Praktik Pengasuhan Anak dan Motif Agresi Anak

182 termotivasi. 29 Sementara, motivasi pada dasarnya adalah suatu construct. 30 Sehubungan dengan itu, maka agresi dapat dikonsepsikan sebagai suatu motif yang mempunyai tujuan. 31

C. Praktik Pengasuhan Anak dan Motif Agresi Anak

Keluarga merupakan wadah utama pendidikan karakterpembinaan kepribadian. Tingkah laku agresi adalah fenomena universal yang ditemukan pada setiap tahap perkembangan kepribadian. Sementara kepribadian melalui tingkah laku yang nyata overt behavior adalah fenomena yang dihadapi dalam kehidupan sehari–hari. Dalam kehidupan sehari–hari, tingkah laku agresif tidak hanya semata–mata muncul pada situasi yang penuh dengan konflik serta ketegangan emosional tetapi juga dalam lingkungan pertemuan sosial yang sebetulnya bermaksud untuk lebih meningkatkan konformitas dan ikatan relasi sosial. Dalam situasi demikian, tidak jarang timbul keadaan yang mengundang rasa marah seseorang atau sekelompok orang yang dapat berakibat mengganggu ketenangan dan bahkan bisa sampai terjadi perdebatan. Akibatnya bisa muncul tingkah laku agresif. Namun tidak jarang pula, walaupun ada peningkatan kecenderungan untuk menyerang dalam diri seseorang tetapi tidak jadi diekspresikan atau dimunculkan. Menurut Kornadt 32 , yang dimaksud dengan praktek pengasuhan anak adalah segala macam bentuk perlakuan atau sikap orang tua terhadap anak, 29 Carlson, N.R. Discovering Psvchology. USA : Allyn and Bacon, Inc, 1988, hal. 487. 30 Atwater, E., Psychology of Adjustment, Seconnd Edition, USA : Printice-Hall, Inc, 1983, hal. 23 31 Kornadt,H.J Eckensberger, LH, Emminghaus. WB, Cross-cultural research on motivation and its contribution to a general theory of motivation.In triandis, HC Lonner Handbook of cross, c 6 Kornadt, H.J. Development Of Aggressiveness : Motivation Theory Perspective. In R.M. Kaplan, VJ. Konecni, R.W. Novaco Eds. Aggression in Chilldren an Youth. The Hogue : Martinus Nijhoff Publishers. 1984, hal. 74 32 Lihat Kornadt dalam Ponpon Harahap. Sistem Motif Agresif : Studi mengenai Pembentukan Sistem Motif Agresi pada Remaja Batak toba di tempat asal dan di Jakarta sebagai Implikasi Pengaruh Adat dalam Praktik Pengasuhan Anak. Disertasi. Bandung ; Unisversitas Padjajaran. 1987, hal. 15 183 yang didasari oleh nilai serta tujuan keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Kornadt membuktikan bahwa ada hubungan antara agresivitas remaja dengan perlakuan ibu terhadap anak. 33 Bahkan sejumlah penelitian menemukan bahwa perlakuan ibu terhadap anak maternal style merupakan salah satu prediktor utama bagi tingkah laku agresif remaja. 34 Hasil penelitian Kornadt yang menggunakan alat ukur Saarbrucken Aggression Scale SAS-Kornadt, memperlihatkan bahwa terdapat sejumlah korelasi yang positif dan signifikan antara praktik pengasuhan anak dengan kedua komponen sistem motif agresi. Dalam praktik pengasuhan anak, sebagai proses interaksi antara individu dan lingkungan, segala macam bentuk perlakuan atau sikap baik dari ibu maupun ayah terhadap anak yang didasari oleh nilai dan tujuan keluarga, dapat mempengaruhi perkembangan motif agresi yang ada di dalam diri anak 35 Menurut Kornadt, 36 praktik pengasuhan anak yang berkaitan dengan pembentukan sistem motif agresi pada anak remaja, terdiri dari lima aspek, yakni aspek a control, b rejection – hostility, c support, d affection – care, dan e value – orientation. Kornadt juga mengemukakan bahwa kelima aspek praktik pengasuhan anak tersebut menampilkan dua belas macam bentuk perlakuan atau sikap orang tua terhadap anak, yaitu : 1 pemberian hukuman sanksi yang sifatnya negatif, 2 sikap dingin, 3 sikap bermusuhan tidak bersahabat, 4 sikap tidak mempercayai segala tingkah laku anak, 5 sikap yang selalu menganjurkan anak untuk bergantung pada kebaikan orang lain, 6 sikap 33 Durkin, K. Development Social Psychology, Great Britain : T.J. Press Ltd. 1995, hal. 425. 