Ruang Lingkup Tauhid, Aqidah dan Kalam

6 memberikan rizki, mengurusi makhluk, dan lain-lainnya, yang semuanya itu hanya Allahlah yang mampu diatas dunia alam semesta ini. Begitu juga semua orang meyakini dan mengakui adanya tuhan Rabb yang menciptakan, menguasai, dan lain-lainnya. Setelah mengetahui bahwa pencipta kita adalah Allah Swt, dan bahwa keberadaan dan managemen kita hanya berada di tangan-Nya, kita juga harus percaya bahwa tak seorangpun selain Dia yang mempunyai hak untuk memerintah dan membuat hukum bagi kita. Yang dimaksud dengan hal ini ialah bahwa alam raya ini diatur oleh mudabbir pengelola, pengendali tunggal, tak ada sekutu oleh siapa dan apa pun dalam pengelolaan dan pen-tadbiran-Nya. Dialah Allah Rabb Mahasuci Dia pengelola alam semesta ini. Adapun pentadbiran pengelolan oleh para malaikat serta semua sebab lantaran yang saling berkaitan, tidak lain adalah atas perintah-Nya. Hal ini berlawanan dengan pendapat sebagian kaum musyrikin yang percaya bahwa yang berkaitan dengan Allah Swt. hanyalah perbuatan penciptaan dan pengadaan awal mula pertama saja, sedangkan pentadbiran dan pengaturan segala jenis makhluk dan benda di atas bumi ini selanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada benda-benda langit, malaikat, jin, serta maujudat spiritual yang diperankan oleh berhala-berhala yang disembah. Jadi, menurut mereka tidak ada sangkut paut Allah dalam hal pentadbiran dan pengelolaan urusan segalanya. Akan tetapi, secara jelas dan terang Al-Quran menegaskan bahwa Allah adalah sang pengatur dan pengelola al-Mudabbir bagi alam semesta, maka yang demikian itu semata-mata atas izin dan perintah-Nya. Dalam hal ini Allah Swt. berfirman : ْ عْلا ىلع تْسا همث اهيأ ةهتس يف ضْ ْْا تا ا هسلا قلخ هلا هَ مكهب هنإ هل َأ ْمْب تا هخسم جُنلا قْلا ْ هشلا اًثيثح هبلْطي ا هنلا لْيهللا يشْغي ْم ْْا قْلخْلا ني لاعْلا ُ هَ ابت 54 Artinya: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Swt. yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia menguasai di atas arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat dan diciptakan –Nya pula matahari, bulan dan bintang, yang semuanya tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah hal Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam” QS. Al-A’raf : 54. Maka dalam hal ini, siapapun yang memiliki pengetahuan, walaupun sedikit, tentang ayat-ayat Al-Quran, pasti mengetahui manakala Allah Swt. menisbahkan banyak dari perbuatan atau tindakan kepada diri- 7 Nya sendiri, sementara itu di saat yang sama dalam diberbagai ayat lain Ia menisbahkannya kepada selain Dia, maka yang demikian itu sama sekali tidak mengandung pertentangan kontradiksi. Sebab, adanya pembatasan timbulnya segala perbuatan pada zat-Nya sendiri saja ialah yang semata- mata bersifat “mandiri sepenuhnya”. Hal ini tidak bertentangan dengan penyekutuan sesuatu selain-Nya dalam perbuatan itu, dalam arti bahwa ia hanya sebagai pelaksana perintah dan kehendak- Nya.

