25
Untuk menggunakan model penilaian tersebut, penilai harus memperhatikan beberapa hal, yaitu a penilaian di atas dipergunakan untuk tiap 10 kalimat. b
setiap 10 kalimat hasil terjemahan diberi skor awal 100 poin. c skor kesalahan dihitung sesuai dengan pedoman di atas. d lalu, jumlahkan semua skor
kesalahan dalam setiap 10 kalimat yang dinilai. e skor awal setiap 10 kalimat kemudian dikurangi skor kesalahan. f setelah itu, nilai akhir itu dipergunakan
untuk menilai apakah terjemahan tersebut termasuk terjemahan istimewa 90- 100; sangat baik 80-89, baik 70-79, sedang 60-69, kurang 50-59, buruk
0-49.
25
3. Rochayah Machali
Tabel 2
Segi dan aspek Kriteria
A Ketepatan reproduksi makna
1 Aspek linguistis
a. Transposisi
Benar, jelas, Wajar
b. Modulasi
c. Leksikon
d. Idiom
2 Aspek semantis
a. makna referensial
Menyimpang? b.
Makna interpersonal lokaltotal
25
Moch Syarif Hidayatullah, h.144
26
i. Gaya bahasa
ii. Aspek
interpersonal lain
misalnya, konotatif-
denotatif Berubah?
lokaltotal
3 Aspek pragmatis
a. Pemadanan jenis teks termasuk
tujuan penulis Menyimpang?
lokaltotal b.
Keruntutan makna pada tataran kalimat dengan tataran teks
Tidak runtut? lokaltotal
B Kewajaran ungkapan
Wajar dan atau harfiah?
dalam arti kaku C
Peristilahan Benar, baku, jelas
D Ejaan
Benar, baku
Catatan: 1 “lokal” maksudnya menyangkut beberapa kalimat dalam perbandingannya dalam jumlah kalimat seluruh teks persentase; 2 “total
maksudnya menyangkut 75 atau lebih bila dibandingkan dengan jumlah kalimat seluruh teks; 3 runtut maksudnya sesuai atau cocok dalam hal makna; 4 wajar
artinya alami, tidak kaku suatu penerjemahan yang harfiah bisa kaku atau wajar bisa juga tidak; 5 “penyimpangan” selalu menyiratkan kesalahan, dan tidak
demikian halnya untuk “perubahan” misalnya perubahan gaya. Cara penilaian terbagi menjadi cara umum dan cara khusus. Cara umum
adalah yang secara relatif dapat diterapkan pada segala jenis terjemahan,
27
sedangkan cara khusus adalah yang khusus bagi suatu teks tertentu. Misalnya teks hukum, teks yang berfungsi estetis.
Kriteria yang sudah ditetapkan pada tabel diatas dapat diterapkan pada suatu skala penilaian umum kompetensi. Penting untuk diingat disini bahwa dalam
penggolongan, kita berangkat dari asumsi berikut: a tidak ada penerjemahan sempurna, yang berarti bahwa dalam teks Bsa itu sedikitpun tidak ada kehilangan
informasi, pergeseran makna, transposisi, atau modulasi. Dengan kata lain, tidak ada keruntut
an sempurna dalam penerjemahan. Maka, penerjemahan yang “paling bagus” harus diartikan sebagai “hampir sempurna”; b penerjemahan semantik
dan komunikatif ialah reproduksi pesan yang umum, wajar, dan alami dalam Bsa; c penilaian penerjemahan disini adalah penilaian umum dan relatif.
26
Tabel 3
Kategori nilai
Indikator Terjemahan hampir
sempurna 86-90
A Penyampaian wajar; hampir tidak terasa
seperti terjemahan, tidak ada kesalahan ejaan;
tidak ada
keslaahan atau
penyimpangan tata bahasa; tidak ada kekeliruan penggunaan istilah.
Terjemahan sangat bagus 76-85
B Tidak ada distorsi makna; tidak ada
terjemhan harfiah ynag kaku; tidak ada kekeliruan penggunaan istilah; ada satu-dua
kesalahan tata bahasa atau ejaan untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan
26
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah, Bandung: Kaifa, 2009 h. 153-154
28
ejaan Terjemahan baik
61-75 C
Tidak ada distorsi makna; ada terjemahan harfiah yang kaku; tetapi relatif tifak lebih
dari 15 dari keseluruhan teks, sehingga tidak tertalu terasa seperti terjemahan;
kesalahan tata bahasa idiom relatif tifak lebih dari 15 dari keseluruhan teks, ada
satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku atau umum. Ada satu-dua kesalahan
tata ejaan untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan
Terjemahan cukup 46-60
Terasa sebagai terjemahan; ada distorsi makna; ada beberapa terjemahan harfiah
yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari 25. Ada beberapa kesalahan idiom dan
atau tata bahasa, tetapi relatif tidak lebih dari 25 keseluruhan teks. Ada satu-dua
penggunaan istilah yang tidak baku atau tidak umum dan atau kurang jelas.
Terjemahan buruk 20-45
Sangat terasa sebagai terjemahan, terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku
relatif lebih dari 25 keseluruhan teks; distorsi makna dan kekeliruan penggunaan
istilah lebih dari 25 keseluruhan teks.
29
Catatan: 1 nilai dalam kurung adalah nilai ekuivalen. 2 istilah “wajar” dapat dipahami sebagai “wajar dan komunikatif”.
27
Penting untuk diingat bahwa rambu-rambu diatas hanyalah pedoman, bukan “harga mati”. Sebelum membahas isi rambu-rambu tersebut, ada tahap yang perlu
dilalui terlebih dahulu. Penilaian dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu 1 penilaian fungsional, yakni kesan umum untuk melihat apakah tujuan umum
penulisan menyimpang. Bila tidak, penilaian dapat berlanjut ke tahap kedua dan ketiga. 2 penilaian terperinci berdasarkan segi-segi dan kriteria yang sudah
dibahas sebelumnya pada tabel pertama. 3 penilaian terperinci pada tahap kedua tersebut digolong-golongkan dalam suatu skala atau kontinuum dan dapat dubah
menjadi nilai. Untuk memudahkan penempatan atau kategori, kriteria terperinci pada tahap kedua diwujudkan dalam indikator umum seperti yang terdapat pada
tabel kedua. Dapat dilihat pada tabel kedua tersebut bahwa kategori terjemahan dapat
“dikonversikan” menjadi rentangan nilai yang didasarkan pada prinsip piramida, semakin baik suatu kategori yaitu semakin ke atas arahnya, semakin kecil
rentangan angka atau nilainya. Hal lain yang perlu diingat pada tabel kedua tersebut adalah perbedaan istilah
“salah dan “keliru”. Suatu kesalahan adalah teori yang jelas letaknya dalam oposisi “benar-salah”, misalnya “kesalahan ejaan”. Sebaiknya, “keliru” tidak ada
oposisi langsungnya, karena istilah tersebut dimaksudkan disini agar dapat mencakup kriteria penilaian untuk “ketidakjelasan”, “ketidakwajaran”, dan
“ketidakbakuan” apabila yang baku sudah tersedia, misalnya dalam kamus.
27
Rochayah Machali, h. 156-157
30
Dalam penilaian teks-teks yang khusus, segi-segi berikut harus diikutsertakan dalam penilaian: a bentuk; b sifat; c fungsi. Kriteria yang dapat digunakan
adalah apakah ada pengubahan atau tidak, menyeluruh atau tidak, jelas atau tidak, baku atau tidak yang emnyangkut, misalnya formula, wajar atau tidak misalnya
puisinya mengandung penggambaran metaforik, serta benar atau tidak misalnya yang menyangkut reproduksi makna referensial. Kemudian semua segi dan
kriteria dasar ini dapa t “diterjemahkan” menjadi indikator-indikator seperti pada
tabel kedua sebagai rambu-rambu penilaian, dan untuk memudahkan penilai menentukan kategori terjemahan apabila terdapat lebih dari satu versi BSa dari
BSu yang sama.
28
C. Prinsip-Prinsip Penerjemahan yang Baik
Seperti yang dikutip oleh Sayogie, Savori menawarkan dua belas prinsip penerjemahan yang berkaitan erat dengan penerjemahan yang baik. Prinsip-
prinsip tersebut adalah 1 penerjemahan harus mengekspresikan kata-kata dari teks aslinya; 2 penerjemahan harus mengungkapkan gagasan dari teks aslinya;
3 terjemahan hendaknya terbaca seperti karya aslinya; 4 terjemahan hendaknya terbaca sebagai terjemahan; 5 penerjemahan hendaknya
mencerminkan gaya dari teks aslinya; penerjemahan hendaknya memiliki gaya penulisan yang dipakai oleh penerjemah, 7 terjemahan hendaknya terbaca
sebagaimana teks aslinya yang memakai bahasa kontemporer; 8 terjemahan hendaknya terbaca sebagaimana bahasa kontemporer penerjmah; 9 penerjemah
boleh menambah atau mengurangi bagian dari teks asli; 10 penerjemah sama sekali tidak boleh menambah atau mengurangi teks aslinya; 11 penerjemahan
28
Rochayah Machali, h.158-159
31
prosa hendaknya berbentuk prosa; 12 penerjemahan puisi hendaknya berbentuk puisi.
29
Wills menyatakan bahwa relativitas norma penerjemahan menunjukkan bahwa sejauh ini tidak ada teoretikus dan praktisi penerjemahan yang mampu
menemukan jawaban yang lebih umum, objektif dan terbukti benar bagi masalah yang agak kompleks dalam penerjemahan antarteks. Ini berarti bahwa mungkin
tidak ada teori penerjemahan yang dapat diterapkan secara semesta, tetapi akan sangat baik jika ada teori penerjemahan yang spesifik terhadap jenis teks dan
akibatnya ada konsep padanan penerjemahan yang spesifik terhadap jenis teks. Dari uraian diatas, Sayogie menarik kesimpulan tentang prinsip-prinsip
terjemahan yang baik, yaitu 1 terjemahan yang baik adalah terjemahan yang tidak menyimpang dari isi yang terdapat dalam teks bahasa sumber, 2
terjemahan yang baik adalah terjemahan yang dapat dimengerti dan mudah dipahami pembaca, 3 terjemahan yang baik adalah terjemahan yang
menggunakan kalimat-kalimat yang mengikuti aturan kaidah tata sasaran dan tidak asing bagi pembaca, 4 terjemahan yang baik adalah terjemahan yang lebih
mementingkan pengungkapan isi teks daripada persamaan bentuk ujaran, dan 5 terjemahan yang baik adalah terjemahan yang tidak tampak sebagai terjemahan
tetapi sebagai karya asli.
30
29
Frans Sayogi, h.147-148
30
Frans Sayogi, h.149