun PSW bekerja berdasarkan mandat baik dari Direktorat Peradilan Agama di Mahkamah Agung maupun Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’yah ingkat Provinsi yang juga berperan se-bagai penanggung jawab dari kegiatan ini sehingga kegiatan mereka mendapat

-kan legiimasi yang kuat. ness of gender sensiivity require a care

-fully thought-out strategy for approach to and recruitment of resource persons, in order to avoid unnecessary resistance or rejecion. To prevent resistance when discussing religious issues that can con

-tribute to the construcion of gender roles, the two organizing insituions have brought in resource persons with strong experise in their ields. These resource people are then able to explain the meaning, deiniion and funcions of gender and to relate this to tafsir (the science of textual interpretaion) and usul ikh (principles of Islamic jurispru

-dence). Furthermore, the resource per

-sons and facilitators also manage the classes using interacive “acive learning” methods that make maximum use of various media and teaching aids. 3. Putroe Kandee was lucky to have a rela

-ively homogeneous region whose cul

-ture Putroe Kandee knows extremely well. This certainly made it easier for Putroe Kandee to become involved with and approach paricipants, thereby re

-ducing unnecessary resistance. PSW, in contrast, worked in many regions, in

-cluding two in West Sumatra and South Sulawesi. As “outsiders,” PSW had to work extra hard to gain paricipants’ trust. Nevertheless, both Putroe Kandee and PSW worked based on mandates

from the Directorate of Religious Courts

under the Supreme Court and from the provincial-level Religious Courts/Mahka

-mah Syar’iyah, which also took respon

-sibility for the aciviies, thereby giving them strong legiimacy.


(26)

4. Perbedaan konten kurikulum antara Putroe Kandee dan PSW pada umum

-nya disebabkan oleh perbedaan ideni

-ikasi persoalan yang dilihat oleh kedua lembaga itu di masing-masing daerah. Putroe Kandee berangkat dari persoa

-lan hukum dan implikasinya terhadap perempuan pasca tsunami dan konlik. Dari segi cakupan kurikulum Putroe Kan

-dee berkonsentrasi pada metodologi pembacaan teks klasik dengan perspek-if jender dan memampukan hakim un

-tuk melakukan improvisasi hukum atas persoalan-persoalan keimpangan jen

-der yang dihadapi hakim sehari-hari di pengadilan. Walaupun cakupan isu jen

-der pada kenyataannya sangatlah luas, Putroe Kandee tak melangkah jauh dari isu-isu itu. Akibatnya, pengetahuan lain terkait isu jender sangat terbatas. Kuri

-kulum Putroe Kandee juga tak menyasar secara sistemais pada isu-isu yang dapat menggugah peserta melakukan peru- bahan sikap di ingkat pribadi, meskipun pada akhirnya cukup banyak efek pela-ihan yang berimplikasi ke arah itu. PSW, di lain pihak memperkenalkan isu-isu jender secara komprehensif, termasuk hal- hal yang ditujukan untuk menggugah kesa-daran dan sikap personal pesertanya, an

-tara lain melalui isu kesehatan reproduksi. Peserta juga dibekali keterampilan teknik advokasi untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. PSW pada dasarnya berangkat dari persoalan keimpangan jender seba-gaimana terideniikasi secara umum baik di Sumatera Barat maupun Sulawesi Selatan. Namun training PSW juga dirancang untuk merespon isu-isu lokal manakala isu-isu itu muncul ke permukaan meskipun tema-tema dimaksud tak secara spesiik dirumuskan 4. Diferences in curriculum content

bet-ween Putroe Kandee and PSW arose mainly from diferent ideniicaion of problems as perceived by the two insi

-tuions in their respecive regions. Pu

-troe Kandee started from legal problems and their implicaions for women in the wake of the tsunami and the conlict. In terms of curriculum scope, Putroe Kan

-dee concentrated on the methodology for reading classical texts using a gender perspecive and on enabling judges to undertake legal improvisaion on the is

-sues of gender inequality that they face in court every day. Although the scope of gender issues is very broad, Putroe Kandee did not stray far from these ba

-sic issues. As a result, knowledge regard

-ing other gender issues remains quite limited. Putroe Kandee’s curriculum also did not systemaically target issues that might require paricipants to change at

-itudes and behaviors on a personal le-vel, though eventually the efects of the training did have signiicant implicaions in this direcion.

PSW, in contrast, introduced gender issues more comprehensively, including topics aimed speciically at challenging the parici

-pants’ awareness and personal aitudes, for example regarding reproducive health is

-sues. Paricipants were also equipped with advocacy techniques and skills to struggle for women’s rights. At a fundamental level, PSW began from the problems of gender in

-equality generally ideniied in both West Su

-matra and South Sulawesi. However, PSW’s trainings were also designed to respond to local issues when and as they arose, even if these themes were not speciically for


(27)

dalam kurikulum, seperi membedah tema-tema yang secara langsung dihadapi hakim terkait dengan isu di pengadilan. Dari sisi ini materi yang ditawarkan PSW jauh lebih kaya dan beragam, sementara Putro Kandee ter

-batas namun mendalam.

