165
Al-Ghazaly, yang sistem etikanya mencakup moralitas filosofis, teologis dan sufi, adalah contoh yang paling representative dari tipe etika religious.
Terakhir Mulla Shadra, yang pemikirannya dipengaruhi oleh elemen- elemen Ibnu Sina dan Al-Ghazaly, dapat dianggap sebagai wakil penting
pada periode klasik dalam tulisan tentang etika, filsafat dan teologi. Dalam beberapa konep etika ini banyaknya para filosof yang menghubungkan
etika ini dengan tujuan pencapaian kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Ada juga yang menghubungkan etika dengan jiwa, baik itu
merupakan jiwa hewani, esensi non bendawi, maupun manusiawi. Selain itu, masih ada juga yang menghubungkannya dengan keutamaan-
keutamaan dengan mengerjakan perbuatan yang baik dan terpuji.
D. Konsep Etika menurut para Filosof Muslim.
1.
Al- Kindi
Al-Kindi berpendapat bahwa keutamaan manusia tidak lain adalah budi pekerti manusiawi yang terpuji, keutamaan ini kemudian dibagi
menjadi tiga bagian. Pertama merupakan asas dalam jiwa, tetapi bukan asas negatif, yaitu pengetahuan dan perbuatan ilmu dan amal. Hal
ini dibagi lagi menjadi tiga : a.
Kebijaksanaan hikmah, bersifat filosofis, yaitu keutamaan daya pikir, bersifat teoritik, yaitu mengetahui segala sesuatu yang
bersifat universal
secara hakiki;
bersifat praktis,
yaitu menggunakan kenyataan yang wajib dipergunakan.
b. Keberanian Nadjah, ialah keutamaan daya gairah yang
merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa, memandang ringan kepada kematian dalam rangka mencapai sesuatu yang harus
dicapai dan menolak yang harus ditolak.
c. Kesucian iffah adalah memperoleh sesuatu yang memang harus
diperoleh guna mendidik dan memelihara badan serta menahan diri yang tidak diperlukan untuk itu.
2. Al-Farabi.
Konsep etika yang ditawarkan Al-Farabi, yang kemudian menjadi salah satu hal penting dalam karya-karyanya, berkaitan erat dalam
pembicaraan tentang jiwa dan politik. Begitu juga erat kaitannya dengan persoalan etika ini adalah kebahagiaan. Di dalam kitab Al-
tanbih fi sabili al-
sa’adah dan yahshil al-sa’adah, al-Farabi menyebutkan bahwa kebahagiaan adalah pencapaian kesempurnaan
166
akhir bagi manusia. Al-Farabi juga menekankan empat jenis sifat utama yang harus menjadi perhatian untuk mencapai kebahagiaan di
dunia dan di akhirat bagi bangsa-bangsa dan setiap warga Negara, yakni :
a.
Keutamaan teoritis, yaitu prinsip-prinsip pengetahuan yang diperoleh sejak awal tanpa diketahui cara dan asalnya, juga yang
diperoleh dengan kontemplasi, penelitian dan melalui belajar. b.
Keutamaan pemikiran, adalah yang memungkinkan orang mengetahui hal-hal yang bermanfaat dalam tujuan. Termasuk
dalam hal ini, kemampuan membuat aturan-aturan karena itu disebut keutamaan pemikiran budaya fadhail fikriyah madaniyah.
c. Keutamaan akhlak, bertujuan mencari kebaikan. Jenis keutamaan
ini barada di bawah dan menjadi syarat keutamaan pemikiran. Kedua jenis keutamaan tersebut terjadi dengan tabiatnya dan bisa
juga terjadi dengan kehendak sebagai penyempurnaan tabiat atau watak manusia.
d. Keutamaan amaliah, diperoleh dengan dua cara, yaitu pernyataan-
pernyataan yang memuaskan dan merangsang.
E. Etika Ideal Akhlak Fadhilah
Istilah etika ideal sampai saat ini belum ditemukan pembahasannya tentang itu, mungkin kalau dalam istilah akhlak etika ideal ini identik
dengan akhlak fadhilah, atau akhlak utama yang juga akhlak mahmudah, sehingga dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Pengertian Akhlak Al-Fadhilah. Akhlak yang baik adalah segala tingkah laku yang terpuji mahmudah juga bisa dinamakan fadhilah
keutamaan.
6
Akhlak terpuji merupakan terjemahan dari ungkapan bahasa Arab akhlak mahmudah, akhlak karimah, akhlak fadhilah.
Sedangkan Al-Ghazali menyebutnya akhlak al-munjiyat artinya akhlak yang menyelamatkan pelakunya.
Sifat-sifat yang baik atau akhlak yang terpuji ini sering disebut dengan fadhilah keutamaan dan dengan demikian sifat benar dinamakan
dengan fadilatus sidq dan sebagainya. Akan tetapi, dalam pembahasan ilmu akhlak tidak semua sifat yang baik dapat dinamakan sebagai
keutamaan, namun setiap sifat yang dinilai sebagai keutamaan adalah baik.