Harta Bersama Buku demi keadilan dan kesetaraan

74 DEMI KEADILAN DAN KESETARAAN Para hakim di Sumatera Barat pada dasarnya setuju dengan aturan KHI soal harta bersama. Namun pada prakiknya, mereka cenderung untuk lebih mengutamakan hak-hak perem- puan atas dasar untuk melindungi masa de- pan kehidupannya dan anak-anaknya yang secara pasi berada dalam tanggung jawab- nya, apapun status perkawinannya kelak. Para hakim Sumatera Barat ini menilai bah- wa pembagian harta bersama dalam kasus tertentu bisa menyimpang dari aturan hu- kum, di mana aset bersama idak dibagikan rata. Dalam kasus istri yang mencari nakah, sementara suami sama sekali idak bekerja, maka rasio pembagian harta bersama bisa idak satu banding satu. Istri, dalam kondisi seperi itu, bisa mendapat porsi lebih ban- yak. Seorang hakim pernah menyelesaikan perkara dengan memberikan ¾ dari harta bersama kepada istri. Penafsiran dan sikap para hakim ini merupakan hasil pembacaan mereka atas kenyataan tentang beratnya tanggung jawab istri pasca perceraian. Dan untuk itu mereka tak merasa telah melang- kahi KHI, melainkan memanfaatkan peluang yang diatur KHI. Dalam KHI, pembagian 1:1 itu idak mempermasalahkan siapa yang bekerja di luar, melainkan soal perlindungan bagi perempuan pasca perceraian. Penerjemahan dari aturan KHI terkadang dapat terjadi dalam bentuk lain. Misalnya, harta bersama idak dibagikan dengan ala- san bahwa harta yang dicari semuanya di- peruntukkan bagi anak. Terlebih jika rumah dibangun oleh suami dan istri di atas tanah harta pusako inggi. Analisis Sekilas terlihat bahwa para hakim telah sedemikian rupa mengupayakan untuk memberikan perlindungan kepada perem- puan pasca perceraian. Bentuk perlindung- an itu diberikan dalam menerapkan konsep gono-gini yang diatur KHI. Terlihat bahwa analisis jender telah digunakan keika me- reka berargumentasi tentang berapa bagian yang diberikan kepada istri dan alasannya. Alasan yang mereka kemukakan dengan jelas menunjukan sensiivitas mereka bahwa se- cara de facto istri ikut bekerja dengan meng- urus rumah tangga sehingga harta bisa di- kumpulkan sepanjang usia rumah tangga berlangsung. Para hakim telah menilai de- ngan adil bahwa pekerjaan perempuan di dalam rumah tangga dalam bentuk menge- lola rumah tangga sebanding dengan suami yang bekerja di luar rumah. Dalam konteks itu, adalah sangat adil secara jender bila hakim memutuskan perempuan mendapat bagian yang sama dengan lelaki yang ber- cerai. Demikian halnya keika hakim mem- beri bagian lebih banyak kepada istri yang bekerja. Analisis jender membantu mereka untuk memahami bahwa keika istri bekerja di luar rumah —sangat jarang suami men- gambil alih pekerjaan rumah tangganya. Dengan demikian, istri pada dasarnya telah bekerja rangkap melakukan produksi seka- ligus reproduksi. Atas dasar itulah, menjadi sangat layak jika mereka berpisah si istri akan mendapat ¾ bagian dan suaminya ¼ bagian. Para hakim telah menilai dengan adil bahwa pekerjaan perempuan di dalam rumah tangga dalam bentuk mengelola rumah tangga sebanding dengan suami yang bekerja di luar rumah. 75 SENSITIvITAS jENDER DALAM SIKAP DAN PERILAKU HAKIM: ANALISIS Di sini sumbangan suami tetap dinilai dengan wajar dan adil.