IV

Didasarkan dari pengalaman kedua lembaga itu, pendokumentasian ini merekomendasi

-kan kepada lembaga yang berbeda-beda un

-tuk persoalan yang juga berbeda yang meru

-pakan rekomendasi untuk indak lanjut: Bagi lembaga Penyelenggara (PSW UIN dan Yayasan Putroe Kandee) dan Lembaga lain yang sejenis:

• Pemantauan secara lebih terprogram indak lanjut kegiatan, sehingga apa yang sudah disemaikan, terutama yang berkenaan dengan gender sensiivity dapat terus ditumbuhkan dan diimple

-mentasikan dalam proses ajudikasi. • Penyusunan instrumen-instrumen

kese-taraan dan keadilan jender yang lebih prakis sehingga dapat digunakan dalam proses ajudikasi di pengadilan. Cara ini diharapkan dapat menjadi blueprint yang akan menjadi rujukan bagi lembaga sejenis dalam mengembangkan training gender sensiivity dan training analisis jender serupa.

Bagi Lembaga Pemegang Kebijakan (Peme-rintah Pusat dan Daerah):

• Melakukan perubahan pada aspek regu

-lasi yang masih bias jender. Hal ini akan

membantu hakim untuk mencari tero-bosan hukum, terutama bagi mereka

analyzing themes directly faced by judges in connecion with cases in court. From this perspecive, the material ofered by PSW was far richer and more varied, while Putroe Kandee’s was limited but in-depth.

IV

Based on the experiences of these two insi

-tuions, this documentaion makes recom

-mendaions for further acion to various in

-situions regarding various diferent issues,

as follows:

For the execuing insituions (PSW UIN and Yayasan Putroe Kandee) and other similar insituions:

• Aciviies should be undergo follow-up monitoring in a more speciically-pro

-grammed way, so that what has been sown, paricularly with regard to gender sensiivity, can be further culivated and implemented in the adjudicaion pro -cess.

• These organizaions should formulate of more pracical instruments for gender equality and jusice that can be used in the adjudicaion process in the courts. It is hoped that this method will become a blueprint that will serve as a refer

-ence for other insituions in developing similar training on gender sensiivity and gender analysis.

For policy-making insituions (central and local governments):

• Government insituions must efect changes in regulaions that are sill gen

-der-biased. This will help judges make legal breakthroughs, paricularly for


(28)

yang sangat terikat oleh pandangan le

-gal posiivisik dan cenderung pasif dan rigid dalam merujuk dan menggunakan ketentuan dan kepasian hukum tertu -lis.

• Menindaklanjui hasil pelaihan ini me

-lalui cara memberikan sebanyak mung

-kin kesempatan para hakim untuk men

-jadi mediator-mediator berbagai konlik yang berakar dari keimpangan jender sejak dari ingkat keluarga hingga komu

-nitas, dan menyelesaikan persoalan itu dengan menggunakan ilmu-ilmu yang mereka dapai dari pelaihan ini. • Memasikan terbentuknya kebijakan

publik yang sensiif jender; antara lain melalui promosi pejabat publik yang lebih memiliki kesadaran jender; perlu-asan parisipasi kaum perempuan dalam proses perumusan kebijakan; penyu- sunan anggaran daerah dan perancang-an regulasi yperancang-ang nperancang-aninya akperancang-an mem

-pengaruhi ingkat kualitas kehidupan perempuan.

• Dalam aspek hukum sangatlah pening untuk menjaga agar regulasi yang dila

-hirkan idak justru makin jauh dari regu

-lasi yang sensiif jender, dan karenanya, memanfaatkan para alumni sebagai narasumber dalam penyusunan regu

-lasi yang diharapkan lebih sensiif jender

akan sangat berguna.

Bagi Lembaga Donor (Nasional dan Interna

-sional):

• Pelaihan peningkatan sensiivitas jender sepatutnya tak dirancang sebagai pro

-gram yang berdiri sendiri. Peningkatan sensiivitas jender untuk aparat hukum harus dilakukan sebagai strategi yang didasarkan pada keyakinan bahwa anali

-those who feel strongly bound by posi

-ivisic legal perspecives and tend to be passive and rigid in referring to and using the provisions and certainies of writen

law.

• These insituions should follow up on the results of these trainings by provid

-ing as many opportuniies as possible for the judges to serve as mediators in con

-licts rooted in gender inequality, from the family level to the community level, and to resolve these problems using the knowledge and skills they gained from

this training.

• These insituions must ensure the cre

-aion of gender-sensiive public policies; for example, through promoion of pub

-lic oicials with greater gender aware

-ness; expansion of women’s paricipa

-ion in policy formula-ion processes; and preparaion of local budgets and design of regulaions so as to posiively impact the quality of women’s lives.

• From a legal standpoint, it is essenial to ensure that any enacted regulaion does not run opposite to gender-sensiive re-gulaions; therefore, it will be very useful

to make use of alumni of this training as

resource persons when drating regula

-ions that are expected to be more gen

-der sensiive.

For donor agencies (naional and interna

-ional):

• Training to upgrade gender sensiivity should not be designed as a stand-alone program. Enhancement of gender sen

-siivity for legal oicials should be done based on a strong belief that gender analysis has been proven efecive in improving the efeciveness and uility


(29)

sis jender terbuki dapat meningkatkan hasil guna/kemanfaatan program pem

-bangunan di sektor apapun. Investasi melalui proses edukasi merupakan cara yang cukup strategis di mana analisisnya dapat digunakan untuk menumbuhkan pola-pola hubungan yang adil dan de

-mokrais yang pada gilirannya akan

sa-ngat bermanfaat untuk mengurangi

kon-lik, meningkatkan apresiasi terhadap perempuan, penghargaan pada eksis

-tensi keduanya (lelaki dan perempuan) di mana pun mereka berkiprah serta se

-cara langsung mengurangi ingkat pen-deritaan perempuan akibat keimpang-an jender.