b. Tauhid Uluhiyah

Uluhiyyah diambil dari kata al-ilah yang memiliki makna sesuatu yang disembah sesembahan dan sesuatu yang ditaati secara mutlak dan total. Kata llah ini diperuntukkan bagi sebutan sesembahan yang benar haq. Tauhid uluhiyyah adalah meyakini bahwa tiada tuhan selain Allah Swt., ini juga merupakan hasil lain dari keyakinan alamiah-warisan dalam diri manusia. Jika eksistensi kita berasal dari Allah Swt., pengaturan dan pengarahan hidup kita diserahkan kepada-Nya Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, 1424 : 62. Mungkin kita telah menyadari bahwa Al-Quran memandang politeisme sebagai sebuah dosa. Ketika dosa-dosa besar diperhitungkan, ”politeisme berada di puncak daftarnya,” demikian dikatakan orang politeisme dalam praktiknya berarti menyembah kepada selain Allah Swt., meskipun si penyembah tidak mempercayai bahwa sembahannya itu patut disembah, dan hanya menyembahnya karena kepentingan- kepentingan tertentu. Firman Allah Swt : ميحه لا ن ْحه لا ه هَإ هلإ َ ٌ حا ٌهلإ ْمك لإ 163 Artinya: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” QS. Al-Baqarah:163. Tauhid Uluhiyyah ini berhubungan erat dengan dua hal, yaitu: 1 Amalperbuatan, dan 2 Ibadah. Supaya kedua hal tersebut mendapat pahala, maka wajib bagi setiap muslim untuk meyakinkan pentingnya niat yang ikhlas di dalam beramal dan beribadah. Para ulama telah sepakat bahwa niat yang murni berperan penting dalam memperoleh ridho akan amal dan ibadah yang kita lakukan sehari-hari. 8 Ibnu Atha’illah menyatakan bahwa niat dengan ikhlas adalah ruhnya: “Amal-Amal adalah laksana raga-raga yang berdiri tegak dan yang menjadi ruhnya adalah rahasia ikhlasniat. ” Berdasarkan keterangan di atas, amal-amal seperti sholat dan bersedekah tidak akan ada ruhnya, yaitu dalam arti tidak akan diterima dan diberi pahala apabila tidak diiringi dengan niat yang murni. Sholat yang dikerjakan ataupun sedekah yang berjuta-juta tanpa ada niat yang benar seolah-olah sholat dan sedekah yang berjuta-juta itu laksana jasad yang mati tergeletak tak ada artinya. Oleh karena itu, setiap aktifitas ibadah seperti: sedekah, puasa berdzikir, apabila dilakukan tanpa keikhlasan niat di dalamnya, maka sedekah, puasa, berdzikir tidak disebut sebagai ibadah tetapi disebut adat kebiasaan. Ibnu Abbas menyatakan bahwa: داع يه لب دابع تسيلف صَخْا نم تلخ دابع لك “Setiap ibadah yang kosong dari ikhlasniat, maka itu bukanlah ibadah tetapi ia disebut kebiasaan adat”

