Model Penilaian Penilaian Kualitas Penerjemahan

18 2 The Council of Translator and Interpreter of Canada CTIC. CTIC merupakan model yang menggunakan perbandingan model sebagai ujian fertifikasi penerjemah. Setiap jenis kesalahan diberi nilai kuantitatif, seperti: -10, - 5 dan jumlah kesalahan total dalam kertas kandidat dikurangi 100. Kandidat dengan nilai 75 atau lebih dinyatakan lulus. 3 Analisis Wacana oleh Bensoussan dan Rosenhouse. Model ini diusulkan oleh Bensoussan dan Rosenhouse untuk mengevaluasi terjemahan siswa dan digunakan untuk menilai pemahaman diasumsikan terjadi secara simultan pada tingkat makro dan mikro sehingga kesalahan dibedakan menjadi dua bagian, yaitu a kesalahan interpretasi struktur makro seperti: kerangka dan skema; b kesalahan menerjemah tingkat mikro seperti: kandungan proposisi tingkat struktur kata, termasuk morfologi sintaksis dan kohesi. 4 Tekstologi oleh Larose. Model ini berupa kisi-kisi bersusun terdiri dari faktor mikro struktur, makro struktur, superstruktur, peritekstual atau ekstratekstual termasuk konsisi produksi, tujuan, latar belakang sosial kultural, dan lain-lain. Tahun 1994 dalam artikel terbaru mengusulkan kisi-kisi lebih eksplisit untuk analisis multikriteria. Terjemahan dievaluasi lalu dibandingkan dengan setiap kriteria kualitas secara terpisah dan nilai ditetapkan berdasarkan kesepakatan. 20 Selanjutnya, William menyatakan bahwa model kualitatif terdiri dari 1 model skopostheory. Model ini berdasrakan fungsi dan tujuan teks bahasa sasaran dalam budaya sasaran dan dapat diaplikasikan secara pragmatik seperti pada dokumen sastra. Evaluator harus mengukur penilaian kualitas terjemahan 20 Frans Sayogie, h.139-140 19 berdasarkan teks bahasa sasaran. Analisis kesalahan tidak diperlukan. 2 Model penjelasan deskripstif descriptive explanatory. House menghadirkan model ini dengan menggunakan teks fungsional yang dieksplorasi oleh Halliday, Crystal, dan Davey. Ia menolak bahwa penilaian kualitas terjemahan secara alami terlalu subjektif. Penilaian kualitas terjemahan tidak harus menghasilkan penilaian mengenai apakah terjemahan menemukan standar kualitas khusus. 21 Model penilaian terjemahan yang telah disebutkan di atas memiliki kelemahan-kelemahan. Williams menyebutkan kelemahan model-model tersebut dalam menilai hasil terjemahan. Kelemahan kuantitatif adalah 1 karena keterbatasan waktu, hanya dapat menilai probabilitas statistik dasar dan tidak dapaat menilai hasil terjemahan seluruhnya. 2 analisis mikrotekstual tidak dapat menghindari beberapa penilaian serius terhadap kandungan makrostruktur terjemahan. 3 adanya ambang keberterimaan berdasarkan jumlah kesalahan khusus tidak dapat dikritisi baik dengan teori. Sedangkan kelemahan kualitatif adalah tidak dapat menawarkan ambang keberterimaan yang meyakinkan, diperkirakan karena model ini tidak dapat mengajukan boobot kesalahan dan hitungan untuk teks individu. Model-model tersebut sebagian besar diaplikasikan pada teks pendek bahkan hanya dalam bentuk kalimat-kalimat. Namun, model BensoussanRosenhouse, Larose, dan House, diterapkan pada wacana dan analisis teks penuh dan faktor dalam fungsi dan tujuan teks. Pendekatan instruksi penerjemahan Nord dirancang untuk mengetahui permasalahan keseragaman standar dengan menilai kualitas yang bertentangan 21 Frans Sayogie, h.141 20 suatu pernyataan kerja khusus yang dipersiapkan untuk suatu proyek khusus. Pendekatan ini memperkirakan bahwa penggagas memiliki waktu, ketertarikan dan pengertian tentang proses dan produk penerjemahan untuk menghasilkan terjemahan sesuai dengan pesanan. BensoussanRosenhouse dan Larose menggabungkan penilaian kualitatif dan kuantitatif. Mereka mengaplikasikan penilaian ini pada teks singkat, sedangkan Larose tidak dijelaskan mengenai aplikasinya. Model tekstologi yang mengusulkan dengan jelas batas kualitas atau tingkat toleransi terjemahan. House menolak semua model penilaian yang ada, sedangkan Nord, model penilaiannya tidak berhubungan dengan skala nilai yang dapat diukur dalam suatu penilaian. Evolusi Sical mengilustrasikan semua permasalahan yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu model standar maupun berdasarkan norma dan pengukuran kuantitatif. Tujuan penghitungan adalah untuk menciptakan penilaian yang lebih objektif, transparan, dan dapat bertahan. Namun penilaian tersebut sangat transparan sehingga membuka celah penilaian yang lebih luas. Peneliti dalam pembuatan model penilaian ini hanya mengaplikasikannya pada karya sastra, iklan, teks jurnalistik, dan tidak ada bukti bahwa model-model ini dapat diaplikasikan pada teks yang panjang. Uji coba model penilaian tersebut tak satupun yang dilakukan pada para penerjemah profesional dan siswa. Dengan alasan ini, Williams mencoba untuk mengajukan model yang merupakan aplikasi dan teori argumentasi yang dikemukakan oleh Stephen Toulmin. Model yang diusulkan oleh Williams ini adalah gabungan antara penilaian kualitatif dan kuantitatif. 21