• Pelaihan serupa ini masih membutuh

-kan dukungan, bu-kan hanya bagi para hakim melainkan bagi para aparat lain

-nya di lingkungan lembaga penegakan hukum, misalnya polisi, jaksa dan pe- ngacara. Ini pening agar secara efekif dan sistemais semua jajaran penegak hukum mendukung terwujudnya keseta

-raan dan keadilan jender dalam seiap tahap proses hukum.

• Upaya mendorong kesetaraan jender mu

-dah memunculkan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan kemunduran dari upaya pemberdayaan perempuan. Kare

-nanya, sangat pening bagi donor untuk mengetahui peta persoalan jender yang relevan bagi wilayah tersebut. Agenda donor untuk mendorong kesetaraan jen

-der harus dibarengi dengan kemampuan untuk mengukur apa yang mungkin dan idak mungkin dilakukan dalam konteks yang berbeda. Karenanya, bekerja de-ngan insitusi lokal menjadi sangat pen-ing. Asia Foundaion memperlihatkan bagai-mana hal ini bisa dilakukan tanpa harus menghindari substansi persoalan. of development programs in all sectors.

Investment in educaional processes is a highly strategic way to use this method of analysis to foster just and democraic paterns of relaionships that, in turn, are very beneicial in reducing conlict, increasing appreciaion of women, en

-hancing respect for both men and wom

-en in whatever they do, and directly reducing the level of women’s sufering due to gender inequality.

• Training like this requires further sup

-port, so that it can be available not only for judges but also for other oicials within law enforcement insituions such as the police, prosecutors and at

-torneys. This is important so that law enforcement personnel at all levels will systemaically and efecively support the achievement of gender equality and jusice in all stages of the legal process. • Eforts to promote gender equality can

easily give rise to misunderstandings that can lead to setbacks in the eforts to empower women. It is therefore neces

-sary for donors to understand the map of relevant gender issues in each par

-icular region. Donors’ agendas to pro

-mote gender equality must be accom

-panied by the ability to measure ‘what is’ and ‘what is not’ possible in diferent

contexts. Thus, working with local

in-situions is essenial. The Asia Founda

-ion has this behavior without having to avoid substanive issues.


(30)

• Untuk memperluas jangkauan impact program sensiivitas jender, kiranya di

-perlukan upaya-upaya untuk memper

-luas keterlibatan mitra kerjasama yang mempunyai latar belakang yang berbeda dan fokus sasaran yang beragam. Dalam konteks penegakan hukum ini, program pelaihan sensivitas jender bagi para pemangku adat, pimpinan lokal dan bagi tokoh agama dan ulama perlu diperim

-bangkan untuk diselenggarakan.

Bagi Para Hakim dan Aparat Penegak Hukum lainnya

• Untuk memperluas jangkauan impact sensiivitas jender, para hakim perlu membuka dan mengembangkan jejaring antar hakim, sehingga terjadi proses ber

-bagi informasi dan pengalaman dalam mewujudkan proses peradilan yang sen

-siif jender di tempat masing-masing. • Untuk terus menggali metodologi pem

-bacaan hukum yang memampukan para hakim keluar dari cara baca yang kaku terhadap teks hukum yang jelas-jelas bias jender. Untuk ini mereka hendaknya di

-mampukan untuk melanjutkan pemba-caan referensi yang menawarkan pema

-haman konsep keadilan jender. Dengan menggunakan analisis jender, seyogya-nya mereka dapat terus melakukan ka

-jian dan releksi atas perkara-perkara hukum yang mereka tangani sehingga proses ajudikasi dan putusan pengadilan yang bias jender dapat dihindari. [ ] • To expand the reach and impact of gen

-der sensiivity programs, eforts may be needed to expand involvement to include partners with diferent backgrounds and more varied targets. In the context of law enforcement, gender sensiivity training programs for leaders of tradiional com

-muniies, local community leaders, and religious igures and scholars should also be considered.

For judges and other law enforcement oi -cials

• To expand the reach and impact of gen

-der sensiivity, judges need to create and develop networks to enable a process of sharing of informaion and experiences in achieving gender-sensiive judicial processes in their respecive regions. • Judges should coninue to explore

me-thodologies for reading the law that will enable escape from rigid readings of legal texts that are obviously gender-biased. To this end, they should be endlessly challenged to coninue their reading of works that ofer a fresh understanding of the concepts of gender jusice. By using gender analysis, they should be able to coninue their study of and relecion on the legal cases they handle so that gen

-der-biased adjudicaion processes and decisions can be avoided. [ ]


(31)

1


(32)

2

A. PENgANTAR

B

uku ini merupakan hasil pendokumentasian pengalaman Pusat Studi Wanita (PSW) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogya-karta dan Yayasan Putroe Kandee Aceh dalam menyelenggarakan

ke-giatan pemberdayaan perempuan atas dukungan Asia Foundaion.

Secara terpisah kedua lembaga ini bekerja untuk kegiatan yang sama

yaitu peningkatan sensiivitas jender para hakim dan petugas KUA di beberapa wilayah di Indonesia. Peningkatan sensiivitas jender dimaksud adalah menum -buhkembangkan cara pandang dan kesadaran peserta atas realitas relasi sosial le-laki dan perempuan yang pada kenyatannya sangat dinamis, kontekstual,

dipenga-ruhi dan berpengaruh kepada aspek sosial, poliik, ekonomi, budaya dan agama.

Melampaui sangkaan orang yang kerap menganggap bahwa relasi jender itu ter-batas di lingkup rumah tangga, pada kenyataannya dinamika sosial antar jenis

kelamin itu merambah ke berbagai aspek kehidupan dan dalam ingkatan yang berbeda-beda mulai pada ingkatan keluarga, masyarakat, negara hingga tatanan masyarakat global.

Masalahnya, dalam suatu sistem sosial yang lebih mengutamakan peran dan

kedudukan lelaki, dinamika relasi sosial antar lelaki dan perempuan ini terbuki membuahkan sejumlah keimpangan. Keimpangan-keimpangan itu dapat dike

-nal dan diukur dari ingginya kekerasan berbasis prasangka jender, marji-nalnya peran poliik dan ekonomi perempuan, bertambahnya beban kerja di dalam dan

Pendahuluan


(33)

3

di luar rumah tangga, serta rendahnya

peng-hargaan kumulaif atas status mereka. Ke-impangan-keimpangan itu dalam beberapa dekade ini dipersoalkan karena terbuki me

-munculkan keidakadilan yang secara umum disebabkan oleh indakan diskriminasi ber

-basis prasangka jender.

Karenanya, peningkatan sensiivitas jen

-der dalam konteks ini berari peningkatan

kemampuan peserta dalam meneropong

keimpangan akses dan kontrol antar je -nis kelamin terhadap sejumlah sumberdaya

yang terkait dengan hukum. Cara ini diya -kini dapat mempengaruhi tercapainya rasa

keadilan baik laki-laki maupun perempuan.

Dalam konteks kerja kedua mitra Asia

Foun-daion itu, fokus pemberdayaan ini diuta -makan kepada para aparatur yang melaya-ni pemenuhan keadilan bagi mereka yang

datang ke Balai Nikah keika bahtera

rumah-tangga hendak didayung atau ke ruang pe-

ngadilan keika bahtera bersimpang haluan dan perkawinan terpaksa diakhiri.

Selain menjelaskan tentang bagaimana pro-gram pemberdayaan ini dijalankan, doku-mentasi ini juga memuat contoh-contoh dari

proses membangun kesadaran itu. Sebagai

sebuah karya yang dikonstruksikan dengan kaedah-kaedah keilmuan yang dapat diuji keabsahannya dan agar karya ini bisa diper-tanggungjawabkan, buku ini juga menyaji-kan penjelasan metodologi pengumpulan

data dan penulisannya.

Cakupan wilayah peneliian untuk pendoku -mentasian ini adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Sulawesi

Selatan. Keiganya merupakan representasi

dari beberapa provinsi yang dipilih sebagai wilayah kerja Putroe Kandee dan PSW UIN

Yogyakarta. Untuk Putroe Kandee pendoku

-mentasian ini hanya melipui Aceh karena Putroe Kandee hanya bekerja di wilayah ini.

Sementara untuk PSW UIN Yogyakarta,

pen-dokumentasian ini secara purposif memilih Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan.

b. LATAR bELAKANg KEgIATAN

DOKUMENTASI PROgRAM

Kegiatan dokumentasi program ini

dilaku-kan oleh Pusat Studi Konsitusi, Hukum dan HAM (PUSKUMHAM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dasar pikir dari pendokumentasian

ini antara lain sebagai berikut:

1. Kondisi Faktual Peradilan Agama di In-donesia

Tidak ada satu lembaga pun yang berpenga-ruh sangat besar kepada masyarakat Muslim

kecuali lembaga perkawinan. Karenanya, sangatlah dimengeri, keberadaan lembaga

yang mengatur bagaimana keluarga dibentuk

atau diakhiri menjadi pening. Keberadaan peradilan agama merupakan fenomena khas

yang terdapat di sejumlah negara

berpen-duduk mayoritas Muslim. Di Indonesia, cikal

bakal peradilan agama sudah muncul sejak zaman kesultanan Muslim pada abad ke-15

M di beberapa wilayah Nusantara. Kedudu -kan peradilan agama selanjutnya bah-kan mendapat pengakuan dari kolonial Belanda

pada abad ke-19 M. Namun, sungguhpun

mempunyai status yuridis sejak 1882, ke-beradaan peradilan agama hingga hampir

50 tahun Indonesia merdeka lebih bersifat semu dan tetap berada di posisi marjinal.

Padahal kedudukan dan peran mereka sa-ngatlah sentral dalam tatanan masyarakat di


(34)

4

Lahirnya Undang-undang (UU) Nomor 7 Ta-hun 1989 tentang Peradilan Agama telah membuka babak baru bagi proses

pe-nguatan yang signiikan untuk struktur dan kapasitas yurisdiksi peradilan agama. Boleh

dibilang bahwa sejak dekade 1990-an, kon-solidasi peradilan agama berlangsung

de-ngan cukup intensif dan mengalami perkem

-bangan insitusional yang pesat dari waktu ke waktu. Integrasi struktur peradilan agama

sejak tahun 2004 yang sebelumnya berada di bawah koordinasi Departemen Agama, ke dalam wilayah administrasi Mahkamah Agung mendorong percepatan proses kema-juan di berbagai bidang, termasuk pening-katan anggaran belanja tahunan dan

kuali-tas sumberdaya manusia.