34 Durkin, K. Development Social Psychology, Great Britain : T.J. Press Ltd. 1995, hal 425. 35 Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981b. Hal. 12. 36 Lihat Kornadt dalam Ponpon Harahap. Sistem Motif Agresif : Studi mengenai Pembentukan Sistem Motif Agresi pada Remaja Batak toba di tempat asal dan di Jakarta sebagai Implikasi Pengaruh Adat dalam Praktik Pengasuhan Anak. Disertasi. Bandung ; Unisversitas Padjajaran, 1987 184 yang selalu mendorong anak untuk berprestasi lebih baik dari orang lain, 7 mengarahkan anak agar bertindak sesuai dengan norma atau nilai yang ada pada dirinya, 8 menimbulkan perasaan cemas anak, 9 pemberian hukuman sanksi yang sifatnya positif, 10 menunjukan kehangatan pada anak, 11 menumbuhkan kepercayaan anak terhadap orang lain sebagai tempat untuk bergantung, dan 12 menunjukkan anak bagaimana harus bertindak sesuai dengan norma atau nilai yang ada di lingkungannya. Kedua belas macam bentuk perlakuan atau sikap orang tua dalam praktik pengasuhan anak tersebut, secara hipotesis telah dikelompokkan menjadi dua aspek utama oleh Kornadt, yaitu 1 praktik pengasuhan anak oleh orang tua yang meningkatkan motif agresi anak remaja dan 2 praktik pengasuhan anak oleh orang tua yang meningkatkan hambatan agresi anak remaja. Sikap orang tua mempunyai pengaruh yang kuat tidak hanya pada hubungan keluarga, namun juga pada perkembangan sikap dan tingkah laku anak, termasuk tingkah laku agresi. Sikap orang tua yang menolak anak, dapat meningkatkan motif agresi anak dan pembentukkan berbagai isyarat yang berkaitan dengan rasa yang tidak menyenangkan strong displeasure seperti rasa permusuhan atau frustrasi. Sedangkan sikap menerima dan hangat dari orang tua sejak dini, akan mengurangi rasa yang tidak menyenangkan dan menjadikan anak percaya pada dunia sekitarnya sehingga si anak merasa aman dan tidak mudah curiga dalam menjalin hubungan dengan lingkungannya. Pada tingkat usia selanjutnya bila kehangatan dari orang tua muncul dalam bentuk sikap memberi kebebasan, maka hal ini dapat meningkatkan motif agresi. Dengan sikap ini terlalu banyak peluang diberikan pada anak dalam mendapatkan insentif positif untuk agresi. Menurut Kornadt, intensitas tergugahnya rasa yang tidak menyenangkan merupakan elemen yang penting dalam agresi. Telah dinyatakan bahwa ketika frustrasi dialami biasanya saat itulah kesempatan bagi rasa yang tidak menyenangkan atau kekesalan muncul. Dan juga kesempatan baginya untuk belajar mengekspresikan rasa kesalnya. Kondisi yang menunjang hal ini adalah 185 cara pengasuhan seperti afeksi, kehangatan, dan dukungan. Apabila seorang anak kurang mendapatkan kasih sayang dan dukungan orang tua maka ia akan frustrasi lalu merasa kesal dan agresivitasnya berkembang. Pembentukan interaksi yang positif antara anak dan orang tua yang mengasuhnya akan memberikan perkembangan agresi yang rendah. Hukuman, dalam metode praktik pengasuhan anak bisa menjadi faktor yang meningkatkan perkembangan motif agresi. Namun pada kondisi yang khusus dapat mendukung perkembangan hambatan agresi yang tinggi. Menurut Kornadt 37 , praktik pengasuhan anak yang berkaitan dengan pembentukkan sistem motif agresi, terdiri dari lima aspek, yakni a control, b rejection-hostility, c support, d affection-care, dan e value orientation. Kelima aspek praktik pengasuhan anak tersebut menampilkan dua belas macam bentuk perlakuan atau sikap orang tua terhadap