172 motif agresi yang rendah atau kombinasi dari motif agresi yang tinggi. Dalam hal
ini dapat dikatakan sebagai hasil dari konflik agresi yang tinggi. Menurut Kornadt, motif untuk bertindak agresif secara spesifik merupakan
fungsi motif agresi dikurangi hambatan agresi. Motif agresi barru dapat terlihat sebagai fenomena gejala tingkah laku, apabila ada situasi yang mengundang ke
arah keluarnya bentuk tingkah laku tertentu. Dalam hal ini motif agresi merupakan salah satu aspek kepribadian, sehingga perkembangannya pun secara
bertahap mengikuti proses perkembangan kepribadian.
B. Perkembangan Agresivitas dalam Perspektif Kornadt
Proses perkembangan agresivitaskeagresifan dimulai pada masa awal kanak-kanak
yaitu berupa reaksi afektif yang paling awal terhadap frustrasi, kemudian melalui perlakuan yang diberikan oleh orangtuanya secara terus-
menerus. Seorang anak akan belajar mengenai tingkah laku mana yang memberikan konsekuensi positif atau negatif, dan ini terus berlanjut pada tahap-
tahap berikutnya, sampai akhirnya masuk pada perkembangan moral. Evaluasi moral yang didasarkan pada empati, alih peran, dan identifikasi akan mendukung
perkembangan hambatan agresi. Salah satu contoh perkembangan agresivitas misalnya penolakan ibu pada
masa awal perkembangan memungkinkan peningkatan agresifitas. Hal itu menimbulkan hubungan antara tanda atau ciri tertentu dengan kemarahan, pola-
pola tertentu dari reaksi emosional dan kepercayaan akan dunialingkungan yang memusuhinya sehingga ia harus selalu siap mempertahankan diri. Dan
sebaliknya, ibu yang menerima anak dengan kehangatan yang tidak terbatas pada masa anak yang paling awal, bisa mengurangi conditioning atau kemarahan dan
menghindarkan anak dari pembentukan yang mendasar dari ketidakpercayaan,
173 ancaman,
dan kecurigaan
dalam kaitannya
antara individu
dengan lingkungannya.
20
Kornadt 1981 mengatakan bahwa pembentukan motif agresi merupakan hasil dari praktik pengasuhan anak. Dengan perkataan lain, motif agresi anak
berkembang sejalan dengan perlakuan yang didapat dari praktik pengasuhan anak. Tambahan pula, menurut Kornadt motif agresi merupakan suatu sistem
yang terdiri dari dua komponen yaitu komponen pendekat motif agresi dan komponen penghindar hambatan agresi. Yang keseluruhannya merupakan
sistem motif agresi. Hasil penelitian Kornadt yang menggunakan alat ukur Saarbrucken
Aggression Scale SAS-Kornadt, memperlihatkan bahwa terdapat sejumlah korelasi yang positif dan signifikan antara praktik pengasuhan anak dengan kedua
komponen sistem motif agresi. Penelitian yang dilakukan oleh Kornadt membuktikan bahwa ada hubungan antara agresivitas remaja dengan perlakuan
ibu terhadap anak.
21
Bahkan sejumlah penelitian menemukan bahwa perlakuan ibu terhadap anak maternal style merupakan salah satu prediktor utama bagi
tingkah laku agresif remaja. Kornadt
22
menjelaskan perkembangan
agresivitas dengan
memformulasikan beberapa asumsi umum, yaitu: 1 Agresivitas tidak terbentuk sejak awal perkembangan seseorang melainkan
berkembang sejalan dengan proses perkembangan kepribadian.
20
Lihat Hamburg Van Lawick-Goodall, 1974, Bowlby, 1973 dalam Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und
Umweltwissenschaften. 1981, hal. 19
21
lihat Kornadt dalam Durkin, K. Development Social Psychology, Great Britain : T.J. Press Ltd. 1995, hal. 425
22
Ponpon Harahap. Sistem Motif Agresif : Studi mengenai Pembentukan Sistem Motif Agresi pada Remaja Batak toba di tempat asal dan di Jakarta sebagai Implikasi Pengaruh Adat
dalam Praktik Pengasuhan Anak. Disertasi. Bandung ; Unisversitas Padjajaran. 1987, hal. 66.
174 2 Ada struktur yang sederhana pada permulaan proses perkembangan yaitu rasa
marah terhadap lingkungan tertentu yang pada dasarnya belum merupakan suatu motif.
