Tafsir dan Kajian mengenai Sifat Allah

35 Di samping itu, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni dalam kitab Aqidah Al Wasithiyah, beliau rahimahullah menyatakan: هباتك يف هسف هب فص ا ب نا يْا َاب نا يْا نم حم هل س هب هفص ا ب لب ليث ت َ فييكت يغ نم ليطعت َ في حت يغ نم ملس هيلع َ ىلص يصبلا عي سلا ه ءيش هلث ك يل ه احبس َ نْب ن نم ي “Di antara bentuk iman kepada Allah adalah beriman kepada apa yang Allah sifatkan pada diri-Nya sendiri dalam Al- Qur‟an dan apa yang Rasul- Nya Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam- sifatkan tanpa melakukan tahrif, ta‟thil, takyif, dan tamtsil. Akan tetapi, mereka Ahlus Sunnah itu beriman bahwa tidak ada yang semisal dengan Allah dan Allah Maha Mendengar, lagi Maha Melihat .” Pernyataan yang senada dengan pendapat Ahmad bin Abdul Halim Al-Haroni itu kita jumpai dalam perkataan ulama lainnya, yakni Imam Ahmad bin Hambal, yang mengatakan: هَ فص ي َ سْف هب فص ا ب هَإ هفص ْ أ ، ه ل س هب ثي حْلا نآْ قْلا اجتي َ ، ه “Allah tidaklah disifati kecuali dengan apa yang Allah sifatkan pada diri-Nya sendiri atau yang disifatkan oleh Rasul-Nya. Hendaklah tidak mensifati Allah selain dari Al -Qur‟an dan Al-Hadits” Mar’i bin Yusuf Al Hambali Al Maqdisi, Tahqiq: Syu’aib Al Arnauth, 1426 H : 234. Dalam pernyataan di atas yang tentu saja hasil dari penelitian dan penyimpulan dari Al- Qur’an dan As-Sunnah, kita dapat mengatakan bahwa i‟tiqad yang mesti diyakini seorang muslim adalah sebagai berikut: Pertama : Hendaklah seseorang menetapkan nama bagi Allah sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh Allah Swt. dalam kitab-Nya dan ditetapkan oleh Rasul-Nya melalui sabdanya. Kedua : Penetapan nama dan sifat Allah di sini tanpa melakukan tahrif dan ta‟thif serta tanpa melakukan takyif dan tamtsil. Tahrif adalah menyelewengkan makna nama atau sifat Allah dari makna sebenarnya tanpa adanya dalil, semisal mentahrif sifat mahabbah cinta bagi Allah menjadi iradatul khair menginginkan kebaikan. Takyif adalah menyebutkan hakikat sesuatu tanpa menyamakannya dengan yang lain, seperti menyatakan panjang tangannya adalah 50 cm. Takyif tidak boleh dilakukan terhadap sifat Allah dikarenakan Allah tidak memberitahukan bagaimana hakikat sifat-Nya dengan sebenarnya. 36 Tamtsil adalah mengumpamakan sifat Allah dengan sifat makhluk, sebagaimana menyatakan Allah memiliki tangan dan sama dengan tanganku. Keempat hal itu terlarang dalam mengimani nama dan sifat Allah. Pelarangan ini disebabkan Allah subhanahu wa ta‟ala berfirman, يصبْلا عي هسلا ه ٌءْيش هلْث ك ْيل “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat ” QS. Asy-Syura: 11. ٌءْيش هلْث ك ْيل “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia” adalah bantahan terhadap orang yang melakukan takyif dan tamtsil, yaitu yang menyamakan sifat Allah dengan sifat makhluk atau menyebutkan hakikat sifat Allah padahal yang mengetahuinya hanyalah Allah. Selain ayat-ayat itu, Al- Asy’ari menukil pula Firman Allah di Surah Al-Ikhlas QS. 112: 4: ٌحأ ا فك هل نكي مل “dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. Al-Asy’ari menegaskan, kalau Allah bersifat seperti makhluk, baik secara keseluruhan maupun sebagian, maka Allah berarti sama dengan makhluk, dihukumi dengan hukum makhluk, baharu hadats, muhdats, berarti Allah itu tidak qadim, dan mustahil Allah itu tidak qadim. Oleh sebab itu, Allah Yang Mahasuci tidak seperti para makhluk Abu Al-Hasan Al- Asy’ari, 2000: 16. Sedangkan ayat, يصبْلا عي هسلا ه “dan Dia-lah Yang Maha Mendengar dan Melihat” adalah bantahan untuk orang y ang melakukan tahrif dan ta’thil dikarenakan dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa Allah memiliki sifat mendengar dan melihat. Makhluk pun memiliki sifat mendengar dan melihat, tetapi tentu saja kedua sifat Allah ini berbeda dengan sifat makhluk. Oleh karenanya, kedua sifat tersebut tidak boleh ditahrif diselewengkan maknanya dan tidak perlu dita‟thil ditolak maknanya, sebagaimana hal ini juga berlaku untuk sifat-sifat Allah lainnya. 37 Abu Salafy ketika menyanggah hujjah saudara Fadhil Ustadz Abul Jauzaa mengenai keberadaan Allah di atas ‘Arsy-Nya, ia menyatakan sebagai berikut: “Yang tampak dari nash-nash yang menyebut secara lahiriyah bahwa Alah Swt. di langit jelas bukan demikian maksud sebenarnya. Ia mesti dita‟wil, sebab Allah tidak bisa ditanyakan dengan kata tanya: Di mana Dia? Kata di mana? Tidak pernah disabdakan Nabi Saw., seperti telah kami buktikan.” Itulah dasar pemahaman Abu Salafy ketika ingin menyanggah ideologi keberadaan Allah di atas „Arsy-Nya. Dia mempunyai keyakinan bahwa dalil-dalil yang menyatakan semacam itu, hendaklah dita‟wil yaitu diartikan dengan makna lainnya dan jangan dipahami secara zhohir tekstual. Inilah kerancuan Abu Salafy tatkala memahami nama dan sifat Allah. Adapun yang dimaksud dengan memahami secara zhohir tekstual di atas adalah memahami makna yang tertangkap langsung di dalam benak pikiran. Kami contohkan adalah ketika kita mengatakan, “Ali melihat singa.” Maka makna yang tertangkap adalah Ali benar-benar melihat binatang buas yang dinamakan singa. Inilah yang dimaksudkan memahami secara zhohir. Walaupun masih ada kemungkinan makna singa di situ bisa dengan makna lainnya, semisal dengan arti pemberani. Misalnya kita katakan, “Ali Sang Singa menaklukan musuh-musuhnya.” Yang dimaksudkan di sini bukan singa binatang buas, tetapi bermakna pemberani disebabkan dipahami dari konteks kalimat. Namun kalau kita mendengar kata singa secara sendirian, tentu yang tertangkap dalam benak kita adalah singa yang termasuk binatang buas. Ketika memahami sifat Allah pun mesti seperti itu. Hendaklah kita memahami secara zhohir, sesuai makna yang tertangkap dalam benak kita tanpa kita takwil palingkan ke makna lainnya tanpa adanya indikator atau dalil. Inilah yang diperintahkan dalam Al- Qur’an ketika kita memahami ayat Al- Qur’an. Coba kita perhatikan ayat-ayat berikut ini. Allah Swt berfirman, ني لاعْلا ليزْنتل هه إ 192 نيم ْْا ُ لا هب ز 193 نم ن كتل كبْلق ىلع ني ْن ْلا 194 نيبم يب ع ناسلب 195 “Dan sesungguhnya Al-Qur‟an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin Jibril, ke dalam hatimu Muhammad agar kamu menjadi salah seorang di 38 antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas ” QS. Asy-Syu’ara, ayat 192-195. Lihatlah ayat ini menegaskan bahwa Al- Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab yang jelas, yang artinya bisa langsung kita pahami. Dalam ayat lain, Allah Swt berfirman, ن لقْعت ْمكهلعل اًيب ع اً آْ ق انْلعج اه إ “Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Qur‟an dalam bahasa Arab supaya kamu memahaminya .” QS. Asy-Syu’ara: 192-195. Ayat ini pun demikian yaitu menjelaskan bahwa Al- Qur’an itu diturunkan dengan bahasa Arab yang mudah dipahami secara zhohir, tanpa perlu dipalingkan ke makna lainnya. Begitu pula Allah Swt. memerintahkan agar kita mengikuti apa yang Allah turunkan, artinya sesuai yang kita pahami di benak kita. Allah Ta’ala berfirman, ءايلْ أ ه د ْنم ا عبهتت َ ْمكب ْنم ْمكْيلإ زْ أ ام ا عبهتا “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya .” QS. Al- A’rof: 3. Apabila Allah Swt. menurunkan Al- Qur’an dengan bahasa Arab agar mudah direnungkan dan dipahami, lalu Allah memerintahkan untuk mengikutinya, maka wajib bagi kita memahami ayat-ayat yang ada secara zhohirnya sesuai yang dimaksudkan oleh bahasa Arab kecuali jika hakikat syar’i yang dikehendaki bukanlah demikian. Begitu pula hal ini berlaku pada ayat- ayat yang menjelaskan sifat Allah tangan, wajah, istiwa’, dsb. Bahkan berpegang dengan zhohir pada nash-nash yang menjelaskan sifat Allah lebih utama kita praktekan karena penunjukkan sifat Allah harus tauqifiy harus dengan dalil, tidak ada ruang bagi akal untuk merinci sifat Allah. Jika ada yang mengatakan, “Janganlah pahami ayat yang menunjukkan sifat Allah secara zhohir, karena makna zhohir bukanlah yang dimaksudkan? ” Kita jawab, “Apa yang dimaksud dengan zhohir yang kalian inginkan? ” [Pertama] Kalau yang kalian maksudkan adalah memahami makna yang tertangkap pada nash dengan memahami sifat Allah tersebut 39 sesuai dengan yang layak bagi-Nya tanpa melakukan tamtsil penyamaan dengan makhluk, maka ini benar. Hal ini wajib diterima dan diimani oleh setiap hamba. Karena tidak mungkin Allah menceritakan mengenai sifat- sifat-Nya, lalu itu bukan yang Allah inginkan dan tanpa menjelaskannya pada hamba-Nya. [Kedua]. Namun jika zhohir yang dimaksudkan adalah memahami sifat Allah dengan melakukan tamtsil menyamakan sifat tersebut dengan sifat makhluk, maka inilah makna yang tidak diinginkan. Sebenarnya makna ini bukan makna zhohir dari dalil Al-Kitab dan As-Sunnah yang menjelaskan mengenai sifat Allah. Karena pemahaman zhohir semacam ini adalah pemahaman kufur dan batil serta terbantahkan dengan dalil dan ijma’ kesepakatan para ulama. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, 1422 H : 45-46, Silakan pembaca menilai pernyataan Abu Salafy di atas yang menyatakan sifat Allah mesti dita’wil. Pernyataan ini sungguh melenceng dari ijma’ kesepakatan ulama. Lihat baik-baik klaim ijma’ dari pernyataan ulama berikut ini. Al-Imam Al- Khothobiy mengatakan, “Madzhab salaf dalam mengimani sifat Allah adalah menetapkan dan memahaminya secara zhohir tekstual, mereka menolak menyebutkan hakikat kaifiyah sifat tersebut dan mereka tidak melakukan tasybih menyerupakan sifat Allah dengan si fat makhluk.” Al-Hafizh Syamsuddin Adz-Dzahaby, Tahqiq: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, 1412 H : 38. Al- Hafizh Ibnu ‘Abdil Barr, “Ahlus Sunnah berijma’ bersepakat dalam menetapkan sifat Allah yang terdapat dalam Al-Kitab dan As- Sunnah, mereka memahaminya sesuai dengan hakikatnya dan bukan dipahami secara majaz. Namun ingatlah mereka tidak menyebutkan kaifiyah sifat tersebut seperti menggambarkan bagaimana bentuk tangan dan wajah Allah. Berbeda halnya dengan Jahmiyah, Mu’tazilah dan Khowarij. Mereka semua mengingkari sifat Allah, mereka tidak mau memahami sesuai dengan makna hakikatnya. Mereka malah menganggap bahwa orang-orang yang menetapkan sifat sebagai musyabbihah menyerupakan Allah dengan makhluk. Namun menurut mereka yang menetapkan sifat bagi Allah yaitu Ahlus Sunnah menilai bahwa Mu’tazilah dan pengikutnyalah yang telah menafikan meniadakan Allah sebagai sesembahan. Syaikh Muhammad bin Sholeh Al- Utsaimin mengatakan, “Para salaful ummah dan para imam telah bersepakat berijma‟ bahwa nash- nash yang menjelaskan sifat Allah haruslah dipahami secara zhohir tekstual sesuai dengan sifat yang layak bagi Allah tanpa melakukan tahrif penyelewengan makna. Dan ingatlah bahwa memahami secara 40 sifat Allah secara zhohir tidak berarti kita menyamakan Allah dengan makhluk ” Taqribut Tadmuriyah, hal. 46. Jadi, kenapa kita harus memahami dalil-dalil yang menjelaskan sifat Allah secara zhohir seperti sifat tangan, wajah, ghodob murka, istiwa‟ Allah? Jawabannya: 1. Tidak mungkin bagi Allah membicarakan sesuatu, namun itu bukan yang Dia inginkan atau menyalahkan zhohirnya tanpa ada penjelasan. 2. Menetapkan sifat bagi Allah adalah tauqifi yaitu butuh dalil, sehingga kalau makna sifat Allah mau diselewengkan dari makna zhohir harus dengan dalil. 3. Inilah kesepakatan ijma’ para ulama ahlus sunnah. 4. Inilah yang diisyaratkan oleh Ahmad bin Abdul Halim Al-Haroni mengatakan, “Mu’tazilah, Jahmiyah dan semacamnya yang menolak sifat Allah, mereka menyebut setiap orang yang menetapkan sifat bagi Allah sebagai mujassimah atau musyabbihah. Bahkan di antara mereka menyebut para Imam besar yang telah masyhur seperti Imam Malik, Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad dan pengikut setia mereka sebagai mujassimah atau musyabbihah yang menyerupakan Allah dengan makhluk.” Inilah yang mengikuti jejak Mu’tazilah dan Jahmiyah. Tidak beda jauh antara dia dengan mereka. Namun tenang saja, alhamdulillah tuduhan seperti ini sudah disanggah oleh ulama-ulama terdahulu. Perhatikan kalam mereka berikut ini. Nu’aim bin Hammad Al-Hafizh mengatakan, “Siapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, maka dia kafir. Siapa yang mengingkari sifat Allah yang Allah tetapkan bagi diri-Nya, maka dia kafir. Namun, menetapkan sifat yang Allah tetapkan bagi diri-Nya atau yang ditetapkan oleh Rasul-Nya tidaklah disebut tasybih menyerupakan Allah dengan makhluk.” Ishaq bin Rohuwyah mengatakan, “Yang disebut tasybih menyerupakan Allah dengan makhluk, jika kita mengatakan, ‘Tangan Allah sama dengan tanganku atau pendengaran-Nya sama dengan pendengaranku .’ Inilah yang disebut tasybih. Namun, jika kita mengatakan sebagaimana yang Allah katakana, yaitu mengatakan bahwa Allah memiliki tangan, pendengaran dan penglihatan; dan kita tidak sebut, ‘Bagaimana hakikat tangan Allah, dsb?’ dan tidak pula kita katakan, ‘Sifat Allah itu sama dengan sifat kita yaitu tangan Allah sama dengan tangan kita ’; seperti ini tidaklah disebut tasybih. Karena ingatlah Allah Swt. berfirman, 41 يصبْلا عي هسلا ه ٌءْيش هلْث ك ْيل “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat ” QS. Asy Syuro: 11. Syaikh Al- Albani mengatakan, “Seandainya menetapkan ketinggian bagi Allah Swt. di atas seluruh makhluk-Nya bermakna tasybih menyerupakan Allah dengan makhluk, maka setiap orang yang menetapkan sifat yang lainnya bagi Allah Swt. seperti menetapkan bahwa Allah itu Qodir Maha Kuasa, Allah itu saami‟ Maha Mendengar atau Allah itu bashiir Maha Mendengar, orang-orang yang menetapkan seperti ini juga haruslah disebut musyabbihah. Namun tidak seorang muslim pun pada hari ini yang mereka menisbatkan diri pada Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan bahwa orang yang menetapkan sifat- sifat tadi bagi Allah adalah musyabbihah melakukan tasybih atau menyerupakan Allah dengan makhluk, berbeda dengan para penolak sifat Allah, yaitu Mu’atzilah, dll.” Lihat Mukhtashor Al- „Uluw, hal. 67. Jika kita yang menyatakan Allah di atas langit adalah musyabbihah, maka seharusnya engkau katakan pula pada orang-orang yang menetapkan sifat mendengar, melihat, bahkan sifat wujud adalah musyabbihah karena sifat-sifat ini juga ada pada makhluk. Namun, pasti engkau akan mengelak, tidak mau mengatakan demikian. Jadi, jika kami mengatakan bahwa Allah di atas langit, di atas seluruh makhluk-Nya, itu bukanlah berarti Allah serupa dengan makhluk. Jadi, kami yang menetapkan sifat bukanlah musyabbihah, seperti klaim Anda. Justru orang yang menolak sifat Allah atau mengatakan, ‘Allah tidak berada di atas langit’, karena tidak boleh kita pahami ayat-ayat yang menyatakan demikian secara zhohirnya, tapi makna yan g lainnya’; mereka itulah sebenarnya musyabbihah? Mengapa, tuduhan ini bisa berbalik? Ini buktinya. Perlu diketahui bahwa setiap orang yang menolak sifat Allah mu‟athilah sebelumnya mereka terlebih dahulu menyerupakan sifat Allah dengan makhluk melakukan tasybih. Sebelumnya mereka berpikir, “Kalau kita menetapkan sifat tangan, wajah, dan sifat lainnya bagi Allah, maka ini sama saja kita menyerupakan Allah dengan makhluk”. Lalu agar sifat Allah tidak sama dengan makhluk, setelah itu mereka menolak sifat Allah, yaitu menolak sifat tangan, wajah, dan sifat lainnya. Inilah pemikiran mu‟athilah para penolak sifat pertama kali, s ehingga para ulama mengatakan, “Kullu mu‟athil 42 musyabbih ”, yaitu setiap orang yang menolak sifat Allah, mereka juga adalah orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk. Akhirnya, dapat disimpulkan sebagaimana dikemukakan oleh Harun Nasution dalam bukunya Teologi Islam, terkait dengan apakah Tuhan memiliki sifat atau tidak? Pertaanyaan ini dijawab oleh dua aliran besar dalam bidang teologi. Menurut Ahlusunnah bahwa Tuhan itu memiliki sifat. Sifat Tuhan itu besifat qadim dan tidak dapat dipisahkan dengan zat Allah. Mu‟tazilah dikenal dengan konsepnya nafyu sifat meniadakan sifat-sifat Allah. Akan tetapi, bagi aliran Maturidiyah, sifat Allah tidak berjumlah 20 tetapi hanya 13 sifat saja. Berikut ini adalah sifat-sifat Allah dalam pandangan Ahlusunnah : 1. Sifat Wajib bagi Allah adalah sifat yang mesti ada melekat pada zat Allah sebagai bentuk kesempurnaan bagi-Nya. Sifat wajib ini hanya dimiliki oleh Allah sehingga makhluk ciptaan-Nya tidak bisa menandingi dan menyerupai-Nya. Sebagai pencipta, Allah memiliki sifat-sifat yang maha sempurna dan tidak mungkin dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk-Nya. Setiap makhluk juga memiliki sifat, akan tetapi sifat yang dimilikinya tidak sempurna dan tidak bersifat kekal. Ini menunjukkan bahwa kekuasaan yang melekat pada makhluk tidak dapat disamakan dengan kekuasaan Allah. Menurut Ahlusunnah sifat wajib bagi Allah semuanya berjumlah ada 20 sifat yaitu : a. Wujud yang artinya ada b. Qidam yang artinya terdahulu c. Baqa‟ yang artinya kekal d. Mukhalafatul lil khawadisi yang artinya berbeda dengan makhluk e. Qiyamuhu binafsihi yang artinya berdiri sendiri f. Wahdaniyat yang artinya tunggalesa g. Qudrat yang artinya berkuasa h. Iradat yang artinya berkehendak i. Ilmu yang artinya mengetahui j. Hayat yang artinya hidup k. Sama yang artinya mendengar l. Bashar yang artinya melihat m. Kalam yang artinya berbicara n. Qadiran yang artinya Maha kuasa o. Muridan yang artinya Maha Berkehendak p. Aliman yang artnya Maha Mengetahui q. Hayyan yang artinya Maha Menghidupkan r. Sami‟an yang artinya Maha Mendengar s. Basyiran yang artinya Maha Melihat t. Mutakaliman yang artnya Maha Berbicara. 43 2. Sifat yang Mustahil bagi Allah Selain memiliki sifatsifat wajib bagi Allah, terdapat juga sifat-sifat mustahil bagi-Nya. Adapun sifat mustahil bagi Allah adalah sifat yang tidak dimiliki oleh Zat Allah. Sifat-sifat mustahil merupakan lawan dari sifat-sifat wajib bagi Allah, yang brjumlah 20 sifat wajib. Maka sifat yang mustahil bagi Allah juga berjumlah 20 sifat, yaitu : a. „Adam yang artinya tidak ada b. Huduts yang artinya baru c. Fana yang artinya rusak d. Mumatsalasu lil hawadisi yang artinya serupa dengan makhluk e. Ihtiyajuhu li ghairihi yang artinya membutuhkan yang lain f. Ta‟adud yang artinya berbilang g. Ajzun yang artinya lemah h. Karahan yang artinya terpaksa i. Jahlun yang artinya bodoh j. Mautun yang artinya mati k. Shamamun yang artinya tuli l. „Umyun yang artinya buta m. Bukmun yang artinya bisu n. „Ajizan yang artinya terlemahkan o. Mukrahan yang artinya terpaksa p. Jahilan yang artinya terbodohkan q. Mayyitan yang artinya termatikan r. Shhomaman yang artinya tertulikan s. A‟man yang artinya terbutakan t. Abkaman yang artinya terbisukan. 3. Sifat Jaiz bagi Allah Kata Jaiz secara etimologis berarti boleh-boleh saja. Sedangkan menurut istilah, Sifat jaiz adalah sifat yang yang menjadi kewenangan Allah Swt. untuk berbuatmenciptakan dan tidak menciptakan segala sesuatu yang mungkin terjadi. Berdasarkan pengertian ini, maka Allah bebas dengan kehendak-Nya sendiri tanpa ada paksaan pihak lain. Mengenai sesuatu yang mungkin terjadi, Allah berhak untuk membatalkan atau meneruskan terhadap ciptaan-nya. Sebagai contoh. Allah menciptakan baik-baik dan yang buruk atau menciptakan salah satunya, atau sama sekali tidak. Semua itu merupakan kekuasaan Allah terhadap mahkluk-Nya. Sifat yang jaiz bagi Allah hanyalah satu, yaitu “Fi‟lu kulli mumkinin au taraku” Allah boleh atau berhak menciptakan segala sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak menciptakannya Allah Swt, bebas menciptakan dan berbuat sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya. Kebebasan Allah untuk berbuat bukan berarti Allah akan menciptakan sesuatu dengan sia-sia, tetapi semua 44 yang diciptakan Allah itu ada hikmahnya bagi semua makhluk. Allah berfirman: تا ا هسلا قْلخ يف ن هكفتي ْم ب نج ىلع اًد عق اًمايق هَ ن كْ ي ني هلا ك احْبس ًَ اب ا ه ْقلخ ام انهب ضْ ْْا اهنلا ا ع انقف 191 “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia- sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”QS : Ali Imran, ayat 191. Dari uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Iman kepada Allah adalah membenarkan dengan seyakin-yakinnya akan adanya Allah Swt, yang memiliki sifat kesempurnaan serta mustahil dari sifat kekurangan. Beriman kepada Allah merupakan bagian pertama sebagai syarat sahnya sebagai orang Islam, yakni mengucapkan dan membenarkan keberadaan Allah Swt, sesungguhnya Dia adalah pencipta segala sesuatu, yang Maha mengetahui alam ghaib dan alam yang nampak, Tuhan segala sesuatu, yang Maha Esa, yang Maha Tunggal, Tidak ada Tuhan selain Allah dan tidak ada Tuhan selain-Nya yang memiliki sifat kesempurnaan dan bersih dari segala kekurangan. 2. Seorang muslim baru sempurna apabila telah menetapkan dan membenarkan dengan sepenuh keyakinan yang mendalam kepada Allah yang Maha Esa, yang mengadakan dan membentuk rupa, Tuhan yang tidak ada yang menyamai-Nya. Allah berfirman dalam surat Thaha ayat 14 “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan yang hak selain Aku. Maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku” dan dalam surat Al-Hasyr ayat 34 Allah berfirman: “Dialah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa, yang mempunyai asmaul husna, bertasbihlah kepada-Nya apa yang ada di langit dan bumi, dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” 3. Allah adalah Zat Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kalau saja Allah itu dari memiliki sekutu tentu makhluk akan bertengkar atau berselisih dan kalau sekiranya banyak tuhan, maka akan terjadi di antara mereka para Tuhan yang lain. Maha Suci Allah dari segala sifat kekurangan, Dia Yang Maha Esa yang tidak memiliki sekutu bagi-Nya dalam kerajaan, Allah Swt. berfirman dalam Al-Qu r’an Surat Al-Mukminun ayat 91 yang artinya sebagai berikut: “Allah sekali-kali 45 tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada Tuhan yang lain beserta-Nya, kalau ada Tuhan beserta-Nya, masing-masing Tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakan-Nya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu.” Kekuasaan dan kehendak Allah adalah mutlaq. Dalam arti, kekuasan Allah itu tiada terhingga atau tak tertandingi dengan yang lain laa haula wala kuwwata illa billahil „aliyyil „azhim tidak ada kekuatan kecuali kekuatan Allah Yang Maha Agung. Kehendak Allah juga mutlak. Dalam arti, apabila Allah menhendaki sesuatu terbebas dari unsur yang lain dan bukan karena sesuatu tapi bila Allah menghendaki sesuatu maka Idz a arada syai‟an an yakula lahu kun fayakun, apabila Allah menghendaki sesuatu maka jadilah sesuatu itu. Begitu juga dengan perbuatan Allah juga mutlak dalam arti perbuatan Allah terbebas dari unsur yang lain dimana perbuatan-Nya itu atas kekuasan- Nya dan kehendak-Nya Innallaha ala kulli syai‟in qadir, sesungguhnya Allah itu berkuasa atas segala sesuatu. 4. Mengenai sifat-sifat Allah dapat disimpulkan sesuai dengan pendapat dua aliran besar dalam ilmu kalam. Menurut aliran Ahlussunnah bahwa Tuhan memiliki sifat. Sifat Tuhan itu qadim kekal dan melekat pada Zat-Nya tak perpisahkan dengan zat Allah itu sendiri. Sementara itu, aliran Mu‟tazilah dikenal dengan konsepnya Nafyu sifat, meniadakan sifat-sifat Allah. Karena apabila Allah memiliki sifat-sifat yang qadim, maka akan banyak yang qadim ta ‟addud al-qudama, suatu hal yang bertententangan dengan konsep Mu’tazilah Al-Tahid yang Esa. Dan menurut Ahlu sunnah sifat wajib Allah ada 20 sifat, dan sifat mustahil juga ada 20 sifat, serta sifat Jaiz bagi Allah dan sifat Jaiz ini menjadi kewenangan Allah, yaitu Allah boleh untuk berbuatmenciptakan dan menciptakan segala sesuatu yang munkin terjadi, maka Allah bebas dengan kehendak-Nya sendiri tanpa ada paksaan dari pihak lain. 46 47

BAB III IMAN KEPADA MALAIKAT DAN MAKHLUK GHAIB LAINNYA