c. Tauhid Al-Asma Wa’ al-Sifat

Tauhid al-Asma wa al-Sifat adalah penetapan dan pengakuan yang kokoh atas nama-nama dan sifat-sifat Allah Swt. yang luhur berdasarkan petunjuk Allah Swt. dalam Al-Quran dan petunjuk Rasulullah Saw. dalam sunnahnya. Mayoritas ulama salaf, yakni ulama yang konsisten dalam mengikuti sunnah Rasulullah, pandangan para sahabat dan tabiin yang shalih, menetapkan segala nama dan sifat yang ditetapkan Allah Swt. untuk diri-Nya, dan apa-apa yang dijelaskan oleh Rasullulah bagi-Nya. Tanpa melakukan ta‟thil penolakan, tahrif perubahan dan penyimpangan lafadz dan makna, tamtsil penyerupaan dan takyif menanya terlalu jauh tentang sifat Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt : يصبْلا عي هسلا ه ٌءْيش هلْث ك ْيل 11 Artinya: “Tiada yang menyerupai-Nya segala sesuatu, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” QS. As-Syura : 11. 9 I ’tiqad Ahlus Sunnah dalam masalah Sifat Allah Subhanhu wa Ta’ala didasari atas dua prinsip: 1. Bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala wajib disucikan dari semua sifat-sifat kurang secara mutlak, seperti ngantuk, tidur, lemah, bodoh, mati, dan lainnya. 2. Allah mempunyai sifat-sifat yang sempurna yang tidak ada kekurangan sedikit pun juga, tidak ada sesuatu pun dari makhluk yang menyamai Sifat-Sifat Allah. Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak menolak sifat-sifat yang disebutkan Allah untuk Diri-Nya, tidak menyelewengkan kalam Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kedudukan yang semestinya, tidak mengingkari tentang Asma‟ Nama-Nama dan ayat-ayat-Nya, tidak menanyakan tentang bagaimana Sifat Allah, serta tidak pula mempersamakan Sifat-Nya dengan sifat makhluk-Nya. Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengimani bahwa Allah Azza wa Jalla tidak sama dengan sesuatu apapun juga. Hal itu karena tidak ada yang serupa, setara dan tidak ada yang sebanding dengan-Nya Azza wa Jalla, serta Allah tidak dapat dikiaskan dengan makhluk-Nya. Allah Subhanahu wa Taala dalam menuturkan Sifat dan Asma-Nya, memadukan antara an-Nafyu wal Itsbat menolak dan menetapkan. Maka Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak menyimpang dari ajaran yang dibawa oleh para Rasul, karena itu adalah jalan yang lurus ash-Shiraathal Mustaqiim, jalan orang-orang yang Allah karuniai nikmat, yaitu jalannya para Nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin. 3. Ruang lingkup aqidah Menurut Hasan al-Banna ruang lingkup pembahasan akidah terdiri dari i5 Yunahar Ilyas, Op.Cit, hlm 5-6 a. Ilahiyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah Tuhan, Allah seperti wujud Allah, nama- nama dan sifat- sifat Allah, Af’al dan lain- lain. b. Nubuwwat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk pembahasan tentang kitab- kitab Allah, mu’jizat, karamah dan sebagainya. c. Ruhaniyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, syetan, roh dan lain-lain. d. Sam‟iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat pendengaran, missal tentang kiamat, surga neraka, dan sebagainya. 10 Selain yang tersebut di atas, `ruang lingkup aqidah boleh juga mengikuti sistematika arkanul rukun iman, yaitu: 1 Iman kepada Allah Swt. 2 Iman kepada malaikat-malaikat Allah. 3 Iman kepada kitab-kitab Allah. 4 Iman kepada Nabi dan Rasul. 5 Iman kepada hari akhir. 6 Iman kepada qadha dan qadar Allah. 4. Ruang Lingkup Ilmu Kalam Pokok permasalahan Ilmu Kalam terletak pada tiga persoalan, yaitu: a. Esensi Tuhan itu sendiri dengan segenap sifat-sifat-Nya. Esensi ini dinamakan Qismul Ilahiyyat. Masalah-masalah yang diperdebatkan yaitu: 1 Sifat-sifat Tuhan, apakah memang ada Sifat Tuhan atau tidak. Masalah ini di perdebatkan oleh aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah. 2 Qudrat dan Iradat Tuhan. Persoalan ini menimbulkan aliran Qadariyah dan Jabariyah. 3 Persoalan kemauan bebas manusia, masalah ini erat kaitannya dengan Qudrat dan Iradat Tuhan. 