3 Pada setiap tahap perkembangan yang berbeda terjadi pembentukkan motif agresi yang elemennya secara relevan berbeda pula. Dengan demikian,
beberapa elemen akan berkembang lebih awal daripada yang lain misal afek yang terkondisi versus pembentukkan nilai-nilai.
4 Perkembangan agresivitas merupakan proses terpadu antara proses-proses biologis, hal-hal yang terkondisi, kognitif, dan proses-proses kognitif di dalam
suatu cara yang sistematis. 5 Berhubungan dengan proses-proses yang berbeda secara pre-dominan pada
berbagai tahap perkembangan, faktor yang berpengaruh sama akan berbeda fungsinya dari tahap perkembangan tertentu ke tahap perkembangan
selanjutnya. 6 Walaupun proses perkembangan membentuk berbagai elemen dari sistem
motif agresi, elemen-elemen tersebut tidaklah berkembang secara bebas terpisah antara satu dengan lainnya. Elemen-elemen yang berkembang pada
tahap perkembangan yang lebih awal akan mempengaruhi elemen-elemen yang berkembang pada selanjutnya.
Proses perkembangan yang lebih awal akan memberikan efek pada proses selanjutnya. Adapun efek yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a Efek langsung, muncul sebagai proses awal yaitu yang menjadi dasar untuk
tahap perkembangan selanjutnya. Misalnya rasa tidak puas yang kuat strong displeasure dan rasa tidak percaya pada lingkungan basic trust merupakan
dasar bagi perkembangan sistem moral yang akan mempengaruhi kemampuan menilai hal-hal yang bersifat.
b Efek tidak langsung, muncul apabila tingkah laku anak mempengaruhi
berbagai interaksi sosial antara anak dan lingkungannya. Sebagai contoh banyaknya ledakan rasa marah atau rasa tidak senang yang berlebihan dari
175 seorang anak dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya reaksi-reaksi yang
tidak bersahabat dari orang tua atau pengasuh. Hal ini mungkin akan menginterpretasi frustrasi sebagai suatu yang diakibatkan oleh maksud-
maksud tidak baik terhadap orang lain. Menurut Kornadt 1981, agresivitas berkembang sejalan dengan
perkembangan kepribadian individu. Secara garis besar proses dan tahapan perkembangan agresivitas
adalah sebagai berikut : 1 Awal agresivitas dapat dilihat dalam reaksi afektif yang pertama terhadap
frustrasi pada masa awal kanak-kanak. Ini diasumsikan sebagai bawaan lahir dan mempunyai dasar biologis. Dalam hal ini tahapan agresi dikaitkan dengan
reaksi afektif sederhana seperti rasa marah dan rasa tidak percaya. 2 Tahap selanjutnya seorang anak akan mempelajari rasa marah dikaitkan
dengan pola tingkah laku dan efeknya. Proses ini diharus dipelajari melalui pengkondisian pengalaman-pengalaman yang memberi akibat positif atau
negatif dari reaksi afektif. Efek proses tersebut dapat dilihat sebagai bentuk pertama yang sederhana dari tingkah laku agresif. Atau lebih tepat disebut
sebagai proto-aggresive behavior, dimana reaksi-reaksi yang timbul masih bersifat sederhana dan tujuan untuk melukai belumlah berkembang, tetapi
sudah jelas terlihat adanya elemen-elemen agresi yang spesifik. 3 Perkembangan kognitif yang penting akan muncul secara bersamaan dengan
proses belajar dari pola-pola tingkah laku awal. Hubungan anak dengan pengasuhnya merupakan dasar utama bagi perkembangan emosi dan kognitif.
Kualitas pengasuhan yang dialami seseorang pada masa bayi akan sangat menentukan penanaman rasa percaya dasar basic trust pada orang lain yang
mana akan membentuk dasar manifestasi kepercayaan faith di masa datang.
23
23
Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981
176 Keberhasilan dalam penanaman rasa percaya dasar ini mengakibatkan
kekuatan psikososial sedangkan kegagalan mengakibatkan timbulnya rasa tidak senang dan frustrasi. Pembentukkan rasa percaya walaupun sangat difus
sifatnya adalah sesuatu yang menjadi dasar bagi relasi antara manusia dan lingkungan. Pada dasarnya, hal ini sangat bersifat emosional.
