73 sering diucapkan serta teguran terbuka. Celaan yang sering diucapkan akan
meningkatkan godaan, sedangkan teguran terbuka akan mengundang keberanian. Setelah memberi mereka aturan-aturan makan, berpakaian, bercakap-cakap,
bersikap, dan tata cara beragul dalam masyarakat, anak-anak harus dilatih untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan mereka.
20
B. Perkembangan Keagamaan Remaja
Pengertian tentang
ajaran agama
berkembang sejalan
dengan perkembangan kecerdasan. Pengertian tentang hal-hal yang abstrak, yang tidak
dapat dirasakan atau dilihat langsung, seperti pengertian tentang akhirat, surga, neraka, dan lain-lainnya, baru dapat diterima oleh anak-anak apabila
pertumbuhan kecerdasannya telah memungkinkan untuk itu. Menurut Zakiah Daradjat, remaja yang mendapat didikan agama dengan cara yang tidak
memberikan kesempatan untuk berpikir rasionallogis dan mengkritik pendapat- pendapat yang tidak masuk akal, disertai pula oleh kehidupan lingkungan dan
orang tua, yang juga menganut agama yang sama, maka kebimbangan pada masa remaja itu agak kurang. Remaja akan merasa gelisah dan kurang aman apabila
agama atau keyakinannya berlainan dari agama atau keyakinan orang tuanya. Keyakinan orang tua dan keteguhannya menjalankan ibadah, serta memelihara
nilai-nilai agama dalam hidupnya sehari-hari, menolong remaja dari
kebimbangan agama.
21
Setelah perkembangan kecerdasan remaja sampai kepada mampu menerima atau menolak ide-ide atau pengertian-pengertian yang abstrak, maka
pandangannya terhadap alam dengan segala isi dan peristiwanya berubah. Dari mau menerima tanpa pengertian, menjadi menerima dengan penganalisaan.
20
Lihat Bakhtiar H. Shiddiqi, “Nâshir al-Dîn Thusi” dalam M.M. Sharif, ed, A History of Muslim Philosophy, vol. I Wiesbaden:Otto Harrassowitz : 1963, hal. 570-578
21
Lihat Zakiah Daradjat, Remaja, Harapan dan Tantangan, Jakarta : CV. Ruhama, 1993, hal. 37.
74 Perkembangan mental remaja ke arah berpikir logis falsafi itu, juga
mempengaruhi pandangan dan kepercayaannya kepada Tuhan. Karena remaja tidak dapat melupakan Tuhan dari segala peristiwa yang terjadi di alam ini.
Apabila remaja yakin bahwa Tuhan Maha Kuasa, Maha Mengatur dan Mengendalikan alam ini, maka segala apa pun yang terjadi, baik peristiwa alam
maupun peristiwa sosial, dan hubungan pergaulan sosial dalam masyarakat, dilimpahkan tanggung jawabnya kepada Tuhan. Seandainya mereka menyaksikan
kekacauan, kerusuhan, ketidak-adilan, percekcokan dan sebagainya dalam masyarakat, atau hal-hal yang terjadi di alam ini, yang dipandang tidak diatur
baik atau seolah-olah tanpa kendali, maka mereka akan merasa kecewa terhadap Tuhan.
Sebaliknya, bila remaja yang telah yakin dan percaya kepada Tuhan itu melihat keindahan alam dan keharmonisan segala sesuatu yang ada di alam ini,
akan bertumbuhlah kekaguman dan rasa keindahan alam, maka mereka menyerahkan sifat-sifat tersebut kepada Tuhan sebagai yang berhak. Mereka
akan bertambah yakin bahwa Tuhan Maha Bijaksana, indah dan menyukai keindahan. Banyak juga remaja yang pada umur romantis itu, merenungkan
keindahan Tuhan, melalui pengertiannya tentang keindahan alam yang dirasakannya itu. Sementara itu, pada masa kanak-kanak, surga dan neraka
dibayangkan dalam bentuk yang dapat dirasakan, di mana neraka sebagai lambang penderitaan yang menakutkan, sedangkan surga digambarkan sebagai
tempat yang menyenangkan. Pemikiran tentang dosa dan pahala terlepas dari surga dan neraka.
22
Secara bertahap mulailah bercampur pemikiran agama dengan nilai-nilai akhlak, puncaknya pada masa remaja, di masa itu si remaja sibuk dengan neraka,
yang menyala dalam dadanya, tidak lagi neraka yang ditakuti sesudah mati itu,
22
Lihat Zakiah Daradjat, Remaja, Harapan dan Tantangan, Jakarta : CV. Ruhama, 1993, hal. 37-40
75 hal ini disebabkan oleh gelora jiwa yang menyala dalam dirinya, yang menarik
perhatiannya untuk banyak memperhatikan dirinya. Maka kebanyakan remaja sibuk memikirkan alam lain, bukanlah untuk tempat senang-senang atau tempat
siksaan jasmani, akan tetapi sebagai lambang bagi pemikiran pembalasan atau lambang kebahagian yang ingin dicapainya, dan terlepas dari kegoncangan yang
sangat tidak menyenangkan mereka itu..