anak, yaitu : 1 Pemberian hukuman atau sanksi dalam bentuk negatif, yaitu menghukum anak dengan cara mengambil barang-barang yang disukai anak, menarik kembali hadiah dan hak-hak istimewa yang telah diberikan atau dijanjikan, dan memberikan hukuman fisik.; 2 Sikap dingin, yaitu orang tua sering memikirkan diri sendiri, tidak menaruh kepedulian terhadap perasaan dan kebutuhan anak, dan merasa senang apabila berpisah sebentar dengan anak; 3 Sikap bermusuhan atau tidak bersahabat, yaitu sering mempermalukan anak, sering tidak setuju dengan apa yang dilakukan anak, suka mencari kesalahan anak, tidak cepat melupakan kesalahan anak, membuat anak merasa tidak dicintai; 4 Sikap tidak mempercayai segala tingkah laku anak, yaitu sering mencurigai anak, terlalu banyak aturan, selalu mengawasi anak, sering melupakan janji, berusaha agar anak tahu persis kemauan orang tua; 37 Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981. Hal. 12. 186 5 Sikap yang selalu menganjurkan anak untuk bergantungpada kebaikan orang lain, yaitu tidak sudi berbicara dengan anak bila kecewa, sering mengungkit kebaikan yang telah dilakukan untuk anak, bergantung pada tingkah laku anak yang dianggap baik; 6 Sikap yang selalu mendorang anak untuk berprestasi lebih baik dari orang lain, yaitu hanya memberikan waktu yang sedikit pada anak untuk bermain, menekankan pentingnya kerja keras untuk meraih kebahagiaan, melarang banyak keinginan anak, menganggap anak kalah cerdas, menganggap keberhasilan studi adalah tujuan hidup; 7 Mengarahkan anak agar bertindak sesuai dengan norma atau nilai yang ada pada dirinya, yaitu membiarkan anak mencari jalan sendiri walaupun mengganggu kepentingan keluarga, melatih anak agar mampu mempunyai pendirian sendiri, dan mampu mengemukakan pendirian serta mempertahankan kepentingan diri sendiri; 8 Menimbulkan perasaan cemas anak, yaitu sering menakut-nakuti anak, sering melepaskan kemarahan pada anak, berpendirian bahwa setiap kesalahan anak harus dihukum, menganggap semua hal yang sifatnya seksual tidak baik; 9 Pemberian hukuman atau sanksi yang sifatnya positif, yaitu memberi hadiah jika anak berkelakuan baik, sering memberikan pujian kepada anak, sering menceritakan kebaikan anak, membantu anak dalam tugas-tugas sederhana, dan suka membantu anak dalam merencanakan sesuatu; 10 Memperlihatkan kehangatan pada anak, yaitu berbicara dengan anak secara hangat dan ramah, membuat suasana nyaman di rumah bagi anak, anak merupakan sesuatu yang berarti bagi orang tua, lebih senang bersama anak di rumah daripada pergi bersama teman-teman, mengorbankan rencananya untuk melakukan sesuatu bersama anak; 11 Menumbuhkan kepercayaan anak terhadap orang lain sebagai tempat untuk bergantung, yaitu membela anak jika si anak bertengkar dengan anggota keluarga, berusaha agar anak tidak dihukum terlalu keras, lebih mementingkan 187 kebahagiaan anak daripada prestasi anak, mendampingi anak bila anak menghadapi masalah, menghibur anak bila anak sedang sedih, memperlakukan anak secara tanggung jawab; 12 Menunjukkan pada anak bagaimana harus bertindak sesuai dengan norma atau nilai yang ada di lingkungannya, yaitu mengajar anak untuk tenggang rasa dan ramah terhadap semua orang, tujuan utama mendidik adalah agar anak menjadi pribadi yang tulus dan jujur, mengajar anak untuk dapat mengorbankan kepentingan sendiri demi kepentingan masyarakat, mengajar anak mampu bertingkah laku sesuai anggota keluarga. Kedua belas macam perlakuan atau sikap orang tua terhadap anak di atas, secara hipotesis telah dikelompokkan menjadi dua kategori utama praktik pengasuhan anak, yaitu: 1 Praktik pengasuhan anak yang mendukung perkembangan motif agresi yaitu