90
BAB IV
TINJAUAN UMUM MOTIF, AGRESI, DAN PRAKTIK PENGASUHAN ANAK DALAM
PERSPEKTIF PSIKOLOGI
A. Remaja dan Perkembangan Perilaku Remaja
Sekalipun istilah remaja cukup dikenal dalam bahasa sehari-hari, terbukti cukup sukar untuk mendefinisikan secara tepat. Di Indonesia, penggunaan istilah
“remaja” merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa Inggris “adolescent” yang berasal dari kata Latin yaitu “adolescere” yang berarti tumbuh atau tumbuh
menuju ke tahap kematangan.
1
Tidak mudah untuk memberikan batasan usia remaja secara tegas dan berlaku untuk semua bidang kehidupan yang terkait. Hal
ini tergambar dari ketidakpastian kapan tanda-tanda kedewasaan fisik itu muncul dan kapan pencapaian kedewasaan secara menyeluruh itu dapat diketahui.
Pencapaian kematangan seksual sebagai tanda awal kedewasaan terjadi secara bervariasi.
Selain itu, di Indonesia, secara hukum tidak ada kesatuan pandang mengenai batasan umur remaja. Menurut ketentuan pasal 330 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, yang termasuk kategori belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai usia 21 tahun. Sementara dalam Kitab Undang-Undang
1
Rogers, Dorothy. Adolescent and youth. Fifth Edition London: Prentice Hall Inc., 1985, hal. 5
91 Hukum Pidana KUHP terdapat beberapa batasan umur tentang anak belum
dewasa, seperti pasal 45 dan 72 yang menggunakan batas usia 16 tahun; pasal 283, 17 tahun; dan pasal 287–293 memakai batas usia 15 tahun.
Pembagian masa remaja menurut Konopka dan Pikunas
2
; sebagai berikut : 1.
Masa remaja awal, rentang usia 12 – 14 tahun. 2.
Masa remaja pertengahan, rentang usia 15 – 18 tahun. 3.
Masa remaja akhir, rentang usia 19 – 22 tahun. Sedangkan menurut Sarlito W. Sarwono
3
batasan usia khusus remaja Indonesia yaitu antara 11–24 tahun. Menurut Louvinger remaja akhir adalah usia
18–21 tahun
4
. Masa remaja merupakan peralihan dari anak-anak menuju dewasa, baik
secara jasmani maupun rohani. Tahapan ini sangat menentukan bagi pembentukan pribadi remaja. Masa ini juga dikenal dengan istilah Pancaroba ,
karena si anak memasuki masa transisi dari periode anak ke periode dewasa, terjadi berbagai perubahan dri aspek fisik biologis, mental emosional dan
psikososial yang cepat sehingga mempengaruhui kehidupan remaja sebagai individu maupun lingkungan keluarga dan masyarakat. Ketidak siapan para
remaja menghadapi perubahan yang terjadi akan menimbulkan kesulitan bagi remaja.
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode perkembangan sebelum dan sesudahnya.
5
Ciri-ciri tersebut sebagai berikut :
2
Lihat Konopka dan Pikunas dalam Rogers, Dorothy. Adolescent and youth. Fifth Edition London: Prentice Hall Inc., 1985, hal. 6.
3
Sarwono, Sarlito W. Psikologi remaja. Jakarta : Rajawali,1989, hal.14
4
Lihat Louvinger dalam Sprinthall, Norman A. Andrew Collins, Adolescent Psychology : A Developmental view, First Edition, New York : Newbery Award Records, Inc., 1984, hal.163.
5
Hurlock, E. B. Developmental psychology. Fifth edition. India : McGraw-Hill, Inc., 1980, hal.223-224.
