6
memberikan rizki,  mengurusi  makhluk, dan lain-lainnya,  yang semuanya itu  hanya  Allahlah  yang  mampu  diatas  dunia  alam  semesta  ini.  Begitu
juga  semua  orang  meyakini  dan  mengakui  adanya  tuhan  Rabb  yang menciptakan,  menguasai,  dan  lain-lainnya.  Setelah  mengetahui  bahwa
pencipta  kita  adalah  Allah  Swt,  dan  bahwa  keberadaan  dan  managemen kita  hanya  berada  di  tangan-Nya,  kita  juga  harus  percaya  bahwa  tak
seorangpun  selain  Dia  yang  mempunyai  hak  untuk  memerintah  dan membuat hukum bagi kita.
Yang  dimaksud  dengan  hal  ini  ialah  bahwa  alam  raya  ini  diatur oleh mudabbir pengelola, pengendali tunggal, tak ada sekutu oleh siapa
dan apa pun dalam pengelolaan dan pen-tadbiran-Nya. Dialah Allah Rabb Mahasuci  Dia  pengelola  alam  semesta  ini.  Adapun pentadbiran
pengelolan  oleh  para malaikat  serta  semua  sebab lantaran  yang  saling berkaitan, tidak lain adalah atas perintah-Nya. Hal ini berlawanan dengan
pendapat  sebagian  kaum  musyrikin  yang  percaya  bahwa  yang  berkaitan dengan  Allah  Swt.  hanyalah  perbuatan  penciptaan  dan  pengadaan  awal
mula  pertama  saja,  sedangkan  pentadbiran   dan  pengaturan  segala  jenis makhluk  dan  benda  di  atas  bumi  ini  selanjutnya  diserahkan  sepenuhnya
kepada  benda-benda  langit,  malaikat,  jin,  serta  maujudat  spiritual  yang diperankan  oleh  berhala-berhala  yang  disembah.  Jadi,  menurut
mereka tidak  ada  sangkut  paut  Allah  dalam  hal  pentadbiran  dan pengelolaan urusan segalanya.
Akan tetapi, secara jelas dan terang Al-Quran menegaskan bahwa Allah  adalah  sang  pengatur  dan  pengelola  al-Mudabbir  bagi  alam
semesta, maka yang demikian itu semata-mata atas izin dan perintah-Nya.
Dalam hal ini Allah Swt. berfirman :
ْ عْلا ىلع  تْسا همث  اهيأ ةهتس يف ضْ ْْا  تا ا هسلا قلخ  هلا  هَ مكهب  هنإ هل َأ  ْمْب تا هخسم  جُنلا   قْلا   ْ هشلا  اًثيثح هبلْطي  ا هنلا لْيهللا يشْغي
ْم ْْا  قْلخْلا ني لاعْلا  ُ   هَ  ابت
54
Artinya: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Swt. yang telah
menciptakan  langit  dan  bumi  dalam  enam  masa,  lalu  Dia menguasai  di  atas  arasy.  Dia  menutupkan  malam  kepada  siang
yang  mengikutinya  dengan  cepat  dan  diciptakan –Nya  pula
matahari,  bulan  dan  bintang,  yang  semuanya  tunduk  kepada perintah-Nya.  Ingatlah menciptakan  dan  memerintah  hanyalah  hal
Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam” QS. Al-A’raf : 54.
Maka  dalam  hal  ini,  siapapun    yang  memiliki  pengetahuan, walaupun sedikit, tentang ayat-ayat Al-Quran, pasti mengetahui manakala
Allah Swt. menisbahkan banyak dari perbuatan atau tindakan kepada diri-
7
Nya sendiri,  sementara itu di saat  yang sama dalam diberbagai  ayat lain Ia  menisbahkannya  kepada  selain  Dia,   maka  yang  demikian  itu  sama
sekali  tidak  mengandung  pertentangan  kontradiksi.  Sebab,  adanya pembatasan  timbulnya  segala  perbuatan  pada  zat-Nya  sendiri  saja  ialah
yang  semata-
mata  bersifat  “mandiri  sepenuhnya”.  Hal  ini  tidak bertentangan  dengan  penyekutuan  sesuatu  selain-Nya  dalam  perbuatan
itu, dalam arti bahwa ia hanya sebagai pelaksana perintah dan kehendak- Nya.
b. Tauhid Uluhiyah
Uluhiyyah  diambil  dari  kata  al-ilah  yang  memiliki  makna  sesuatu yang disembah sesembahan dan sesuatu yang ditaati secara mutlak dan
total.  Kata  llah  ini  diperuntukkan  bagi  sebutan  sesembahan  yang  benar haq.