4 Masalah Al-Qur’an, apakah makhluk atau tidak dan apakah Al- Qur’an azali atau baharu. b. Qismul Nububiyah, hubungan yang memperhatikan antara Kholik dengan makhluk, dalam hal ini membicarakan tentang: 1 Utusan-utusan Tuhan atau petugas-petugas yang telah di tetapkan Tuhan melakukan pekerjaan tertentu, yaitu Malaikat. 2 Wahyu yang disampaikan Tuhan sendiri kepada para rasul-Nya, baik secara langsung maupun dengan perantara Malaikat.\ 3 Para Rasul itu sendiri yang menerima perintah dari Tuhan untuk menyampaikan ajarannya kepada manusia. 4 Persoalan yang berkenaan dengan kehidupan sesudah mati nantinya yang disebut dengan Qismul Sam‟iyat. Hal ini meliputi hal-hal sebagai berikut: a Kebangkitan manusia kembali di akhirat. b Hari perhitungan. c Persoalan shirat jembatan. d Persoalan yang berhubungan dengan tempat pembalasan, yaitu surga atau neraka. 11 c. Ayat yang berkaitan dengan ruang lingkup Ilmu Kalam. Dalam Firman Allah Swt.: هَاب نمآ ْنم ه بْلا هنكل ْغ ْلا ْش ْلا لبق ْمكه ج ا ُل ت ْنأ ه بْلا ْيل اتكْلا ةكئَ ْلا خ َْا ْ يْلا ىبْ قْلا هبح ىلع ا ْلا ىتآ نييبهنلا ىتآ َهصلا اقأ اق لا يف نيلئاهسلا ليبهسلا نْبا نيكاس ْلا ىماتيْلا سْْبْلا يف ني باهصلا ا هاع ا إ ْمه ْ عب ن ف ْلا اكهزلا نيح ءاه هضلا ءا ن قهت ْلا مه ك ل أ ا ق ص ني هلا ك ل أ ْْبْلا 177 ”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab- kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka itulah orang-orang yang benar imannya; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa ” QS : Al-Baqarah ayat 177. Dan dalam hadits Rasulullah Saw.: ىهلص َ ْ س ْنع ٌ ْ لج نْح ا نْيب : اق ًاضْيأ هْنع َ يض ع ْنع ْي ش ٌلج انْيلع عل ْ إ ْ ي تا مهلس هْيلع َ دا س ْي ش ايثلا ضايب يبهنلا ىلإ لج ىهتح ،ٌ حأ اهنم هف ْعي َ ، فهسلا ثأ هْيلع ي َ ، ْعهشلا : اق هْي خف ىلع هْيهفك عض هْيتبْك ىلإ هْيتبْك نْسْف ملس هيلع َ ىلص ي َسْْا : ملس هيلع َ ىلص َ ْ س اقف ، َْسْْا نع ي ْ بْخأ ه حم ا اكهزلا يتْ ت َهصلا مْيقت َ ْ س اً ه حم هنأ َ هَإ هلإ َ ْنأ ْشت ْنأ ناضم ْ صت ْلا هجحت انْبجعف ، ْق ص : اق ًَْيبس هْيلإ ْعطتْسا نإ ْيب هتكئَم َاب نمْ ت ْنأ : اق نا ْيْْا نع ي ْ بْخْف : اق ،هق صي هلْْسي هل خ قْلاب نمْ ت خَا ْ يْلا هلس هبتك اق ، ْق ص اق . ش ْي ا ي هه إف ا ت ْنكت ْمل ْنإف ا ت كه ْك َ بْعت ْنأ : اق ،ناسْحْْا نع ي ْ بْخْف هسلا نم ملْعْب ا ْنع ْ ْس ْلا ام : اق ،ةعاهسلا نع ي ْ بْخْف : اق . اق .لئا ةلاعْلا ا عْلا افحْلا ت ْنأ ا تهب ةمْْا لت ْنأ اق ،ا تا امأ ْنع ي ْ ب ْخْف ع اي : اق همث ،اًيلم ْثبلف قلطْ ا همث ،نايْنبْلا يف نْ ل اطتي ءاهشلا ءاع ْ تأ ْلق ؟ لئاهسلا نم ملْعأ هلْ س َ : ْمك لعي ْمكاـتأ لْي ْبج هه إف اق . . ْمكنْيد ]ملسم ا [ 12 Dari Umar Radhiallahu Anhu dia berkata : Ketika kami duduk- duduk di sisi Rasulullah saw., suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk di hadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada lututnya Rasulullah Saw. seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam”, maka bersabdalah Rasulullah S aw.: “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah tuhan yang disembah selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa ramadhan dan pergi haji jika mampu“, kemudian dia berkata: “Anda benar“. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku tentang Iman“. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat- malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian dia berkata: “Anda benar“. Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku tentang Ihsan“. Lalu beliau bersabda: “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya maka Dia melihat engkau”. Selanjutnya dia berkata: “Beritahukan aku tentang hari kiamat kapan kejadiannya”. Beliau bersabda: “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya“. Dia berkata: “Beritahukan aku tentang tanda- tandanya“, beliau bersabda: “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, kemudian berlomba- lomba meninggikan bangunannya“, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau Rasulull ahe bertanya: “Tahukah engkau siapa yang bertanya?” aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian bermaksud mengajarkan agama kalian“ Riwayat Muslim. Dari ayat dan hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ruang lingkup Ilmu Kalam adalah Rukun Iman yang enam.

