Al-Aql Peran Daya-Daya Ruhani dalam Menentukan Baik dan Buruk.
                                                                                141
bab  haid,  hadis  nomor  293,  795,  1113,  1369,  3656  dan  hadis  nomor  5943. Pada  kitab
Shāhih Muslim hadis nomor 89 bab janaiz, hadis nomor 19, 114 dan  2464. Lihat, A.J. Wensinck, Et, Mensing,  1962 :. 698-701.
Hubungannya  dengan  kemampuan  memahami,  maka  antara  aql dan  qalb  memiliki  perbedaan  makna  yang  siqnifikan.  Kata  aql  lebih
fokus  pada  rasional  empiriskonkret  yang  menggunakan  kekuatan  pikir dalam  memahami  sesuatu,  sementara  al-
qālb  lebih  cenderung  pada rasional  emosional  yang  menggunakan  kekuatan  zikir  dalam
memahami  realitas  spiritual.  Keduanya  merupakan  daya  rūhani manusia  untuk  memahami  kebenaran.  Dan  bila  keduanya  menyatu
dalam sebuah
pemahaman untuk
mencari kebenaran
dengan menggunakan  fasilitas  masing-masing,  maka  akan  diperoleh  sebuah
kekuatan  pikir  dan  zikir.  Artinya,  dalam  pikir  ada  zikir,  dan  dalam zikir ada piker.
Begitu  pentingnya  daya  ini  bagi  manusia,  Al- Qur’an  memberikan
penghargaan  yang  tinggi  terhadapnya,  bahkan  tidak  ada  penghargaan  kitab suci lain yang lebih tinggi terhadap aqal, melebihi penghargaan Al-
Qur’an. Al-aql  merupakan daya pikir dalam diri manusia,  yang dengannya
segala  sesuatu  dapat  diserap.  Ia  adalah  anugerah  Allah  Swt.  yang  tidak dimiliki makhluk lain.  Dengannya, manusia dapat membedakan  yang benar
dan yang baik, yang bersih dan yang kotor, bermanfaat dan mudarat, serta baik dan buruk Harun Nasution, 1986 : 5.
Abbas  Mahmud  al-Aqqad  berpendapat  bahwa  al-aql  adalah  penahan hawa nafsu, untuk mengetahui amanat dan beban kewajiban, pemahaman dan
pemikiran  yang  selalu  berubah  sesuai  dengan  masalah  yang  dihadapi,  yang membedakan  antara  hidayah  dan  kesesatan,  atau  kesadaran  batin  yang
berdaya  tembus  melebihi  penglihatan  mata.
9
Abi  al-Fida  Ismail  ibn  Katsir al-Qurasyi  al-damasyqi,  Tafsir  Ibnu  Katsir,  Jilid  I  Makkah  al-Mukarramah:
Al-Maktabah al-Tijariyah, 1986, h. 493. Kata aqal  yang sudah menjadi kata  Indonesia akal, berasal  dari kata
Arab al-aql  yang dalam bentuk kata benda, tidak terdapat dalam Al- Qur’an,
yang ada yaitu kata kerjanya ’aqaluhu, ta’qilun, naqil, yaqiluha, dan lainnya.
Kata-kata itu dipakai dalam arti paham dan mengerti.