Tauhid uluhiyyah adalah meyakini bahwa tiada tuhan selain Allah Swt., ini juga merupakan hasil lain dari keyakinan alamiah-warisan dalam
diri manusia. Jika eksistensi kita berasal dari Allah Swt., pengaturan dan pengarahan  hidup  kita  diserahkan  kepada-Nya  Muhammad  Taqi
Mishbah Yazdi, 1424 : 62.
Mungkin  kita  telah  menyadari  bahwa  Al-Quran  memandang politeisme  sebagai  sebuah  dosa.  Ketika  dosa-dosa  besar  diperhitungkan,
”politeisme  berada  di  puncak  daftarnya,”  demikian  dikatakan  orang politeisme  dalam  praktiknya  berarti  menyembah  kepada  selain  Allah
Swt., meskipun si penyembah tidak mempercayai bahwa sembahannya itu patut  disembah,  dan  hanya  menyembahnya  karena  kepentingan-
kepentingan tertentu. Firman Allah Swt :
ميحه لا ن ْحه لا  ه  هَإ هلإ َ ٌ حا  ٌهلإ ْمك لإ
163
Artinya: “Dan Tuhanmu  adalah  Tuhan Yang  Maha  Esa  tidak
ada   Tuhan   melainkan   Dia,  Yang  Maha  Pemurah  lagi  Maha Penyayang” QS. Al-Baqarah:163.
Tauhid  Uluhiyyah ini berhubungan erat  dengan dua hal,  yaitu:  1 Amalperbuatan,  dan  2  Ibadah.  Supaya  kedua  hal  tersebut  mendapat
pahala, maka wajib bagi setiap muslim untuk meyakinkan pentingnya niat yang  ikhlas  di  dalam  beramal  dan  beribadah.  Para  ulama  telah  sepakat
bahwa  niat  yang  murni  berperan  penting  dalam  memperoleh  ridho  akan amal dan ibadah yang kita lakukan sehari-hari.
8
Ibnu  Atha’illah  menyatakan  bahwa  niat  dengan  ikhlas  adalah ruhnya:
“Amal-Amal adalah laksana raga-raga yang berdiri tegak dan yang menjadi ruhnya adalah rahasia ikhlasniat.
” Berdasarkan  keterangan  di  atas,  amal-amal  seperti  sholat  dan
bersedekah  tidak  akan  ada  ruhnya,  yaitu  dalam  arti  tidak  akan  diterima dan  diberi  pahala  apabila  tidak  diiringi  dengan  niat  yang  murni.  Sholat
yang  dikerjakan  ataupun  sedekah  yang  berjuta-juta  tanpa  ada  niat  yang benar  seolah-olah  sholat  dan  sedekah  yang  berjuta-juta  itu  laksana  jasad
yang mati tergeletak tak ada artinya.
Oleh  karena  itu,  setiap  aktifitas  ibadah  seperti:  sedekah,  puasa berdzikir, apabila  dilakukan  tanpa  keikhlasan  niat  di  dalamnya,  maka
sedekah, puasa, berdzikir tidak disebut sebagai ibadah tetapi disebut adat kebiasaan.
Ibnu Abbas menyatakan bahwa:
داع يه لب  دابع تسيلف صَخْا نم تلخ  دابع لك
“Setiap  ibadah  yang  kosong  dari  ikhlasniat,  maka  itu  bukanlah ibadah tetapi ia disebut kebiasaan adat”
c. Tauhid Al-Asma Wa’ al-Sifat
Tauhid  al-Asma  wa  al-Sifat  adalah  penetapan  dan  pengakuan yang kokoh  atas  nama-nama  dan  sifat-sifat  Allah  Swt.  yang  luhur
berdasarkan  petunjuk  Allah  Swt.  dalam  Al-Quran  dan  petunjuk Rasulullah  Saw.  dalam  sunnahnya.  Mayoritas  ulama  salaf, yakni  ulama
yang  konsisten  dalam  mengikuti  sunnah  Rasulullah,  pandangan  para sahabat  dan  tabiin  yang  shalih,  menetapkan  segala  nama  dan  sifat  yang
ditetapkan  Allah  Swt.  untuk  diri-Nya,  dan  apa-apa  yang  dijelaskan  oleh Rasullulah  bagi-Nya.  Tanpa  melakukan
ta‟thil  penolakan,  tahrif perubahan dan penyimpangan lafadz dan makna, tamtsil penyerupaan
dan takyif menanya terlalu jauh tentang sifat Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt :
يصبْلا عي هسلا  ه  ٌءْيش هلْث ك  ْيل
11
Artinya: “Tiada  yang  menyerupai-Nya  segala  sesuatu,  dan  Dia
Maha Mendengar lagi Maha Melihat” QS. As-Syura : 11.