meningkatkan agresivitas anak, dan 2 Praktik pengasuhan anak yang mendukung perkembangan hambatan agresi yaitu menghambat agresivitas anak. Sikap orangtua akan mempengaruhi cara perlakuan orangtua terhadap anak dan sebaliknya akan mempengaruhi sikap anak terhadap orangtua serta bagaimana anak bertingkah laku. Pada dasarnya, hubungan orangtua dan anak tergantung pada sikap orangtua. Bila sikap orangtua menyenangkan, hubungan orangtua dan anak pun akan jauh lebih menyenangkan daripada bila sikap orangtua tidak menyenangkan. Beberapa kasus mal adjustment kurang mampu menyesuaikan diri pada anak-anak maupun dewasa ditemukan berasal dari keluarga dimana hubungan orangtua dan anak pada masa awal yang tidak menyenangkan yang berkembang karena sikap orangtua, meskipun terselubung dalam tingkah laku yang menggambarkan sikap menyenangkan, namun sebenarnya tidak menyenangkan. 188 Pentingnya sikap orangtua pada hubungan keluarga berasal dari fakta yang menunjukkan bahwa hubungan yang terbentuk itu cenderung menetap. Bila hubungan orangtua anak menyenangkan, maka semuanya akan berjalan baik. Tetapi bila sikap orangtua tidak baikmenyenangkan, hal ini cenderung akan menetap, sekalipun dalam bentuk terselubung, dan akibatnya hubungan orangtua dan anak akan tetap demikian hingga dewasa. Sikap orangtua mempunyai pengaruh yang kuat tidak hanya pada hubungan keluarga, namun juga pada sikap dan tingkah laku anak, termasuk tingkah laku agresi. Misalnya sikap orangtua yang menolak anak, dapat meningkatkan motif agresi dan pembentukan berbagai isyarat yang berkaitan dengan rasa tidak enak seperti rasa permusuhan atau frustrasi. Sedangkan sikap menerima dan hangat dari orangtua sejak dini, akan mengurangi rasa tidak enak dan mencegah anak untuk tidak mempercayai orang lain, juga mencegah rasa terancam dan curiga terhadap hubungan individu dan lingkungannya. 38 Pada tingkat usia selanjutnya, bila kehangatan dari orangtua muncul dalam bentuk sikap memberi kebebasan, maka hal ini dapat meningkatkan motif agresi. Dengan sikap ini terlalu banyak kesempatan diberikan pada anak dalam mendapatkan imbalan yang positif untuk agresi. Menurut Kornadt 1982, intensitas tergugahnya excitability rasa tidak enak merupakan elemen yang penting dalam agresi. Telah dinyatakan bahwa ketika frustrasi dialami biasanya saat itulah kesempatan rasa tidak enak muncul. Dan juga kesempatan baginya untuk belajar mengekspresikan rasa tidak enaknya. Kondisi yang menunjang keadaan ini adalah nurturance pengasuhanperawatan seperti afeksi, kehangatan, dukungan, misalnya pada saat kanak-kanak yaitu hubungan antara ibu dan anak dan hubungan sosial lainnya. Bila ini kurang, seorang anak akan frustrasi, merasa tidak enak dan keagresifan pun akan berkembang. Kondisi ini juga akan mengembangkan bagaimana seseorang penuh percaya memandang dunianya, dimana hal ini akan menjadi dasar perkembangan 38 Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981. Hal. 12-20 189 pola-pola atribusi sifatwatak yang positif, dan pembentukan interaksi yang positif antara anak dan yang merawat antara anak dengan kelompok teman sebaya;dan hal ini akan memberikan perkembangan agresi yang rendah. 