10
Sebagai contoh dapat dijumpai  pada  ayat-ayat  Q.S.  al-Bagarah,  2:75  dan  242;  al-Hajj,  22:46;  al-
Mulk, 57:10, dan al-Ankabut, 29:43. Selain itu, di dalam Al-
Qur’an terkadang kata aqal diidentikkan dengan kata lub jamaknya  al-albab, sehingga kata  ulu  al-bab dapat  diartikan dengan
orang-orang  yang  beraqal.  Hal  ini  misalnya  dapat  dijumpai  pada  ayat  yang tersebut dibawah ini Ahmad Musthafa  tp. th.. 160.:
142
ابْل ْْا يل ْ تايَ  ا هنلا  لْيهللا فَت ْخا  ضْ ْْا  تا ا هسلا قْلخ يف هنإ
190
ني هلا م انهب  ضْ ْْا  تا ا هسلا قْلخ يف ن هكفتي  ْم ب نج ىلع  اًد عق  اًمايق  هَ ن كْ ي
ا لخ
اهنلا  ا ع انقف ك احْبس  ًَ اب ا ه  ْق
191 Artinya :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya  malam  dan  siang  terdapat  tanda-tanda  bagi  orang-orang
yang  berakal,  yaitu  orang-orang  yang  mengingat  Allah  sambil  berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan  langit  dan  bumi  seraya  berkata:  Ya  Tuhan  kami,  tiadalah Engkau  menciptakan  ini  dengan  sia-sia,  Maha  Suci  Engkau,  maka
peliharalah kami dari siksa neraka
” QS : Ali-Imran, ayat 190-191. Pada  ayat  tersebut  terlihat  bahwa  orang  yang  beraqal  Ulu  al-Bab
adalah  orang  yang  melakukan  dua  hal,  yaitu  tadzakkur  yakni  mengingat Allah, dan tafakkur, memikirkan ciptaan Allah. Sementara Imam Abi al-
Fida  Ismail  mengatakan  bahwa  yang  dimaksud  dengan  Ulu  al-Abab  adalah orang-orang  yang  aqalnya  sempurna  dan  bersih,  yang  dengannya  dapat
ditemukan  berbagai  keistimewaan  dan  keagungan  mengenai  sesuatu,  tidak seperti orang yang gagu yang tidak dapat berpikir Ibrahim Madkur,1979 : 120.
Lihat  juga  Jamil  Shaliba,  1979  :  84-93.
Dengan  berpikir  seseorang  sampai kepada  hikmah  yang  berada  di  balik  proses  mengingat  tadzakkur  dan
berpikir  tafakkur,  yaitu  mengetahui,  memahami  dan  menghayati  bahwa di  balik  fenomena  alam  dan  segala  sesuatu  yang  ada  di  dalamnya
menunjukkan adanya Sang Pencipta.
Selanjutnya,  melalui  pemahaman  yang  dilakukan  para  mufassir terhadap  ayat  tersebut  di  atas  akan  dapat  dijumpai  peran  dan  fungsi  aqal
secara lebih lugas. Objek-objek yang dipikirkan   aqal dalam ayat tersebut adalah  al-khalq  yang  berarti  batasan  dan  ketentuan  yang  menunjukkan
adanya  keteraturan  dan  ketelitian;  al-samawat,  yaitu  segala  sesuatu  yang ada di langit dan terlihat dengan mata kepala; al-ardl,  yaitu tempat di mana
kehidupan  berlangsung  di  atasnya;  ikhtilaf  al-lail  wa  al-nahar,  artinya pergantian  siang  dan  malam  secara  beraturan;  al-ayat,  artinya  dalil-dalil
yang  menunjukkan  adanya  Allah  dan  kekuasaan-Nya  Abbas  Mahmud  al- Aqqad, 1973 : 22.1.
Semua  itu  menjadi  obyek  atau  sasaran  dimana  aqal  memikirkan  dan mengingatnya.  Tegasnya  bahwa  di  dalam  penciptaan  langit  dan  bumi  serta
keindahan  ketentuan  dan  keistimewaan  penciptanya,  serta  adanya  pergantian siang  dan  malam  ,  waktu  detik  per-detik  sepanjang  tahun,  yang  pengaruhnya
di  perubahan  fisik  dan  kecerdasan  yang  disebabkan  pengaruh  panasnya matahari dan dinginnya malam, serta pengaruhnya pada binatang dan tumbuh-
tumbuhan  dan  sebagainya  adalah  menunjukkan  bukti  ke-Esaan  Allah  dan kesempurnaan  ilmu  dan  kekuasaan-Nya.  Abbas  Mahmud  al-Aqqad,.  1973  :
143
162. Kajian terhadap peran dan fungsi aqal sebagaimana dikemukakan pada
ayat tersebut dalam perjalanan sejarahnya mengalami pasang surut. Pada masa Rasulullah  Saw.  hingga  awal  kekuasaan  Bani  Umayyah  penggunaan  aqal
demikian  besar,  melalui  apa  yang  dalam  ilmu  fikih  disebut  ijtihad.