B. Pedoman Penilaian Penerjemahan

1. Benny Hoedoro Hoed

Newmark menyebutkan, dari sifatnya, ada empat jenis cara menilai terjemahan. Dengan menggolongkan cara menilai terjemahan menjadi empat jenis ini, diharapkan kita memperoleh pedoman dalam melakukan penilaian. 1 Translation as a science. Kita melihat dari segi kebahasaan murni, yakni yang hasilnya dapat kita nilai betul-salahnya berdasarkan kriteria kebahasaan. Misalnya, menerjemahkan Uncle Tom‟s Cabin dengan Kabin Paman Tom. Ini sebuah kesalahan yang tidak “relatif” karena cabin disini berrti gubug atau pondok, sedangkan kabin dalam bahasa Indonesia berarti „kamar di kapal‟ atau „bagian pesawat terbang tempat para penumpang‟. Dengan demikian, kesalahan semacam ini sifatnya “mutlak”. 2 Translation as a craft. Disini terjemahan dipandang sebahai hasil suatu kiat, yakni upaya penerjemahan untuk mencapai padanan yang cocok dan memenuhi aspek kewajaran dalam Bsa. Rekayasa kebahasaan menjadi penting dan dapat berakibat menyimpang jauh dan kesejajaran formal. 3 Translation as an art. Ini menyangkut penerjemahan estetis, yakni apabila penerjemahan tidak merupakan proses pengalihan pesan, tetapi juga “penciptaan” “contextual re-creation” yang biasanya terjadi pada penerjemahan sastra atau tulisan yang bersifat liris. Disini kita sudah berbicara tentang “baik-buruk”, bukan “betul-salah”. 4 Translation as a taste. Ini menyangkut pilihan terjemahan yang bersifat pribadi, yakni apabila pilihan terjemahan merupakan hasil pertimbangan 22 berdasarkan selera. Misalnya saja kata however yang dapat diterjemahkan dengan namun, atau akan tetapi sesuai dengan selera penerjemah. Bedanya dengan penerjemahan estetis adalah bahwa untuk yang ini tidak harus didasari oleh kriteria estetika. Disini masalag “baik-buruk” makin menonjol dan mempunyai warna subjektif yang kuat. 22 Apa yang dikemukakan diatas dapat dimanfaatkan untuk menilai terjemahan mahasiswa dalam kelas tambahan. Ketiga golongan penerjemahan dapat kita letakkan pada sebuah continuum yang berkisar dari “non-pribadi A” ke “pribadi B” sebagai berikut: Continuum peran pribadi penerjemah “Sangat kecil” “Sangat besar” A peran pribadi penerjemah dalam memilih padanan B “science” “craft” “art” “taste” [kebahasaan murni] [ retorika bahasa ] Dari bagan diatas, terlihat bahwa peran penerjemah sebagai pribadi sangat kecil pada titik A science dibandingkan dengan pada titik B taste, sangat besar. Diantaranya terdapat “craft” dan “art”, dengan catatan bahwa “craft” lebih dekat pada A dan “art” lebih dekat pada B. Oleh karena itu, konsep “betul-salah” hanya berlaku untuk kutub A science. Ini merupakan masalah kebahasaan murni: tata bahasa dan semantik. Selanjutnya, dari “craft” sampai ke “taste” kita hanya berbicara tentang “baik-buruk”. Disini kita memasuki retorika bahasa. Continuum diatas mempengaruhi cara kita memberikan nilai kepada hasil pekerjaan penerjemahan mahasiswapeserta kursus atau ujian. Salah satu cara yang diharapkan memberikan penilaian yang adil adalah sebagai berikut: 22 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, Bandung: Dunia Pustaka Jaya, 2006, h.91-95