C. Perbedaan Mengenai Tauhid, Aqidah dan Kalam.

1. Tauhid, menurut bahasa berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata ح ح ي artinya: keesaan. Sedangkan menurut istilah sebagai berikut: 13 a. Menurut Husain Affandi al-Jasr, Tauhid ialah ilmu yang membahas hal-hal menetapkan akidah agama dengan dalil yang meyakinkan Muin, M. Tharir A., Ikthtisar Ilmu Tauhid, Yogyakarta, 2001, h . b. Menurut Muhammad Abduh, Ilmu Tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat wajib bagi-Nya sifat-sifat yang boleh dan yang tidak boleh disifati kepada-Nya. Di samping itu Ilmu Tauhid juga menyikapi Rasul-rasul Allah guna menetapkan risalah mereka, yang boleh mereka nasabkan dan apa yang dilarang atas mereka Abduh, Muhammad. Risalah Tauhid. Bulan Bintang. Jakarta.1965, 13. c. Prof. M. Tharir A. Muin, Ilmu Tauhid adalah ilmu yang menyelidiki dan membahas soal yang wajib, jaiz, dan mustahil bagi Allah dan bagi sekalian utusan-utusan-Nya, dan juga mengupas dalil-dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat untuk membuktikan adanya Zat yang mewujudkan. d. Ilmu ini dinamakan Ilmu Tauhid karena pembahasannya yang paling menonjol adalah tentang ke-Esaan Tuhan, yang merupakan asas pokok agama Islam, sebagaimana yang berlaku terhadap agama yang benar yang telah dibawa oleh para rasul yang diutus Allah Ash- Shidieqy, Tengku M. Hasbi.1999 : 72. Dengan demikian, Tauhid adalah pembenaran terhadap keesaan Allah, yaitu seluruh bentuk kesatuan kesaan Allah Wahidul quwwah dimana satu-satunya Tuhan adalah hanya Allah La ilaha ill Allah, dan satunya yang maha pencipta hanyalah Allah, serta satu-satunya pemberi fasilitas, rezqi, jodoh hidup dan mati hanyalah Allah semata. Merujuk keterangan al- Qur’an, kepercayaan kepada Tuhan merupakan sesuatu yang intrinsik, naluriah fitrah manusia yang dibawa sejak asal kejadiannya, sebagaimana firman-Nya: كل هَ قْلخل لي ْبت َ ا ْيلع اهنلا طف يتهلا هَ ت ْطف اًفينح ني لل ك ْج ْمقْف ن لْعي َ اهنلا ثْكأ هنكل ميقْلا ني لا 30 “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, Fitrah Allah yag telah menciptakan manusia menurut fitrah-Nya, Tiada perubahan pada Fitrah Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui ” QS : Ar-Rum, ayat 30.

2. Aqidah, berasal dari kata “Aqad” yang berarti ”Pengikatan”. Akidah

adalah apa yang diyakini seseorang. Jika dikatakan, ”dia mempunyai aqidah yang benar”, berarti aqidahnya bebas dari keraguan. Akidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya