Aspek Penilaian Penilaian Kualitas Penerjemahan

14 Dalam kriteria penilaian penerjemahan ini, ditentukan aspek yang dinilai mencakup a kesepadanan makna pada aspek linguistis, semantis dan pragmatis, b tingkat kewajaran, c penggunaan gaya bahasa, d peristilahan khusus, e penggunaan ejaan baku, dan f kesepadanan teks. 11 Menurut Larson terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian, yaitu 1 ketepatan, 2 kejelasan, dan 3 kewajaran. 12 Suatu terjemahan dikatakan memiliki ketepatan bila tidak menyimpang dari isi atau informasi yang terdapat di dalam teks asli bahasa sumber. Aspek keakuratan mengacu pada sejauh mana tingkat kesepadanan pesan antara teks sumber dan teks target. Dalam penerjemahan, aspek keakuratan harus dijadikan prioritas utama. Sebab, keakuratan merupakan konsekuensi logis dari konsep dasar penerjemahan bahwa suatu teks disebut terjemahan kalau teks tersebut memiliki hubungan padanan dengan teks sumber. 13 Carrol menunjukkan salah satu cara untuk mengukur ketepatan dalam terjemahan dengan mengukur ketidaktepatan yang disebutnya informativeness keinformativan sebagai berikut. Seandainya seseorang, yang dapat membaca teks asli di dalam Bsu dan juga terjemahannya, membaca terjemahannya terlebih dulu, lalu membandingkannya dengan dengan teks aslinya, maka dia mungkin menemukan tiga kemungkinan. 1 Dia tidak memperoleh keterangan tambahan setelah membaca teks aslinya, terjemahan demikian dianggap baik; 2 setelah membaca teks aslinya, keterangan yang diperolehnya sama sekali tidak sesuai atau bertolak belakang dengan keterangan yang diperolehnya dari terjemahannya, terjemahan demikian dianggap tidak baik; 3 kemungkinan ketiga ialah 11 Frans Sayogie, Teori dan Praktik Penerjemahan , Pamulang: Transpustaka, 2014, h.137 12 Frans Sayogie, h.145 13 M. Zaka Alfarisi, h.179 15 keterangan yang diperolehnya setelah membaca teks aslinya terletak di antara keinformativan yang minimal dan keinformativan yang maksimal. Ketiga kemungkinan ini dapat dinyatakan dengan skala 1 sampai 9. 14 Suatu terjemahan memiliki kejelasan yang baik maksudnya adalah bahwa terjemahan tersebut dapat dimengerti dan dipahami dengan mudah oleh pembaca. Aspek kejelasan ini menyangkut tingkat keterbacaan hasil terjemahan. Dan tingkat keterbacaan ini bersinggungan dengan aspek-aspek linguistik, semisal penggunaan kategori sintaksis verba, nomina, ajektiva, pronomina, numeralia; penempatan fungsi sintaksis subjek, predikat, objek, keterangan, pelengkap; serta pemilihan diksi, preposisi, kopula, kolokasi, pungtuasi, dan semacamnya. Tingkat keterbacaan sebuah teks terjemahan dapat diukur dengan parameter berikut, yaitu 1 mendaftar kosakata, 2 menganalisis secara subjektif dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang memengaruhi tingkat keterbacaan, 3 menggunakan close procedure dengan memakai tes pemahaman terhadap teks terjemahan, dan 4 menggunakan formula untuk mengukur keterbacaan. 15 Hal lain yang perlu mendapat perhatian ialah segmentasi pembaca. Penerjemah seharusnya mempertimbangkan peruntukan teks terjemahan yang dibuat. Sebab, bisa jadi hasil terjemahannya baik, tetapi kurang memenuhi aspek „kejelasan‟ lantaran pemakaian bahasa yang tidak mempertimbangkan segmentasi pembaca. Terjemahan yang dihadirkan untuk segmen anak-remaja tentu harus menggunakan bahasa yang sesuai untuk mereka. Begitu pun bahasa yang diperuntukkan bagi segmen dewasa-orangtua juga harus memperhitungkan kadar intelektualitas mereka. Untuk segmen pembaca umum sebaiknya menggunakan 14 Maurits Simatupang, Enam Makalah Tentang Penerjemahan, Jakarta: UKI Press, 1993, h.14 15 M. Zaka Alfarisi, h.182-183 16 bahasa yang lebih populer dan tidak terlalu banyak menggunakan istilah-istilah teknis-akademis. 16 Suatu terjemahan memiliki kewajaran artinya terjemahan tersebut mematuhi aturan kaidah bahasa sasaran dan tidak asing bagi pembaca. 17 Aspek kewajaran ini bersifat subjektif, sebab tidak terkait dengan persoalan benar-salah hasil terjemahan. Kewajaran berkenaan dengan nuansa kenyamanan pembaca terjemahan. Cara pandang yang pas untuk menakar aspek kewajaran ialah trasnslation as a taste, yang melihat terjemahan sebagai sebuah pilihan berdasarkan selera. Selera pembaca tentu beragam. Yang paling penting, hasil terjemahan memenuhi aspek kealamiahan atau kesesuaian dengan alam bahasa target. Ketakalamiahan bahasa terjemahan akan melahirkan kejanggalan dan kerancuan. 18 Syihabuddin menggambarkan aspek yang dianggap paling menentukan pemahaman pembaca, yaitu 1 struktur kalimat. Pada umumnya pembaca mengatakan bahwa terjemahan yang mudah dipahami ialah yang disusun dalam kalimat sederhana, tidak rumit, dan tidak berbelit-belit. 2 Pemakaian ejaan. Para pembaca juga berpandangan bahwa pemakaian ejaan sangat membantu pemahaman mereka akan maksud dan makna terjemahan. 3 Pemilihan kosakata yang lazim dipakai. Sebagian pembaca mengemukakan bahwa membaca terjemahan Depag seperti membaca buku cerita tempo dulu, karena dijumpainya kata yang tidak lazim, tidak cocok, dan tidak sesuai. Hal ini sangat mengganggu pemahaman mereka. 4 Penjelasan istilah khusus. Pemahaman para pembaca juga terganggu oleh istilah-istilah khusus yang tidak diketahuinya, sedangkan dalam 16 M. Zaka Alfarisi, h.185 17 Frans Sayogie, h.135 18 M. Zaka Alfarisi, h.186 17 terjemahan istilah itu tidak dijelaskan. 5 Kelewahan pemakaian kosakata. Pemakaian preposisi yang tidak tepat, penyebutan kata secara berulang-ulang, dan pengulangan kata untuk menunjukan jamak bagi kata yang dianggap jamak. 6 Pemanfaatan kata-kata bahasa Arab yang sudah masuk bahasa Indonesia. dalam bahasa Indonesia ditemukan kata serapan dari bahasa Arab. Sebagian pembaca berpandangan bahwa sebaiknya penerjemah memanfaatkan kata serapan ini. 19

2. Model Penilaian

Model merupakan realisasi teori berupa objek yang dapat diukur. Model adalah acuan dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan dengan karakteristik tertentu, dalam hal ini model penilaian penerjemahan yang didasari oleh teori- teori penerjemahan. Williams membagi model penilaian terjemahan ke dalam dua kelompok, yaitu model dengan pengukuran kuantitatif dan kualitatif. Model-model yang termasuk kategori model kuantitatif adalah 1 Canadian Language Quality measurement Sistem Sical. Model ini dikembangkan oleh Kantor Penerjemahan Pemerintah Kanada yang digunakan sebagai alat ujian maupun membantu menilai kualitas 300 juta kata terjemahan instrumental setiap tahunnya. Teks dianggao berterima, dapat direvisi atau tidak berterima tergantung pada jumlah kesalahan mayor dan minor dalam 400 kata suatu teks. Terjemahan yang berterima dapat mengandung 12 kesalahan transfer tanpa kesalahan mayor. Sistem kualitas difokuskan pada kata dan kalimat. 19 Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia Teori dan Praktek, Bandung: HUMANIORA, 2005, h.218 18 2 The Council of Translator and Interpreter of Canada CTIC. CTIC merupakan model yang menggunakan perbandingan model sebagai ujian fertifikasi penerjemah. Setiap jenis kesalahan diberi nilai kuantitatif, seperti: -10, - 5 dan jumlah kesalahan total dalam kertas kandidat dikurangi 100. Kandidat dengan nilai 75 atau lebih dinyatakan lulus. 3 Analisis Wacana oleh Bensoussan dan Rosenhouse. Model ini diusulkan oleh Bensoussan dan Rosenhouse untuk mengevaluasi terjemahan siswa dan digunakan untuk menilai pemahaman diasumsikan terjadi secara simultan pada tingkat makro dan mikro sehingga kesalahan dibedakan menjadi dua bagian, yaitu a kesalahan interpretasi struktur makro seperti: kerangka dan skema; b kesalahan menerjemah tingkat mikro seperti: kandungan proposisi tingkat struktur kata, termasuk morfologi sintaksis dan kohesi. 4 Tekstologi oleh Larose. Model ini berupa kisi-kisi bersusun terdiri dari faktor mikro struktur, makro struktur, superstruktur, peritekstual atau ekstratekstual termasuk konsisi produksi, tujuan, latar belakang sosial kultural, dan lain-lain. Tahun 1994 dalam artikel terbaru mengusulkan kisi-kisi lebih eksplisit untuk analisis multikriteria. Terjemahan dievaluasi lalu dibandingkan dengan setiap kriteria kualitas secara terpisah dan nilai ditetapkan berdasarkan kesepakatan. 20 Selanjutnya, William menyatakan bahwa model kualitatif terdiri dari 1 model skopostheory. Model ini berdasrakan fungsi dan tujuan teks bahasa sasaran dalam budaya sasaran dan dapat diaplikasikan secara pragmatik seperti pada dokumen sastra. Evaluator harus mengukur penilaian kualitas terjemahan 20 Frans Sayogie, h.139-140