37
orang pemburu binatang di hutan. Yang seorang mendapatkan kelinci, yang seorang lagi kijang, dan yang ketiga keledai hutan. Yang pertama dan kedua
merasa bangga dengan hasilnya masing-masing. Yang ketiga diam saja, tetapi tiba-tiba ia berkata: aah apa yang kalian dapat itu? Lihat hasilku ini, semua buruan
ada di tengah keledai hutan. Ia berkata demikian dengan apa yang ia hasilkan dengan sebaik-baiknya, dan kalau sudah mendapatkan itu, tidak lagi memerlukan
yang lain. Jadi, pepatah ini diangkat dari cerita tentang binatang yang mereka dapatkan, sehingga menjadi i‟tibar dan nasehat yang baik.
4 Al-amtsal al-sairah al- sya‟biyyah yaitu amtsal yang menggambarkan
suatu adat dan perilaku serta kemuliaan suatu bangsa masyarakat, baik kehidupan pedesaan ataupun perkotaan. Kalimah sairah juga berarti kata yang
beredar dan umum dikenal di tengah masyarakat dan berlaku dalam bahasa komunikasi mereka.
38
Misalnya ĝÉėĖا Íăīض فīóĖا artinya, engkau perempuan
telah sia-siakan air susu pada musim kemarau. Matsal ini ditujukan kepada orang yang melewatkan kesempatan yang baik.
5 Al-amtsal al-fukahiyyah ialah amtsal yang menggambarkan kehidupan perilaku manusia berupa keinginan ataupun harapan pada masa lampau, lalu
kemudian akhirnya terwujud, misalnya ËďÉø ĝش čفاĤ menggambarkan keserasian
pasangan sebagai realisasi dari sebuah harapan dari seorang laki-laki syann yang mencari pasangan hidup thabaqah.
39
38
Ja’far “ubhani, Wisata Al-Quran Tafsir Ayat-Ayat Metafora, Jakarta Selatan: Al-Huda, 2007 h. 8
39
Yaniah Wardani dan Cahya Buana, h. 29-42
38
4. Unsur Budaya
Pada saat menerjemahkan, penerjemah bukan hanya mengoperasikan satu bahasa ke bahasa lainnya. Melainkan juga harus menyepadankan kedua
budaya negara dari bahasa yang diterjemahkan.
40
Dalam menerjemahkan bahasa yang bersifat kultural, penerjemah dituntut untuk
cerdas dalam
mengidentifikasi, memaknai,
dan kemudian
merekonstruksikannya dalam bahasa target.. Penerjemahan secara harfiah hanya akan menimbulkan kebingungan di kalangan pembaca teks terjemahan.
41
Menurut Hidayatullah, dalam menerjemahkan peribahasa, unsur budaya
tidak bisa dipisahkan dalam hal ini. Ada sebelas aspek budaya yang harus
diperhatikan saat hendak menerjemahkan. Berikut sepuluh aspek budaya itu: 1 Kata
ĘĥĪ dalam bahasa Arab sering kali dipadankan dengan kata hari dalam bahasa Indonesia, padahal sebenarnya makna dua kata tersebut tidak
sama persis. Frasa áÚأ ĘĥĪ misalnya, tidak bisa diterjemahkan secara sembrono
dengan hari ahad. Karena, frasa tersebut pada konteks tertentu juga bermakna waktu perang uhud.
2 Ungkapan stereotip. Yang dimaksud ungkapan stereotip adalah ungkapan-ungkapan seperti
أ ه ,هÅÈ ģėĖا ĜÅÛÉê ,åÉĒ
âĥĂ» . Padanan untuk
ungkapan-ungkapan semacam ini tampaknya mudah dan sederhana, padahal sering kali terjadi perbedaan konsep. Dalam kasus
ه ĜÅÛÉê misalnya, ungkapan ini biasanya dipadankan dengan mahasuci Allah. Namun, konsep
40
Inge Nurina, Analisis penerjemahan Kosakata Kebudayaan Fisik Bahasa Jepang ke Bahasa Indinesia dalam Cerita Pendek Imogayu, Skripsi S1, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 2008
41
M. Zaka Al Farisi, h. 139
39
ه ĜÅÛÉê dalam bahasa Arab tidak selalu sama dengan konsep mahasuci Allah dalam bahasa Indonesia. karena, ungkapan itu sering kali bisa diterjemahkan
dengan luar biasa. Ihwal semacam ini kadang-kadang mnimbulkan kesulitan bagi penerjemah.
3 Peristiwa budaya. Tiap-tiap negara mempunyai apa yang disebut dengan “peristiwa budaya”. Di Arab Saudi, peristiwa tahunan ibadah haji,
merupakan peristiwa budaya, selain terkait dengan ritual keagamaan umat islam. Di Iran, peristiwa budaya juga bisa ditemui pada peringatan karbala,
setiap tanggal 10 Muharam. Dalam peristiwa-peristiwa budaya semacam itu penerjemah juga akan menjumpai banyak kesulitan dalam menerjemahkannya
karena dalam peristiwa-peristiwa budaya seperti itu akan ditemukan istilah- istilah budaya yang tidak akan dapat ditemukan di negara lain.
4 Bangunan tradisional. Di setiap negara sekarang ini banyak bangunan yang sama dengan bangunan yang terdapat di negara lain. Fenomena semacam
ini barangkali karena adanya film-film di TV. Namun demikian masing- masing negara masih banyak terdapat bangunan yang mempunyai ciri khas
lokal, dan tidak terdapat di negara atau daerah lain. Misalnya di Mesir dapat ditemui
ĚاåĢأ Å
; di Arab Saudi dapat ditemui ËÉăĒ. Bangunan semacam itu dalam
penerjemaha nmenimbulkan banyak kesulitan. Frasa ęīĢاåÈا ĘÅďĚ juga tidak bisa
serta-merta bisa diterjemahkan dengan makam Nabi Ibrahim, karena ternyata maksudnya justru pahatan bekas telapak kaki Nabi Ibrahim a.s, berdiri saat
membangun Kakbah, yang terdapat di Masjidilharam.
42
42
Moch Syarif Hidayatullah, h. 45