7. Poligami

Hakim Mahkamah Syar’iyah Aceh meman- dang bahwa poligami merupakan perkara yang pelik untuk diperbincangkan. Pertama, karena idak ada satupun di antara hakim yang berani menetapkan hukum poligami itu terlarang, walaupun dalam prakiknya mere- ka sebagai hakim sangat mengetahui bahwa perkawinan poligami adalah perkawinan yang paling bermasalah dan dipandang se- bagai amalan yang hanya dapat dilakukan karena terpaksa alias darurat. Buki bahwa akivitas poligami merupakan sesuatu yang bermasalah adalah karena hampir semua prakik poligami dilakukan dengan meman- faatkan “kadi liar”. Dalam konteks Aceh se- sungguhnya hakim jarang memproses perka- ra permohonan izin resmi untuk berpoligami di pengadilan, meskipun dalam kenyataan- nya banyak sekali prakik poligami di Aceh. Alih-alih mengantongi izin dari pengadilan, poligami itu pada umumnya dilangsungkan secara diam-diam tanpa sepengetahuan is- tri. Dalam hal ini, prakik poligami sebetul- nya terkait dengan masih banyaknya prakik kawin siri dan peran penghulu idak resmi atau insitusi di luar negara. Kedua, karena perempuan Aceh pada umumnya lebih me- milih bercerai daripada hidup dimadu. Dalam FGD di Sulawesi Selatan, tema poli- gami dibahas cukup hangat dan memuncul- kan perdebatan seru. Sebagian besar hakim lelaki menyatakan dasar poligami adalah boleh. Sementara hakim perempuan, meski- pun idak secara tegas menyatakan haram, memandang poligami sebagai indakan pe- nyimpangan dari tujuan perkawinan seb- agaimana tersurat dalam ayat “…wa ja`alna bainakum mawaddatan warahmatan..” mewujudkan kehidupan yang penuh ka- sih sayang. Menurut mereka, adalah idak mungkin tujuan seperi itu akan dapat di- capai bila laki-laki sudah berkeinginan atau melakukan poligami. Dalam diskusi masalah ini terdapat iik berangkat yang berbeda antara hakim lelaki dan perempuan. Dengan menguip ayat yang sama kedua kubu mem- beri tekanan yang berbeda. Namun, seorang peserta laki-laki dalam FGD di Makassar mengungkapkan pendapatnya, sesuatu yang cukup sering dikemukakan oleh mereka yang menolak poligami: ”Kaum bapak umumnya hanya me- niik beratkan pada penggalan ayat “... fankihu maa thoba lakum minannisaa matsnaa wa tsulatsa wa rubaa kawini- lah di antara perempuan itu, dua, iga atau empat, karenanya hukum poli- gami adalah boleh. Namun ada peng- galan ayat berikutnya yang jarang dibaca yaitu, “dan jika idak dapat berlaku adil, maka kawinilah satu saja, sungguh, kata Allah kamu idak akan sanggup berlaku adil meskipun kamu menginginkannya”. Lebih dari itu, ada ayat lain yang juga dianggap sering terlupakan , yaitu ayat ”wamin ayaihi an khalaqa lakum min anfusikum azwa- ja litaskunu ilaiha waja’ala bainakum mawaddatan warahmah’. Saya ingin menonjolkan ’mawaddah warahma’ itu cinta dan kasih sayang. Di ayat lain ada yang mengatakan bahwa Tuhan itu sebenarnya menekankan untuk me- ningkatkan rasa kasih sayangmu pada istrimu”. Muhajir, Kepala KUA. Di sini terlihat bahwa dalam prakiknya, para hakim laki-laki, meskipun memandang hu- 76 DEMI KEADILAN DAN KESETARAAN kum poligami adalah “boleh”, mereka selalu menganalisis penyebab keinginan laki-laki tersebut untuk berpoligami. Dengan kata lain, keinginan berpoligami seorang laki-laki idak selalu dijawab dan dikabulkan oleh para hakim. Meski demikian, idak berari kasus poli- gami sama sekali idak masuk dalam dos- sier perkara mereka. Di Aceh, Padang dan Makasar kasus poligami biasanya masuk ke pengadilan dalam kaitannya dengan kere- takan rumah tangga yang berujung pada perceraian. Terkait kasus permohonan izin poligami, para hakim Sumatera Barat cenderung pada pemikiran bahwa poligami diperbolehkan dalam agama Islam dengan bertumpu pada nash yang menurut mereka sangat jelas ada di dalam Al-Qur’an. Namun, keika mereka dihadapkan pada perkara permohonan izin poligami, mereka cenderung untuk melihat kondisi nyata dari masing-masing kasus dan bukan pada wacana boleh atau idaknya prakik poligami. Untuk itu umumnya hakim mengundang istri sebagai parapihak dalam persidangan. Bagi para hakim Sumatera Barat, perkara- perkara poligami terekam dalam iga karak- ter dilihat dari sejauhmana istri dilibatkan sebagai parapihak. Pertama, poligami yang melibatkan istri sepenuhnya dalam proses pengurusannya, dan istri dalam hal ini di- asumsikan telah memberi izin. Kedua, poli- gami yang melibatkan istri dalam penguru- sannya, tapi istri idak sepenuhnya mengiku- i keseluruhan prosesi, dan izin dikeluarkan dengan setengah hai. Keiga, poligami yang idak melibatkan istri secara langsung, dalam ari istri hanya diwakili melalui izin tertulis- nya. Dari iga kondisi itu, secara garis besar hakim tak membedakan pemberian izin poligami. Alasannya, karena apapun bentuknya, izin istri secara formal telah diperoleh. Perim- bangan lainnya, jikapun dihalang-halangi, misalnya karena kelengkapan syarat-syarat idak terpenuhi, poligami itu mereka yakini akan tetap dilakukan dan perkawinan poli- gami itu idak akan tercatat. Memang dalam kasus yang melibatkan istri yang dalam pem- berian izinnya terlihat setengah-setengah, hakim, pada umumnya, akan selalu mem- proses dan menyelidiki dengan lebih seksa- ma. Namun demikian, akhir dari proses per- sidangan sering berujung pada pengabulan permohonan. Meskipun sudah mulai bergeser, beberapa hakim nampaknya masih kesulitan menolak perimbangan budaya lokal yang mengang- gap poligami adalah bagian dari idenitas dan status sosial seseorang. Dalam konteks semacam ini, idak heran jika ada beberapa hakim yang cenderung meyakini bahwa i- dak semua prakik poligami dimaksudkan untuk melecehkan perempuan. Meskipun sudah mulai bergeser, beberapa hakim nampaknya masih kesulitan menolak perimbangan budaya lokal yang menganggap poligami adalah bagian dari idenitas dan status sosial seseorang. 77 SENSITIvITAS jENDER DALAM SIKAP DAN PERILAKU HAKIM: ANALISIS Hakim Zakian yang pernah bertugas di Takengon, Aceh Tengah, mengakui pernah menyelesaikan perkara permohonan izin po- ligami. Seorang suami mengajukan permohonan izin poligami ke pengadilan. Suami idak punya alasan jelas untuk poligami. Biasanya lelaki mengajukan izin poligami karena kesehatan istri tak memungkinkan untuk melayani kebutuhan seks suami. Na- mun dalam kasus ini, si istrinya dalam keadaan sehat dan tak ada gangguan untuk memenuhi kewajibannya. Keika pemerik- saan berlangsung, suami menghadirkan istri yang dalam sidang itu menyatakan dirinya rela suaminya menikah lagi. Hakim men- duga pasi ada pemaksaan dari pihak suami. Namun hakim idak punya buki yang memadai, meskipun telah mengkonirmasi beberapa kali kepada istri. Hakim akhirnya memberikan izin ke- pada suami untuk menikah lagi. Namun pada penetapan yang sama dinyatakan juga bahwa harta bersama berupa sebuah rumah kediaman pasangan itu menjadi hak milik istri. Si suami ternyata menerima keputusan hakim ini. Ketua Mahkamah Syariyah NAD, Saleh Puteh, mengisahkan bahwa ia pernah menangani perkara poligami yang pada ininya menunjukkan betapa pening hakim untuk bersikap waspada terutama terkait dengan izin poligami. Seorang istri mengaku terpaksa menandatangani surat izin poligami karena dibohongi. Ceritanya, sang istri dibangunkan tengah malam dan diberitahu oleh suaminya jika tandatangan istri diperlukan untuk mengu- rus uang di bank. Tanpa mempelajari dokumen yang disodorkan suaminya, ia lantas menandatangani dokumen itu. Belakangan istri baru tahu bahwa itu ternyata dokumen untuk permohonan izin poligami. Hakim Saleh Puteh menyatakan bahwa pada ke- nyataannya banyak sekali poligami yang dilakukan dengan idak mengindahkan ketentuan hukum. Poligami dilakukan secara sembunyi sembunyi, dengan melakukan pemalsuan dokumen