39 Hukuman, dalam metode praktek pengasuhan, bisa merupakan faktor yang meningkatkan agresi; hal ini berlaku bagi semua golongan usia. Pada kondisi yang spesifikkhusus dapat mendukung perkembangan hambatan agresi yang tinggi. Hukuman punishment merupakan penghambat tingkah laku seseorang dan perlu memperhatikan mengenai frustrasi sebelum diterapkan di sini. Selain itu, hukuman menekankan konflik keinginan atau tujuan antara anak dan yang memberi perawatan, dimana orang dewasa suka menggunakan force kekuatan, dan biasanya berhasil. Jadi hukuman merupakan model dari agresi. Akhirnya seseorang dapat melihat bahwa dalam hukuman seringkali disertai dengan ekspresi kemarahan dan tindak kekerasan terhadap orang yang dihukum. Hal ini menimbulkan gambaran umum kognitif dan afektif dari hostile rasa permusuhan, dunia merupakan ancaman dimana orang lain bisa dianggap berbahaya. Bila hukuman mengikuti keberhasilan menggunakan agresi hal ini dapat diasumsikan bahwa hambatan agresi akan timbul. Consistency ketetapandalam menjalankan aturan dan kejelasan mengenai standard tingkah laku akan menghambat perkembangan keagresifan. Anak-anak ingin mengerti dunia dan mengembangkan kemampuannya.Bila tuntutan dan tanggungjawab tidak jelas, adaptasi yang tepat akan sulit untuk dilaksanakan: misalnya ia berulang-ulang mengalami kegagalan dan frustrasi yang tidak dipahaminya. Disamping itu bila aturan tingkahlaku yang dijalankan tidak konsisten, hal ini cenderung menimbulkan karakter frustrasi. Tetapi di bawah kondisi yang lain seperti rasa aman dan kepuasan, ia mungkin dapat melakukan adaptasi yang positif. Dilain pihak bila terlalu banyak aturan, anak-anak dibatasi 39 Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981. Hal. 12-20 190 segala sesuatunya kemungkinan aturan tersebut akan dilanggar dan sangsi negatif yang diperolehnya akan bertambah kemungkinan terjadi frustrasi. 40 Ringkasnya, yang dimaksud dengan praktek pengasuhan anak adalah proses sosialisasi yang diperoleh anak melalui sikap maupun nilai yang diberikan oleh orangtuanya. Dalam keluarga, seorang anak akan belajar mengenai berbagai macam pola tingkah laku, dan pola tingkah laku itulah yang akan ia tampilkan dalam menghadapi lingkungan sosialnya. Misalnya, praktek pengasuhan dalam keluarga ditandai dengan kebebasan tanpa batas, dimana orang tua tidak pernah memberi aturan dan pengarahan, akibatnya anak akan berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, tidak peduli apakah hal itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. Satu hal penting dicatat adalah adanya fakta empirik yang mendukung kenyataan bahwa pembentukan motif agresi merupakan hasil dari praktik pengasuhan anak. Dengan perkataan lain, motif agresi anak berkembang sejalan dengan perlakuan yang didapat dari praktik pengasuhan anak. 40 Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981. Hal. 12-20 191 BAB VII PERBANDINGAN TEORI AL-GHAZALI DAN TEORI KORNADT Membandingkan teori Al-Ghazali dan teori Kornadt dalam hal pengembangan karakter melalui pendidikan keluarga adalah suatu hal yang menarik. Titik temu dari kedua teori tersebut secara mendasar terletak pada pemikiran tentang pengembangan karakter anak agresifnon agresif kaitannya dengan perlakuan orang tua ayah dan ibu. Konsep Tazkiyat al-Nafs dari Al-Ghazali merupakan suatu pemikiran psikologis disebabkan pandangannya tentang jiwa selalu dikaitkan pengembangan tingkah laku baik itu tingkah laku sebagai individu, anggota keluarga, warga masyarakat, maupun warga dunia, yang kesemua tingkah laku tersebut merupakan cerminan dari derajat tingkah laku taat kepada Tuhan . Dengan demikian, terbuka peluang untuk membandingkan teori Al-Ghazali dan teori Kornadt melalui pendekatan psikologis. Setelah mengkaji teori Al-Ghazali lihat Bab V dan teori Kornadt lihat Bab VI maka penulis berpendapat ada beberapa hal yang dapat dibandingkan di antara kedua teori dimaksud. Adapun pokok-pokok pemikiran yang akan dibandingkan adalah tema tentang 1 sistem motif, 2 interaksionisme, 3 orientasi nilai, 4 rasa marah, dan 5 aspek praktek pengasuhan anak. 192

A. Sistem Motif sebagai Penggerak Tingkah Laku Teori Al-Ghazali sistem