Sekali seorang individu mengalami sesuatu dan dianggapnya sebagai hal yang bersifat ramah dan aman, maka hal itu akan dipercayai, sebaliknya apabila
seseorang merasakan dunia sekitar tidak ramah dan bermusuhan, maka hal itu akan merupakan sesuatu yang tidak percaya. Ia akan takut dan merasa tidak
aman. Dan tentunya selanjutnya ia akan belajar untuk memperhatikan orang lain lebih dahulu dan bersiap dengan suatu pertahanan diri. Perasaan aman
penting bagi pemahaman terhadap kejadian-kejadian yang dihadapi. Demikian pula sikap menerima dan kehangatan dari orang tua sejak masa
bayi akan mengurangi rasa tidak senang pada anak dan menghindarkan anak dari rasa tidak percaya, mencegah ia merasa terancam dan curiga terhadap
orang lain dan lingkungannya.
24
4 Perkembangan agresivitas juga dipengaruhi oleh kognisi. Agresi merupakan tindakan yang bertujuan untuk melukai orang lain maka kognisi yang harus
diperkembangkan adalah sebagai berikut : - Mengetahui bagaimana mengganggunya akibat tingkah laku seseorang
pada orang lain misalnya melalui emphaty, role taking. - Memilih efek tertentu saja, karena adanya imbalan.
- Mengerti bahwa agresi dapat merupakan satu cara untuk mengatasi frustrasi atau menyelesaikan konflik.
5 Dalam hubungannya dengan proses perkembangan kognitif di atas, pola-pola tertentu dari intensi atribusi akan berkembang. Hal ini membutuhkan
24
Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981
177 kemampuan kognitif untuk mengarahkan atribusi pada orang lain dan secara
bersamaan menginterpretasi tingkah lakunya. 6 Tahap berikutnya, perkembangan moral menjadi penting. Tingkah laku
termasuk agresi menjadi obyek dari evaluasi moral. Agresi tidak selalu berarti buruk karena pada tahapan tertentu dari perkembangan moral, agresi dapat
dilihat sebagai suatu pengimbang yang memperbaiki keseimbangan, bahkan bisa jadi agresi dilihat sebagai usaha untuk mempertahankan hak-hak pribadi,
atau mempertahankan hukum dan peraturan yang berlaku atau prinsip moral. Evaluasi moral yang didasarkan pada empati, pemilihan peran dan
identifikasi, secara khusus akan mendukung perkembangan hambatan agresi, walaupun motif agresi telah berkembang sebelumnya.
Apabila anak terlalu dini dipaksa untuk bertingkah laku sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang tinggi, dimana prinsip ini belum dimengerti
sepenuhnya oleh anak, maka hal ini akan mempertinggi keagresifan. Teknik pengasuhan anak semacam ini dirasakan tidak adil, dingin dan berisi
penolakan. Tetapi di tingkat usia selanjutnya teknik pengasuhan anak semacam ini akan membentuk insentif yang negatif pada agresi sehingga akan
meningkatkan perkembangan hambatan agresi. Berdasarkan pada uraian di atas, dapat diketahui bahwa hubungan antara
faktor-faktor yang mempengaruhi dengan perkembangan motif adalah tidak mono-causal dan tidak satu arah.
Tahapan dari Tindakan Agresi menurut Kornadt
25
Didasarkan pada teori motivasi mengenai agresi, Kornadt menerangkan tahapan dari tindakan agresi sebagai berikut Lihat lampiran Diagram Skematik:
Tahapan dari Tindakan Agresi
25
Kornadt, H.J. Toward a Motivation Theory of Aggression and Aggression Inhibition: Some considerations about an aggression motive and their application to TAT and chatarsis, In: de Wit
J Hartup, WW, Determinant, and origins of aggressive behavior, Mouton The Hague 1974 dan lihat pula Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und
Umweltwissenschaften. 1981, hal. 30-36
178 Munculnya tindakan agresif mensyaratkan harus ada isyarat situasional
yang mengarah kepada penggiatan motif. Diasumsikan adanya kondisi-kondisi frustrasi yang menggugah rasa marah anger. Hubungan antara isyarat frustrasi
dan rasa marah dapat dilihat dari dua segi, yaitu sebagai suatu kapasitas yang dibawa sejak lahir yang akan bereaksi dengan pembangkit afektif yang khas rasa
marah terhadap isyarat atau kejadian-kejadian tertentu; Di samping itu, juga sebagai suatu yang dipelajari. Asumsi ini mengintegrasikan prinsip-prinsip
biologis dan proses belajar. Frustrasi dan rasa marah bukanlah suatu penyebab yang bersifat segera dalam timbulnya agresi.