15
Hasil ijtihad ini muncul dalam  bentuk ilmu-ilmu  agama  seperti  Tafsir,  Hadis,  Fikih,
Ilmu  Tata  Bahasa,  Qiraat  dan  sebagainya.  Secara  harfiah  ijtihad  artinya berusaha  keras  menfungsikan  akal.  Sedangkan  dalam  pengertian  yang
dikemukakan para ahli  Ushul Fiqh, ijtihad adalah mengerahkan segenap daya dan  kesanggupan  baik  fisik,  akal  pikiran  dan  hati  nurani  untuk  melahirkan
keputusan  hukum  dengan  berpedoman  pada  Al-
Qur’an  dan  Sunnah  dengan menggunakan metode berpikir tertentu  Abd A-Wahab Khalaf,  1987 : 23.
Penggunaan  aqal  pikiran  mengalami  peningkatan  yang  luar  biasa pada masa kekuasaan Bani Abbas khususnya zaman al-Makmun. Pada masa
ini  terjadi  kontak  umat  Islam  dengan  pemikiran  Yunani  yang  dijumpai pada  beberapa  wilayah  yang  sudah  dikuasai  Islam.
16
Ilmu-ilmu  yang muncul  pada  masa  Rasulullah  hingga  awal  Bani  Umayyah  adalah  ilmu-ilmu
agama murni, yaitu belum terkena pengaruh filsafat Yunani. Ilmu-ilmu agama yang  demikian  itu  dikategorikan  sebagai  pemikiran  salafiyah  Munawwar
Khalil, 1975 : 145. Pada zaman inilah muncul para filosof Muslim seperti al- Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, al-Razi, Ibn Rusyd, Ibn Baja, Ibn Tufail dan sebagainya.
Berbagai  ilmu  agama  Islam  seperti  Fikih,  Ilmu  Kalam,  Filsafat  dan  sebagainya yang  muncul  pada  periode  ini  dipengaruhi  oleh  pandangan  yang  memberikan
apresiasi dan penghargaan terhadap aqal sebagaimana tersebut di atas.
Bersamaan  dengan  itu,  kajian  terhadap  istilah  aqal  yang  dijumpai  di dalam  Al-
Qur’an  semakin  ditingkatkan.  Dalam  Lisan  al-Arab  misalnya dijelaskan  bahwa  al-aql  berarti  al-bijr  yang  menahan  dan  mengekang  hawa
nafsu.  Seterusnya  diterangkan  pula  bahwa  al-aql  mengandung  arti kebijaksanaan  al-nuha,  lawan  dari  lemah  pikiran  al-humq.  Selanjutnya
disebutkan pula  bahwa  al-aql  juga  mengandung  arti  qalb  al-qalb.  Lebih lanjut  lagi  dijelaskan  bahwa  kata
’aqala  mengandung  arti  memahami. Demikian  pula  dalam  kamus-kamus  Arab,  dapat  dijumpai  kata
‘aqala  yang berarti  mengikat  dan  menahan.  Menjelang  kedatangan  Islam,  sebagian
wilayah  di  Timur  Tengah  sudah  dikuasai  oleh  Alexander  The  Great  yang merupakan  murid  dari  Filosof  Yunani,  Sokrates.  Di  kemudian  hari,  ketika
pusat-pusat  kebudayaan  dan  filsafat  Yunani  yang  berada  di  Athena dihancurkan oleh raja zalim  yang berkuasa saat  itu, banyak para filosof  yang
pindah ke TimurTengah.
Berbagai  pengertian  tentang  aqal  sebagaimana  tersebut  di  atas  terjadi dikarenakan  pengaruh  dari  pemikiran  filsafat  Yunani,  yang  banyak
menggunakan  aqal  pikiran.  Seluruh  pengertian  aqal  tersebut  adalah menunjukkan  adanya  potensi  yang  dimiliki  oleh  aqal  itu  sendiri,  yaitu  selain
berfungsi  sebagai  alat untuk  mengingat,  memahami, mengerti, juga menahan,
144
mengikat  dan  mengendalikan  hawa  nafsu.  Melalui  proses  memahami  dan mengerti  secara  mendalam  terhadap  segala  ciptaan  Allah  seperti  halnya
dikemukakan  pada  ayat  tersebut  di  atas,  manusia  selain  akan  menemukan berbagai  temuan  dalam  bidang  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi,  juga  akan
membawa  dirinya  dekat  dengan  Allah.  Di  lain  hal,  melalui  proses  menahan, mengikat  dan  mengendalikan  hawa  nafsunya  membawa  manusia  selalu  berada
di jalan yang benar, jauh dari kesesatan dan kebinasaan.
Dalam  pemahaman  Izutzu,  sebagaimana  dikutip  Harun  Nasution, bahwa  kata  aql  di  zaman  jahiliyah  dipakai  dalam  arti  kecerdasan  praktis
practical  intellegence  yang  dalam  istilah  psikologi  modern  disebut kecakapan  memecahkan  masalah  problem  solving  capacity.  Orang  beraqal
menurut  pendapatnya  adalah  orang  yang  mempunyai  kecakapan  untuk menyelesaikan  masalah,  setiap  kali  ia  dihadapkan  dengan  problema  dan
selanjutnya dapat melepaskan diri dari bahaya yang ia hadapi. Kebijaksanaan praktis serupa ini dihargai oleh orang Arab zaman jahiliah
Nasution, 1994  6. Orang  yang  beraqal  akan  memiliki  kesanggupan  untuk  mengelola
dirinya  dengan  baik,  agar  selalu  terpelihara  dari  mengikut  hawa  nafsu, berbuat  sesuatu  yang  dapat  memberikan  kemudahan  bagi  orang  lain  dan
sekaligus  orang  yang  tajam  perasaan  batinnya  untuk  merasakan  sesuatu  di balik masalah yang dipikirkannya. Dalam kaitan inilah, maka di  dalam Al-
Qur’an,  sebagaimana  dijelaskan  pada  ayat  22  surat  al-Hajj  ayat  46,  bahwa pengertian, pemahaman dan pemikiran  dilakukan melalui qalb yang berpusat
di dada, sebagaimana ayat berikut:
 ْعَ ت  ََ اَه نِإَف اَهِب َنوُعَمْسَي ٌناَذآ ْوَأ اَهِب َنوُلِقْعَ ي ٌبوُلُ ق ْمُهَل َنوُكَتَ ف ِضْرَْْا يِف اوُريِسَي ْمَلَ فَأ
ُراَصْبَْْا ىَم يِف يِتلا ُبوُلُقْلا ىَمْعَ ت ْنِكَلَو
ِروُدصلا
ُ 64
َ
Artinya  :  “Maka  apakah  mereka  tidak  berjalan  di  muka  bumi,  lalu mereka  mempunyai  hati  yang  dengan  itu  mereka  dapat  memahami  atau
mempunyai  telinga  yang  dengan  itu  mereka  dapat  mendengar?  Karena sesungguhnya  bukanlah  mata  itu  yang  buta,  tetapi  yang  buta  ialah  hati
yang berada di dalam dada QS : Al-Hajj, ayat 46.
Dengan kata lain, ketika aqal melakukan fungsinya sebagai alat untuk memahami  apa  yang  tersirat  di  balik  yang  tersurat,  dan  dari  padanya  ia
menemukan rahasia kekuasaan Tuhan, lalu ia tunduk dan patuh kepada Allah, maka  pada  saat  itulah  aqal  dinamai  pula  al-qa1b.  Aqal  dalam  pengertian
yang  demikian  itu  dapat  dijumpai  pada  pemakaiannya  di  dalam  surat  al- Kahfi :
145
ِهْيَعاَرِذ ٌطِساَب ْمُهُ بْلَكَو  ِلاَمِشلا َتاَذَو ِنيِمَيْلا َتاَذ ْمُهُ بِلَقُ نَو ٌدوُقُر ْمُهَو اًظاَقْ يَأ ْمُهُ بَسْحَتَو اًبْعُر ْمُهْ نِم َتْئِلُمَلَو اًراَرِف ْمُهْ نِم َتْيلَوَل ْمِهْيَلَع َتْعَلطا ِوَل ِديِصَوْلاِب
ُ 81
َ
Artinya  : “Dan  kamu  mengira  mereka  itu  bangun,  padahal  mereka
tidur; dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka  mengunjurkan  kedua lengannya di muka  pintu gua. dan jika kamu
menyaksikan  mereka  tentulah  kamu  akan  berpaling  dari  mereka  dengan melarikan  diri  dan  tentulah  hati  kamu  akan  dipenuhi  oleh  ketakutan
terhadap mereka
” QS : Al-Kaffi, ayat 18. Aqal dalam pengertian yang demikian itulah yang kini disebut dengan
istilah  kecerdasan  emosional,  yaitu  suatu  mengelola  diri  agar  dapat  diterima oleh  lingkungan  sosialnya.  Hal  ini  didasarkan  pada  pertimbangan  bahwa
keberhasilan seseorang di  masyarakat, ternyata  tidak semata-mata ditentukan oleh  prestasi  akademisnya  di  sekolah,  melainkan  juga  oleh  kemampuannya
mengelola diri.
Pemahaman terhadap potensi berpikir yang dimiliki aqal sebagaimana tersebut  di  atas  memiliki  hubungan  yang  amat  erat  dengan  pendidikan.
Hubungan tersebut  antara lain terlihat  dalam merumuskan tujuan pendidikan. Bloom,  membagi  tujuan  pendidikan  dalam  tiga  ranah  domain,  yaitu  ranah
kognitif,  afektif  dan  psikomotorik.  Tiap-tiap  ranah  dapat  dibagi  lagi  dalam tujuan-tujuan  yang  lebih  spesifik  yang  hierarkis.  Ranah  kognitif  dan  afektif
tersebut  sangat  erat  kaitannya  dengan  fungsi  kerja  dari  aqal.  Dalam  ranah kognitif
terkandung fungsi
mengetahui, memahami,
menerapkan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi
Nasution,1994. 7. Fungsi-fungsi  ini  erat  kaitannya  dengan  fungsi  aqal  pada  aspek
berpikir  tafakkur.  Sedangkan  dalam  ranah  afektif  terkandung  fungsi memperhatikan,  merespon,  menghargai,  aqal  pada  aspek  mengingat
tadzakkur.  Jadi  akal  bukanlah  otak  tetapi  potensi  yang  dimiliki  manusia untuk  berpikir  rasional,  logis,  mengidentikasi  dan  menganalisis  sebuah
permasalah yang diperankan oleh nafsu untuk dimenej, dikelola dan didorong untuk  menjadi  pikiran  yang  positif.  Dan  manusia  dengan  akalnya  akan  dapat
memcapai  puncak  keunggulan  dari  makluk  lain,  sehingga  manusia  bisa menilai  secara  jernih  mana  yang  baik  dan  buruk,  benar  dan  salah,  sehingga
menjadi makhluk unggulan dalam menilai bahwa perbuatan itu baik dan buruk
Nasution,  1994 :  50. 3.
Al-qalb.
Secara  bahasa,  al-qalb  berasal  dari  akar  kata  yang  artinya membelokkan  sesuatu  ke  arah  lain,  sebagaimana  dalam  QS.  al-Ankabut29:
21.  Al-qalb  yang  ada  pada  manusia  sering  berbolak  balik,  terkadang  senang,
146
terkadang  sedih,  suatu  saat  setuju  dan  pada  saat  lain  menolak.  Kata  ini  juga dipakai  untuk  menunjuk  kepada  kemampuan  khusus  dalam  diri  manusia,
seperti rūh  al-Ahzab33:10, ilmu pengetahuan Qaf50:37, keberanian al-
Anfal8:  10  dan  lain-lain.  Sedangkan  kata  qulub  dalam  QS.  al-Hajj22:46, bisa  bermakna  al-aql  dan  bisa  juga  bermakna  al-
rūh.
21
Kata  qalb  juga bermakna  hati  dalam  arti  fisik.  Lihat  M.  Ismail  Ibrahim,
Mu’jam, h. 433 Al- Baqi, Al-
Mu’jam, h. 697-700. Al-
Qur’an  cukup  banyak  menggunakan  kata  al-qālb,  baik  dalam bentuk tunggal, maupun jamak. Kata al-
qālb dalam bentuk tunggal disebutkan sebanyak 19 kali, dan bentuk jamaknya disebutkan sebanyak 112 kali. Dengan
demikian,  secara  keseluruhan  berjumlah  131  kali.
22
Kata  al- qālb  juga
bermakna hati dalam arti fisik. Lihat M. Ismail Ibrahim, Mu’jam, h. 433.
Secara  bahasa,  kata  ini  terambil  dari  akar  kata  yang  membelokkan sesuatu ke arah lain. Qalb manusia dinamakan demikian disebabkan ia sering
berbolak balik, kadang senang, kadang sedih,  suatu  saat  setuju dan pada  saat lain menolak, seperti QS. Ar-
Ra’ad 13 : 28 berbunyi:
ُبوُلُقْلا نِئَمْطَت ِهللا ِرْكِذِب  َََأ ِهللا ِرْكِذِب ْمُهُ بوُلُ ق نِئَمْطَتَو اوُنَمآ َنيِذلا
ُ 81
َ
Artinya: “yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram  dengan  mengingat  Allah.  Ingatlah,  hanya  dengan  mengingat Allah-
lah hati menjadi tenteram” QS : Ar-Ra’ad 13, ayat 28. Al-qalb  juga  dipergunakan  untuk  menunjuk  kepada  potensi-potensi
khusus  dalam  diri  manusia,  seperti rūh  al-Ahzab33:10,  ilmu  pengetahuan
Qaf50:37,  keberanian  al-Anfal8:  10  dan  lain-lain.  Sedangkan  kata  qulub dalam QS. al-Hajj22:46, bisa bermakna al-aql dan bisa juga bermakna al-
rūh Abu  Abdullah  bin  Muhammad  Ismail  al-Bukhari,  Shahih  al-Bukhari,  Juz  1
Saudi  Arabia  :  Idaratul  Buhuts  Ilmiah  wa  Ifta  wa  ad-Dakwah  wa  al-Irsyad, t.t, h…
Al-qalb  amat  berpotensi  untuk  tidak  konsisten,  kadang  cenderung kepada kebaikan dan kadang cenderung kepada keburukan. Al-
Qur’an sendiri menggambarkan  inkonsistensi  al-qalb  dalam  beberapa  ayat,  antara  lain:  QS.
Qaf50:37,  Hadid57:27,  Ali  Imran3:151  dan  al-Hujurat49:7.  Dari  ayat-ayat tersebut  terlihat  bahwa  al-
qālb  merupakan  wadah  bagi  pengajaran,  kasih sayang, takut dan keamanan. Dengan demikian,  al-qalb memang menampung
hal-hal  yang  disadari  pemiliknya.  Ini  berbeda  dengan  nafs  yang  menampung sesuatu  yang  disadari  dan  yang  dibawah  sadar,  bahkan  yang  sudah  tidak
diingat lagi QS. Thaha20:7. Ini diperkuat oleh QS. al-Baqarah2 : 225 yang menjelaskan bahwa yang dituntut untuk dipertanggungjawabkan adalah isi  al-
qālb bukan nafs.
147
Dalam  ayat  lain,  al-qalb  dipahami  sebagai  alat  QS.  al-Araf7:179. Al-qalb  dilukiskan  dengan
fuād.  Al-Qur’an  juga  menjelaskan  bahwa  Allah dapat mendinding manusia dangan qalb-nya
4
QS. Al-Nahl :1678.
ََ ٌنُيْعَأ ْمُهَلَو اَهِب َنوُهَقْفَ ي  ََ ٌبوُلُ ق ْمُهَل ِسْنِْْاَو ِنِجْلا َنِم اًريِثَك َمنَهَجِل اَنْأَرَذ ْدَقَلَو ْمُهَلَو اَهِب َنوُرِصْبُ ي
َنوُلِفاَغْلا ُمُه َكِئَلوُأ لَضَأ ْمُه ْلَب ِماَعْ نَْْاَك َكِئَلوُأ اَهِب َنوُعَمْسَي  ََ ٌناَذآ
ُ 819
َ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan
seruan  Rasul  apabila  Rasul  menyeru  kamu  kepada  suatu  yang  memberi kehidupan  kepada  kamu,  dan  ketahuilah  bahwa  sesungguhnya  Allah
membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan
” QS : Al-A’raf :7, ayat 179. Ayat  ini  bermakna  bahwa  Allah  menguasai  qalb  manusia,  sehingga
mereka  yang  merasakan  kegundahan  dan  kesulitan  dapat  bermohon  kepada- Nya  agar  menghilangkan  kerisauan  dan  penyakit  hatinya,  sebagaimana  ayat
berikut
: ُبوُلُقْلا نِئَمْطَت ِهللا ِرْكِذِب  َََأ ِهللا ِرْكِذِب ْمُهُ بوُلُ ق نِئَمْطَتَو اوُنَمآ َنيِذلا
ُ 81
َ.
Artinya: ”yaitu  orang-orang  yang  beriman  dan  hati  mereka
menjadi  tenteram  dengan  mengingat  Allah.  Ingatlah,  hanya  dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram
” QS: Ar-Ra’d, ayat 28. Rasulullah  Saw.  menegaskan  bahwa  di  dalam  diri  setiap  manusia
terdapat  satu  alat  yang  menentukan  arah  aktivitas  manusia,  yang  disebut dengan al-qalb, semisal ayat berikut:
...
يه  َأ هُلك  سجْلا  سف  ْت سف ا إ  هُلك  سجْلا حلص  ْ حلص ا إ ًةغْضم  سجْلا يف هنإ ْلقْلا
. Artinya:
“Dalam setiap tubuh manusia terdapat sepotong daging yang jika  ia  sehat  maka  seluruh  tubuhnya  juga  sehat.  Tetapi  jika  ia  rusak,  maka
seluruh tubuhnya terganggu, ketahuilah bahwa organ tubuh itu adalah qalb ”
Maan Ziyadat dalam Daudi, menegaskan bahwa qalb berfungsi sebagai alat  untuk  menangkap  hal-hal  yang  doktriner  al-itiqadiyah,  memperoleh
hidayah, ketakwaan dan rahmah serta memikirkan sesuatu. Fungsi qalb bukan sekedar  merasakan  sesuatu,  melainkan  juga  berfungsi  untuk  menangkap
pengetahuan yang bersifat supra rasional. Fungsi qalb dalam Al- Qur’an yaitu:
148
Fungsi emosi yang menimbulkan daya rasa, fungsi kognisi menimbulkan daya cipta,  fungsi  konasi  menimbulkan  daya  karsa.  Dari  sudut  kondisinya,  qalb
memiliki  kondisi:  Baik,  yaitu  qalb  yang  hidup,  sehat  dan  mendapatkan kebahagiaan.  Buruk,  yaitu  qalb  yang  mati  dan  mendapatkan  kesengsaraan.
Qalb antara baik dan buruk, yaitu qalb yang hidup tetapi berpenyakit. Jadi Al- Qalb  atau  hati  manusia  mempunyai  potensi  untuk  mempertimbangkan  dan
memutuskan  dengan  kearaifan  dan  penuh  keyakinan  dari  apa  yang  diperoleh dari  nafsu  dan  akal,  sehingga  hati  menjadi  penting  dalam  hal  ini  sebagai
penyeimbang,  pemutus  sebuah  keputusan  yang  sangat  penting  dengan  penuh keyakinan bahwa perbuatan tersebut dapat dikatan baik dan buruk serta benar
dan salah. Sehingga jelaslas porsi masing-masing dari nafsu sebagai penerima informasi  yang  pertama,  akal  menerima  tugas  selanjut  untuk  memenej,
mengelola,  dan  menganalisa  serta  hati  memiliki  tugas  terakhir,  yaitu mempertimbangkan dengan arif dan memutuskan dengan bijaksana perbuatan
itu baik dan buruk serta benar dan salah.
149
                