2. Perluasan Yurisdiksi Peradilan Agama

Perkembangan mutakhir berkenaan dengan Peradilan Agama adalah upaya struktural untuk beranjak tak terbatas sebagai

pen-gadilan keluarga. Hal ini antara lain ditandai

dengan lahirnya ketentuan baru tentang per-luasan cakupan yurisdiksi peradilan agama sebagaimana terdapat di dalam Undang-un-dang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peruba-han Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama. Sebelum tahun

2006, yurisdiksi peradilan agama hanya

me-lipui masalah-masalah keluarga seperi: (a)

perkawinan; (b) kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam;

dan (c) wakaf dan shadaqah. Ruang lingkup

gambar 1

Gedung Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh

Peradilan agama

merupakan sarana

yang efekif untuk

mewujudkan akses dan

kontrol atas hak-hak

material maupun

non-material yang berkeadilan


(35)

5

yurisdiksi Pengadilan Agama pasca Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 itu bertambah dengan memasukkan perekonomian syariah

seperi: bank syariah, lembaga keuangan mi -kro syariah, asuransi syariah, reasuransi sya-riah, reksadana syasya-riah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pega-daian syariah, dana pensiun lembaga

keu-angan syariah dan bisnis syariah. Dengan

pertambahan yurisdiksi semacam ini,

Pe-ngadilan Agama di Indonesia idak lagi men -jadi pengadilan keluarga tetapi berkembang ke arah pengadilan sipil khusus bagi umat

Islam.

Perkembangan paling menonjol dari seluruh proses perubahan yang terjadi pada

peradil-an agama berlperadil-angsung di Aceh. Bersamaperadil-an dengan proses penerapan formal syariat Is -lam sejak disahkannya Undang-undang No-mor 18 Tahun 2001 tentang Nanggroe Aceh Darussalam, Pengadilan Agama di Aceh

bu-kan hanya bergani nama dari Pengadilan

Agama menjadi Mahkamah Syar’iyah, tetapi juga kewenangan memeriksa perkara-perka-ra bertambah luas mencakup pelanggaperkara-perka-ran-

pelanggaran-pelanggaran pidana ringan (jinayah) seperi

berjudi, konsumsi minuman keras dan khal-wat, yaitu berdua-duaan dengan lain jenis

kelamin yang bukan muhrim. Kewenangan

baru Mahkamah Syar’iyah ini selanjutnya diperteguh oleh Undang-undang Nomor 11

tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Semua perubahan spesiik ini hanya ber

-laku bagi peradilan agama di Aceh. Dengan

perkembangan ini, peradilan agama di Aceh melangkah melampaui kewenangan

peradi-lan agama di luar Aceh.

3. Hakim Agama dan Sensiivitas Jender

Insitusi peradilan agama sebagai bagian

dari sistem hukum nasional memiliki

kon-tribusi pening dalam mempengaruhi dan membentuk prakik dan kebiasaan yang

terjadi dalam hubungan hukum antara

laki-laki dan perempuan. Hal ini karena hampir

semua kompleksitas persoalan relasi antara laki-laki dan perempuan sebagai sepasang suami istri adalah bagian pokok dari

kom-petensi peradilan agama. Peradilan agama

dengan demikian merupakan sarana yang

efekif untuk mewujudkan akses dan kontrol

atas hak-hak material maupun non-material

yang berkeadilan jender. Dalam konteks ini,

hakim agama sebagai aktor sentral dalam

insitusi peradilan agama memegang peran pening. Hakim agama idak hanya sekadar berindak sebagai aparatur penegak hukum

dan keadilan tetapi juga dapat menjadi agen perubahan hukum untuk mengatasi ma-salah-masalah diskriminasi jender di dalam

lingkup domesik keluarga.

Upaya hakim agama untuk melakukan im-provisasi hukum dalam membela keseta-raan status dan hak-hak perempuan kian

terasa urgen, khususnya keika berbagai

produk hukum dan kultur hukum di Indone-sia masih belum sepenuhnya mengandung

sensiivitas jender yang mampu menempat -kan perempuan pada posisi yang

sepatut-nya. Sembari menani upaya amandemen

ataupun judicial review terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan yang

diang-gap bermasalah dari perspekif jender,

per-ubahan pola pikir dan cara pandang hakim

melalui serangkaian pelaihan peningkatan sensiivitas jender dapat menjadi terobosan dan pilihan yang dianggap strategis.

Melalui strategi edukasi, hakim agama di-harapkan akan memiliki wawasan dan pengetahuan memadai untuk menghadapi


(36)

6

situasi keidakadilan jender di hampir se

-gala ranah hukum. Dengan perspekif jen

-der semacam itu, hakim agama terlegiimasi dan termoivasi untuk melakukan ijihad,

menafsirkan teks-teks perundang-undangan yang mengandung bias keidakadilan, atau

malah pergi lebih jauh ke balik teks hukum

(beyond legal texts) untuk menemukan

ke-adilan di sana.

Akibat lanjutan dari kebijakan itu Pengadilan

Agama yang kala itu bernama Majelis Hakim

Agama harus membuka diri kepada para ma-hasiswi lulusan Fakultas Syariah untuk men-duduki jabatan hakim agama1.

C. METODOLOgI DAN URgENSI

PENULISAN DOKUMENTASI

Dokumentasi ini dilakukan para penelii PUS

-KUMHAM yang dipimpin sendiri oleh direk

-turnya, Dr. Arskal Salim. Tim ini bekerja in

-tensif selama 6 bulan sejak September 2008

sampai Februari 2009, ditambah beberapa bulan untuk revisi setelah dilakukan kon-sultasi dengan para pengguna dokumentasi

ini. Bagi PUSKUMHAM, pendokumentasian ini pening setelah Dr. Salim mengamai dari

dekat terjadinya perubahan-perubahan cara

pandang hakim yang ia telii dalam konteks peneliian yang berbeda2. Sebagai penelii

yang pernah inggal di Aceh dan bekerja un -tuk IDLO3, ia melihat berbagai perubahan

yang sangat signiikan terkait dengan cara

pandang hakim terhadap perkembangan

so-sial dan jender.

1 Abdurrahman Wahid, “Dilema Budaya Wani-ta Islam Indonesia”, dalam Wanita Indonesia dalam Teks dan Konteks, INIS, 1993.

2 Lihat Arskal Salim, Challenging The Secular State: The Islamization of Law in Modern In -donesia, (Honolulu: Hawai’i University Press,

2008); Praktik Penyelesaian Formal dan Infor

-mal Masalah Pertanahan, Kewarisan dan Per

-walian Pasca Tsunami di Banda Aceh dan Aceh

Besar, (Banda Aceh: International Development

Law Organization, 2006).

3 International Development Law Organization/ IDLO merupakan lembaga yang berpusat di

Roma, Italy, dan sejak akhir tahun 2005, aktif berkiprah di Aceh memberikan fasilitas dan du -kungan legal bagi para anggota keluarga korban

tsunami dan masyarakat Aceh pada umumnya.

Reaksi para hakim

yang pro-kontra atau

opimis dan skepis

atas adanya gagasan

gender mainstreaming

ini dianggap pening

untuk diamai, dicatat

dan didokumentasikan

,

terutama karena

dampaknya yang

sangat langsung kepada

keluarga melalui

lembaga peradilan

Bagi Indonesia upaya untuk meletakkan perempuan setara di depan hukum telah berlangsung bersama tumbuhnya negeri

ini sebagai suatu negara yang merdeka. Ta -hun 1957, segera setelah Fakultas Syariah berdiri, misalnya, para pelajar putri lulusan pesantren diterima untuk belajar di Fakultas Syariah sebagai konsekuensi atas dibukanya

pintu pendidikan bagi perempuan. Padahal

di negara-negara berpenduduk Muslim lain

seperi Mesir, penerimaan mahasiswi baru di

Universitas Al Azhar Kairo baru dimulai tahun 1960 dengan dibukanya Kuliyyah al-Banat.


(37)

7

kat (PKPM). Untuk memasikan kesamaan pemahaman para peneliinya, PUSKUM

-HAM melakukan workshop kerangka desain operasional peneliian dan teknik penggu

-naan perangkat peneliian. Satu akivitas

tambahan dilakukan berupa penyamaan persepsi tentang konsep dasar jender serta kekerasan berbasis jender melalui kegiatan

inhouse training bagi para penelii.

Secara lebih spesiik tujuan pendokumenta -sian ini adalah:

1. Merekam pengalaman hakim agama

dalam berbagai proses penguatan

sensi-ivitas jender pada sektor penegakan ke -adilan dan perlindungan hak-hak

perem-puan di beberapa kota yang berbeda. 2. Mengideniikasi bukan hanya sejauh

-mana sensiivitas jender aparat penegak

hukum telah terbentuk melalui proses

pelaihan yang telah diselenggarakan, tetapi juga mendeteksi dampak pelai

-han dalam seiap proses ajudikasi yang dilakukan oleh mereka.

Meskipun idak seintensif di Aceh, penga-matan serupa juga dilakukan PUSKUMHAM di wilayah-wilayah lain. Pengamatan ini ter -kait dengan semakin meluasnya gagasan

gender mainstreaming yang diintroduksikan oleh Kantor Pemberdayaan Perempuan seb-agai policy pemerintah berdasarkan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang PUG (Pengarus utamaan Jender)4. Reaksi para hakim yang

pro-kontra atau opimis dan skepis atas

adanya gagasan gender mainstreaming ini

dianggap pening untuk diamai, dicatat dan

didokumentasikan, terutama karena dam-paknya yang sangat langsung kepada

keluar-ga melalui lembakeluar-ga peradilan. Dalam pelak

-sanannya, peneliian lapangan ini didukung oleh penelii lokal dari lembaga peneliian setempat. Di Aceh, PUSKUMHAM dibantu

oleh Pusat Kajian Pendidikan dan

Masyara-4 Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Jender dalam Pembangunan Nasional dan Keputusan Menteri Dalam Neg-eri, Nomor 132 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG dalam Pembangunan

Daerah.

gambar 2

Proses Persidangan di Mahkamah Syar’iyah


(38)

8

3. Menjadi sarana yang mampu membang

-kitkan kesadaran dan sensiivitas jender para hakim agama yang belum mengikui pelaihan di wilayah lainnya di Indone

-sia.

4. Menjadi referensi bagi masyarakat luas,

utamanya perempuan, yang mengharap-kan keadilan dan perlindungan atas

hak-hak mereka. Dokumentasi ini menjadi buki untuk membangun keyakinan di

kalangan kaum perempuan bahwa ide kesetaraan jender mendapat dukungan

riel dari sektor peradilan.

5. Menjadi acuan atau iik tolak bagi pi -hak-pihak terkait yang akan melakukan

perencanaan program pelaihan pening -katan kualitas hakim, khususnya dalam rangka memantapkan kemampuan

sen-siivitas jender seiap hakim.

Untuk mewujudkan tujuan di atas, pendo-kumentasian ini dilakukan dengan

meng-gunakan metode peneliian kualitaif. Un

-tuk maksud yang lebih spesiik, digunakan

model evaluasi goal oriented untuk melihat kesesuaian hasil dan dampak pelaksanaan program dengan tujuan yang telah

diren-canakan. Untuk mendapatkan informasi tersebut, digunakan pendekatan parisipaif (paricipatory approach) yang menekankan pada 2 (dua) aspek, yakni internal actors

(melibatkan para pelaksana program pelai -han) dan external actors (melibatkan kelom-pok-kelompok lain di luar pelaksana yaitu

peserta pelaihan/stakeholders).

Tahapan pendokumentasian dimulai dari pe-rumusan konsep, studi dokumentasi, turun ke lapangan, workshop konsolidasi temuan lapangan, uji ulang hasil temuan lapangan,

hingga cek silang informasi dan konirmasi

kepada lembaga penyelenggara yaitu PSW UIN Yogyakarta, Putroe Kandee dan Asia

Foundaion untuk penulisan draf akhir.

D. PENgUMPULAN DAN PENYA

-JIAN DATA

1. Kegiatan FGD, Interview dan Observasi

Data awal dikumpulkan melalui bacaan dokumentasi berupa makalah, transkripsi

rekaman proses pelaihan yang didokumen -tasikan dengan baik oleh PSW dan Putroe

Kandee. Selain itu, dilakukan in-depth in -terview dengan key informants terpilih dan

observasi di lapangan. Untuk mengantarkan pada pandangan umum peserta, informasi

digali melalui Focus Group Discussion (FGD)

yang berlangsung serempak di iga lokasi pada 29 November 2009. Sejumlah

perta-nyaan dipersiapkan dan secara konsisten

diajukan kepada para peserta FGD di iga wilayah peneliian terpilih.

FGD Aceh diikui sembilan orang hakim

Mahkamah Syar’iyah sebagian diantaranya

hakim perempuan. Para hakim ini bertugas

di Mahkamah Syar’iyah Provinsi NAD, Banda Aceh, Jantho, Sigli, Lhokseumawe, Langsa,

Blang Keujeren dan Tapak Tuan. FGD Suma

-tera Barat diikui tujuh orang hakim, yang satu di antaranya perempuan. Mereka ber -tugas di lima Pengadilan Agama Sumatera Barat dan Pengadilan Tinggi Agama

Suma-tera Barat. Sementara di Sulawesi Selatan, FGD diikui tujuh hakim agama dua, di an

-taranya perempuan. Mereka berasal dari

Kantor Pengadilan Agama Makassar, Takalar, Pinrang, Watampone, Sengkang, Barru, dan

Sungguminasa.


(1)

RPK : Ruang Penanganan Khusus

STAIN : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

Stereotype : Prasangka atau penilaian negaif (sigma negaif) terha-dap satu kelompok, suku, atau jender

Sunnah mu’akkad : Tradisi agama yang dikuatkan dan mendekai wajib Syiqaq : Perselisihan atau percekcokan yang terus menerus

an-tara suami dan istri

Tandem : Pendampingan langsung dari donor di lapangan terha-dap kegiatan yang dilaksanakan mitra kerja

ToT : Training of Trainers

UNIFEM : United Naions Development Fund for Women

URAIS : Urusan Agama Islam

WCC : Women Crisis Centre


(2)

102

ARSKAL SALIM adalah lulusan S1 Fakultas Syari`ah IAIN (kini UIN) Syarif Hidayatul-lah Jakarta sebelum terangkat menjadi dosen tetap pada almamaternya pada ta-hun 1998. Pada tata-hun ini pula, ia menyelesaikan program Master dalam bidang studi Islam di Pascasarjana UIN yang sama. Setahun setelah itu ia berangkat ke Montreal, Kanada, untuk mengikui program PhD Sandwich di McGill University selama dua semester, Fall 1999--Spring 2000. Sepulang dari Kanada, Arskal melan-jutkan studi doktoral di benua Australia dengan beasiswa dari AusAid/ADS (2002--2006). Setelah meraih gelar PhD dari Faculty of Law, University of Melbourne, ia menjadi postdoctoral fellow di Max Planck Insitute for Social Anthropology, Ger-many, selama iga tahun (2006-2009) dengan fokus riset: ‘agama, penyelesaian sengketa dan pluralisme hukum di Aceh pasca tsunami’. Selain akif melakukan peneliian dan melaih para penelii dalam bidang sosial keagamaan, keterlibatan Arskal dalam bidang hukum dan hak asasi manusia sudah cukup lama ditekun-inya hingga ia dipercaya menjabat Direktur Pusat Studi Hukum, Konsitusi dan Hak Asasi Manusia (PUSKUMHAM), UIN Syarif Hidayatullah. Dalam kapasitasnya sebagai akademisi, Arskal telah menghasilkan beberapa publikasi yang bertalian dengan Aceh. Antara lain: “Shari’a from Below in Aceh 1930s-1960s: Islamic Iden-ity and the Right to Self Determinaion with Comparaive Reference to the Moro Islamic Liberaion Front (MILF)”, in Indonesia and Malay World, 32 (March 2004);

Praktek penyelesaian formal dan informal masalah pertanahan, kewarisan dan perwalian pasca Tsunami di Banda Aceh dan Aceh Besar, (Banda Aceh, Interna-ional Development Law Organizaion, 2006); Challenging the Secular State: The Islamizaion of Laws in Modern Indonesia, (Honolulu: Hawaii University Press, No-vember 2008).


(3)