23
Pada masa ini mulailah remaja menemukan adanya hubungan antara pikiran tentang setan dan rasa dosa, atau
antara pikiran tentang surga dengan kesucian akhlak. Memuncaknya rasa dosa pada masa remaja dan bertambah meningkatnya
kesadaran akhlak dan pertumbuhan kecerdasan, semua bekerja sama, sehingga hilanglah keyakinannya tentang malaikat dan setan seperti dulu, namun mereka
sadar betapa eratnya hubungan setan dan malaikat itu dengan dirinya. Mereka menyadari adanya hubungan yang erat antara setan dengan dorongan jahat yang
ada dalam dirinya, dan hubungan antara malaikat dengan akhlak serta keindahan yang ideal, demikian pula hubungan antara surga dengan ketenangan batin, dan
kekuasaan yang baik, juga antara neraka dengan kegoncangan batin dan hukuman-hukuman atas dosa. Hanya keharusan agamalah yang mendorong
remaja untuk tetap mempunyai keyakinan sebagaimana adanya. Akan tetapi, apabila keyakinan itu tetap diakuinya, maka pengakuan itu hanya disangka saja,
karena tidak mengetahui hubungannya dengan kehidupan jiwa dalam dirinya seperti sediakala masa kanak-kanak, hanya melayang-layang di atas, sekedar
untuk menyesuaikan dirinya saja.
24
Kembalinya seseorang kepada dirinya, dan tidak menyandarkan pengekangan dirinya atas makhluk-makhluk luar yang diciptakan-Nya dalam
khayalnya, dan berusaha menghadapi masalah yang baik dan buruk dengan cara yang objektif, adalah bukti dari terjadinya pertumbuhan pikiran dan kematangan
23
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta:Bulan Bintang, 1996, hal. 68-91
24
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta:Bulan Bintang, 1996, hal. 68-91
76 emosi, yang mulai melepaskan diri dari alam khayal ke alam kenyataan. Remaja
telah mampu memahami hal-hal yang abstrak, serta mampu pula mengambil kesimpulan abstrak dari kenyataan yang dilihatnya. Sebagai akibat dari
kematangan kecerdasan itu, mereka akan selalu menuntut penjelasan yang masuk akal terhadap setiap ketentuan hukum agama yang dibawakan. Mereka
menghendaki agar semua ketentuan agama dapat mereka pahami. Apa yang dahulu mereka terima tanpa ragu-ragu, setelah masa remaja terakhir mereka
masuki, semua ketentuan itu akan menjadi soal dalam hati mereka, bahkan mungkin secara terang-terangan akan mereka tanyakan kembali, karena keragu-
raguan telah menghinggapi mereka akibat kematangan kecerdasan. Karena itulah maka banyak guru agama merasa terdesak oleh pertanyaan-pertanyaan para
remaja, yang merasa kurang puas terhadap penjelasan guru agama yang didasarkan atas hukum dan ketentuan yang pasti wajib, sunnah, mubah, makruh
dan haram tanpa menganalisanya, serta tidak menghubungkannya dengan kehidupan remaja itu.
25
Di antara sumber kegelisahan remaja yang berkaitan dengan nilai-nilai akhlak, tampak adanya perbedaan antara nilai-nilai akhlak dan kelakuan orang-
orang dalam kenyataan hidup terlebih kelakuan orang-orang terdekat mereka.
Misalnya ia mendapat didikan dari orang tua bahwa berdusta itu tidak baik, tapi ia melihat banyak orang yang berdusta dalam pergaulan hidup ini. Demikian pula
dengan sifat-sifat yang seharusnya ada menurut ketentuan dan nilai-nilai yang dipelajari, yang dalam kenyataan sehari-hari sifat-sifat itu tidak terdapat.
Umpanya orang harus adil, setia, jujur dan sebagainya. Tetapi ia melihat berapa banyak kalau yang tidak adil, tidak jujur dan tidak setia. Apalagi kalau yang tidak
25
Zakiah Daradjat, Remaja, Harapan dan Tantangan, Jakarta : CV. Ruhama, 1993, hal. 37- 40
77 mengindahkan nilai-nilai akhlak itu orang tua, guru, atau pemimpin yang mereka
harapkan akan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai akhlak tersebut.