Rasa marah yang muncul dan isyarat pembangkit merupakan bahan untuk interpretasi kognitif dan kontrol, hanya pada situasi dimana secara subyektif
dirasakan mengganggu, barulah motif agresi yang tertahan menjadi giat. Jadi apabila situasi dianggap lucu atau netral saja maka motif agresi yang tertahan itu
tidak akan tergiatkan. Penggiatan berarti aktualisasi dari tujuan-tujuan yang bersifat umum, dan
pola-pola tingkah laku instrumental yang berhubungan dengan emosi-emosi harapan. Motif yang tertahan berisikan emosi-emosi harapan. Skemata yang
umum dan pola-pola yang masih bersifat umum perlu lebih dikhususkan dan dihadapkan pada situasi yang tepat. Pada tahap ini, penjelasan secara teoretis
tentang harapan dan insentifnilai muncul; situasi-situasi yang berkaitan dengan tujuan dan situasi yang berkaitan dengan tindakan-tindakan yang tersedia harus
dikembangkan, insentif dari pencapaian tujuan dan kemungkinan untuk berhasil melalui tindakan yang dipertanyakan perlu diperhatikan.
Pada waktu yang sama, motif agresi dan hambatan agresi dapat digiatkan pula. Di sini antisipasi yang dimunculkan yaitu konsekuensi negatif yang
mungkin dari agresi seperti rasa bersalah dan hukuman diperhitungkan. Tahap selanjutnya, suatu keputusan yaitu apakah terbentuk suatu tujuan
agresif yang khusus atau tidak. Apabila diputuskan adanya suatu tujuan agresif, pada saat itu akan ada struktur kognitif yang khusus. Maka tindakan instrumental
179 dalam rangka pencapaian tujuan akan diputuskan dan akan dilaksanakan di bawah
kondisi-kondisi yangmemungkinkan. Hasil perbuatan akan diinterpretasikan lagi dalam kaitannya dengan efek yang diarah sudah tercapai atau belum.
Apabila tindakan yang diarahkan tersebut terlaksana, maka konsekuensinya adalah rasa puas, bangga. Ini berakibat di dalam suatu penghentian kegiatan dari
motif yang digiatkan sebelumnya. Kalau tidak, maka motivasi akan tetap digiatkan dan arah tetap ada. Hal ini berhubungan dengan pertanyaan mengenai
katarsis. Dengan demikian menjadi jelas bahwa ide utama dari Kornadt adalah
tindakan agresi bukan suatu yang mekanistis tetapi agresi diartikan sebagai suatu tindakan yang yang terarah pada situasi yang kongkrit. Tujuannya lebih bersifat
fleksibel dimana ada sasaran yang mengulang. Dapat diperkirakan ada suatu arah untuk pencapaian tujuan.
Ringkasnya, dalam tahapan dari tindakan agresi dimaksud terlihat ada beberapa proses yaitu : 1 penggiatan rasa marah dan interpretasi dari situasi, 2
memberi peluang bahwa ada motif yang tertahan, 3 memberi arah pada tujuan- tujuan yang umum dan pola-pola instrumental pada situasi yang aktual, 4
mempertimbangkan hasil, insentif, kemungkinan dan konsekuensi, 5 menjadi tidak aktif setelah terjadi pencapaian tujuan.
Selain itu, juga terlihat faktor-faktor yang turut berperan dalam proses- proses tersebut adalah: 1 dalam proses frustrasi dan rasa marah, faktor biologi
dan proses belajar telah diintegrasikan ; 2 dalam interpretasi terhadap keadaan afektif dan situasi, faktor kognitif seperti atribusi dari arah, nilai-nilai dan proses
belajar seperti persepsi selektif, pengarahan untuk interpretasi telah diintegrasikan; 3 dalam penggiatan motif, faktor pemilihan pola-pola tingkah
laku yang sudah dipelajari, keterampilan, kemampuan, skemata kognitif seperti sistem moral, antisipasi, serta mengambil keputusan, kesemuanya ini dikaitkan
dengan berbagai perasaanemosi dan juga telah diintegrasikan.
180 Keagresifan berkembang sejalan dengan perkembangan kepribadian individu.
Adapun proses dan tahapan perkembangan keagresifan adalah sebagai berikut: 1 Awal keagresifan dapat dilihat dalam reaksi afektif yang pertama terhadap
frustrasi pada masa awal kanak-kanak. Ini diasumsikan dibawa sejak lahir, dan mempuyai akar biologis. Dalam hal ini tahapan agresi dikaitkan dengan
tingkah laku yang terdiri dari reaksi afektif sederhana seperti rasa marah atau mungkin juga temper tantrum
26
2 Fase berikutnya seorang anak akan mempelajari rasa marah dikaitkan dengan pola tingkah laku dan efeknya. Proses ini harus dipelajari melalui
pengkondisian pengalaman-pengalaman yang memberi konsekuensi positif atau negatif dari reaksi afektif seperti temper tantrum, menendang, menangis,
memukul di antara anak-anak.
27
3 Perkembangan kognitif berlangsung bersamaan dengan belajar pola-pola tingkah laku yang pertama. Pembentukan yang pertama, dasar sistem
kepercayaan mengenai hubungan orang dan lingkungan:dasarnya sangat emosional. Seseorang merasa bahwa didunia ramah dan aman sehingga hal
itu dapat dipercaya, atau seseorang merasa dunia ini tidak ramah dan bermusuhan maka hal itu akan merupakan sesuatu yang tidak dipercayai, ia
akan takut dan merasa tidak aman. Selanjutnya akan belajar untuk memperhatikan orang lain lebih dahulu dan bersiap untuk mempertahankan
diri. Perasaan ini sangat penting sebagai dasar bagi interprestasi dari kejadian-kejadian seperti frustrasi.
4 Untuk mengembangkan suatu motif agresi yang sebenarnya, perlu adanya tahapan-tahapan khusus tentang perkembangan kognitif. Adapun tahapan-
tahapan itu adalah sebagai berikut:
26
Feshbach, S. Aggrassion. In : P.H. Mussen ed. Carmichael’s Manual of Child Psychology. Vol. 2. New York : Jhon Wiley Sons, Inc. 1970.
27
Kornadt, H.J. Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981
181 - mengetahui bagaimana efek mengganggu tingkah laku seseorang pada
orang lain - memilih hanya efek tertentu saja, karena adanya hadiah reward
- mengerti bahwa agresi dapat merupakan cara untuk mengatasi frustrasi atau menyelesaikan konflik.
5 Dalam hubungannya dengan proses ini, pola-pola tertentu dari intensi atribusi akan berkembang. Hal ini membutuhkan kemampuan kognitif untuk
mengarahkan atrribusi
pada orang
lain dan
secara bersamaan
menginterprestasikan tingkah lakunya. 6 Tahap berikutnya, perkembangan moral menjadi penting. Tingkah laku
termasuk agresi menjadi objeka dari evaluasi moral. Hasilnya, tentu saja keputusan agresi tidak selalu berarti buruk. Pada tahapan tertentu dari
perkembangan moral, agresi dapat dilihat sebagai suatu usaha untuk mempertahankan hak-hak pribadi, mempertahankan hukum dan peraturan
yang berlaku atau prinsip moral. Evaluasi moral yang didasarkan pada empati, alih peran dan identifikasi, secara khusus akan mendorong
perkembangan hambatan agresi, walaupun motif agresi telah berkembang sebelumnya.
Menurut pendekatan kognitif, keadaan tersebut dapat terjadi karena situasi riil sesaat turut berperan dalam menentukan pemunculan suatu tingkah laku
agresif.
28
Gambaran ini menjelaskan bahwa di dalam diri seseorang terdapat suatu kekuatan yang menggerakkan seseorang untuk memunculkan tingkah laku agresif
dan ada pula kekuatan yang justru menghambat munculnya tingkah laku agresif. Jadi, kondisi yang ada dalam diri seseorang maupun kondisi di lingkungan serta
situasi yang tersedia pada suatu saat, mempunyai peranan dalam pemunculan
tingkah laku agresif. Dengan perkataan lain, agresi adalah suatu tingkah laku yang
28
Kornadt, H.J. Development Of Aggressiveness : Motivation Theory Presspective. In R.M. Kaplan, VJ. Konecni, R.W. Novaco Eds. Aggression in Chilldren an Youth. The Hogue :
Martinus Nijhoff Publishers. 1984, hal. 74
182
termotivasi.
29
Sementara, motivasi pada dasarnya adalah suatu construct.
30
Sehubungan dengan itu, maka agresi dapat dikonsepsikan sebagai suatu motif yang mempunyai tujuan.
31
C. Praktik Pengasuhan Anak dan Motif Agresi Anak