Benny Hoedoro Hoed Pedoman Penilaian Penerjemahan

22 berdasarkan selera. Misalnya saja kata however yang dapat diterjemahkan dengan namun, atau akan tetapi sesuai dengan selera penerjemah. Bedanya dengan penerjemahan estetis adalah bahwa untuk yang ini tidak harus didasari oleh kriteria estetika. Disini masalag “baik-buruk” makin menonjol dan mempunyai warna subjektif yang kuat. 22 Apa yang dikemukakan diatas dapat dimanfaatkan untuk menilai terjemahan mahasiswa dalam kelas tambahan. Ketiga golongan penerjemahan dapat kita letakkan pada sebuah continuum yang berkisar dari “non-pribadi A” ke “pribadi B” sebagai berikut: Continuum peran pribadi penerjemah “Sangat kecil” “Sangat besar” A peran pribadi penerjemah dalam memilih padanan B “science” “craft” “art” “taste” [kebahasaan murni] [ retorika bahasa ] Dari bagan diatas, terlihat bahwa peran penerjemah sebagai pribadi sangat kecil pada titik A science dibandingkan dengan pada titik B taste, sangat besar. Diantaranya terdapat “craft” dan “art”, dengan catatan bahwa “craft” lebih dekat pada A dan “art” lebih dekat pada B. Oleh karena itu, konsep “betul-salah” hanya berlaku untuk kutub A science. Ini merupakan masalah kebahasaan murni: tata bahasa dan semantik. Selanjutnya, dari “craft” sampai ke “taste” kita hanya berbicara tentang “baik-buruk”. Disini kita memasuki retorika bahasa. Continuum diatas mempengaruhi cara kita memberikan nilai kepada hasil pekerjaan penerjemahan mahasiswapeserta kursus atau ujian. Salah satu cara yang diharapkan memberikan penilaian yang adil adalah sebagai berikut: 22 Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan, Bandung: Dunia Pustaka Jaya, 2006, h.91-95 23 Tabel 1 “science” “craft” “art” “taste” Hasil perhitungan 1 2 3 4 Contoh: 80 x 6 = 480 Contoh: 75 x 3 = 225 Contoh: 80 x 2 = 160 Contoh: 50 x 1 = 50 915 = 228,75 = 76,25 4 3 Catatan: 1 nilai = 0-100; 2 nilai untuk kolom 2 s.d. 4 diberikan berdasarkan pertanggungjawaban atau argumentasi biasanya lisan peserta ujian yang dapat diterima oleh pengajar; 3 nilai diberikan kepada setiap kelompok kasus “science”, “craft”, “art”, “taste” berdasarkan presentase. Jadi, kolom 1 = 80 artinya 80 dari semua kasus translation as a science adalah “benar”, kolom 3 = 80 artinya 80 dari semua kasus translation as an art dapat dipertanggungjawaban. Dengan membedakan empat tolok ukur, yakni melihat penerjemahan sebagai 1 science, 2 craft, 3 art, 4 taste, diharapkan kita dapat memberikan suatu penilaian yang didasari objektivitas atau mengurangi subjektivitas dalam memberikan penilaian atas sebuah terjemahan. Kita dapat menyimpulkan bahwa betul- salah dapat “pasti” pada 1, tetapi makin relatif pada 2, 3, dan 4 sehingga tidak mudah bagi kita untuk menilainya. Disini berlaku k onsep “baik- benar”. Biasanya pada tiga jenis terakhir kita harus bertanya apa alasan 24 penerjemah memilih terjemahannya atau diminta kepada penerjemahnya untuk memberikan catatan tentang dasar pilihan terjemahannya. Tujuan upaya penilaian atas terjemahan adalah agar terjadi cara penilaian yang adil sesuai dengan sifat-sifat penerjemahan, yakni yang sesuai dengan kadar peran pribadi penerjemah dalam proses penerjemahan. 23

2. Moch. Syarif Hidayatullah

Untuk menilai sebuah terjemahan, kita dapat langsung menilainya hanya dengan mengamatinya dengan cermat. Namun penilaian matematis juga harus dilakukan. Penilaian ini dapat digunakan untuk mengukur penerjemahan yang dihasilkan mahasiswa atau penerbitan. Pedoman penilaian yang Hidayatullah tawarkan yaitu 1 kalimat yang tidak diterjemahkan, berakibat pada pengurangan skor sebanyak 10 poin. 2 metode yang dipilih tidak sesuai dengan peruntukan teks, berakibat pada pengurangan 9 poin. 3 klausa tidak diterjemahkan, berakibat pada pengurangan skor sebanyak 8 poin. 4 terjemahan tidak sesuai topik, berakibat pada pengurangan skor 7 poin. 5 padanan budaya tidak tepat, dikurangi 6 poin. 6 nama diri, peristiwa sejarah, dan kata-kata asing tidak tepat, dikurangi 5 poin. 7 tata bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah Bsa, dikurangi 4 poin. 8 terjemahan frasa, idiom, atau makna figuratif tidak tepat, dikurangi 3 poin. 9 diksi, konotasi, atau kolokasi tidak tepat, dikurangi 2 poin. 10 kesalahan ejaan, penyingkatan, dan tanda baca, dikurangi 1 poin. 24 23 Benny Hoedoro Hoed, h.96-98 24 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer, Tangerang Selatan: UIN Press, 2014, h.143-144 25 Untuk menggunakan model penilaian tersebut, penilai harus memperhatikan beberapa hal, yaitu a penilaian di atas dipergunakan untuk tiap 10 kalimat. b setiap 10 kalimat hasil terjemahan diberi skor awal 100 poin. c skor kesalahan dihitung sesuai dengan pedoman di atas. d lalu, jumlahkan semua skor kesalahan dalam setiap 10 kalimat yang dinilai. e skor awal setiap 10 kalimat kemudian dikurangi skor kesalahan. f setelah itu, nilai akhir itu dipergunakan untuk menilai apakah terjemahan tersebut termasuk terjemahan istimewa 90- 100; sangat baik 80-89, baik 70-79, sedang 60-69, kurang 50-59, buruk 0-49. 25

3. Rochayah Machali

Tabel 2 Segi dan aspek Kriteria A Ketepatan reproduksi makna 1 Aspek linguistis a. Transposisi Benar, jelas, Wajar b. Modulasi c. Leksikon d. Idiom 2 Aspek semantis a. makna referensial Menyimpang? b. Makna interpersonal lokaltotal 25 Moch Syarif Hidayatullah, h.144