26
Pertentangan antara nilai-nilai agama yang mereka pelajari dengan sikap dan tindakan orang tua, guru, pemimpin, atau penganjur agama, sangat
menggelisahkan remaja. Mungkin menyebabkan mereka menjadi benci kepada guru atau pemimpin tersebut. Bahkan dapat menyebabkan mereka acuh tak acuh,
bahkan benci kepada agama. Pernah seorang remaja umur 18 tahun menjadi benci kepada agama dan tidak mau lagi mengikuti pelajaran agama di sekolah,
karena ia mendengar guru agamanya sering kali memperkatakan dan memburuk- burukan orang lain, serta tindakannya tidak sesuai dengan apa yang diajarkannya.
Semakin merosot akhlak suatu masyarakat, semakin gelisah remajanya, dan semakin benci mereka kepada pemimpin agama, karena mereka menyangka
bahwa pemimpin agama tidak bersungguh-sungguh dalam tugasnya memelihara akhlak orang banyak, atau usahanya kurang intensif. Hal ini kadang-kadang
menyebabkan mereka menjauh dari agama. Di antara konflik atau pertentangan yang terjadi dalam diri remaja sendiri ialah dorongan-dorongan seks. Mereka
ingin bergaul erat dengan jenis lain, atau akan berbuat semau-maunya, akan tetapi hal itu bertentangan dengan larangan-larangan atau pantangan-pantangan agama
dan nilai-nilai sosial. Rasa berdosa dan menyesal pada usia remaja itu, sangat menggoncangkan
keimanan dan keyakinan agamanya. Maka bertaubat dalam Islam merupakan cara terbaik untuk mengembalikan keseimbangan jiwa setelah merasa berdosa itu.
Kegoncangan-kegoncangan jiwa yang disebabkan oleh faktor tersebut di atas, biasanya tidak tampak secara langsung dari luar, tetapi ia memperlihatkan diri,
26
Zakiah Daradjat, Remaja, Harapan dan Tantangan, Jakarta : CV. Ruhama, 1993, hal. 37-40
78 muncul dalam tampilan perilaku, seperti menjadi pemalas, acuh tak acuh, sakit-
sakitan, bodoh, nakal dan sebagainya.
27
Masa remaja adalah masa tidak stabilnya emosi di mana perasaan sering tidak tenteram, maka keyakinannya pun akan terlihat mundur maju
ambivalence, dan pandangannya terhadap sifat-sifat Tuhan akan berubah-ubah sesuai dengan kondisi emosinya pada waktu tertentu. Apabila remaja
menyebutkan sifat-sifat Tuhan, hal itu tidak timbul dari keyakinannya yang tetap, akan tetapi timbul dari sikap emosi dan keadaan jiwanya pada waktu itu. Maka
sifat-sifat yang diberikan kepada Tuhan, kendatipun diambilnya dari didikan agama yang dilaluinya, tetapi diwarnai oleh perasaan dan dorongannya pada
waktu tertentu, misalnya Allah adalah penyayang, apabila ia berada dalam situasi yang menghendaki kasih sayang-Nya. Dan Allah bersifat membalas kejahatan
orang yang aniaya, apabila ia mengharapkan pertolongan-Nya untuk mengalahkan lawan yang tidak dapat dihadapinya. Allah itu cantik apabila ia
sedang terpesona oleh keindahan alam.
28
Kendati pun ada dan banyak terdapat perbedaan individual tentang gambaran terhadap Tuhan, namun ada satu hal yang disepakati, yaitu mereka
telah berusaha menjauhkan gambaran-gambaran lahiriah dan personifikasi tentang Allah, mereka lebih mementingkan gambaran spiritual daripada
membayangkan rupa bentuk Allah, seperti pada masa kanak-kanak dulu. Hal ini mencakup pemikiran semua remaja, kecuali remaja yang terbelakang
kecerdasannnya. Di sini terlihat betapa erat hubungan antara pandangan agama dan pertumbuhan kecerdasan pada umumnya. Perasaan remaja terhadap Allah,
baik yang dengan terang-terangan dikemukakannya rasa cinta, taku atau benci,
27
Zakiah Daradjat, Remaja, Harapan dan Tantangan, Jakarta : CV. Ruhama, 1993, hal. 40-45
28
Zakiah Daradjat, Remaja, Harapan dan Tantangan, Jakarta : CV. Ruhama, 1993, hal. 40-45
79 namun ia adalah perasaan yang kompleks, yang terdiri dari unsur-unsur yang
berlawanan dan berinteraksi satu sama lain, misalnya kasih sayang dan permusuhan, rasa aman dan rasa takut. Maka tindakan remaja pun mengandung
pertentangan dan perlawanan satu sama lain betapa pun sikap lahirnya, jika ia tunduk dan menyerah, maka di dalam dirinya timbul suatu keinginan untuk
merdeka dan melawan, dan jika ia menentang dan berontak, maka di balik itu tersembunyi pula rasa ketergantungan kanak-kanak dan ingin menyerah.
Sehubungan dengan itu, sering terjadi suatu keadaan jiwa tertentu pada
remaja, yaitu perasaan mundur-maju dalam beriman ambivalen. Sulit untuk
menemukan perasaan agama yang sama kadar kekuatannya di setiap waktu, akan tetapi mudah untuk menemukan gejolak ombak naik turun antara gairah
keagamaan atau semangat yang berlebih-lebihan terhadap agama, yang diselingi oleh rasa acuh tak acuh atau kurang peduli pada agama. Maka kesadaran
keagamaan remaja tidak sama tetapnya dengan orang dewasa atau dengan masa kanak-kanak terakhir. Perasaan remaja terhadap Allah bukanlah perasaan yang
tetap, akan tetapi adalah perasaan yang bergantung kepada perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa-masa remaja awal.
Kebutuhan akan Allah kadang-kadang tidak terasa, apabila jiwa mereka dalam keadaan aman, tenteram dan tenang. Sebaliknya Allah sangat dibutuhkan
apabila mereka dalam keadaaan gelisah, karena menghadapi bahaya yang mengancam, ketika ia takut akan gagal, atau mungkin juga karena merasa dosa.
Dalam hal ini remaja akan merasa bahwa shalat atau membaca Kitab Suci dan kegiatan-kegiatan agama lainnya, dapat mengurangkan kesedihan, ketakutan dan
rasa penyesalannya. Dengan kata lain, gelombang kekuatan kesadaran keagamaan, merupakan usaha-usaha yang diharapkan dapat menenangkan
kegoncangan jiwa yang sewaktu-waktu timbul.
29
29
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta:Bulan Bintang, 1996, hal. 91-94
80 Keyakinan remaja akan sifat Tuhan yang banyak itu berubah-ubah sesuai
dengan kondisi emosinya, dan ia mengalami keyakinan yang mundur maju. Kadang-kadang terasa sekali olehnya keyakinan kepada Tuhan, terasa dekat dan
seolah-olah dia berdialog langsung dengan Tuhan. Kadang-kadang sebaliknya, ia merasa jauh, tidak dapat memusatkan pikiran waktu berdoa atau shalat. Kondisi
keimanan yang kembar maju-mundur itu adalah satu ciri khas remaja yang sedang mengalami kegoncangan emosi. Di antara faktor-faktor yang menambah
kuatnya kepercayaan kepada Allah pada masa remaja adalah rasa dosa. Masa remaja adalah masa bangkitnya dorongan seksual dalam bentuk yang lebih jelas.
Hal ini merupakan bahaya yang mengancam nilai-nilai dan norma-norma yang dipatuhinya selama ini.
Di sini timbul pada remaja perasaan tidak berdaya dalam menghadapi kekuatan atau dorongan yang belum diketahuinya dalam hidupnya dulu, karena
itu bertambah besarlah kebutuhannya akan bantuan luar guna mengatasi dorongan-dorongan naluri itu, di samping itu, pada masa itu juga, si remaja telah
mulai mengurangkan hubungannya dengan orang tuanya dan berusaha untuk dapat berdiri sendiri dan dalam menghadapi kenyataan-kenyataan lain sendirian.
Semua itu menyebabkannya berusaha mencapai pertolongan Allah. Berhubung rasa dosa itu tidak selamanya sama dalam semua keadaan, kadang-kadang sangat
dan kadang-kadang tidak terasa sama sekali, maka kebutuhan remaja kepada Allah kadang-kadang sangat dan kadang-kadang kurang, sesuai dengan keadaan
jiwa remaja pada waktu tertentu. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa Tuhan bagi remaja adalah
keharusan akhlak pada masa remaja itu. Tuhan lebih menonjol sebagai penolong akhlak daripada sandaran emosi. Kadang-kadang pikiran pada masa remaja itu
berontak dan ingin mengingkari wujud Allah, atau ragu-ragu kepada-Nya, namun tetap ada suatu hal yang menghubungkannya dengan Allah, yaitu kebutuhannya
untuk mengendalikan akhlak. Kepercayaan kepada Allah pada periode pertama
81 dari masa remaja, bukanlah keyakinan pikiran, akan tetapi adalah kebutuhan
jiwa.
30
Letak perbedaan pokok antara do’a anak-anak dan do’a remaja adalah anak-anak memohon kepada Allah agar terlepas dari azab neraka, karena ia takut
akan hukuman luar yang dapat dirasa, ia tak dapat membayangkan adanya hukuman batin rasa dosa. Sedangkan pada remaja, do’anya adalah untuk
memohon bantuan Allah supaya ia terlepas dari gejolak jiwanya sendiri dan tertolong dalam menghadapi dorongan-dorongan nalurinya, karena ia takut akan
hukuman batin yang abstrak itu.
C. Pendidikan Akhlak melalui Keluarga