92 Masa remaja adalah periode yang penting. Walaupun semua periode dalam
rentang kehidupan adalah penting, namun kadar kepentingannya berbeda-beda. Ada beberapa periode yang lebih penting daripada beberapa periode lainnya,
karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku, dan ada lagi yang lebih penting karena akibat-akibat jangka panjangnya. Pada masa remaja, baik
akibat langsung maupun akibat jangka panjang tetap penting. Ada periode yang penting karena akibat fisik dan ada lagi karena akibat psikologis. Sedangkan pada
periode remaja keduanya sama penting. Masa remaja adalah periode peralihan. Beralih dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa, bukan lagi sebagai seorang anak namun belum diperlakukan sebagai seorang dewasa oleh masyarakat. Dalam setiap periode peralihan, status
individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Masa remaja adalah periode perubahan. Tingkat perubahan dalam sikap dan
perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan sikap dan
perilaku juga berlangsung pesat. Ada lima perubahan yang dialami para remaja yang hampir bersifat universal, yaitu 1 perubahan fisik, minat dan pola perilaku
terutama peran sosial, 2 meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi, 3 perasaan labil yang
kuat dikarenakan perubahan-perubahan pesat yang menyertai kematangan fisiologis, 4 perubahan sikap terhadap nilai-nilai, dan 5 lebih bersikap
ambivalen. Masa remaja adalah periode bermasalah. Setiap periode mempunyai
masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah pada masa remaja seringkali lebih sulit. Terdapat dua alasan mengapa hal tersebut dapat terjadi. Pertama, sepanjang
masa kanak-kanak, sebagian besar masalah diselesaikan oleh orang tua dan para guru sehingga kebanyakan para remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi
masalah. Kedua, karena para remaja menginginkan rasa bebas sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan para guru.
93 Karena ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut
cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka
6
. Masa remaja adalah masa mencari identitas. Menurut Erikson,
perkembangan identitas berhubungan dekat dengan tingkah laku antisosial. Seorang remaja yang tidak memiliki rasa identitas yang kuat strong sense of
identity cenderung melakukan delikuensi
7
Dari karakteristik umum masa remaja di atas, dapat dikatakan bahwa pada umumnya para remaja bersifat ingin bebas, mandiri, kritis, emosional akibat dari
perubahan fisiologis, bingung akan status sosial, ragu dalam menentukan peran sosial, labil, dan memiliki peluang besar untuk bertindak agresif.
Perkembangan Perilaku
Hasil studi Pavlov mengenai refleks-refleks memberikan kontribusi keilmuan yang sangat berperan dalam psikologi dan merupakan dasar
perkembangan aliran psikologi behaviorisme. Pandangannya yang paling penting adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks-
refleks belaka. Karena itu, untuk mempelajari aktivitas psikis psikologi maka cukup dengan hanya mempelajari refleks-refleks. Pandangan ini dijadikan dasar
pandangan pula oleh JB Watson di Amerika Serikat dalam aliran Behaviorisme.
8
Penemuan Pavlov yang sangat menentukan dalam sejarah psikologi adalah hasil penyelidikannya tentang refleks berkondisi Conditioned Reflex. Dengan
penemuannya ini Pavlov meletakkan dasar-dasar bagi penelitian-penelitian
6
Hurlock, E. B. Developmental Psychology. Fifth edition. India : McGraw-Hill, Inc., 1980, hal. 224.
7
Lihat Erikson dalam Adams, G.R. Gullotta, T. Adolescent Life Experiences. USA : Wadsworth, Inc, 1983, hal. 392.
8
Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi, Cet.Ketiga, Jakarta : Bulan Bintang, 2000, hal. 103-106
94 mengenai proses belajar dan pengembangan teori-teori belajar. Berdasarkan
eksperimen yang dilakukan Pavlov dapat disimpulkan bahwa tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada refleks berkondisi, yaitu refleks-refleks yang
terjadi setelah adanya proses kondisioning conditioning process di mana refleks-refleks yang tadinya dihubungkan dengan rangsang-rangsang tak
berkondisi lama-kelamaan dihubungkan dengan rangsang berkondisi. J.B. Watson berpendapat bahwa psikologi haruslah menjadi ilmu yang
objektif, karena itu ia tidak mengakui adanya kesadaran yang hanya dapat diteliti melalui metode instropeksi. Ia berpendapat bahwa metode instropeksi tidak
objektif dan ini berarti metode instropeksi tidak ilmiah. Acap kali Watson disebut sebagai “naive behaviorist”.
9
Kenaifannya nampak misalnya pada pendapatnya bahwa psikologi harus dipelajari seperti orang mempelajari ilmu pasti atau ilmu
alam. Karena itu psikologi harus dibatasi dengan ketat pada penyelidikan- penyelidikan tentang tingkah laku nyata saja yang disebut overt behavior. Di
samping itu, ada pula tingkah laku yang tidak nampak dari luar, tidak kelihatantersembunyi, seperti berpikir dan beremosi. Tingkah laku yang tidak
nyata ini disebut covert behavior. Behaviorisme tidak menutup kemungkinan untuk mempelajari tingkah laku
tersembunyi ini, selama tingkah laku tersembunyi itu dapat diterangkan dalam gerakan-gerakan implisit implicite movement. Berpikir misalnya menurut
Watson tidak lain adalah gerak bicara yang implisit implicite speech. Dalam bidang pendidikan pengaruh Watson juga cukup penting. Ia menekankan
pentingnya pendidikan dalam perkembangan tingkah laku. Ia percaya bahwa dengan memberikan proses kondisioning tertentu dalam proses pendidikan, ia
bisa membuat seorang anak mempunyai sifat-sifat tertentu. Pengaruh Watson yang lain adalah dalam psikoterapi, yaitu dengan digunakannya teknik
9
Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi, Cet.Ketiga, Jakarta : Bulan Bintang, 2000, hal.109-111.
95 kondisioning untuk menyembuhkan kelainan-kelainan tingkah laku. Misalnya
seorang penderita obsesif kompulsif salah satu jenis psikoneurose yang tidak dapat menghentikan kebiasaannya mencuci tangannya berpuluh-puluh kali dalam
sehari, diberikan psikoterapi dengan memberinya hukuman setiap kali ia hendak mencuci tangannya. Inti pandangan behaviorisme dari J.B. Watson adalah
manusia bereaksi terhadap lingkungan environment, karena itu, manusia belajar dari lingkungannya.
10
. Teori S-R dari Skinner dihasilkan melalui sebuah percobaan yang disebut
proses kondisioning operant. Proses kondisioning operant operant conditioning sesungguhnya tidak jauh berbeda dari proses kondisioning klasik dari Pavlov.
Dalam proses kondisioning operant terdapat juga stimulus tak berkondisi dan respon tak berkondisi disebut tingkah laku reponden serta stimulus berkondisi
dan respon berkondisi.Dalam kehidupan sehari-hari kita mendapati banyak sekali tingkah laku operant. Menurut B.F. Skinner perilaku manusia selalu dikendalikan
oleh faktor luar faktor lingkungan, rangsang atau stimulus. Ia mengatakan bahwa dengan memberikan ganjaran positif positive reinforcement, suatu
perilaku akan dihambat.Perbedaan antara proses belajar klasik dan proses belajar operant adalah adanya stimulus diskriminan tersebut yaitu yang membedakan
antara kondisi dimana suatu perilaku akan berhasil secara efektif dan kondisi di mana perilaku tidak akan efektif.
Tokoh lain yang berorientasi ke lingkungan adalah Albert Bandura tetapi berbeda dari Skinner yang sama sekali mengingkari faktor kesadaran kognitif,
Bandura berpendapat bahwa faktor kesadaran sangat penting. Jadi, sumber penyebab perilaku bukan hanya eksternal faktor lingkungan, tetapi juga internal
faktor kognitif. Eksperimen Bandura yang dinamakan ”belajar tanpa mencoba” no-trial learning telah membuktikan bahwa proses belajar tidak hanya
10
Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan dengan Tokoh-tokoh dan aliran-aliran Psikologi, Jakarta, Bulan Bintang, 1991, hal. 113-117.
96 tergantung pada faktor lingkungan, tetapi juga pada faktor kognitif. Penerapan
dari teori Bandura tersebut antara lain terlihat dalam proses belajar sosial.
11
Tokoh pandangan ekologik adalah Bronfenbrenner bependapat bahwa perilaku dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar. Faktor-faktor atau rangsang-
rangsang dari luar itu tersusun dalam lingkaran-lingkaran yang berlapis. 1.
Lingkaran pertama yang paling dekat dengan pribadi anak adalah lingkaran mikro-sistem yang terdiri atas keluarga, sekolah, guru, tempat penitipan
anak, teman sebaya, tetangga, dan seterusnya. 2.
Lingkaran kedua adalah interaksi antara faktor-faktor dalam lingkaran pertama yang dinamakan meso-sistem.
3. Lingkara ketiga adalah exo-sistem, yaitu lingkaran yang lebih luar lagi
yang tidak langsung menyentuh pribadi anak tetapi masih besar pengaruhnya keluarga besar, penegak hukum, kantor pajak, dewan sekolah, puskesmas, Media
massa, dan sebagainya. Lawrence Kohlberg 1966-1969 mengembangkan teori Piaget untuk
menjelaskan perkembangan moral, emosi, dan seksual. Ia melanjutkan pendapat Piaget bahwa perkembangan sosial dan kepribadian terjadi melalui urut-urutan
yang invariant dan tahap-tahap yang jelas.
12
Dua faktor yang menentukan tahap perkembangan anak adalah 1 Tahap perkembangan kognitifnya dan 2 jenis
pengalaman sosial yang dihadapi anak. Mengenai perkembangan moral, Kohlberg membaginya dalam 6 tahap:
13
1. Tahap taat dan takut hukuman. Tahap ini dialami pada usia di bawah
lima tahun. Prinsipnya adalah bahwa anak taat disebabkan oleh adanyan rasa takut hukuman. Sebagai contoh, seorang anak memahami bahwa tidak berdoa
11
Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan dengan Tokoh-tokoh dan aliran-aliran Psikologi, Jakarta, Bulan Bintang, 1991, hal. 113-117.
12
Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi, Jakarta : Bulan Bintang. 2000, hal. 101-103
13
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Sosial: Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial Jakarta : Balai Pustaka,. 2002, hal. 81-82
97 adalah perbuatan yang tidak baik karena ia bisa mendapat hukuman dari orang
tuanya. 2.
Tahap egoisme instrumental dan imbalan. Tahap ini terjadi pada anak- anak yang sudah besar. Anak melakukan perbuatan baik karena ingin
memperoleh keuntungan atau imbalan yang menguntungkan dirinya sendiri. 3.
Tahap anak baik. Pada umumnya, tahap ini terjadi menjelang memasuki masa remaja. Sebagai perumpamaan, anak berbuat baik karena
mengharapkan pujian atau penghargaan sebagai anak baik, anak berdoa disebabkan dengan demikian ia akan mendapat pujian dan dihargai sebagai anak
yang saleh. 4.
Tahap kekuasaan, peraturan, dan ketertiban. Terjadi pada masa remaja. Perilaku bermoral dipahami sebagai perilaku yang sesuai dengan peraturan,
ketertiban dan kedisplinan. Ini memerlukan kekuasaan untuk menegakkannya. 5.
Tahap kontrak sosial. Tahap ini terjadi pada usia dewasa. Kesadaran berperilaku baik atau tidak baik, bermoral atau tidak bermoral dilakukan karena
ada keterkaitan dan keterikatan dengan orang lain. 6.
Tahap Orientasi pada prinsip-prinsip moral. Tahap yang paling dewasa dan paling matang. Pada tahap ini, prinsip moral dikaitankan dengan nilai-nilai
yang lebih tinggi.
B. Motif dan Perkembangan Perilaku Agresif Motif