Aqidah Pengertian Tauhid, Aqidah dan Kalam

4 a. Menurut Hasan al-Banna ئاقعْلا ْ مَْا يه صي ْنا جي ْيتلها هن ْطت كبْلق ا ب نْ كت كسْف ا ْيلإ َ ْنع اًنْيقي ي طل اخيَ ٌ ْي هج ا ٌكش ه “Aqa‟id bentuk jamak dari aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini keberadaannya oleh hati mu, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu- raguan‟‟ Al-Banna, tt., hal. 465. b. Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy : ْيقعْلا ْنم ٌةع ْ ْجم يه , ْطفلْا عْ هسلا ,لْقعلْاب ة هلس لْا ةهيه بلْا قحلْا اياضق اهدْ ج ب اًع اق ,ا تهحصب اًم اج ْ ص ا ْيلع ينْثي ,هبْلق ناسْ َْا ا ْيلع قْعي ا تْ بث ُحصي هه ا ا ف َخ يَ اً بأ نْ كيْ ا “Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum axioma oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah, yakni kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebena ran itu” Al-Jazairy, 1978, hal. 21. Lebih janjut untuk memahami kedua definisi di atas kita perlu mengemukakan beberapa catatan tambahan sebagai berikut: Ahmad Hanafi, Teologi Islam Ilmu Kalam. Bulan Bintang. Jakarta: 2001, h 32. 1. Ilmu itu terbagi menjadi dua: pertama ilmu dharuri, kedua ilmu nazhari. Ilmu yang dihasilkan oleh indera, dan tidak memerlukan dalil disebut ilmu dharuri sedangkan ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian disebut ilmu nazhari. 2. Setiap manusia memiliki naluri fitrah mengakui kebenaran bertuhan, indera untuk mencari kebenaran, akal akan menguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk menjadi pedoman menentukan mana yang benar dan mana yang salah. 3. Keyakinan tidak boleh bercampur sedikitpun dengan keraguan. 4. Aqidah harus mendatangkan ketenteraman jiwa. 5. Bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala sesuatu yang bertentangn dengan kebenaran itu. 6. Tingkat keyakinan aqidah seseorang akan sangat bergatung kepada tingkat pemahamannya terhadap dalil. 5

3. Kalam

Secara etimologis bahasa kalam adalah ilmu yang membicarakan atau membahas tentang masalah ke-Tuhananketauhidan meng-Esakan Tuhan, atau kalam menurut bahasa ialah ucapan atau perkataan Abdul Razak, 1959 : 27, yaitu sabda bagi Rasulullah Saw. dan atau Firman bagi Allah Swt. Dengan demikian, ilmu kalam berarti ilmu yang lebih banyak membahas tentang Firman Allah Swt., dalam hal ini al- Qur’an. Sedangkan menurut istilah para Mutakallimin, Ilmu Kalam ialah sebagai berikut: a. Menurut Ibnu Khaldun, Ilmu Kalam ialah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepecayaan aliran golongan salaf dan ahli sunah. b. Menurut Husain Tripoli, Ilmu Kalam ialah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan-kepercayaan keagamaan agama Islam dengan bukti-bukti yang meyakinkan. c. Menurut Syekh Muhammad Abduh definisi Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib bagi-Nya, sifat-sifat yang jaiz bagi-Nya dan tentang sifat-sifat yang ditiadakan dari-Nya dan juga tentang rasul-rasul Allah baik, mengenai sifat wajib, jaiz dan mustahil dari mereka. d. Menurut Al-Farabi definisi Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang membahas Dzat dan Sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin Islam. e. Menurut Musthafa Abdul Razak, Ilmu Kalam ialah ilmu yang berkaitan dengan akidah imani yang dibangun dengan argumentasi-argumentasi rasional.

B. Ruang Lingkup Tauhid, Aqidah dan Kalam

1. Tauhid a. Tauhid Rububiyah Tauhid al-Rububiyah adalah diambil dari salah satu nama Allah al-Rabb, yang memiliki beberapa makna, yaitu: pemeliharaan, pengasuh, pendamai, pelindung, penolong dan penguasa Abd Al- ‘Aziz Al– Muhammad As-Salman, 1986 : 23. Secara umum, Tauhid Rububiyah dapat diartikan dengan: mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai, 6 memberikan rizki, mengurusi makhluk, dan lain-lainnya, yang semuanya itu hanya Allahlah yang mampu diatas dunia alam semesta ini. Begitu juga semua orang meyakini dan mengakui adanya tuhan Rabb yang menciptakan, menguasai, dan lain-lainnya. Setelah mengetahui bahwa pencipta kita adalah Allah Swt, dan bahwa keberadaan dan managemen kita hanya berada di tangan-Nya, kita juga harus percaya bahwa tak seorangpun selain Dia yang mempunyai hak untuk memerintah dan membuat hukum bagi kita. Yang dimaksud dengan hal ini ialah bahwa alam raya ini diatur oleh mudabbir pengelola, pengendali tunggal, tak ada sekutu oleh siapa dan apa pun dalam pengelolaan dan pen-tadbiran-Nya. Dialah Allah Rabb Mahasuci Dia pengelola alam semesta ini. Adapun pentadbiran pengelolan oleh para malaikat serta semua sebab lantaran yang saling berkaitan, tidak lain adalah atas perintah-Nya. Hal ini berlawanan dengan pendapat sebagian kaum musyrikin yang percaya bahwa yang berkaitan dengan Allah Swt. hanyalah perbuatan penciptaan dan pengadaan awal mula pertama saja, sedangkan pentadbiran dan pengaturan segala jenis makhluk dan benda di atas bumi ini selanjutnya diserahkan sepenuhnya kepada benda-benda langit, malaikat, jin, serta maujudat spiritual yang diperankan oleh berhala-berhala yang disembah. Jadi, menurut mereka tidak ada sangkut paut Allah dalam hal pentadbiran dan pengelolaan urusan segalanya. Akan tetapi, secara jelas dan terang Al-Quran menegaskan bahwa Allah adalah sang pengatur dan pengelola al-Mudabbir bagi alam semesta, maka yang demikian itu semata-mata atas izin dan perintah-Nya. Dalam hal ini Allah Swt. berfirman : ْ عْلا ىلع تْسا همث اهيأ ةهتس يف ضْ ْْا تا ا هسلا قلخ هلا هَ مكهب هنإ هل َأ ْمْب تا هخسم جُنلا قْلا ْ هشلا اًثيثح هبلْطي ا هنلا لْيهللا يشْغي ْم ْْا قْلخْلا ني لاعْلا ُ هَ ابت 54 Artinya: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Swt. yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia menguasai di atas arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat dan diciptakan –Nya pula matahari, bulan dan bintang, yang semuanya tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah hal Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam” QS. Al-A’raf : 54. Maka dalam hal ini, siapapun yang memiliki pengetahuan, walaupun sedikit, tentang ayat-ayat Al-Quran, pasti mengetahui manakala Allah Swt. menisbahkan banyak dari perbuatan atau tindakan kepada diri-