LIES MARCOES NATSIR adalah Senior Program Oicer The Asia Foundaion. Beker-ja di lembaga ini seBeker-jak 2001. Lies semula menBeker-jadi Program Oicer untuk Program Islam dan Civil Society. Beberapa bulan setelah tsunami menerjang Aceh di tahun 2004 Lies kemudian bergabung dengan unit Aceh di lembaga yang sama untuk pemberdayaan perempuan korban konlik dan tsunami. Melalui program itu Lies banyak bekerja dengan lingkungan Mahkamah Syar’iyah Aceh. Lies adalah salah seorang di antara sedikit ahli yang benar–benar menguasai isu jender terutama dilihat dari aspek antropologi agama. Pengalamannya baik dalam dunia peneliian maupun pendidikan serta advokasi dengan menggunakan analisis jender sangat luas. Lies memperoleh gelar Master dalam bidang Antropologi Kesehatan dari Universitas Amsterdam (2001). Sebelumnya dia menyelesaikan sarjananya di IAIN (sekarang UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan bekerja di sebuah LSM yang mem-bawanya mengenal dunia pesantren lebih dekat. Bakat peneliiannya berkembang setelah dia mendapatkan bimbingan intensif dari seorang antropolog ternama dari Belanda Prof. Dr. Marin van Bruinessen. Pada tahun 1983-1984 keika Lies masih kuliah di IAIN mereka melakukan peneliian dan inggal lebih dari 1 tahun di daerah kumuh di Bandung Selatan untuk melakukan studi tentang pola per-pindahan penduduk dan dampaknya secara sosial dan ekonomi. Bersama dengan itu mengalir pula bakatnya dalam dunia tulis menulis. Beberapa tulisannya kerap dapat dijumpai di Kompas dan beberapa bukunya yang membedah berbagai isu terkait dengan persoalan perempuan telah diterbitkan baik di dalam maupun di luar negeri. Beberapa di antaranya diterbitkan oleh VENA – Leiden, the Nether-lands, the ANU publicaion – Canberra, the Archiple Journal – Paris, dan Repro-ducive Health Maters – London.

EUIS NURLAELAWATI adalah dosen hukum Islam pada Fakultas Syariah dan Hu-kum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia memperoleh gelar Master untuk program Islamic Studies dari Universitas Leiden Belanda pada 1999, setelah ia berhasil me-nyelesaikan studi s1 nya pada Fakultas Syariah IAIN Syarif Hiayatullah Jakarta pada 1995. Pada 2002 ia memeproleh kesempatan untuk mengikui program doktor di Universitas Utrceht, Belanda, dan berhasil menyelesaikannya pada 2007. Selain mengajar, ia juga menekuni peneliian dan beberapa kali diundang untuk menjadi pembicara pada seminar-seminar baik nasional maupun internasional tentang isu perkembangan dan penerapan hukum keluarga Islam di Indonesia dan Asia Tenggara. Ketertarikannya untuk melakukan peneliian mengenai isu penerapan hukum Islam terus menguat seiring dengan perkembangan diskursus isu terkait di Indonesia dan Asia Tenggara. Beberapa tulisannya dimuat di jurnal-jurnal yang menyajikan kajian-kajian hukum Islam di Indonesia dan Asia Tenggara, seperi,

Studia Islamika, al-Jami’ah, dan Ahkam. Sebuah buku yang berasal dari disertasi doktornya yang ia pertahankan pada Universitas Utrecht, Belanda, Moderniza

-ion,Tradiion and Idenity: The Kompilasi Hukum Islam and Legal Pracice in the Indonesian Religious Courts, diterbitkan oleh Amsterdam University Press


(4)

(Okto-104

ber 2009). Buku tersebut mengupas dan menganalisa tentang bagaimana sikap para hakim agama terhadap hukum terapan, Kompilasi Hukum Islam, yang telah disiapkan untuk dijadikan rujukan dan pedoman keika menyelesaikan perkara hu-kum dan bagaimana sikap masyarakat di beberapa daerah terhadap huhu-kum yang dibuat negara keika mereka dihadapkan pada masalah-masalah hukum keluarga. Selain mengajar, saat ini Euis menjabat sebagai koordinator bidang jender dan kelompok minoritas pada Pusat Studi, Konsitus,i Hukum dan Hak Asasi Manusia (PUSKUMHAM) dari 2008 hingga sekarang.

WAHDI SAYUTI, adalah dosen Pendidikan Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakar-ta. Setelah menyelesaikan studi S-1 pada 1999 di Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ia langsung terlibat dalam kegiatan-kegiatan peneliian di Pusat Peneliian IAIN (sekarang UIN) Jakarta sampai tahun 2002. Akivitas peneli-ian ini, telah membentuknya menjadi sosok yang cukup akrab dan piawai dalam mendesain dan melakukan peneliian. Beberapa peneliian yang pernah dilaku-kan antara lain ”Evaluasi Pembelajaran Pendididilaku-kan Kewargaan di IAIN dan STAIN se-Indonesia” (2000), ”Persepsi Demokrasi di Kalangan Mahasiswa UIN Jakarta (2004)” dan ”Gender Mainstreaming dalam Pelaksanaan Pendidikan Dasar dan Menengah (2005)”. Selain akif melakukan peneliian, Wahdi juga terlibat akif dalam pengembangan Pendidikan Demokrasi dan HAM untuk Perguruan Tinggi, kerjasama UIN Jakarta dengan The Asia Foundaion pada 2000 - 2005, bahkan ber-sama-sama dengan Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. membidani pembentukan lem-baga yang secara khusus menangani pengembangan Pendidikan Demokrasi dan HAM (Pendidikan Kewargaan) di Perguruan Tinggi pada tahun 2002, yakni

Indone-sian Center for Civic Educaion (ICCE). Sebagai akademisi, Wahdi juga telah mem-publikasikan beberapa buku ajar, antara lain Pendidikan Kewargaan: Demokrasi,

HAM dan Masyarakat Madani (Prenada Media, 2003) sebagai im penulis dan ed-itor, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Madrasah Ibidaiyah (FITK UIN Jakarta, 2008), dan Ilmu Pendidikan: Pengantar dan Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan (UIN Jakarta Press, 2006). Selain mengajar, saat ini Wahdi dipercayakan menjadi

associate researcher pada Pusat Studi Konsitusi, Hukum dan HAM (PUSKUM-HAM) dan Koordinator Peneliian dan Pengembangan pada Center for Research and Development in Educaion (CERDEV) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(5)

(6)