A. Pengertian Malaikat Jika dilihat secara bahasa lughawi, maka kat a “malaikah” yang dalam bahasa I ndonesia disebut “malaikat”, adalah bentuk jamak dari kata “malak”, yang berasal dari masdar “al-alukah” yang berarti ar-risalah misi atau pesan. Sedangkan yang membawa misi disebut ar-rasul utusan. Dalam beberapa ayat al-Qur ’an, malaikat disebut dengan rusul utusan-utusan, misalnya pada ayat berikut:  ينح لْجعب ءاج ْنأ ثبل ا ف ٌ َس اق اًمَس ا لاق ْشبْلاب ميها ْبإ انلس ْتءاج ْ قل 69 Artinya : “Dan Sesungguhnya utusan-utusan Kami malaikat-malaikat telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: Selamat. Ibrahim menjawab: Selamatlah, maka tidak lama Kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang QS : Hud, ayat 69. Ada juga yang berpendapat bahwa kata malak terambil dari kata la‟aka yang berarti menyampaikan sesuatu. Sehingga malakmalaikat adalah makhluk yang menyampaikan sesuatu dari Allah Swt. dan adapula yang mengatakan, malaikat berasal dari bahasa arab malak yang artinya kekuatan. 1 Dari beberapa pengertian kebahasaan ini, dapat diambil pengertian bahwa malakmalaikat adalah mahluk yang berkedudukan sebagai rasul atau utusan yang membawa misi tertentu dari yang mengutusnya, yang dalam hal ini Allah Swt. Malaikat adalah makhluk Allah yang sifatnya gaib, jadi mengenai berapa jumlah malaikat hanya Allah Swt. dan rasul-Nya yang tahu. Di dalam al-Q ur’an dan hadis terkadang disebutkan mengenai kuantitas malaikat, seperti dalam hadis berikut ini, yang artinya: “dari Ali ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah S aw. bersabda, „barang siapa mengunjungi saudaranya sesama muslim, maka ia seakan berjalan di bawah pepohonan surga hingga ia duduk, jika telah duduk maka rahmat akan melingkupinya. Jika mengunjunginya di waktu pagi, maka tujuh puluh ribu malaikat akan bershalawat kepadanya 1 Mahmud Asy-Syafrowi, 2010 : 12 . 48 hingga sore hari, dan jika ia mengunjunginya di waktu sore, maka tujuh puluh ribu malaikat akan bershalawat kepadanya hingga pagi hari ” H.R. Ibnu Majah. Dari hadis di atas dapat diketahui bahwasanya jumlah malaikat itu banyak sekali. Akan tetapi nama-nama malaikat yang wajib kita ketahui hanya sepuluh saja, sebagaimana yang telah disebutkan dalam al-Q ur’an maupun hadis. Banyaknya jumlah malaikat tersebut, menunjukkan bahwa betapa mahakuasanya Allah Swt. B. Substansi, Asal Usul dan Sifat-sifat Malaikat Malaikat adalah makhluk Allah yang diciptakan dari cahaya nur. Raganya terbuat dari cahaya, lantas diberi ruh oleh Allah. Maka jadilah ia makhluk malaikat. Rasululla Saw. bersabda, “malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan adam diciptakan dari apa yang telah diterangkan kepadamu semua ” HR. Muslim. Oleh karena malaikat tercipta dari cahaya, maka tentu mereka mewarisi sifat-sifat cahaya. Di antaranya malaikat tidak bisa kiat lihat, dan mereka mampu bergerak secepat cahaya. Kemudian malaikat tidaklah sama satu sama lain mengenai bentuk penciptaannya. Mereka memiliki sayap, sebagaimana yang telah diterangkan oleh Allah sendiri. Di antara mereka ada yang punya dua sayap, ada yang tiga atau empat, dan ada yang punya lebih banyak lagi. Allah Swt. berfirman: ا ثَث ىنْثم ةحن ْجأ يل أ ًَس ةكئَ ْلا لعاج ضْ ْْا تا ا هسلا اف هَ ْ حْل ٌ ي ق ءْيش لك ىلع هَ هنإ ءاشي ام قْلخْلا يف يزي اب 1 Artinya: “Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan untuk mengurus berbagai macam urusan yang mempunyai sayap, masing-masing ada yang dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. QS : Fathir, ayat 1 Sedangkan bagaimana bentuk sayap tersebut, tentu saja kita tidak mampu mengetahuinya dan memang tidak perelu untuk berusaha menyellidikinya, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa malaikat adalah mahluk gaib yang hakikatnya hanya Allah yang mengetahuinya. Seperti apa yang diungkapkan Muhammad Abduh bahwasanya menurut ulama Salaf, malaikat adalah makhluk Allah yang keberadaan dan tugas-tugasnya telah diinformasikan oleh-Nya. Kita wajib mengimaninya dan tidak perlu mengetahui hakikatnya. Pengetahuan mengenai hakikat malaikat 49 sepenuhnya diserahkan kepada Allah Swt. Kalau pun diinformasikan bahwa malaikat itu bersayap, kita harus mempercayai hal itu. Akan tetapi, perlulah dipahami bahwa sayap malaikat tentu bukan seperti sayap burung yang berbulu, sebab jika sayap malaikat seperti sayap burung niscaya kita bisa melihatnya. Demikian pula jika diinformasikan bahwa malaikat menjalankan tugas tertentu yang berkait dengan dimensi fisik jasmaniah, semacam tumbuh-tumbuhan atau lautan, kita perlu menegaskan bahwa di alam ini terdapat alam lain yang keterkaitannya sangat erat dengan sistem atau hokum- hukum alam itu sendiri. Akal tidak bisa memutuskan hal itu sebagai suatu yang mustahil, melainkan sebagai suatu yang mungkin, sejalan dengan penegasa wahyu yang memberitakan hal tersebut Rif’at Syauqi Nawawi, 2002 : 132. Malaikat tidak dilengkapi dengan hawa nafsu sebagaimana manusia. Mereka tidak memiliki keinginan apapun yang sersifat fisik dan juga kebutuhan yang bersifat materiil. Mereka tidak menikah atau beranak. Mereka tidak makan, minum, atau tidur seperti manusia. Mereka juga tidak pernah ditimpa sakit, bertambah tua atupun bertambah muda. Keadaan mereka sekarang sama persis seperti ketika diciptakan. ن تْفي َ ا هنلا لْيهللا ن حبسي 20 . Artinya : “Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti- hentinya ” QS: al-Anbiyaa, ayat 20. Kelaziman dari sifat ini menunjukan bahwa malaikat itu tidak tidur, tidak makan, tidak minumn, dan tidak merasa lelah.  ينح لْجعب ءاج ْنأ ثبل ا ف ٌ َس اق اًمَس ا لاق ْشبْلاب ميها ْبإ انلس ْتءاج ْ قل 69 انْلسْ أ اه إ ْفخت َ ا لاق ًةفيخ ْم ْنم جْ أ ْمه ك هْيلإ لصت َ ْم ي ْيأ أ اه لف ىلإ ل ْ ق 70 Artinya : “Dan sesungguhnya utusan-utusan kami malaikat-malaikat telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: Selamat. Ibrahim menjawab: Selamatlah, Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: Jangan kamu takut, Sesungguhnya kami adalah malaikat-malaikat yang diutus kepada kaum Luth Q.S. Huud, ayat 69- 70. 50 Malaikat adalah kekuatan-kekuatan yang patuh, tunduk dan taat pada perintah serta ketentuan Allah Swt. Mereka sama sekali tidak pernah dan tidak akan pernah mendurhakai Allah atas segala perintah- Nya. Kema’shuman malaikat dari perbuatan durhaka ini sebagaimana diterangkan dalam firman Allah Swt. ن مْ ي ام ن لعْفي ْمه مأ ام هَ ن صْعي َ 6 Artinya : .... yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan ” QS: At-Tahrim, ayat 6. Malaikat tidah berjenis sebagaimana firman Allah : ن نبْلا م ل تانبْلا كب لأ ْم تْفتْساف 149 ن هاش ْمه اًثا إ ةكئَ ْلا انْقلخ ْ أ 150 َأ ن ل قيل ْم كْفإ ْنم ْم ه إ 151 ن ب اكل ْم ه إ هَ ل 152 نينبْلا ىلع تانبْلا ىفطْصأ 153 ن كْحت فْيك ْمكل ام 154 هك ت َفأ ن 155 ٌنيبم ٌناطْلس ْمكل ْ أ 156 Artinya : “Maka tanyakanlah Muhammad kepada mereka orang- orang kafir Mekah, “Apakah anak-anak perempuan itu untuk Tuhanmu sedangkan untuk mereka laki-laki. Atau apakah Kami menciptakan malaikat-malaikat berupa perempuan sedangkan mereka menyaksikannya? Ingatlah, sesungguhnya di natara kebohongannya mereka benar- benar mengatakan, Allah mempunyai anak. “Dan sungguh, mereka benar-benar pendusta. Apakah Dia Allah memilih anak-anak perempuan daripada anak-anak laki-laki? Mengapa kamu ini? Bagaimana aranya kamu menetapkan? Maka mengapa kamu tidak memikirkan? Ataukah kamu memiliki bukti yang jelas ” QS: As-Shhasat, ayat 149-156. Malaikat itu gagah dan perkasa sebagaimana Firman Allah: تْساف ه م 6 Artinya: “Yang mempunyai keteguhan, maka Jibril itu menampakkan dengan rupa yang asli rupa yang bagus dan perkasa ” QS : An-Najm, ayat 6 Malaikat juga tidak pernah melakukan dosa, sesuai Firman Allah: ن مْ ي ام ن لعْفي ْم قْ ف ْنم ْم هب ن فاخي 50 51 Artinya : “Mereka takut kepada Tuhan yang berkuasa di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka ” QS : An- Nahl, ayat 50. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa malaikat mempunyai ciri- ciri sebagai berikut: 1. Mampu berbentuk manusia. 2. Tidak berjenis kelamin. 3. Tidak makan dan minum. 4. Tidak jemu beribadah dan tidak pernah letih. 5. Gagah dan perkasa. 6. Tidak pernah melakukan dosa. C. Tugas –tugas malaikat. Masing-masing dari malaikat memegang dan mengemban tugas dan kewajibannya masing-masing. Di antara nama dan tugas malaikat yang disebutkan dalam al- Qur’an atau al-Hadis adalah sebagai berikut: 1. Jibril, bertugas menyampaikan wahyu, sebagaimana disebut di dalam Firman Allah : ه هْي ي نْيب ا ل اًق صم هَ نْ إب كبْلق ىلع هلهز هه إف لي ْبجل اً ع ناك ْنم ْلق ْشب ً نينمْ ْلل 97 Artinya: “Katakanlah Muhammad, barang siapa menjadi musuh Jibril, maka ketahuilah bahwa Dialah yang telah menurunkan Al-Qu r‟an kedalam hatitmu atas izin Allah, membenarkan apa kitab-kitab yang terdahulu, dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang beriman ” QS : Al-Baqarah, ayat 97. نيم ْْا ُ لا هب ز 193 ني ْن ْلا نم ن كتل كبْلق ىلع 194 Artinya : “Yang dibawa turun oleh Al-Ruh Al-Amin Jibril ke dalam hatimu Muhammad agar engkau termasuk orang yang member peringatan ” QS : As-Syuara, ayat 193-194. 2. Mikail, adalah malaikat yang diserahi urusan rizki, makanan dan hujan serta pembagiannya menurut kehendak Allah. Hal ini ditunjukkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “tatkala seorang laki-laki berada di tanah lapang gurun dia mendengar suara di awan, „siramlah kebun fulan,‟ maka menjauhlah awan tersebut kemudian menumpahkan air di suatu tanah yang berbatu hitam, maka saluran air di situ dan saluran-saluran yang telah memuat air selu ruhnya...” HR. Muslim. 3. Israfil, adalah malaikat yang diserahi meniup terompet. Ia meniupnya sesuai dengan perintah Allah Subhannahu wa Taala dengan tiga kali 52 tiupan: tiupan faza‟ ketakutan, tiupan sha‟aq kematian dan tiupan ba‟ts kebangkitan. Begitulah yang disebut Ibnu Jarir dan mufassir lainnya ketika menafsirkan F irman Allah: “… di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui, ” sebagaimana Firman Allah : كْل ْلا هل ُقحْلا هلْ ق ن كيف ْنك قي ْ ي قحْلاب ضْ ْْا تا ا هسلا قلخ هلا ه يبخْلا ميكحْلا ه دا هشلا ْيغْلا ملاع ُصلا يف خفْني ْ ي 73 Artinya : ”Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan hak benar, ketika Dia berkata, “jadilah,” maka jadilah sesuatu itu. Firman-Nya adalah benar, dan milik-Nyalah segala kekuasaan pada waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dialah yang Mahabija ksana dan Mahateliti” QS : Al-An’am, ayat 73. Dan Firman Allah: اًعْ ج ْمهانْع جف ُصلا يف خف ْعب يف ج ي مْ ي ْم ضْعب انْك ت 99 Artinya : “Dan pada hari tu Kami biarkan mereka Ya‟juj dan Ma‟juj berbaur antara satu dengan yang lain, dan apabila sangkakala ditiup lagi akan Kami kumpulkan mereka semuanya ” QS : Al-Kahfi, ayat 99. Dan ayat- ayat lainnya yang ada sebutan, “an-nafkhu fishshur” meniup terompet. 4. Izrail. Malaikat yang ditugasi mencabut ruh, yakni malaikat maut dan rekan-rekannya. Tentang tugas malaikat ini Allah berfirman: ن عجْ ت ْمكب ىلإ همث ْمكب لك هلا تْ ْلا كلم ْمكاهف تي ْلق 11 Artinya : “Katakanlah, „Malaikat maut yang diserahi untuk mencabut nyawa-mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhanmu-lah kamu akan dikembalikan ” QS : As-Sajdah, ayat 11.            Artinya : “ … sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat- malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajiban ” QS Al-An’am, ayat 61. 53 5. Ridwan. Para malaikat penjaga Surga. Allah Subhannahu wa Taala mengabarkan mereka ketika menjelaskan perjalanan orang-orang bertakwa dalam Firman-Nya: ْم ل اق ا با ْبأ ْ حتف اه ءاج ا إ ىهتح اً م ةهنجْلا ىلإ ْم هب اْ قهتا ني هلا قيس ْمتْب ْمكْيلع ٌ َس ا ت زخ ني لاخ اه لخْداف 73 Artinya : “Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam Surga berombong-rombong pula. Sehingga apabila mereka sampai ke Surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaga nya, „Kesejahteraan dilimpahkan atasmu, berbahagialah kamu. Maka masukilah Surga ini, sedang kamu kekal didalamnya ” QS : Az-Zumar, ayat 73. 6. Malik. Para malaikat penjaga Neraka Jahannam, mereka itu adalah Zabaniyah. Para pemimpinnya ada 19 dan pemukanya adalah Malik. Hal ini ditunjukkan oleh Firman Allah ketika menyifati Neraka Saqar: قس ام ا ْدأ ام 27 ت َ يقْبت َ 28 شبْلل ٌةحاه ل 29 شع ةعْست ا ْيلع 30 Artinya : “Tahukah kamu apakah Neraka Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. Neraka Saqar adalah pembakar kulit manusia. Di atasnya ada sembilan belas malaikat penjaga. Dan tiada Kami jadikan penjaga Neraka itu melainkan malaikat ” QS : Al- Muddatstsir, ayat 27-30. Dan Allah bercerita tentang penduduk Neraka Firman Allah : ن ثكام ْمكه إ اق كُب انْيلع ْقيل كلام اي اْ دا 77 Artinya : “Mereka berseru, „Hai Malik, biarlah Tuhanmu membunuh kami saja‟. Dia menjawab, „Kamu akan tetap tinggal di Neraka ini” QS : Az- Zukhruf, ayat 77. 7. Mungkar dan nakir, yaitu malaikat yang tugasnya menanyai manusia dalam kubur. Mereka bertanya tentang amal perbuatan di dunia, apakah perbuatan baik ataukah perbuatan buruk. Tidak seorangpun yang dapat berbohong pada waktu itu, karena yang menjawab bukan lagi lidah kita, tetapi seluruh anggota badan yang melakukan perbuatan itu. 8. Rakib dan Atid. Para malaikat yang ditugaskan mengawasi amal seorang hamba, amal yang baik maupun amal yang buruk. Mereka adalah Al-Kiram Al-Katibun para 54 pencatat yang mulia. Mereka masuk dalam golongan Hafazhah para penjaga, sebagaimana Firman Allah: ْم ْي ل انلس ىلب ْمها ْج ْمهه س ع ْس َ اه أ ن بسْحي ْ أ ن بتْكي 80 Artinya : “Apakah mereka mengira bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya Kami mendengar, dan utusan- utusan malaikat-malaikat Kami selalu mencatat di sisi mereka ” QS: Az-Zukhruf, ayat 80. Dan Firman Allah : ٌ يعق ا شلا نع ني يْلا نع نايقلت ْلا ىهقلتي ْ إ 17 ٌ يق هْي ل هَإ ْ ق ْنم ظفْلي ام ٌ يتع 18 Artinya : “Yaitu ketika dua malaikat mancatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir ” QS : Qaf, ayat 17-18. نيظفاحل ْمكْيلع هنإ 10 نيبتاك اًما ك 11 لعْفت ام ن لْعي ن 12 Artinya : “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada malaikat-malaikat yang mengawasi pekerjaanmu, yang mulia di sisi Allah dan yang mencatat pekerjaan-pekerjaanmu itu, mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan ” QS : Al-Infithar, ayat 10-12. . D. Pengertian Jin, Iblis dan Syaitan. Jin adalah nama jenis, bentuk tunggalnya adalah Jiniy dalam bahasa arab dahulu kala, dan Genie dalam bahasa Inggris artinya “yang tersembunyi” atau “yang tertutup” atau “yang tak terlihat”. Hal itulah yang memungkinkan kita mengaitkannya dengan sifat yang umum “alam tersembunyi”, sekalipun akidah Islam memaksudkannya dengan makhluk-makhluk berakal, berkehendak, sadar dan punya kewajiban, berjasad halus dan hidup bersama- sama kita di bumi ini. Dalam sebuah hadits dari Abu Tha’labah yang bermaksud : “Jin itu ada tiga jenis yaitu: Jenis yang mempunyai sayap dan terbang di udara, Jenis ular dan kalajengking dan Jenis yang menetap dan berpindah- pindah.” 55 Jin adalah makhluk ghaib yang diciptakan Allah dari api, sebagaimana Firman Allah : ا ْنم ج ام ْنم هناجْلا قلخ 15 Artinya : “Dan Dia Allah menciptakan jin dari nyala api” QS : Ar- Rahman, ayat 15. Kata Iblis menurut sebagian ahli bahasa berasal dari ablasa artinya putus asa. Dinamai iblis karena dia putus asa dari rahmat atau kasaih sayang Allah Swt. Sayid Sabiq, 1986 : 219. Kata Syaitan berasal dari kata syatana artinya menjauh.Dinamai Syaitan karena jauhnya dari kebenaran. Shabuni, 1977 : 17. Bangsa jin itu ada yang patuh dan ada yang durhaka kepada Allah Swt. tatkala Allah Swt. memerintahkan kepada bangsa jin untuk sujud kepada Adam bersama dengan para malaikat, salah satu dari mereka menentang. Yang menentang itulah dikenal dengan iblis. Iblis itulah nenek moyang seluruh syaitan, yang seluruhnya selalu durhaka kepada Allah Swt. dan bertekad untuk menggoda umat manusia anak cucu Adam mengikuti langkah mereka menentang perintah Allah Swt., sebagaimana dalam Firman Allah : اًني ْقلخ ْن ل جْسأأ اق يلْبإ هَإ ا جسف دَ ا جْسا ةكئَ ْلل انْلق ْ إ 61 اق هَإ هتهي هنكنتْحْ ةمايقْلا ْ ي ىلإ نتْ هخأ ْن ل هيلع ْمه ك هلا ا ه كتْيأ أ ًَيلق 62 Artinya : “Dan ingatlah, ketika Kami berfirman kepada para malaikat. “Sujudlah kamu semua kepada Adam,” lalu mereka bersujud kecuali iblis. Ia i blis berkata. “Apakah aku harus bersujud kepada Orang yang Engkau ciptakan dari tanah?” Ia iblis berkata: Terangkanlah kepadaku, inikah yang lebih engkau memuliakan daripada aku? Sekiranya engkau memberi waktu padaku sampai hari kamat, pasti akan aku sesatkan keturunanya, kecuali sebagian kecil ” QS : Al-Isra’, ayat 61-62. E. Cara-cara Syaitan Mengganggu Manusia. Syaitan adalah musuh besar bagi manusia seperti yang telah di katakana di dalam Al-Qur ’an. Dan cara-cara syaitan mengganggu manusia untuk mengikuti langkah-langkahnya dengan 2 cara: pertama, tadhil menyesatkan, yang kedua, takhwif menakut-nakuti. Berikut ini kami akan menjelaskan kedua cara tersebut secara terperinci: a Tadhil 56 Allah SWT sudah menjelaskan melalui para rasul yang Dia utus, mana yang hak dan mana yang batil, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang terpuji dan mana yang tidak terpuji, mana yang boleh dikerjakan dan mana yang tidak boleh dikerjakan. Allah Swt. sudah memberikan hidayah kepada umat manusia bagaimana menempuh kehidupan di dunia supaya mendapatkan kebaikan didunia maupun kebaikan di akhirat. Akan tetapi syaithan berusaha memutar balikkan, sehingga manusia akan mudah tersesat dan mengikutinya. Langkah-langkah syaitan untuk menyesatkan manusia paling kurang ada delapan, yaitu: 1 Waswas Bisikan. Syaithan membisikkan keraguan, kebimbangan dan keinginan untuk melakukan kejahatan ke dalam hati manusia. Firman Allah Swt: اهنلا ب عأ ْلق 1 اهنلا كلم 2 اهنلا هلإ 3 اهنخْلا ا ْس ْلا ش ْنم 4 اهنلا ص يف ْس ي هلا 5 اهنلا ةهنجْلا نم 6 Artinya: “Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan yang memelihara dan menguasai manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan bisikan syaitan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia, dari golongan jin dan manusia. Dari golongan jin dan manusia ” QS. An-Nas, ayat 1-6. 2 Nisyan Lupa. Lupa memang sesuatu yang manusiawi. Tapi syaitan berusaha membuat manusia lupa dengan Allah Swt, atau paling kurang membuat manusia menjadikan lupa sebagai alasan untuk menutupi kesalahn atau menghindari tanggung jawab. Firman Allah Swt: ثي ح يف ا ض خي ىهتح ْم ْنع ْض ْعْف انتايآ يف ن ض خي ني هلا ْيأ ا إ ني لاهظلا ْ قْلا عم ْك لا ْعب ْ عْقت َف ناطْيهشلا كهنيسْني اهمإ ْيغ 68 Artinya: “Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok- olokkan ayat-ayat kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. dan jika syaitan menjadikan kamu lupa akan larangan ini, maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat aka n larangan itu” QS. Al- An’am, ayat 68. 3 Tamanni Angan-angan. 57 Syaitan berusaha memperdayakan pikiran manusia dengan khayalan yang mustahil terjadi dan dengan angan-angan kosong, Allah mengingatkan kita akan tekad syaitan untuk membangkitkan angan- angan kosong pada diri manusia. Firman Allah Swt.: هن يغيلف ْم ه مَ اعْ ْْا نا آ هنكتبيلف ْم ه مَ ْم هنينمْ ْم هنهلضْ هَ قْلخ ناطْيهشلا خهتي ْنم اًنيبم اً ا ْسخ سخ ْ قف هَ ن د ْنم اًيل 119 Artinya: “Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah, lalu benar- benar mereka meubahnya”. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata ” QS. An-Nisa, ayat 119. 4 Tazyin Memandang Baik Perbuatan Maksiat. Syaitan berusaha dengan segala macam cara menutupi keadaan yang sebenarnya sehingga yang batil kelihatan terpuji dan sebagainya. Allah Swt. mengingatkan tekad syaitan untuk melakukan tazyin tersebut: اق نيع ْجأ ْم هني ْغْ ضْ ْْا يف ْم ل هنني ْ ينتْي ْغأ ا ب 39 هَإ نيصلْخ ْلا م ْنم دابع 40 Artinya: “Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa Aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik perbuatan ma‟siat di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka ” QS. Al-Hijr, ayat 39-40. 5 Wa’dun Janji Palsu. Syaitan berusaha membujuk umat manusia supaya mau mengikutinya dengan memberikan janji-janji yang menggiurkan, yaitu keuntungan yang akan peroleh jika mau menuruti ajakannya. Di akhirat nanti syaitan akan mengakui bahwa janji-janji yang diberikannya kepada umat manusia dahulu di dunia adalah janji-janji palsu yang pasti tidak mampu menepatinya. Firman Allah Swt: ام ْمكتْفلْخْف ْمكتْ ع قحْلا ْع ْمك ع هَ هنإ ْم ْْا يضق اه ل ناطْيهشلا اق كتْ عد ْنأ هَإ ناطْلس ْنم ْمكْيلع يل ناك ا م ل ي م لت َف يل ْمتْبجتْساف ْم 58 لْبق ْنم ن تْك ْشأ ا ب تْ فك ي إ هيخ ْص ب ْمتْ أ ام ْمكخ ْص ب ا أ ام ْمكسفْ أ ٌميلأ ٌ ا ع ْم ل ني لاهظلا هنإ 22 Artinya: “Dan berkatalah syaitan tatkala perkara hisab telah dis elesaikan: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu, tetapi aku menyalahinya. sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan sekedar aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan a ku dengan Allah sejak dahulu”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih ” QS. Ibrahim, ayat 22. 6 Kaidun Tipu Daya. Syaitan berusaha dengan segala macam tipu daya untuk menyesatkan umat manusia. Akan tetapi, sebenarnya tipu daya syaitan itu tidak ada nada pengaruhnya bagi orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah Swt. Firman Allah Swt: تاقف ت غاهطلا ليبس يف ن لتاقي ا فك ني هلا هَ ليبس يف ن لتاقي ا نمآ ني هلا ا ل اًفيعض ناك ناطْيهشلا ْيك هنإ ناطْيهشلا ءايلْ أ 76 Artinya: “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah ” QS. An-Nisa, ayat 76. 7 Shaddun Hambatan. Syaitan berusaha untuk menghalang-halangi umat manusia menjalankan perintah-Nya dengan menggunakan segala cara macam hambatan. Firman Allah Swt: ْ ق ا تْ ج ْم لا ْعأ ناطْيهشلا م ل نهي هَ ن د ْنم ْ هشلل ن جْسي ا م ن تْ ي َ ْم ف ليبهسلا نع ْمهه صف 24 Artinya: “Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka 59 memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan Allah, sehingga mereka tidak dapat petunjuk ” QS. An-Naml, ayat 24. 8 ‘Adawah Permusuhan. Syaitan berusaha menimbulkan permusuhan dan rasa saling membenci di antara sesama manusia, karena dengan permusuhan itu manusia akan lupa diri dan melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh Allah untuk membinasakan musuh-musuhnya. Firman Allah Swt: ْمكه صي سْي ْلا ْ خْلا يف ءاضْغبْلا ا عْلا مكنْيب عق ي ْنأ ناطْيهشلا ي ي ا ه إ ن تْنم ْمتْ أ ْل ف َهصلا نع هَ ْك ْنع 91 Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran meminum khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan itu ” QS. Al-Maidah, ayat 91. Demikianlah delapan langkah syaitan memperdaya, menyesatkan manusia untuk mengikuti segala langkahnya, yaitu kufur. Dan sebagai seorang manusia kita jangan sampai mengikutinya karena syaitan adalah musuh bagi kita manusia. b Takhwif Jika syaitan tidak berhasil dengan delapan cara tersebut, syaitan masih mempunyai cara lain, yaitu takhwif menakut-nakuti. Takut yang dimaksud di sini bukan takut yang tabi’i alami, seperti takut dengan binatang buas, atau takut mengerjakan kemaksiatan. Akan tetapi, takut di sini adalah takut melaksanakan kebenaran. Takut melakukan amar ma’ruf nahi munkar karena khawatir dengan segala resiko dan konsekwensinya, misalnya resiko jatuh miskin, turun jabatan, dipecat atau lainnya. Allah berfirman: ءايلْ أ ف خي ناطْيهشلا مكل ا ه إ نينمْ م ْمتْنك ْنإ ن فاخ ْمه فاخت َف 175 Artinya: “Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti kamu dengan kawan-kawannya orang-orang musyrik Quraisy. Karena itu, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaku, jika kamu benar-benar orang yang beriman ” QS. Ali-Imran, ayat 175. 60 Itulah cara syaitan yang tanpa lelah selalu mengajak manusia kepada kesesatan dan kita sebagai seorang muslim jangn lelah juga untuk selalu mendekatkan diri kita kepada Allah Swt. Inilah beberapa langkah agar kita terhindar dari tipu daya syaitan:  Masuk Islam secara kaffah utuh.  Selalu menyadari bahwa syaitan adalah musuh yang utama.  Mengikuti ajaran-ajaran Nabi Muhammad Saw.  Mengikuti hal-hal yang diajarkan nabi untuk melawan syaitan.  Membaca Al-Isti‟adzah.  Membaca Al-Ma‟uzatain surat Al-Falaq dan Surat An-naas.  Membaca Ayat Kursi Al-Baqarah ayat 255.  Membaca surat Al-Baqarah Lengkap.  Membaca zikir 100 kali sehari. ي ق ٔيش لك ىلع ه حلا هل كل لا هل هل كي شَ ح َ َإ هلإَ  Mengingat Allah SWT.  Berwudhu tatkala marah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Iman kepada yang ghaib dan makhluk ghaib. Artinya, ummat Islam harus mempercayai bahwa dalam sistem keyakinan Islam kita wajib percaya adanya yang ghaib atau samar tidak nampak secara kasat mata, tapi keberdaannya bisa dirasakan keberadaanya. Firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 2-3, Kitab Al- Qur‟an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib. Allah itu adalah Khaliq Pencipta Yang Kekal dan Abadi, berbeda dengan makhluq diciptakan dan baru, ada awal dan akhir lahir dan mati. 2. Allah menciptakan makhluq yang ghaib malaikat, jin, setan dan iblis, keberadaan makhluk-makhluk yang ghaib sangat penting bagi kehidupan manusia: a. Malaikat, adalah makhluk Allah yang tercipta dari “Nur” atau cahaya, dan malaikat makhluk yang tidak pernah bermaksiat kepada Allah, patuh melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya dengan sebaik-baiknya. Malaikat makhluk yang ghaib, seorang muslim harus beriman kepada malaikat dan keberadaannya ; Rasulullah Saw, bersabda ketika menyebutkan difinisi iman : “Hendaknya kamu beriman kepada Allah, kepada para malaikat Allah, kepada Kitab-kitab-Nya, kepa-da para rasul-rasul-Nya, kepada hari akhir, dan beriman kepada takdir yang baik dan yang dianggap buruk” HR. Muslim, 61 b. Jin, adalah juga makhluk yang ghaib yang tercipta dari “an-nar” api. Jin adalah nama jenis, bentuk tunggalnya adalah jiniy dalam bahasa arab dahulu kala, dan Genie dalam bahasa Inggris artinya “yang tersembunyi” atau “yang tertutup” atau “yang tak terlihat”. Hal itulah yang memungkinkan kita mengaitkannya dengan sifat yang umum “alam tersembunyi”, sekalipun akidah Islam memaksudkannya dengan makhluk-makhluk berakal, berkehendak, sadar dan punya kewajiban, berjasad halus dan hidup bersama-sama kita di bumi ini. Allah berfirman: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada- Ku” QS : Az-Zariiyat, ayat 56, dan dalam sebuah hadits dari A bu Tha’labah yang bermaksud : “Jin itu ada tiga jenis yaitu: Jenis yang mempunyai sayap dan terbang di udara, Jenis ular dan kalajengking dan Jenis yang menetap dan berpindah- pindah.” Bangsa jin itu ada yang patuh dan ada yang durhaka kepada Allah Swt. tatkala Allah Swt. memerintahkan kepada bangsa jin untuk sujud kepada Adam bersama dengan para malaikat, semua sujud, kecuali salah satu dari mereka menentang. Yang menentang itulah yang dikenal dengan nama iblis. Iblis itulah nenek moyang seluruh syaitan, yang seluruhnya selalu durhaka kepada Allah Swt. dan bertekad untuk menggoda umat mausia anak cucu Adam mengikuti langkah mereka menentang perintah Allah Swt. Syaitan adalah musuh besar bagi manusia seperti yang telah dinyatakan di dalam Al-Quran. Dan cara-cara syaitan mengganggu manusia untuk mengikuti langkah-langkahnya dengan 2 cara: pertama, Tadhil menyesatkan, yang kedua, takhwif menakut-nakuti. 62 63

BAB IV IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH

A. Mengimani Kitab-kitab Allah. Secara etimologis Kitab Allah adalah bahasa Arab: َ اتك, Kitabullāhcatatan-catatan yang diFirmankan oleh Allah kepada para nabi dan rasul-Nya. Umat Islam diwajibkan meyakininya, karena mempercayai kitab-kitab selain Al-Quranpun sesuai dengan salah satu Rukun Iman, kitab Allah tersebut adalah : Taurat, Zabur, Injil dan Al- Qur’an. Tulisan-tulisan Firman Allah Kitab Allah zaman dahulu dibuat menjadi 2 jenis, yaitu bisa berupa shuhufdan dapat berupa mushaf. Kata shuhuf terdapat didalam Firman All;ah : ََوُْْا ِفُحصلا يِفَل اَذَه منِإ 17 ىَسوُمَو َميِهاَرْ بِإ ِفُحُص 19 Artinya : “Sesungguhnya ini terdapat dalam shuhuf-shuhuf yang terdahulu. Yaitu Shuhuf- shuhuf Ibrahim dan Musa” QS :al Alaa, ayat 18-19. Kedua kalimat itu berasal dari akar kalimat yang sama, yaitu, sahafa menulis. Shuhuf ةفيحص; tunggal: shahifa berarti sepenggal kalimat yang ditulis dalam material seperti kertas, kulit, papirus dan media lain. Sedangkan mushaf فحصم; jamak: mashahif berarti kumpulan- kumpulan shuhuf, yang dibundel menjadi satu, seperti 2 sampul dalam satu isi. [1] Dalam sejarah penulisan dari teks Al-Quran, shuhuf terdiri dari beberapa lembaran yang pada akhirnya Al-Quran dikumpulkan pada masa khalifah Abu Bakar.Dalam shuhuf tersebut susunan tiap ayat di dalam surah telah tepat, tetapi lembaran-lembaran yang ada belumlah tersusun dengan rapi, tidak dibundel menjadi satu isi. Kalimat mushaf pada saat ini memiliki arti lembaran-lembaran yang dikumpulkan di dalam Al-Quran yang telah dikoleksi, dikoreksi dan dibundel pada masa khalifahUstman bin Affan. Pada saat itu, tiap ayat di dalam surah telah disusun dengan rapi.Saat ini umat Islam juga menyebut setiap duplikat Al-Quran, yang mana memiliki keteraturan tiap ayat dan surah disebut mushaf. 64 Shuhufadalah wahyu Allah yang disampaikan kepada para nabi, tetapi tidak wajib disampaikan atau diajarkan kepada manusia. Beberapa nabi yang dikatakan memiliki shuhuf adalah:Nabi Adam - 10 shuhuf,Nabi Syits - 60 shuhuf, pendapat lain mengatakan 50 shuhuf, Nabi Khanukh - 30 shuhuf, NabiIbrahim - 30 shuhuf10 shuhuf, Nabi Musa - 10 shuhuf. Allah Swt. dalam hal ini berfirman : ىمكَزَ ت ْنَم َحَلْ فَأ ْدَق 11 ىملَصَف ِهِبَر َمْسا َرَكَذَو 11 اَيْ ندلا َةاَيَْْا َنوُرِثْؤُ ت ْلَب 11 ىَقْ بَأَو ٌرْ يَخ ُةَرِخ ْْاَو 18 ََوُْْا ِفُحصلا يِفَل اَذَه منِإ 17 ِفُحُص ىَسوُمَو َميِهاَرْ بِإ 19 Artinya :Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri dengan beriman, dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu orang-orang kafir memilih kehidupan duniawi.Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, yaitu Kitab-kitab Ibrahim dan Musa ” QS : Al-A’la, ayat 14- 19. Dalam ayat lain Allah berfirman : ىَسوُم ِفُحُص ِِ اَِِ ْْمبَنُ ي ََْ ْمَأ 61 مََو يِذملا َميِهاَرْ بِإَو 68 Artinya :Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji?QS : An-Naim, ayat 36-37. Mushhaf beberapa shuhuf yang telah dicatat dari Firman Allah kemudian dijadikan satu yang memiliki nama bermacam-macam, yang telah diberikan kepada para rasul-Nya. Di antaranya adalah: 1. Taurat Torah: Taurat adalah tulisan berbahasa Ibrani, berisikan syariat hukum dan kepercayaan yang benar dan diturunkan melalui Nabi Musa, pada kira- kira abad 12 sebelum masehi.Isi pokok Taurat adalah 10 Firman Allah bagi bangsa Israel.Selain itu, Taurat berisikan tentang sejarah nabi-nabi terdahulu hingga Nabi Musa dan kumpulan-kumpulan hukum. 65 َليِِْْْْاَو َةاَرْوم تلا ٍََزْ نَأَو ِهْيَدَي َْنَ ب اَمِل ااقِدَصُم ِقَْْاِب َباَتِكْلا َكْيَلَع ٍَمزَ ن 6 Artinya :Allah telah menurunkan kitab kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang terdahulu dari padanya, lagi menurunkan Taurat dan Injil QS : Ali Imram, ayat 3. 2. Zabur Mazmur. Zabur berisi mazmur nyanyian pujian bagi Allah yang dibawakan melalui Nabi Daud yang berbahasa Qibthi pada kira-kira abad ke-10 sebelum masehi.Kitab ini tidak mengandung syariat, karena Nabi Daud diperintahkan untuk meneruskan syariat yang telah dibawa oleh Nabi Musa.Hal ini sesuai dengan FirmanAllah : ااروُبَز َدوُواَد اَنْ يَ تآَو 116 Artinya :...dan kami telah memberi kitab zabur kepada Nabi Dawud QS : An- Nisa’, ayat 163. 3. Injil. Injil pertama kali ditulis menggunakan bahasa Suryani melalui murid- murid Nabi Isa untuk bangsa Israel sebagai penggenap ajaran Nabi Musa.Injil diturunkan pada permulaan abad pertama masehi.Kata Injil sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu euangelion yang berarti kabar gembira. Injil-injil tidak mempunyai pembahasan sistematis mengenai satu tema atau tema-tema tertentu, [3] meskipun di dalamnya banyak membahas hal kerajaan Surga. Injil yang ada saat ini mengandung Firman Allah dan riwayat Nabi Isa, yang semuanya ditulis oleh generasi setelah Nabi Isa, sebagamana FirmanAllah : ِِْْْْا ُاَنْ يَ تآَو ِةاَرْوم تلا َنِم ِهْيَدَي َْنَ ب اَمِل ااقِدَصُم َََْرَم ِنْبا ىَسيِعِب ْمِهِراَثآ ىَلَع اَنْ يمفَ قَو ٌروُنَو وادُه ِهيِف َلي َ ب اَمِل ااقِدَصُمَو َنِقمتُمْلِل اةَظِعْوَمَو وادُهَو ِةاَرْوم تلا َنِم ِهْيَدَي َْن 11 Artinya : ...dan Kami iringkan jejak mereka Nabi-nabi Bani Israil dengan Isa putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat, dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya ada petunjuk dan cahaya yang menerangi, dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat, dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa QS : Al-Maidah, ayat 46. 66 4. Al-Qur`an. Al-Qur`an merupakan kumpulan Firman yang diberikan Allah sebagai satu kesatuan kitab sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Menurut syariat Islam, kitab ini dinyatakan sebagai kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, selalu terjaga dari kesalahan, dan merupakan tuntunan membentuk ketaqwaan manusia. Allah berfirman: ِناَقْرُفْلاَو وَدُْْا َنِم تاَنِ يَ بَو ِسامنلِل وادُه ُنآْرُقْلا ِهيِف ٍَِزْنُأ يِذملا َناَضَمَر ُرْهَش 171 Artinya :Pada bulan Ramadan yang di dalamnya diturunkan Al- Qur‟an sebagai petunjuk bagi manusia dan pembeda antara yang benar dan salah QS : Al-Baqarah, ayat 185. Sebagai konsekwensi logis dari Allah melalui malaikatRuh Al- AminJibril,ialah iman kepada wahyu Tuhan atau kitab-kitab-Nya.Bahwa menurut Murtadha Muthahhari, iman kepada wahyu merupakan salah satu ciri orang bertaqwa.Oleh karena itu, menurut sistem keyakinan Islam, setiap orang mukallaf wajib mengimani kitab-kitab yang diturunkan Tuhan kepada para rasul-Nya . Rif’at Syauqi Nawawi,2002 : 140-141. Setiap Rasul yang diutus Allah kepada manusia diberikan dengan kitab wahyu.Kitab wahyu itulah yang menjadi pedoman memimpin baginya dan kitab wahyu itulah yang menjadi namus atau undang- undang untuk manusia yang dibimbingnya.Iman kepada kitab-kitab Allah merupakan salah satu dari rukun iman.Wajib beriman kepada kitab-kitab Allah yang pernah diturunkan kepada para rasul-Nya; sebagainama sistem iman kepada rasul, maka sebagai pengakuan terhadap seluruh kitab Allah. Sebab itulah kita wajib beriman kepada kitab yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim, Taurat yang diturunkan-Nya kepada Nabi Musa, Zabur yang disampaikan kepada Nabi Daud, Injil yang diwahyukan kepada Nabi Isa putra Maryam, dan yang terakhir Kitab Al-Qur ’an yang dinuzulkan kepada Nabi Muhammad Saw. Fathul Mufid, 2009 : 53. Kitab Taurat yang diwahyukan kepada Nabi Musa didalamnya terdapat berbagai syariat dan hukum agama yang sesuai dengan tempat dan kondisi masa itu.Taurat menerangkan akidah-akidah, yang benar, janji- janji Allah dan ancamannya. Dalam Taurat pula ada keterangan yang tegas tentang akan datangnya Nabi Muhammad Saw., sebagai kunci para nabi dan para rasul, untuk mengantikan ajaran-ajaran sebelumnya. Kitab Zabur mengandung didalamnya beberapa doa, zikir, pengajaran dan hikmat. Hukum agama dan syariat tidak ada didalamnya, karena Nabi Daud dalam 67 sejarah kenabian mengikut dan menurut hukum Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. Injil bertujuan menerangkan beberapa hukum dan mengajak manusia kembali kepada akidah tauhid. Kitab Injil bertugas mengadakan perbaikan agama Bani Israil yang telah kacau dan menyeleweng.Injilpun menerangkan tentang hal kedatangan kelak Nabi Muhammad Saw.Kitab ini mengikut kepada Taurat Musa.Fathul Mufid, 2009 : 53-54. Al-Quran sebagai sumber keyakinan menerangkan kepada kita bahwa kitab Taurat, Zabur dan Injil tidak adalagi diatas dunia ini.Adapun yang dianggap orang sebagai Taurat, Zabur dan Injil sekarang ini berada di tangan orang-orang Yunani dan Masehi.Al-Quran menjelaskan kepada kita bahwa kitab-kitab tersebut didak asli lagi, manusia menukar isinya dan mereka telah mencampur adukkan dengan buah pikiran mereka sendiri. B. Keistimewaan Al-Quran dan kitab-kitab yang lain Perbedaan Al- Qur’an dengan kitab-kitab lain sebagai berikut : 1. Kitab-kitab suci yang ada dalam kalangan berbagai bangsa itu hanya ditujukan kepada suatu golongan tertentu. 2. Bahwa teks asli dari kitab-kitab yang telah lalu itu telah hilang sama sekali yang ada hanya salinannya saja pada hari ini. 3. Kitab-kitab suci yang telah lalu dikirim dalam bahasa yang telah mati sejak beberapa abad silam. 4. Kitab-kitab yang telah lalu itu telah bercampur aduk antara wahyu- wahyu Tuhan dengan perkataan-perkataan manusia. 5. Sejarah turunnya ayat-ayat dan kalimat-kalimat kitab-kitab itu serta sejarah penulisannya telah kabur. “Ia sama sekali tidak mengandung dasar-dasar sejarah walaupun pada surat-surat yang paling pendek, dimana dasar-dasar itu sangat fundament bagi kitab samawi atau bagi ajaran- ajaran seorang nabi”.  Fungsi Al-Qur ’an terhadap kitab-kitab suci lain: 1. Al-Qura’n membenarkan apa yang termasuk dalam kitab-kitab suci yang lain, tetapi juga menguji kemurniaan dari kitab-kitab suci yang lain. 2. Al-Qur’an sebagai korektor terhadap kitab-kitab suci lain sekarang ini. 3. Al-Qur’an sebagai penyempurna. Kitab-kitab dahulu tidak universal ajarannya. Perundang-undangannya yang terkandung didalamnya pada umumnya hanya sesuai dengan masa dan tempat dimana kitab-kitab itu diturunkan. 68 Berdasarkan atas kenyataan objektif kitab-kitab itu dan penegasan Al- Qur ’an, maka kita tidak boleh beriman kepada apa yang dinamakan kitab Taurat, Zabur dan Injil sekarang ini. C. Fungsi Al- Qur’an bagi Ummat. Secara etimologi bahasa al- Qur’an merupakan masdar dari kata qara ‟a yag berarti Tala, keduanya berarti membaca atau bermakna jamak yaitu, mengumpulkan atau mengoleksi. Sedangkan menurut Quraish Shihab adalah bacaan yang tertulis. Di kalangan para ulama dijumpai adanya perbedaan pendapat di sekitar pengertian Al- Qur’an secara etimologi. Di antaranya : As-Syafi’i misalnya mengatakan bahwa Al- Qur’an bukan berasal dari kata apa pun, dan bukan pula ditulis dengan hamzah. Lafadz tersebut sudah lazim dipergunakan dalam pengertian kalamullah Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sementara Al-Farra berpendapat bahwa lafadz al- Qur’an berasal dari kata qarain jamak dari kata qarinah yang berarti kaitan; karena dilihat dari segi makna dan kandungannya ayat-ayat Al- Qur’an itu satu sama lain saling berkaitanNur kholis, 2008 : 22. Sedangkan secara terminologi Al- Qur’an adalah Kalamullah yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad Saw., sebagai pedoman bagi ummat Islam yang di sampaikan melalui perantara Malaikat Jibril melalui jalansecara Mutawatir. Di kalangan ulama juga di jumpai perbedaan pendapat tidak hanya dalam pengertian secara etimologi saja tetapi juga pengertian Al- Qur’an secara terminoligi, diantaranya : Safi’ Hasan Abu Thalib menyebutkan bahwa Al- Qur’an adalah wahyu yang diturunkan dengan lafal Bahasa Arab dan maknanya dari Allah Swt. melalui wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw., ia merupakan dasar dan sumber dasar utama bagi syariat.Nur Kholis, 2008 :.28 Zakaria al-Birri mengemukakan bahwa Al-Q ur’an adalah Al-Kitab yang disebut Al- Qur’an dalam kalam Allah Swt., yang diturunkan kepada rasul-Nya Muhammad Saw. dengan lafal Bahasa Arab dinukil secara mutawattir dan tertulis pada lembaran-lembaran mushaf. Sementara Al-Gazali mengatakan bahwa Al- Qur’an adalah merupakan Firman Allah. Meskipun terdapat banyak pandangan tentang pengertian Al- Qur’an baik itu secara etimologis dan secara terminologi tetapi masih dapat di tampung oleh sifat dan karakteristik Al- Qur’an itu sendiri. 69 1. Kehujjahan Al-Qur’an. Sebagaimana disebutkan oleh Abdul Wahab Khallaf, bahwa kehujjahan Al- Qur’an itu terletak pada kebenaran dan kepastian isinya yang sedikitpun tidak ada keraguan atasnya. Dengan kata lain, Al- Qur’an itu betul-betul datang dari Allah dan dinukil secara qat‟iy pastiAbdul wahab Khalaf, 1990 : 24. Oleh karena itu, hukum-hukum yang terkandung di dalam Al- Qur’an merupakan aturan-aturan yang wajib diikuti oleh manusia sepanjang masa dan di mana saja.Sementara itu,M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa Al- Qur’an sebagai wahyu merupakan bukti kebenaran Nabi Muhammad Saw.sebagai utusan Allah, tetapi fungsi utamanya adalah sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Sebagai sumber ajaran Islam yang utama, Al- Qur’an diyakini berasal dari Allah dan mutlak benar. Keberadaan Al- Qur’an sangat dibutuhkan manusia.Di kalangan Mu’tazilah dijumpai pendapat bahwa Tuhan wajib menurunkan Al- Qur’an bagi manusia, karena manusia dengan segala daya yang dimilikinya tidak dapat memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya. Bagi Mu’tazilah, Al-Qur’an berfungsi sebagai konfirmasi, yakni memperkuat pendapat-pendapat akal pikiran, dan sebagai informasi terhadap hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh akalNur Kholis,2008 :32. Dengan demikian, jelaslah bahwa kehujjahan argumentasi Al- Qur’an sebagai wahyu tidak dapat seorangpun membantahnya, di samping sumua isinya tidak satupun bertentangan dengan akal manusia sejak awal diturunkan hingga sekarang dan seterusnya. Lebih-lebih di abad modern ini, di mana perkembangan sains modern sudah sampai kepada puncaknya dan kebenaran Al- Qur’an semangkin terungkap serta dapat dibuktikan secara ilmiah. 2. Fungsi Al- Qur’an bagi Ummat. Dari sudut subtansinya, fungsi Al- Qur’an sebagaimana tersurat nama- namanya dalam Al- Qur’an adalah sebagai berikut: a. Al-Huda petunjuk, Dalam Al-Quran terdapat tiga kategori tentang posisi Al-Quran sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum. Kedua, Al-Quran adalahpetunjuk bagi orang-orang bertakwa. Ketiga, petunjuk bagi orang-orang yang beriman. b. Al-Furqon pemisah, Dalam Al-Quran dikatakan bahwa ia adalah ukuran untuk membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak dan yang batil, atau antara yang benar dan yang salah. 70 c. Al-Asyifa obat. Dalam Al-Quran dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat bagi penyakit-penyakit yang ada dalam dada mungkin yang dimaksud disini adalah penyakit psikologis. d. Al-Mau‟izah nasihat. Didalam Al-Qur’an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai penasihat bagi orang-orang yang bertakwa. 8 Bambang Irawan Muhammad, Fungsi-fungsi Al- Qur‟an Fungsi Al- Qur’an dilihat dari realitas kehidupan manusia : a. Al-Qur’an sebagai petunjuk jalan yang lurus bagi kehidupan manusia. b. Al-Qur’an sebagai mukjizat bagi Rasulullah MuhammadSaw. c. Al-Qur’an menjelaskan kepribadian manusia dan ciri-ciri umum yang membedakannya dari makhluk lain. d. Al-Qur’an sebagai korektor dan penyempurna kitab-kitab Allah sebelumnya. e. Menjelaskan kepada manusia tentang masalah yang pernah diperselisihkan ummat Islam terdahulu. f. Al-Qur’an berfungsi Memantapkan Iman. g. Tuntunan dan hukum untuk menempuh kehidupan Rosihan Anwar,2009 : 15. Kedudukan Al-Quran dalam Islam: 1. Al-Qur’an sebagai sumber berbagai disiplin ilmu keislaman Disiplin ilmu yang bersumber dari Al- Qur’an ini di antaranya yaitu: a. Ilmu Tauhid Teologi. b. Ilmu Hukum. c. Ilmu TaSawuf. d. Ilmu Filasafat Islam. e. Ilmu Sejarah Islam. f. Ilmu Pendidikan Islam . Rifa’t Syauqi Nawawi, 2002 : 28. 2. Al-Qur’an merupakan Wahyu Allah Swt., yaitu seluruh ayat Al-Qur’an adalah wahyu Allah; tidak ada satu kata pun yang datang dari perkataan atau pikiran Nabi. 3. Kitaban-Naba wal akhbar Berita dan Kabar.Artinya, Al-Qur’an merupakankhabar yang dibawa Nabi Saw. yang datang dari Allah Swt. dan disebarluaskan kepada manusia. 4. Minhajul Hayah Pedoman Hidup, sudah seharusnya setiap muslim menjadikan Al- Qur’an sebagai rujukan terhadap setiap problem yang dihadapi. 5. Al-Qur’an sebagai salah satu sebab masuknya orang arab ke agama Islam pada zaman Rasulallah Saw. dan masuknya orang-orang sekarang dan yang akan datang. 6. Al-Qura’n sebagai suatu yang bersifat abadi.Artinya, Al-Qur’an itu tidak akan terganti oleh kitab apapun sampai hari kiamat, baik itu sebagai 71 sumber hukum, sumber ilmu pengetahuan maupun sebagai sumber yang lain-lainnya. 7. Al-Qur’an dinukil secara mutawattir.Artinya, Al-Qur’an disampaikan kepada orang lain secara terus-menerus oleh banyak orang yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta karena banyaknya jumlah orang dan berbeda-bedanya tempat tinggal mereka. 8. Al-Qur’an sebagai sumber hukum.Seluruh madzhab sepakat Al-Qur’an sebagaisumber utama dalam menetapkan hukum, dalam kata lain bahwa Al- Qur’an menempati posisi awal dari tertib sumber hukum dalam berhujjah. . 9. Al-Qur’an disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. secara lisan.Artinya, baik lafaz ataupun maknanya dari Allah Swt. 10. Al-Qur’an termaktub dalam Mushaf.Artinya, bahwa setiap wahyu Allah yang lafaz dan maknanya berasal dari-Nya itu termaktub dalam Mushaf telah dibukukan. 11. Agama Islam datang dengan Al-Qurannya membuka lebar-lebar mata manusia agar mereka manyadari jati diri dan hakikat hidup di muka bumi. Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Iman kepada kitab-kitab Allah adalah meyakini bahwa Allah Swt. telah menurunkan beberapa kitab suci kepada para Nabi dan Rasul sebagai pedomman hidup yang membimbing manusia kepada jalan kebenaran sesuai dengan ridha-Nya. Kitab-kitab yang diturunkan antara lain : Kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Daud a.s., Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa a.s., Kitab Injil diurunkan kepada Nabi Isa a.s., dan Al- Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. 2. Beriman kepada kita-kitab Allah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Rukun Iman, maka keimanan sesorang muslim belum dikatakan sempurna kecuali jika ia beriman kepada Kitab Allah yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya, serta berbagai shuhuf- Nya yangditurunkan kepada para nabi dan Rasul-Nya terdahulu. Dan dari kitab-kitab Allah ini, ada kitab yang paling agung dan sempurna, yaitu Al- Qura’an al-Karim yang diturunkan kepada penutup para nabi dan Rasul,yakni Nabi Muhammad Saw., yang membenarkan kitab- kitab terdahulu dan m enasakh terhadap syari’at dan hukum-hukum yang telah lalu, yang abadi sepanjang waktu, karena Allah Swt. sendiri yang menjaganya. . 3. Al-Qur’an merupakan kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. melalui perantara Malaikat Jibril.Al- Qur’an mempunyai fungsi dan kedudukan yang sangat besar bagi manusia 72 untuk mamahami tentang jati diri dan hakikat hidupnya di permukaan bumi ini. Al- Qur’an merupakan pedomanhidup bagi manusia. 4. Setelah kita memahami fungsi dan kadudukan Al-Qur’an tersebut secara utuh, maka kita dapat menjadikan Al-Qur ’an sebagai sesuatu yang sangat bermakna secara langsung bagi keberlangsungan kehiduapan ummat manusia di permukaan bumi ini. 5. Selanjutnya, Al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman bagi ummat Islam, kita harus mempercayai dan menjaganya sebagai berikut:Marilah kita semua menjadikan Al- Qur’ansebagai pedoman hidup kita dan menjadikannya sebagai rujukan terhadap setiap permasalahan yang kita hadapi, dan sebagai umat Islam kita wajib memiliki kepribadian yang Qur’ani. 73 BAB V IMAN KEPADA NABI DAN RASUL ALLAH A. Pengertian Nabi dan Rasul. Nabi adalah seorang laki-laki yang dipilih oleh Allah Swt, untuk menerima wahyu untuk dirinya sendiri dan tidak diwajibkan untuk disampaikan wahyu itu kepada orang lain. Rasul adalah seorang laki-laki yang dipilih oleh Allah Swt. untuk menerima wahyu untuk dirinya sendiri dan diwajibkan untuk disampaikan wahyu itu kepada seluruh manusia Ensiklopedia, 2007 : 73. Rasul adalah manusia yang memiliki keistimewaan dengan wahyu. Allah berfirman kepada Nabi Muhammad Saw., sebagaimana Firman Allah : ىَحوُي ْمُكُلْ ثِم ٌرَشَب اَنَأ اَمَِإ ْلُق 111 Artinya :, ”Katakanlah, „Sesungguhnya aku ini hanyalah manusia seperti kalian, namun aku diberi wahyu ” QS : Al-Kahfi, ayat 110. Rasul itu adalah seperti kita dalam struktur tubuhnya dan tabiat penciptaannya. Namun, kita semua tidaklah seperti rasul itu dalam segi akhlaqnya, keistimewaan-keistimewaannya, dan ketangguhannya Ali Al- Tantawi,, alih bahasa: Isnawati Ismail, 2000 : 177. Semua Rasul yang pernah diutus Allah sepanjang sejarah manusia sesungguhnya mereka adalah manusia-manusia biasa juga. Selaku manusia mereka juga memiliki sifat-sifat kemanusiaan pada umumnya, seperti: makan, minum, tidur, berumah tangga, kawin, hidup dan bergaul dalam masyarakat, kemudian meninggal dunia. Selanjutnnya, mereka pun berkata-kata dan berbicara menurut bahasa dari bangsa atau umumnya di mana mereka diutus. Artinya, Allah tidak pernah mengutus seorang Rasul kepada umat manusia dari jenis malaikat atau bangsa jin. Hanya saja mereka diberi kelebihan atau keistimewaan dibanding manusia biasa lainnya. Sebagaimana seorang pemimpin dalam suatu organisasi, sudah barang tentu dia harus memiliki banyak keistimewaan dibandingkan dengan para anggota lainnya. 74 Sifat-sifat Nabi dan Rasul. Para rasul memiliki empat sifat keistimewaan yang merupakan kelebihan mereka dari manusia lainnya, yang dikenal dengan sifat –sifat wajib rasul. Pertama, sifat benar atau shiddiq. Seorang rasul selalu benar dalam perkataan dan perbuatannya. Mustahil dia berkata dusta, sebab semua manusia diwajibkan mengikuti segala tutur katanya, membenarkan dan meniru sikap hidupnya. Kedua, kepercayaan atau amanah. Seorang rasul mustahil khianat, baik mengkhianati manusia lebih-lebih mengkhianati Tuhan. Dia wajib menunaikan amanat yang dibebankan kepadanya dan berlaku jujur sekalipun harus ditebus dengan jiwa raganya. Ketiga, menyampaikan atau tabligh. Seorang rasul mustahil menyembunyikan sesuatu tentang apa yang telah diwahyukan Tuhan kepadanya. Segala perintah atau larangan Tuhan yang diterimanya sebagai wahyu harus disampaikannya dengan haq kepada manusia, baik itu pahit atau dianggap membahayakan dirinya, yang benar wajib disampaikannya. Keempat, sifat kecerdasan atau fathanah. Artinya, seorang rasul mustahil seorang yang bodoh atau lemah akalnya, tetapi dia pastilah memiliki kekuatan berfikir dan kemampuan rasio yang tinggi. Sebagai utusan Allah tentu sifat kecerdasan wajib dia miliki dalam mengemukakan keterangan-keterangan dengan argumentasi-argumentasi yang jitu sehingga manusia dapat mengerti dan memahami apa yang disampaikan dan diajarkannya Fathul Mufid, 2009 : 44. Kemudian, sifat-sifat materiil yang menyertainya ialah para rasul itu berasal dari keluarga-keluarga dan keturunan yang terhormat. Rasul itu memiliki kesajahteraan jasmaniah, wajah-wajah dan bentuk tubuh mereka menarik lagi sempurna. Artinya, mereka tidak mempunyai cacat jasmaniyah yang mana memungkinkan manusia jijik dan menghindar dari padanya Jumlah Nabi dan Rasul. Tentang jumlah para nabirasul tidaklah diketahui secara pasti. Sebagian ulama berkata rasul itu berjumlah 313 orang, dan nabi berjumlah 124000 orang. Dari sekian banyak nabirasul tersebut, mayoritas memang tidak manusia ketahui. Mengenai hal ini Allah berfirman:  َناَك اَمَو َكْيَلَع ْصُصْقَ ن ََْ ْنَم ْمُهْ نِمَو َكْيَلَع اَنْصَصَق ْنَم ْمُهْ نِم َكِلْبَ ق ْنِم اًُسُر اَنْلَسْرَأ ْدَقَلَو َ َِِْْي ْنَأ ٍوُسَرِل ْبُمْلا َكِلاَنُه َرِسَخَو ِقَْْاِب َيِضُق ِهمللا ُرْمَأ َءاَج اَذِإَف ِهمللا ِنْذِإِب مَِإ ةَيآِب َنوُلِط 87 Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada pula yang tidak kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan 75 seizin Allah; Maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan semua perkara dengan adil. dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil ” QS : Ghafir, ayat78. Sebenarnya, Al-Quran tidak pernah menyebutkan jumlah mereka secara pasti. Nama-nama nabirasul diabadikan Allah dalam Al-Quran ada 25. Delapan belas nama dari mereka disebut dalam Q.S. Al- an’am ayat 83 - 86, mereka adalah : Ibrahim, Ishaq, Ya’kub, Nuh, Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, Harun, Zakaria, Yahya, Isa, Ilyasa ’, Ismail, Ilyas, Yunus dan Luth. Yang tujuh lagi tersebar penyebutannya dalam surat-surat lain, mereka itu adalah Adam, Idris, Shaleh, Syu’aib, Hud, Zulkifli dan Muhammad Saw. Fathul Mufid, 2009 : 46. Tugas para Rasul. Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mengutus para rasul kecuali untuk mengajarkan kepada umat manusia tentang kebaikan, memberikan peringatan akan siksa Allah, dan menjauhkan tindak kejahatan. Allah Ta’ala berfirman: نيرذْنمو نيرِشبم نيِيبَنلا ََ ثعبف ًةدحاو ًةَمأ ساَنلا ناك 122 Artinya : “manusia itu adalah umat yang satu, setelah timbul perselisihan, maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan ” QS: Al-Baqarah, ayat 213. Para Rasul memiliki kesamaan tugas, atau dengan istilah lain, mereka memangku suatu “wahidah ar-risalah Ilahiyah” kesatuan misi ketuhanan. Syeh Muhammad Abduh berkata: nilai kedudukan mereka di antara bangsa- bangsa, tak ubahnnya seperti kedudukan akal pada diri tiap- tiap orang.” Tugas para rasul tugas rohaniah, misi spiritual. Mereka bertugas memimpin manusia untuk mengenal Tuhannya dengan pengetahuan yang haq. Bertugas mengajar manusia tentang akidah dan ibadah menurut garis Tuhan. Menuntun manusia dalam hidup duniawi dan menyucikan rohaninya, bebas dari perbudakan hawa nafsu, agar menjadi manusia berakhlaq mulia, menjadi “insan kamil” manusia sempurna. Mereka memimpin manusia agar sadar dengan fitrahnya dan fungsinya sebagai khalifah di bumi. Tegasnya para rasul itu bertugas memimpin manusia agar hidup sejahtera dan bahagia di dunia dan akhirat Fathul Mufid, 2009 : 43. 76 B. Mukjizat Para Rasul. Hal yang paling esensial yang menjadi bukti kerasulan seorang rasul ialah mu’jizat. Mu’jizat adalah kemampuan luar biasa atau perbuatan ajaib yang dimiliki seorang rasul, yang menyalahi kebiasaan. Ia tidak dapat ditandingi atau ditiru oleh manusia biasa. Setiap rasul yang diutus oleh Tuhan, selalu dipersenjatai dengan mu’jizat. Nabi Ibrahim mendapat mu’jizat dari Tuhan, tidak terbakar dalam api ketika dibakar oleh raja Namrud; Nabi Musa mempunyai mu’jizat dapat membelah laut merah dengan tongkatnya; Nabi Sulaiman dapat mengerti bahasa-bahasa binatang dan memerintahnya; Nabi Isa dapat menyembuhkan berbagai penyakit yang tidak dapat disembuhkan manusia. Terakhir, Nabi Muhammad Saw., sebagai penutup seluruh nabi dan rasul, dari sekian banyak mu’jizat beliau yang paling utama ialah Al-Quran. C. Wali, Karomah dan Ma’unah. Wali, dari segi bahasa berarti: Kamus Wali-yali-waliyan, Fulanan memiliki arti : amat dekat kepada si Polan, mengikutinya, mengiringinya tanpa batas. Hadis riwayat Abu Daud, dalam Sunannya dan Abu Nu‟aim dalam Hilya jilid I hal. 6. Dalam Al- Qur’an, istilah wali dapat kita lihat Firman Allah sebagai berikut : غاهطلا مه ايلْ أ ا فك ني هلا ُنلا ىلإ تا لُظلا نم ْم ج ْخي ا نمآ ني هلا ُيل هَ ت ن لاخ ا يف ْمه اهنلا احْصأ ك ل أ تا لُظلا ىلإ ُنلا نم ْم ج ْخي 257 Artinya: “Allah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan cahaya iman, dan orang-orang kafir, pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” QS : Al-Baqarah, ayat 257. َنِِْامصلا مََوَ تَ ي َوُهَو َباَتِكْلا ٍَمزَ ن يِذملا ُهمللا َيِيِلَو منِإ 191 Artinya : “Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan Kitab Al-Q ur‟an. Dia melindungi orang-orang yang saleh” QS : Al- A’raf, ayat 196. ْم ل ىلْ م َ ني فاكْلا هنأ ا نمآ ني هلا ىلْ م هَ هنْب كل 11 77 Artinya : “Yang demikian itu karena Allah Pelindung bagi orang- orang yang beriman; sedang orang-orang kafir tidak ada pelindung bagi mereka ” QS : Muhammad, ayat 11. Dalam ayat lain Allah berfirman : ْمه اكهزلا ن تْ ي َهصلا ن يقي ني هلا ا نمآ ني هلا هل س هَ مكُيل ا ه إ ن عكا 55 Artinya : “Sesungguhnya penolongmu hanyalah Allah, rasul-Nya dan orang-orang beriman, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, seraya tunduk kepada Allah ” QS : Al-Maidah, ayat 55. Berdasarkan ayat di atas berarti wali adalah orang : 1. Seseorang yang senantiasa taat kepada Allah tanpa menodainya dengan perbuatan dosa sedikitpun. 2. Seseorang yang senantiasa mendapat perlindungan dan penjagaan, sehingga ia senantiasa taat kepada Allah tanpa melakukan dosa sedikit pun, meskipun ia dapat melakukannya. Adapun tanda-tanda wali Allah adalah: 1. Jika melihat mereka, akan mengingatkan kita kepada Allah Swt. Dari Amru Ibnul Jammuh, katanya: “Ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Allah berfirman: “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, wali-wali-Ku adalah orang-orang yang Aku sayangi. Mereka selalu mengingati-Ku dan Akupun mengingati mereka ”. 7 Dari Said r.a., ia berkata: “Ketika Rasulullah Saw. ditanya: “Siapa wali- wali Allah?” Maka beliau bersabda: “Wali-wali Allah adalah orang- orang yang jika dilihat dapat mengingatkan kita kepada Allah ” Hadis riwayat Ibnu Abi Dunya di dalam kitab Auliya‟ dan Abu Nu‟aim di dalam Al-Hilya Jilid I hal. 6. 2. Jika mereka tiada, tidak pernah orang mencarinya. Dari Abdullah Ibnu Umar Ibnu Khattab, katanya: “Pada suatu kali Umar mendatangi tempat Mu‟adz ibnu Jabal r.a., kebetulan ia sedang menangis, maka Umar berkata: “Apa yang menyebabkan engkau menangis, wahai Mu‟adz?” Kata Mu‟adz: “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Orang-orang yang paling dicintai Allah adalah mereka yang bertakwa yang suka menyembunyikan diri, jika mereka tidak ada, maka tidak ada yang mencarinya, dan jika mereka hadir, maka mereka tidak 78 dikenal. Mereka adalah para imam petunjuk dan para pelita ilmu 8 Hadis riwayat Nasa’i, Al-Bazzar dan Abu Nu’aim di dalam Al-Hilyah, Jilid I hal. 6. 3. Mereka bertakwa kepada Allah. Allah Swt. berfirman: ن زْحي ْمه َ ْم ْيلع ٌفْ خ َ هَ ءايلْ أ هنإ َأ 62 ن قهتي ا اك ا نمآ ني هلا 63 يظعْلا ْ فْلا ه كل هَ تا لكل لي ْبت َ خ َْا يف ايْ ُ لا ايحْلا يف ْشبْلا م ل م 64 Artinya : “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran dalam diri mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Mereka itu adalah orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa. Dan bagi mereka diberi berita gembira di dalam kehidupan dunia dan akhirat ” QS : Yunus, ayat 62-64. 4. Mereka saling menyayangi dengan sesamanya. Dari Umar Ibnul Khattab r.a. berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya sebahagian hamba Allah ada orang-orang yang tidak tergolong dalam golongan para nabi dan para syahid, tetapi kedua golongan ini ingin mendapatkan kedudukan seperti ke dudukan mereka di sisi Allah.” Tanya seorang: “Wahai Rasulullah, siapakah mereka dan apa amal- amal mereka?” Sabda beliau: “Mereka adalah orang-orang yang saling kasih sayang dengan sesamanya, meskipun tidak ada hubungan darah maupun harta di antara mereka. Demi Allah, wajah mereka memancarkan cahaya, mereka berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya, mereka tidak akan takut dan susah.” Kemudian Rasulullah Saw. membacakan Firman Allah yang artinya: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran dalam diri mereka dan tidak pula mereka bersedih hati “ Hadis ri wayat Abu Nu’aim dalam kitab Al-Hilya Jilid I, hal 5. 5. Mereka selalu sabar, wara’ dan berbudi pekerti yang baik. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa“Rasulullah sawbersabda: “Ada tiga sifat yang jika dimiliki oleh seseorang, maka ia akan menjadi wali Allah, yaitu: pandai mengendalikan perasaannya di saat marah, wara‟ dan berbudi luhur kepada orang lain.” 10 Hadis Riwayat Ibnu Abi Dunya di dalam kitab Al Auliya‟ Jilid I. hal. 6. 79 Rasulullah Saw. bersabda: “Wahai Abu Hurairah, berjalanlah engkau seperti segolongan orang yang tidak takut ketika manusia ketakutan di hari kiamat. Mereka tidak takut siksa api neraka ketika manusia takut. Mereka menempuh perjalanan yang berat sampai mereka menempati tingkatan para nabi. Mereka suka berlapar, berpakaian sederhana dan haus, meskipun mereka mampu. Mereka lakukan semua itu demi untuk mendapatkan ridha Allah. Mereka tinggalkan rezeki yang halal karena takut akan syubhatnya. Mereka bersahabat dengan dunia hanya dengan badan mereka, tetapi mereka tidak tertipu oleh dunia. Ibadah mereka menjadikan para malaikat dan para nabi sangat kagum. Sungguh amat beruntung mereka, alangkah senangnya jika aku dapat bertemu dengan mereka .” Kemudian Rasulullah Saw. menangis kare na rindu kepada mereka. Dan beliau bersabda: “Jika Allah hendak menyiksa penduduk bumi, kemudian Dia melihat mereka, maka Allah akan menjauhkan siksa-Nya. Wahai Abu Hurairah, hendaknya engkau menempuh jalan mereka, sebab siapapun yang menyimpang dari penjalanan mereka, maka ia akan mendapati siksa yang ber a” 1 Hadis riwayat Abu Nu’aim dalam kitab Al-Hilya Jilid I hal. 6 . 6. Mereka selalu terhindar ketika ada bencana. Dari Ibnu Umar r.a., katanya: Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah mempunyai hamba- hamba yang diberi makan dengan rahmat-Nya dan diberi hidup dalam afiyah-Nya, jika Allah mematikan mereka, maka mereka akan dimasukkan ke dalam surge-Nya. Segala bencana yang tiba akan lenyap secepatnya di hadapan mereka, seperti lewatnya malam hari di hadapan mereka, dan mereka tidak terkena sedikitpun oleh bencana yang datang 2 Najhul Balaghah hal 595 dan Al-Hilya, 80. 7. Hati mereka selalu terkait kepada Allah. Imam Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Kumail An- Nakha’i: “Bumi ini tidak akan kosong dari hamba-hamba Allah yang menegakkan agama Allah dengan penuh keberanian dan keikhlasan, sehingga agama Allah tidak akan punah dari peredarannya. Akan tetapi, berapakah jumlah mereka dan dimanakah mereka berada? Kiranya hanya Allah yang mengetahui tentang mereka. Demi Allah, jumlah mereka tidak banyak, tetapi nilai mereka di sisi Allah sangat mulia. Dengan mereka, Allah menjaga agama-Nya dan syariat-Nya, sampai dapat diterima oleh orang-orang seperti mereka. Mereka menyebarkan ilmu dan ruh keyakinan. Mereka tidak suka kemewahan, mereka senang dengan kesederhanaan. Meskipun tubuh mereka berada di dunia, tetapi rohaninya membumbung ke alam malakut. Mereka adalah khalifah- khalifah Allah di muka bumi dan para da‟i kepada 80 agama-Nya yang lurus. Sungguh, betapa rindunya aku kepada mereka 3 Imam Al-Ghazali, 324. 8. Mereka senang bermunajat di akhir malam. Imam Al-Ghazali menyebutkan: “Allah pernah memberi ilham kepada para siddiq: “Sesungguhnya ada hamba-hamba-Ku yang mencintai- Ku dan selalu merindukan Aku dan Akupun demikian. Mereka suka mengingati-Ku dan memandang-Ku dan Akupun demikian. Jika engkau menempuh jalan mereka, maka Aku mencintaimu. Sebaliknya, jika engkau berpaling dari jalan mereka, maka Aku murka kepadamu. “Tanya seorang siddiq: “Ya Allah, apa tanda-tanda mereka?” Firman Allah: “Di siang hari mereka selalu menaungi diri mereka, seperti seorang pengembala yang menaungi kambingnya dengan penuh kasih sayang, mereka merindukan terbenamnya matahari, seperti burung merindukan sarangnya. Jika malam hari telah tiba tempat tidur telah diisi oleh orang-orang yang tidur dan setiap kekasih telah bercinta dengan kekasihnya, maka mereka berdiri tegak dalam solatnya. Mereka merendahkan dahi-dahi mereka ketika bersujud, mereka bermunajat, menjerit, menangis, mengadu dan memohon kepada-Ku. Mereka berdiri, duduk, ruku‟, sujud untuk-Ku. Mereka rindu dengan kasih saying-Ku. Mereka Aku beri tiga karnua: Pertama, mereka Aku beri cahaya-Ku di dalam hati mereka, sehingga mereka dapat menyampaikan ajaran-Ku kepada manusia. Kedua, andaikata langit dan bumi dan seluruh isinya ditimbang dengan mereka, maka mereka lebih unggul dari keduanya. Ketiga, Aku hadapkan wajah-Ku kepada mereka. Kiranya engkau akan tahu, apa yang akan Aku berikan kepada mereka?” 9. Mereka suka menangis dan mengingat Allah. ‘Iyadz ibnu Ghanam menuturkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: “Malaikat memberitahu kepadaku: “Sebaik- baik umatku berada di tingkatan-tingkatan tinggi. Mereka suka tertawa secara terang, jika mendapat nikmat dan rahmat dari Allah, tetapi mereka suka menangis secara rahasia, karena mereka takut mendapat siksa dari Allah. Mereka suka mengingat Tuhannya di waktu pagi dan petang di rumah-rumah Tuhannya. Mereka suka berdoa dengan penuh harapan dan ketakutan. Mereka suka memohon dengan tangan mereka ke atas dan ke bawah. Hati mereka selalu merindukan Allah. Mereka suka memberi perhatian kepada manusia, meskipun mereka tidak dipedulikan orang. Mereka berjalan di muka bumi dengan rendah hati, tidak congkak, tidak bersikap bodoh dan selalu berjalan dengan tenang. Mereka suka berpakaian sederhana. Mereka suka mengikuti nasihat 81 dan petunjuk Al- Qur’an. Mereka suka membaca Al-Qur’an dan suka berkorban. Allah suka memandangi mereka dengan kasih saying-Nya. Mereka suka membagi-bagikan nikmat Allah kepada sesama mereka dan suka memikirkan negeri-negeri yang lain. Jasad mereka di bumi, tapi pandangan mereka ke atas. Kaki mereka di tanah, tetapi hati mereka di langit. Jiwa mereka di bumi, tetapi hati mereka di Arsy. Roh mereka di dunia, tetapi akal mereka di akhirat. Mereka hanya memikirkan kesenangan akhirat. Dunia dinilai sebagai kubur bagi mereka. Kubur mereka di dunia, tetapi kedudukan mereka di sisi Allah sangat tinggi. Kemudian beliau menyebutkan Firman Allah yang artinya: “Kedudukan yang setinggi itu adalah untuk orang- orang yang takut kepada hadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman- Ku ” 14 Hadis riwayat Abu Nu’aim dalam kitab Al Hilya, Jilid I hal. Karomah, menurut bahasa ialah kemuliaan, keluhuran, dan anugerah. Sedangkan menurut istilah, karomah ialah kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada para wali kekasih Allah dan terjadinya peristiwa itu biasanya tanpa disangka-sangka ataupun secara kebetulan Samsul Munir Amin, h. 1. Karomah ini memang peristiwa yang sulit untuk diterima oleh akal pikiran manusia pada umumnya. Akan tetapi, karomah sering dijumpai dalam berbagai literatur keagamaan, termasuk dalam berbagai literatur agama-agama selain Islam. Allah Swt. berfirman: ن زْحي ْمه َ ْم ْيلع ٌفْ خ َ هَ ءايلْ أ هنإ َأ 62 ي ا اك ا نمآ ني هلا ن قهت 63 م ل ميظعْلا ْ فْلا ه كل هَ تا لكل لي ْبت َ خ َْا يف ايْ ُ لا ايحْلا يف ْشبْلا 64 Artinya : “Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan senantiasa bertaqwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat Q.S. Yunus : 62-64. Ulama sufi meyakini bahwa para wali mempunyai keistimewaan, seperti halnya mampu melihat hal-hal yang gaib yang tidak dimiliki oleh manusia kebanyakan lainnya. Allah Swt. dapat memberikan karomah ini kepada orang yang beriman, bertaqwa, dan beramal sholeh menurut yang dikehendaki-Nya Labib Mz Nur Lailah, 123. Karomah ini biasanya datang dari kekuatan Ilahiyah dan dari jiwa seseorang yang telah memancarkan suatu pengaruh serta hanya untuk mencari suatu keridhaan dari Allah Swt. 82 Hal-hal yang dialami oleh para wali ataupun manusia biasa, merupakan percikan mukjizat para nabi mereka. Umat Islam paling banyak dan paling besar karamahnya karena besarnya mukjizat nabi mereka dan besarnya kemuliaan beliau di sisi Allah Swt. Labib Mz Nur Lailah, 123. Adapun beberapa contoh orang-orang yang mendapatkan karomah di antaranya : 1. Kisah Umar bin Khathab r.a. yang menyeru kepada Sariyah bin Zunaim panglima perang yang diutus Umar dari atas mimbar di Madinah, sedangkan Sariyah sendiri tengah berada di Syam, tersentak mendengar seruan Umar dari Madinah itu. Kemudian ia segera memerintahkan pasukannya untuk segera merapatkan diri kegunung dan akhirnya pasukan muslim yang dipimpinnya selamat bahkan mampu berhasil memukul balik pasukan musuh Shekh Hafizh Hakimi, 2000 : 276. 2. Pada zaman Nabi Sulaiman a.s. ada seseorang yang sholeh yang telah memiliki suatu ilmu yang berasal dari kitab Taurat dan juga Zabur, dan orang yang sholeh ini mampu memindahkan singgasana Ratu Balqis yang dipindahkannya ke kerajaan Nabi Sulaiman a.s. dalam waktu yang begitu singkat, yaitu sebelum mata Nabi Sulaiman ini berkedip. Selain dua contoh di atas, masih banyak pula para wali yang mendapatkan karomah. Karomah ini memang identik dengan hal-hal yang tidak masuk dinalar. Akan tetapi, ia adalah nyata dan haqq, seperti halnya mukjizat para nabi, hanya saja bedanya jika mukjizat itu disertai dengan pengakuan kenabian nubuwwah, sedangkan pada karomah hal itu tidak ada. Karomah itu merupakan anugerah dari Allah kepada para hamba yang dicintai-Nya. Ia adalah buah dari mujahadah dalam memerangi hawa nafsu serta keistiqomahan seseorang dalam beribadah kepada Allah Swt. Namun sesungguhnya, karomah yang paling besar yang dipunyai oleh para wali itu adalah selalu mendapatkan pertolongan untuk taat dan patuh serta terjaga dari segala macam perbuatan yang berakibat dosa dan juga dari segala macam kemaksiatan dan juga pertentangan. Oleh karena itu, hendaklah kita mampu untuk dapat membedakan mana perbuatan yang dianjurkan oleh syari’at agama dan juga hokum-hukum tertentu dan mana perbuatan yang tidak dianjurkan oleh syari’at agama, agar kita mampu terlepas dari siksa ataupun laknat Allah, lebih-lebih siksa akhirat kelak. Maunah, berarti pertolongan. Maunah dapat pula diartikan sebagai suatu peristiwa atau kejadian yang luar biasa, ganjil ataupun kejadian aneh yang terjadi dan merupakan suatu bantuan sewaktu-waktu serta datangnya dengan secara tiba-tiba atas kehendak Allah Swt. Pada sekitar orang-orang atau 83 manusia biasa, baik itu orang muslim ataupun orang kafir dan itu bukan karena mantra, sihir, sulap ataupun sebab yang lainnya. Sebagai contohnya ialah : 1. Beberapa orang yang telah dinyatakan dalam kondisi selamat dan tidak mengalami luka sedikitpun setelah sebuah gedung runtuh karena tanah yang longsor, dimana beberapa bangunan telah terpendam di dalam tanah akibat longsoran tanah tersebut selama beberapa hari. Namun, ternyata atas izin dan kehendak Allah Swt. orang-orang tersebut selamat tanpa luka sedikitpun. 2. Pada tahun 1978 tepatnya tanggal 16 November, beberapa orang dari jama’ah haji tidak mengalami cidera sedikitpun ditubuhnya selamat, setelah pesawat yang ditumpanginya jatuh karena adanya badai juga petir ketika akan mendarat di lapangan Srilanka. Hal itu tentunya terjadi atas kehandak dari Allah Swt. , sehingga para jama’ah haji bisa selamat. Selain contoh diatas, tentunya masih banyak lagi kejadian-kejadian semacam itu yang terjadi di lingkungan diri kita sendiri, yang jelas Allah Swt. menghendaki yang demikian dan kita sebagai manusia biasa tak akan bisa untuk menolaknya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Iman kepada Nabi dan Rasul Allah adalah mempercayai dan meyakini bahwa Allah telah mengutus Nabi dan Rasul-Nya kepada umat manusia. Mereka bertugas menyampaikan segala apa yang diterima Allah dengan jalan wahyu. Berdasarkan wahyu tersebut, Nabi dan Rasul itu membimbing, memimpin, dan menunjukkan kepada umatnya kepada jalaan yang lurus shirath al-mustaqim untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Tugas para Nabi dan Rasul semuanya sama, yaitu menyampaikan ajaran tauhid mengesakan Allah. Tidak ada satu Nabi atau Rasulpun yang menyampaikan ajaran untuk mensekutukan Allah. 2. Sebagaimana disebutkan pada rukun iman yang lainnya bahwa keimanan seorang muslim tidak sah jika tidak beriman kepada Nabi dan Rasul. Dari mulai Nabi dan Rasul yang pertama yakni, Nabi Adam a.s. hingga NabiRasul yang terakhir, yakni Nabi Muhammad Saw. Sungguh Allah Swt. telah memilih dari ciptaan-Nya sebagai Rasul terpilih yang suci yang diberikan wahyu kepada mereka berupa syariat-Nya dan memberikan tugas kepada mereka untuk menyampaikannya kepada semua manusia, dan menlengkapi mereka dengan berbagai mukjizat untuk membujuk manusia dengan dakwah mereka. Allah berfirman adalam Al- Qur’an, yang artinya, “Allah memilih utusan-utusan-Nya dari malaikat dan manusia, sesung guhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat” QS : Al-Hajj, 84 ayat 75. Dalam ayat lain Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca keadilan supaya manusia dapat melaksanakan keadilan” QS : Al-Hadid, ayat 25. 3. Kita yakin bahwa para rasul-rasul Allah adalah manusia, mereka hidup seperti manusia biasa, makan minum, berkeluarga, sakit dan meninggal, tapi mereka adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dan unggul serta paling mulya di hadapan Allah Swt. Dan sungguh Allah telah melebihkan rasul-Nya yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad Saw. di atas para nabi dan rasul yang lain, dan mengutusnya kepada semua umat manusia, sesuai dengan Firman Allah, “Katakanlah wahai manusia, sesungguhnya aku adalah rasulullah yang diutus bagi sekalian manusia” QS Al- A’raf, ayat 158 dan dalam ayat lain “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” QS. Al-Ahzab, ayat 40. 4. Dalam Al-Qur’an istilah wali dapat kita lihat Firman Allah sebagai berikut yang artinya: “Allah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan cahaya iman. Dan orang-orang kafir, pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” QS : Al-Baqarah, ayat 257. Dan wali Allah adalah manusia shaleh yang dilindungi oleh Allah sebagaimana dalam Firman Allah : “Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan Kitab Al- Qur‟an. Dia melindungi orang- orang yang saleh” QS : Al-A’raf, ayat 196, serta karena memang Allah adalah pelindung bagi orang beriman, dan tidak ada pelindung bagi orang- orang kafir. Firman Allah yang artinya: “Yang demikian itu karena Allah Pelindung bagi orang-orang yang beriman; sedang orang-orang kafir tidak ada pelindung bagi mereka ” QS : Muhammad, ayat 11. 5. Karomah ini memang peristiwa yang sulit untuk diterima oleh akal pikiran manusia pada umumnya. Akan tetapi, karomah sering dijumpai dalam berbagai literatur keagamaan, termasuk dalam berbagai literatur agama- agama selain Islam. Sebagaimana Allah Swt. berfirman yang artinya : Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan senantiasa bertaqwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat QS. Yunus : 62-64 . Ulama sufi meyakini bahwa para wali mempunyai keistimewaan, seperti halnya mampu melihat hal-hal yang gaib yang tidak dimiliki oleh manusia kebanyakan lainnya. Allah Swt. dapat memberikan karomah ini kepada orang yang beriman, bertaqwa, dan beramal sholeh menurut yang dikehendaki-Nya. 85 6. Maunah adalah pertongan Allah yang diberikan kepada manusia yang dikehendaki oleh Allah. Maunah dapat pula diartikan sebagai suatu peristiwa atau kejadian yang luar biasa, ganjil ataupun kejadian aneh yang terjadi dan merupakan suatu bantuan sewaktu-waktu serta datangnya dengan secara tiba-tiba atas kehendak Allah Swt. pada sekitar orang-orang atau manusia biasa, baik itu orang muslim ataupun orang kafir dan itu bukan karena mantra, sihir, sulap ataupun sebab yang lainnya. 87

BAB VI IMAN KEPADA HARI KIAMAT

A. Pengertian dan Tanda-tanda Hari Kiamat.

1. Iman kepada Hari Akhir. Iman.P engertian Iman menurut bahasa adalah “percayameyakini”. Sedangkan Hari Akhir adalah hari dimana seluruh alam semesta akan hancur, dan ketentuan itu sudah ditetapkan oleh Allah Swt. Jadi, beriman kepada hari akhir adalah meyakini dan mempercayai bahwasanya hari akhir pasti akan tiba yang sesuai dengan keterangan-keterangan Allah melalui Firman-firman-Nya dalam Al-Qur ’an.Disebut hari akhir karena tidak ada lagi hari setelah hari itu. Beriman kepada hari akhir termasuk salah satu rukun iman yang keenam, kita wajib beriman pada suatu saat Allah akan menentukan hari kiamat atau hari akhir, yakni hancurnya alam semesta tanpa ada yang ketingalan sedikitpun, sebagai awal adanya alam akhiratAbu Bakar Jabir Al- Zairi,2003 : 76. Sesuatu yang telah dijanjikan oleh Allah pasti akan terjadi, sebagaimana Firman Allah : بقْلا يف ْنم ثعْبي هَ هنأ ا يف ْي َ ٌةيتآ ةعاهسلا هنأ 7 Artinya : “Dan sesungguhnya hari kiamat pasti akan datangnya dan bahwsanya Allah membangkitkan semua orang didalam kubur ” QS : Al- Hajj, ayat 7. Hari kiamat adalah hari kebangkitan manusia dari kubur, kemudian dihisab atau dihitung amal perbuatanya semasa hidupnya, amal baik memperoleh balasan baik, sedangkan amal jahat memperoleh balasan siksa.Pada hari itu merupakan hari penghisaban dunia yang sesudahnya tidak ada lagi dan sebagai awal hari akhirat yang ditunggu manusia, karena hari akhirat adalah hari kelanjutan dunia.Kapankah hari kiamat itu?H. Mahmud Suyuti, 1994 : 93.Sesugguhnya hanya Allah yang mengetahui. Kedahsyatan hari kiamat mampu meluluhlantakkan segala yang ada dialam semesta ini. Al-Quran telah memberikan gambaran dalam Al- Qur’an : ةع اقْلا 1 ةع اقْلا ام 2 ةع اقْلا ام ا ْدأ ام 3 ث ثْب ْلا ا فْلاك اهنلا ن كي ْ ي 4 88 Artinya : “Hari kiamat. Apakah hari kiamat itu? Taukah kamu apakah hari kiamat itu?Pada hari itu manusia seperti anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung seperti bulu yang dihamburkan ” QS : Al-Qoriah, ayat 1-4. Setelah semua makhluk mati dan hancur, maka digantikanlah dengan alam lain yang baru sama sekali, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran : اه قْلا حا ْلا هَ ا ب تا ا هسلا ضْ ْْا ْيغ ضْ ْْا ه بت ْ ي 48 . Artinya: “Pada hari itu bumi diganti dengan bumi lain, dan demikian pula langit diganti dengan langit yang lain. Mereka semuanya berkumpul dipadang masyar menghadap ke hadirat Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa ” QS : Ibrahim, ayat 48. 2. Macam-Macam Hari Akhir dan Tanda-tandanya. a. Kiamat Sughra kiamat kecil. Yaitu kehancuran, kematian atau berakhirnya kehidupan setiap makhluk yang bernyawa. Firman Allah Swt. dalam Al- Qur’an ناف ا ْيلع ْنم ُلك 26 ا ْك ْْا َجْلا كب هْج ىقْبي 27 Artinya : “Semua yang ada di bumi akan binasa. Dan tetap kekal Zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”QS : Ar- Rahman, ayat 26-17. Tanda-tanda kiamat shughra kecil, yang sebagian di antaranya sudah tampak dalam kehidupan sekarang ini: 1 Ajaran Islam kurang diperhatikan dan bahkan ditinggalkan oleh kaum Muslim. 2 Jumlah ulama ahli agama yang sesungguhnya semakin sedikit, sebaliknya banyak orang bodoh yang mengaku ulama dan menyesatkan umat. 3 Perzinahan dilakukan terang-terangan dan sudah menjadi suatu kebiasaan di masyarakat luas. 4 Begitu pula mabuk-mabukan yang banyak dilakukan seolah bukan perbuatan yang diharamkan. 5 Jumlah wanita semakin lebih banyak dibandingkan dengan pria, dan mereka sudah tidak malu lagi berpakaian setengah telanjang. 6 Banyak wanita yang berdandanberpenampilan seperti pria, begitu juga sebaliknya.