9
I ’tiqad  Ahlus  Sunnah  dalam  masalah  Sifat  Allah  Subhanhu  wa
Ta’ala didasari atas dua prinsip: 1.
Bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala wajib disucikan dari semua sifat-sifat kurang secara mutlak, seperti ngantuk, tidur, lemah, bodoh,
mati, dan lainnya. 2.
Allah  mempunyai  sifat-sifat  yang  sempurna  yang  tidak  ada kekurangan sedikit pun juga, tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang
menyamai Sifat-Sifat Allah. Ahlus  Sunnah  wal  Jama’ah  tidak  menolak  sifat-sifat  yang
disebutkan  Allah  untuk  Diri-Nya,  tidak  menyelewengkan  kalam  Allah Subhanahu  wa  Ta’ala  dari  kedudukan  yang  semestinya,  tidak
mengingkari  tentang Asma‟  Nama-Nama  dan  ayat-ayat-Nya,  tidak
menanyakan  tentang  bagaimana  Sifat  Allah,  serta  tidak  pula mempersamakan Sifat-Nya dengan sifat makhluk-Nya.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengimani bahwa Allah Azza wa Jalla tidak  sama  dengan  sesuatu  apapun  juga.  Hal  itu  karena  tidak  ada  yang
serupa,  setara  dan  tidak  ada  yang  sebanding  dengan-Nya  Azza  wa  Jalla, serta Allah tidak dapat dikiaskan dengan makhluk-Nya.
Allah Subhanahu wa Taala dalam menuturkan Sifat dan Asma-Nya, memadukan antara an-Nafyu wal Itsbat menolak dan menetapkan. Maka
Ahlus  Sunnah  wal  Jamaah  tidak  menyimpang  dari  ajaran  yang  dibawa oleh  para  Rasul,  karena  itu  adalah  jalan  yang  lurus  ash-Shiraathal
Mustaqiim, jalan orang-orang yang Allah karuniai nikmat, yaitu jalannya para Nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin.
3.
Ruang lingkup aqidah
Menurut Hasan al-Banna ruang lingkup pembahasan akidah terdiri dari
i5
Yunahar Ilyas, Op.Cit, hlm 5-6
a. Ilahiyyat,  yaitu  pembahasan  tentang  segala  sesuatu  yang
berhubungan  dengan  Ilah  Tuhan,  Allah  seperti  wujud  Allah, nama- nama dan sifat-
sifat Allah, Af’al dan lain- lain. b.
Nubuwwat,  yaitu  pembahasan  tentang  segala  sesuatu  yang berhubungan  dengan  Nabi  dan  Rasul,  termasuk  pembahasan
tentang kitab- kitab Allah, mu’jizat, karamah dan sebagainya.
c. Ruhaniyyat,  yaitu  pembahasan  tentang  segala  sesuatu  yang
berhubungan  dengan  alam  metafisik,  seperti  malaikat,  jin,  iblis, syetan, roh dan lain-lain.
d. Sam‟iyyat,  yaitu  pembahasan  tentang  segala  sesuatu  yang  hanya
bisa  diketahui  lewat  pendengaran,  missal  tentang  kiamat,  surga neraka, dan sebagainya.
10
Selain  yang  tersebut  di  atas,  `ruang  lingkup  aqidah  boleh  juga mengikuti sistematika arkanul rukun iman, yaitu:
1 Iman kepada Allah Swt.
2 Iman kepada malaikat-malaikat Allah.
3 Iman kepada kitab-kitab Allah.
4 Iman kepada Nabi dan Rasul.
5 Iman kepada hari akhir.
6 Iman kepada qadha dan qadar Allah.
4.
Ruang Lingkup Ilmu Kalam
Pokok permasalahan Ilmu Kalam terletak pada tiga persoalan, yaitu: a. Esensi  Tuhan  itu  sendiri  dengan  segenap  sifat-sifat-Nya.  Esensi  ini
dinamakan  Qismul  Ilahiyyat.  Masalah-masalah  yang  diperdebatkan yaitu:
1 Sifat-sifat  Tuhan,  apakah  memang  ada  Sifat  Tuhan  atau  tidak.
Masalah  ini  di perdebatkan  oleh  aliran  Mu’tazilah  dan
Asy’ariyah. 2
Qudrat  dan  Iradat  Tuhan.  Persoalan  ini  menimbulkan  aliran Qadariyah dan Jabariyah.
3 Persoalan  kemauan  bebas  manusia,  masalah  ini  erat  kaitannya
dengan Qudrat dan Iradat Tuhan. 4
Masalah Al-Qur’an, apakah makhluk atau tidak dan apakah Al- Qur’an azali atau baharu.
b. Qismul  Nububiyah, hubungan  yang memperhatikan antara Kholik
dengan makhluk, dalam hal ini membicarakan tentang: 1
Utusan-utusan  Tuhan  atau  petugas-petugas  yang  telah  di tetapkan Tuhan melakukan pekerjaan tertentu, yaitu Malaikat.
2 Wahyu yang disampaikan Tuhan sendiri kepada para rasul-Nya,
baik secara langsung maupun dengan perantara Malaikat.\ 3
Para Rasul itu sendiri yang menerima perintah dari Tuhan untuk menyampaikan ajarannya kepada manusia.
4 Persoalan  yang  berkenaan  dengan  kehidupan  sesudah  mati
nantinya yang disebut dengan Qismul Sam‟iyat. Hal ini meliputi
hal-hal sebagai berikut: a
Kebangkitan manusia kembali di akhirat. b
Hari perhitungan. c
Persoalan shirat jembatan. d
Persoalan  yang  berhubungan  dengan  tempat  pembalasan, yaitu surga atau neraka.
11
c. Ayat  yang  berkaitan  dengan  ruang  lingkup  Ilmu  Kalam.  Dalam
Firman Allah Swt.:
هَاب نمآ  ْنم ه بْلا هنكل   ْغ ْلا   ْش ْلا لبق ْمكه ج  ا ُل ت  ْنأ ه بْلا  ْيل اتكْلا  ةكئَ ْلا   خ َْا  ْ يْلا
ىبْ قْلا هبح ىلع  ا ْلا ىتآ  نييبهنلا
ىتآ   َهصلا  اقأ   اق لا يف  نيلئاهسلا  ليبهسلا نْبا  نيكاس ْلا  ىماتيْلا سْْبْلا يف ني باهصلا  ا هاع ا إ ْمه ْ عب ن ف ْلا   اكهزلا
نيح  ءاه هضلا  ءا ن قهت ْلا مه ك ل أ  ا ق ص ني هلا ك ل أ  ْْبْلا
177
”Bukanlah  menghadapkan  wajahmu  ke  arah  timur  dan  barat itu  suatu  kebajikan,  akan  tetapi  sesungguhnya  kebajikan  itu  ialah
beriman  kepada  Allah,  hari  kemudian,  malaikat-malaikat,  kitab- kitab,  nabi-nabi  dan  memberikan  harta  yang  dicintainya  kepada
kerabatnya,  anak-anak  yatim,  orang-orang  miskin,  musafir  yang memerlukan  pertolongan  dan  orang-orang  yang  meminta-minta;
dan  memerdekakan  hamba  sahaya,  mendirikan  shalat,  dan menunaikan  zakat;  dan  orang-orang  yang  menepati  janjinya
apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan  dan  dalam  peperangan.  mereka  itulah  orang-orang
yang  benar  imannya;  dan  mereka  itulah  orang-orang  yang bertakwa
” QS : Al-Baqarah ayat 177. Dan dalam hadits Rasulullah Saw.:
ىهلص َ  ْ س   ْنع  ٌ ْ لج نْح  ا نْيب :  اق ًاضْيأ هْنع َ يض   ع  ْنع ْي ش  ٌلج  انْيلع عل   ْ إ  ْ ي تا  مهلس  هْيلع َ
دا س  ْي ش  ايثلا ضايب يبهنلا ىلإ  لج ىهتح ،ٌ حأ اهنم هف ْعي َ  ، فهسلا  ثأ هْيلع  ي َ ، ْعهشلا
: اق  هْي خف ىلع هْيهفك عض  هْيتبْك  ىلإ هْيتبْك   نْسْف ملس  هيلع َ ىلص ي
َسْْا : ملس  هيلع َ ىلص َ  ْ س   اقف ، َْسْْا نع ي ْ بْخأ  ه حم ا اكهزلا يتْ ت   َهصلا مْيقت  َ  ْ س  اً ه حم  هنأ  َ هَإ هلإ َ  ْنأ  ْشت  ْنأ
ناضم   ْ صت ْلا هجحت
انْبجعف ، ْق ص :  اق ًَْيبس هْيلإ  ْعطتْسا نإ  ْيب هتكئَم  َاب نمْ ت  ْنأ :  اق نا ْيْْا نع ي ْ بْخْف : اق ،هق صي  هلْْسي هل
خ  قْلاب  نمْ ت   خَا  ْ يْلا   هلس   هبتك اق  ، ْق ص  اق  . ش   ْي
ا ي هه إف  ا ت  ْنكت ْمل  ْنإف  ا ت كه ْك َ  بْعت  ْنأ : اق ،ناسْحْْا نع ي ْ بْخْف هسلا نم ملْعْب ا ْنع  ْ ْس ْلا ام : اق ،ةعاهسلا نع ي ْ بْخْف : اق .
اق .لئا ةلاعْلا  ا عْلا  افحْلا  ت  ْنأ  ا تهب  ةمْْا  لت  ْنأ  اق ،ا تا امأ  ْنع ي ْ ب ْخْف
ع  اي  :  اق  همث  ،اًيلم  ْثبلف  قلطْ ا  همث  ،نايْنبْلا يف  نْ ل اطتي  ءاهشلا  ءاع ْ تأ
ْلق ؟ لئاهسلا نم ملْعأ هلْ س  َ :
ْمك لعي  ْمكاـتأ لْي ْبج هه إف  اق . . ْمكنْيد
]ملسم  ا [
12
Dari Umar Radhiallahu Anhu dia berkata : Ketika kami duduk- duduk  di  sisi  Rasulullah  saw.,  suatu  hari  tiba-tiba  datanglah
seorang  laki-laki  yang  mengenakan  baju  yang  sangat  putih  dan berambut  sangat  hitam,  tidak  tampak  padanya  bekas-bekas
perjalanan  jauh  dan  tidak  ada  seorangpun  di antara  kami  yang
mengenalnya.  Hingga  kemudian  dia  duduk  di  hadapan  Nabi  lalu menempelkan  kedua  lututnya  kepada  lututnya  Rasulullah  Saw.
seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam”, maka  bersabdalah  Rasulullah  S
aw.:  “Islam  adalah  engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah tuhan yang disembah selain Allah,
dan  bahwa  Nabi  Muhammad  adalah  utusan  Allah,  engkau mendirikan  shalat,  menunaikan  zakat,  puasa  ramadhan  dan  pergi
haji  jika  mampu“,  kemudian  dia  berkata:  “Anda  benar“.  Kami semua  heran,  dia  yang  bertanya  dia  pula  yang membenarkan.
Kemudian  dia  bertanya  lagi:  “Beritahukan  aku  tentang  Iman“. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau  beriman  kepada  takdir  yang  baik  maupun  yang
buruk“, kemudian dia berkata: “Anda benar“.  Kemudian dia berkata lagi:
“Beritahukan  aku  tentang  Ihsan“.  Lalu  beliau  bersabda:  “Ihsan adalah  engkau  beribadah  kepada  Allah  seakan-akan  engkau
melihat-Nya,  jika  engkau  tidak  melihat-Nya  maka  Dia  melihat
engkau”. Selanjutnya dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat  kapan  kejadiannya”.  Beliau  bersabda:  “Yang  ditanya
tidak lebih tahu dari yang bertanya“. Dia berkata:  “Beritahukan aku  tentang  tanda-
tandanya“,  beliau  bersabda:   “Jika  seorang hamba  melahirkan  tuannya  dan  jika  engkau  melihat  seorang
bertelanjang  kaki  dan  dada,  miskin  dan  penggembala  domba, kemudian
berlomba- lomba  meninggikan  bangunannya“,
kemudian  orang  itu  berlalu  dan  aku  berdiam  sebentar.  Kemudian beliau  Rasulull
ahe  bertanya:  “Tahukah  engkau  siapa  yang bertanya?” aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“.
Beliau  bersabda:  “Dia  adalah  Jibril  yang  datang  kepada  kalian bermaksud mengajarkan agama kalian“ Riwayat Muslim.
Dari  ayat  dan  hadits  di  atas  dapat  diambil  kesimpulan  bahwa ruang lingkup Ilmu Kalam adalah Rukun Iman yang enam.
C. Perbedaan Mengenai Tauhid, Aqidah dan Kalam.
1.
Tauhid, menurut bahasa berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata   ح
ح ي artinya: keesaan. Sedangkan menurut istilah sebagai berikut:
13
a. Menurut Husain Affandi al-Jasr, Tauhid ialah ilmu yang membahas
hal-hal  menetapkan  akidah  agama  dengan  dalil  yang  meyakinkan Muin, M. Tharir A., Ikthtisar Ilmu Tauhid,  Yogyakarta, 2001, h .
b.  Menurut  Muhammad  Abduh,  Ilmu  Tauhid  adalah  suatu  ilmu  yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat wajib bagi-Nya sifat-sifat
yang boleh dan yang tidak boleh disifati kepada-Nya. Di samping itu Ilmu  Tauhid  juga  menyikapi  Rasul-rasul  Allah  guna  menetapkan
risalah mereka,  yang boleh mereka nasabkan dan apa  yang dilarang atas  mereka  Abduh,  Muhammad.  Risalah  Tauhid.  Bulan  Bintang.
Jakarta.1965, 13.
c. Prof. M. Tharir A. Muin, Ilmu Tauhid adalah ilmu yang menyelidiki dan  membahas  soal  yang  wajib,  jaiz,  dan  mustahil  bagi  Allah  dan
bagi sekalian utusan-utusan-Nya, dan juga mengupas dalil-dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat untuk membuktikan
adanya Zat yang mewujudkan.
d. Ilmu ini dinamakan Ilmu Tauhid karena pembahasannya yang paling menonjol  adalah  tentang  ke-Esaan  Tuhan,  yang  merupakan  asas
pokok agama Islam, sebagaimana yang berlaku terhadap agama yang benar  yang  telah  dibawa  oleh  para  rasul  yang  diutus  Allah  Ash-
Shidieqy, Tengku M. Hasbi.1999 : 72.
Dengan  demikian,  Tauhid  adalah  pembenaran  terhadap  keesaan Allah,  yaitu  seluruh  bentuk  kesatuan  kesaan  Allah  Wahidul  quwwah
dimana  satu-satunya  Tuhan  adalah  hanya  Allah  La  ilaha  ill  Allah,  dan satunya  yang  maha  pencipta  hanyalah  Allah,  serta  satu-satunya  pemberi
fasilitas,  rezqi,  jodoh  hidup  dan  mati  hanyalah  Allah  semata.  Merujuk keterangan  al-
Qur’an,  kepercayaan  kepada  Tuhan  merupakan  sesuatu yang  intrinsik,  naluriah  fitrah  manusia  yang  dibawa  sejak  asal
kejadiannya, sebagaimana firman-Nya:
كل   هَ قْلخل لي ْبت َ ا ْيلع  اهنلا  طف يتهلا  هَ ت ْطف اًفينح ني لل ك ْج   ْمقْف ن لْعي َ  اهنلا  ثْكأ هنكل  ميقْلا ني لا
30
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, Fitrah  Allah  yag  telah  menciptakan  manusia  menurut  fitrah-Nya,
Tiada perubahan pada Fitrah Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui
” QS : Ar-Rum, ayat 30.
2. Aqidah,  berasal dari kata “Aqad” yang berarti ”Pengikatan”. Akidah
adalah  apa  yang diyakini seseorang. Jika dikatakan, ”dia mempunyai aqidah  yang  benar”,  berarti  aqidahnya  bebas  dari  keraguan.  Akidah
merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya