Kewarisan Buku demi keadilan dan kesetaraan
81
SENSITIvITAS jENDER DALAM SIKAP DAN PERILAKU HAKIM: ANALISIS
digenapkan menjadi penuh seratus persen. Dengan kata lain, seorang anak perempuan
tunggal, walaupun ia masih mempunyai pa- man, dapat menerima seluruh harta pening-
galan pewaris. Yurisprudensi ini seolah-olah bertentangan secara diametral dengan bu-
nyi pasal 176 KHI yang menyatakan: anak perempuan mendapatkan seperdua bila
seorang diri, dan duaperiga bila mereka jumlahnya berdua atau lebih. Namun dari
penjelasan hakim yang menangani perkara ini yaitu seorang hakim perempuan, Haidzah,
kita mendapatkan penjelasan yang sangat logis. Sebagai anak tunggal, anak perem-
puan itu mendapatkan separuh dari haknya. Tapi, karena idak ada saudara yang lain,
dia memperoleh hak atas sisanya sebagai zawil furud. Ketentuan ini idak menggu-
nakan aturan-aturan terkait
zawil arham, yang mana saudara dari si pewaris diang-
gap berhak karena hanya ada satu-satunya ahli waris anak perempuan yang masih hid-
up. Penafsiran seperi ini merupakan suatu terobosan hukum
ijihad yang dipandang mampu mengatasi persoalan keimpangan
pembagian porsi harta warisan pada pihak anak perempuan.
Para hakim Sumatera Barat nampaknya setuju dengan apa yang secara umum dipa-
hami para hakim Mahkamah Syar’iyah Aceh terkait masalah kewarisan. Namun dalam
aturan yang menentukan anak perempuan
setara dengan anak laki-laki yang dapat menghalangi hak saudara dari si pewaris,
mereka idak seluruhnya bersepakat. Me- reka menyatakan bahwa anak perempuan
hanya dapat menghalangi hak saudara laki- laki pewaris, manakala ia bukan anak tung-
gal. Arinya, jika kebetulan anak perempuan itu tunggal, maka ia idak bisa menghalangi
paman dan bibi saudara orang tuanya un- tuk memperoleh hak warisan.
Apa yang dikemukakan para hakim Su- matera Barat ini nampaknya merupakan
pemahaman yang secara ketat akan mereka terapkan manakala berhadapan dengan ka-
sus-kasus semisal. Mereka mendasarkan si- kapnya karena khawair melakukan penyim-
pangan dari doktrin ikih. Akan tetapi, pada sisi lain, mereka bisa menerima penyim-
pangan semacam itu bila anak perempuan jumlahnya lebih dari satu. Arinya, ahli waris
anak-anak perempuan yang jumlahnya lebih
dari satu itu, yang secara muasalnya hanya berhak atas dua pertiga atas harta wa-
risan, dapat menghalangi hak saudara dari si pewaris untuk menerima sisa warisan yang
inggal seperiga itu.
Ini memang masih merupakan wacana pe- mikiran hukum. Apakah sikap yang diambil
oleh hakim di Sumatera Barat akan mencer-
minkan wacana tersebut bila memeriksa dan memberi putusan atas kasus semacam itu,
tentu belum bisa dijelaskan saat ini, mengi- ngat perkara kewarisan sejenis ini teramat ja-
rang, untuk idak mengatakan idak pernah, masuk ke dosir perkara pengadilan agama di
Sumatera Barat. Lagi-lagi karena sistem ke- kerabatan yang mereka anut membendung
masuknya perkara kewarisan ke penga- dilan. Berpijak pada sistem kekerabatan yang
dianut, aset rumah tangga yang terkumpul akan diberikan kepada yang diinggalkan, is-
tri dalam hal ini, untuk kemudian dialihkan kepada anak perempuan.
Keengganan para hakim beranjak dari aturan ikih waris dan beberapa aturan kewarisan
yang ditetapkan dalam KHI teramai juga di kalangan hakim Sulawesi Selatan. Perlu di-
catat bahwa penanganan kasus kewarisan di
82
DEMI KEADILAN DAN KESETARAAN
Sulawesi Selatan biasanya dilakukan oleh ke- luarga atas bantuan ulama setempat dengan
berdasarkan pada ketentuan yang tertera dalam Al Qur’an. Dalam hal ini, para hakim
biasanya menjadi mediator dalam menghi-
tung pembagian harta warisan di dalam ma- syarakat Sulawesi Selatan. Dalam posisinya
sebagai mediator, para hakim sering mene-
rapkan prinsip perdamaian atau pembagian harta warisan secara kekeluargaan atau
kesepakatan. Sikap ini diambil untuk dapat merealisasikan prinsip pemeliharaan dan
perlindungan terhadap kepeningan perem- puan, terutama kaitannya dengan rasio dua
banding satu 2:1 untuk anak lak-laki dan perempuan.
Dalam kasus di mana perikaian terjadi, para hakim mengupayakan secara maksi-
mal terwujudnya kesepakatan kedua belah pihak. Pihak-pihak yang berikai oleh hakim
diajak untuk bermusyawarah membicarakan
masalah pembagian harta warisan secara merata atau paling idak memperhaikan
aspek kepeningan ekonomi masing-masing pihak. Hakim Basir, misalnya, menceritakan
bagaimana ia mengajak pihak laki-laki untuk
mengalah dan kemudian mau merelakan ba- giannya menjadi sama rata dengan saudari
perempuannya.
“Kalau selama ini kita tuangkan masih 2:1, tapi biasanya kita mengedepankan
perdamaian di dalam persidangan, [se- hingga] terkadang seimbang. laki-laki
di[beri] bagi[an yang] sama dengan perempuan sebagai upaya didamai-
kan sehingga dia sepakat untuk dibagi rata...”
Hakim Basir. Peserta lain mengatakan:
“Kadang banyak yang ngotot untuk mendapatkan porsinya lebih besar
sesuai Al-Qur’an. Kita akan melihat- nya secara kasuisik dengan berupa-
gambar 12
Para Hakim dan seorang panitera
tengah menjalankan persidangan di PA
Sungguminasa.
83
SENSITIvITAS jENDER DALAM SIKAP DAN PERILAKU HAKIM: ANALISIS
ya mencarikan jalan keluarnya agar pada akhirnya pihak perempuan juga
mendapatkan jatah yang sama rata...” Muhajir, Kepala KUA.
Proses mediasi ini kadang berhasil, dan ha- kim akan memanfaatkan proses ini semak-
simal mungkin untuk mengarahkan tujuan bagi perlindungan hak perempuan. Mun-
culnya Peraturan Mahkamah Agung Perma
Nomor 1 Tahun 2008 yang mewajibkan me- diasi untuk seiap perkara, mendukung upa-
ya pembagian harta warisan berdasarkan kesepakatan. Dan, proses ini juga menjadi
lahan hakim, yang pada hari-hari tertentu sedang idak bertugas dalam majelis hakim,
untuk menawarkan konsep-konsep perda- maian yang adil bagi kedua belah pihak.
Dalam hal perdamaian atau kesepakatan idak dapat diwujudkan, seperi diakui oleh
Basir, para hakim selalu mengikui aturan yang tertuang dalam KHI. Maksudnya, rasio
pembagian dua banding satu untuk masing-
masing anak laki-laki dan perempuan akan diterapkan. Sikap ini merupakan konsekuen-
si dari sistem hukum Indonesia, termasuk
peradilan agama, yang menganut tradisi civil law dan bukan common law
. Para hakim menegaskan bahwa mereka harus mengikui
aturan yang ada, terutama klausul yang ter- tera pada KHI pasal 176, kecuali bila aturan
tersebut diubah. Selama aturan itu masih ada, mereka harus menjalankannya karena, menu-
rut mereka, fungsi hakim adalah menegakkan dan menjalankan aturan yang ada. Mereka bu-
kan pembuat hukum, tetapi penegak hukum,
suatu sikap yang agak berbeda dengan si- kap-sikap mereka pada kasus lain.
Analisis
Kewarisan adalah salah satu isu yang paling pening dibahas dalam konteks penerapan
keadilan jender. Ini tentu bisa dipahami karena masalah harta warisan memang
sangat nyata terkait dengan akses dan kon- trol terhadap aset keluarga. Analisis jender
dapat digunakan untuk melihat maksud dan tujuan sebuah ketentuan spesiik kewarisan
baik itu teks agama, ikih atau peraturan perundang-undangan. Dan bagaimana sua-
tu pembagian harta waris dilakukan ber- dasarkan ketentuan spesiik itu dan juga bila
diletakkan dalam sebuah konteks sejarah. Dengan cara itu, akan dapat terlihat apa se-
sungguhnya asumsi-asumsi yang mendasari ketentuan spesiik kewarisan itu. Apakah
asumsi-asumsi tersebut masih tetap berlaku
dalam bentuknya itu atau mungkinkah di- lakukan modiikasi dan perubahan atasnya.
Selain soal akses dan kontrol, analisis jender juga dapat digunakan untuk menganalisa
apakah sebuah aturan hukum memarjinal- kan posisi perempuan atau idak. Sebab
sangatlah diyakini bahwa idak ada satu pun aturan hukum atau agama yang bertujuan
untuk memiskinkan atau memarjinalkan salah satu pihak atau kelompok.
Hal lain yang dapat dilihat melalui analisis jender adalah ke arah mana upaya-upaya
perubahan hukum mesi diarahkan dan di- perjuangkan. Pertanyaannya, ke arah mana
perubahan hukum itu bergerak? Pada
umumnya, perubahan hukum yang menga- rah kepada kemaslahatan berpangkal pada
pandangan yang mendudukkan secara seta- ra antara anak lelaki dan anak perempuan.
Bagi para hakim Mahkamah Syar’iyah Aceh, masalah sensiivitas jender hakim dalam hal
kewarisan ini idak dapat diukur semata- mata dengan bunyi keputusan majelis hakim
84
DEMI KEADILAN DAN KESETARAAN
yang berani mendobrak doktrin dua ban- ding satu dan menetapkan hak waris yang
sama jumlah porsi pembagiannya bagi anak laki-laki dan anak perempuan. Yang dapat
dikedepankan sebagai parameter untuk me- nilai dengan lebih adil keberadaan sensii-
vitas jender seorang hakim dalam masalah
kewarisan, adalah apakah anak perempuan satu-satunya, seperi halnya anak laki-laki,
dapat menghalangi saudara laki-laki dan
atau saudara perempuan dari pihak ayah anak perempuan tunggal itu. Menurut me-
reka, hakim bisa dikatakan sensiif jender jika memiliki pandangan bahwa anak perem-
puan tunggal dapat menerima seluruh harta peninggalan kedua orang tuanya walaupun
terdapat pihak laki-laki dari keluarga ayah dari anak perempuan itu e.g. saudara laki-
laki ayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah.