Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Angka kriminalitas di dunia terus meningkat termasuk kriminalitas dengan kekerasan. 1 Tambahan pula, berdasarkan catatan Statistik Kriminalitas yang dikeluarkan oleh Kepolisian Internasional diperoleh informasi bahwa kriminalitas dengan kekerasan di dunia terus meningkat dalam angka dan keragaman bentuk. 2 Begitu pula di Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1985–1994 peningkatan angka jumlah laki–laki pelaku tindakan kriminal kelompok umur 18–25 tahun remaja akhir. Kelompok umur 18–25 tahun tersebut merupakan kelompok terbanyak dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. 3 Pengertian kriminalitas dengan kekerasan Violent-Crime menurut Dinas Penelitian dan Pengembangan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia meliputi sembilan jenis kriminalitas, yaitu : pemerasan, penodongan, pembajakan, penjambretan, perampokan, pencurian kendaraan bermotor, pembunuhan, penganiayaan berat dan perkosaan. 4 1 lihat Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, 1994, hal.58 2 Lihat Supra Wimbarti, Child-rearing Practices and Temperament of Children dalam Psikologika Nomor 2 Tahun II Januari 1997. 3 Data Direktorat Reserse POLRI dalam Angka, 2000 4 lihat Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, 1994, hal.47 2 Fenomena kehidupan sosial kemasyarakatan di Indonesia pada masa kini, seperti krisis moral, krisis ekonomi tingkat korupsi tinggi, krisis penegakan hukum dan krisis sosial budaya, memberi gambaran adanya realita perilaku sosial di kalangan umat Islam Indonesia penduduk mayoritas yang secara empirik berlawanan atau tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai Islam. Dengan maraknya tindakan agresi 5 yang terjadi di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa tengah terjadi krisis karakter atau krisis akhlak bangsa Indonesia. Oleh karena itu, penulis beranggapan bahwa metode pendidikan akhlak di kalangan umat Islam Indonesia terutama pendidikan keluarga perlu ditingkatkan. Pada umumnya, ajaran agama Islam belum dijadikan pedoman hidup dalam berperilaku sebagai individumuslim, anggota masyarakat, warga negara, pemimpin termasuk pemimpin dalam keluarga dan pejabat negara. Pendapat umum mengatakan para remaja adalah kelompok sosial yang paling rentan terhadap tingkah laku agresi dan kriminalitas. Tambahan pula, hasil penelitian membuktikan bahwa masa remaja adalah masa yang rawan terhadap perbuatan kriminal dan dapat dikatakan merupakan masa puncak keterlibatan seseorang dengan beberapa tipe agresivitas tertentu terutama tindak kekerasan. 6 Remaja merupakan suatu periode di mana individu mengalami perubahan, baik fisik maupun mental dari seorang anak yang menjadi dewasa. Masa remaja adolescent dibagi menjadi dua, yaitu early adolescent remaja awal dan late adolescent remaja akhir, di mana perubahan tingkah laku terjadi lebih cepat pada masa awal daripada masa akhir tersebut. 5 Beberapa ahli di bidang agresi berpendapat bahwa agresi adalah tingkah laku yang mempunyai potensi untuk melukai secara fisik atau merusak sesuatu yang dimiliki orang lain seperti harga diri, status sosial dan hak milik. Menurut Kornadt, tindakan melanggar tabu dan pelanggaran hukum yang berlaku serta menolak konsensus kelompok, termasuk dalam definisi agresi. 6 Lihat Moffitt dalam Rutter, M. Hay, D. F. Development through life. Great Britain: Blackwell Scientific Publications. 1994, hal. 506. Lihat pula Wolfgang dalam Durkin, K. Development Social Psychology, Great Britain : T.J. Press Ltd. 1995, hal. 564. 3 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Achmad Mubarok 1999 menunjukkan Kualitas tingkah laku manusia sangat dipengaruhi oleh kualitas nafs. Tingkah laku positif yang dikerjakan secara berkesinambungan oleh sesorang berperan dalam menumbuh suburkan dorongan-dorongan kepada kebaikan dan menekan dorongan-dorongan kepada keburukan. Usaha mengubah tingkahlaku manusia dapat diukur dengan mengubah kualitas nafs, yakni dengan mengubah cara berfikir dan cara merasanya. Sistem nafs yang dimiliki manusia menyebabkan tingkahlaku manusia dapat diukur dengan kriteria tanggungjawab. 7 Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Charletty Choesyana Soffat 1998 menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain: Ada hubungan yang positif dan sangat signifikan antara praktik pengasuhan yang meningkatkan motif agresi dari ibu dengan motif agresi anak Ada hubungan yang positif dan sangat signifikan antara praktik pengasuhan yang meningkatkan hambatan agresi dari ibu dengan hambatan agresi anak Ada hubungan yang positif dan sangat signifikan antara praktik pengasuhan yang meningkatkan motif agresi dari ayah dengan motif agresi anak. Ada hubungan yang positif dan sangat signifikan antara praktik pengasuhan yang meningkatkan hambatan agresi dari ayah dengan hambatan agresi anak. 8 Tambahan pula, hasil penelitian yang dilakukan oleh Ponpon Harahap 1987 membuktikan bahwa terdapat sejumlah korelasi positif yang sangat signifikan antara perlakuan orang tua yang meningkatkan maupun perlakuan orang tua yang menghambat, baik dari ayah maupun ibu, dengan kedua komponen sistem motif agresi pada remaja dan nilai-nilai budaya Batak 9 7 Achmad Mubarok, Konsep Nafs dalam Al-Qur’an, Suatu Kajian tentang Nafs dengan Pendekatan Tafsir Maudu’i, Disertasi, Jakarta, 1999 8 Charletty Choesyana, Sistem Motif Agresi Remaja, Studi Perbandingan Mengenai Pembentukan Sistem Motif Agresi pada kelompok Remaja Pelaku Tindakan Kriminal dan Remaja Non Pelaku Tindakan Kriminal di Jakarta dalam kaitannya dengan Prakti Pengasuhan Anak, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Depok, 1998. 9 Ponpon Harahap, Sistem Motif Agresi Pada Remaja Suatu Studi Mengenai Cerminan Adat dalam Praktek Pengasuhan Anak, terhadap Pembentukan Sistem Motif Agresi, pada Remaja Batak-Toba. Disertasi. Program Pascasajana Universitas Padjadjaran, Bandung, 1987. 4 Adalah suatu hal yang menarik untuk mengkaji pengembangan karakter melalui pendidikan keluarga. Karakter merupakan tema sentral dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di segala bidang kehidupan, baik kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Keberhasilan pembangunan nasional ditentukan oleh kualitas karakter bangsa Indonesia. Kualitas karakter generasi penerus bangsa amat berperan dalam menentukan kualitas bangsa Indonesia mendatang. Adapun yang dimaksud dengan karakter menurut bahasa Indonesia adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak. Berkarakter diartikan mempunyai kepribadian. 10 Sementara menurut psikologi, karakter character adalah istilah yang dikaitkan dengan standar moral moral standard atau sistem nilai value system yang digunakan dalam mengevaluasi tingkah laku seseorang. Selain itu, karakter dapat pula diartikan sebagai kepribadian yang dinilai. 11 Penggunaan kata karakter menjadi permasalahan semantik dalam teori kepribadian personality theory. Seringkali makna kata karakter disamakan dengan makna kata kepribadian personality dan watakciri sifat trait. 12 Sebenarnya karakter bukanlah sinonim dari kepribadian. Karakter menggambarkan standar moral yang dianut dan nilai yang diyakini. 13 Ajaran Islam memiliki hubungan yang erat dan mendalam dengan ilmu jiwapsikologi dalam soal pendidikan akhlak, pengembangan karakter dan pembinaan mental karena keduanya sama-sama bertujuan untuk mencapai kesehatan psikis dan tingkah laku baik good behavior. Kerasulan Nabi Muhammad S.A.W – kalau ditinjau dari pandangan pendidikan secara luas – 10 Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta : Balai Pustaka, 1996 11 Lihat Allport G.W dalam Hjelle, L.A. Personality Theories. Third Edition. Singapore: McGraw Hill, Inc. 1992, hal. 291 12 Lihat Allport G.W dalam Corsini, R.J. Personality Theories, Research, Assessment, USA : F.E. Peacock Publishers, 1983, hal. 5 13 Mengenai penjelasan Personality versus Character lihat Hurlock, E. B. Personality Development. Fifth edition New Delhi : Tata McGraw-Hill, Publishing Company LTD, 1980, hal. 8 5 adalah bertujuan untuk mendidik dan mengajar manusia, memberi petunjuk mensucikan jiwa, memperbaiki dan menyempurnakan akhlak, serta membina kehidupan mental spiritual. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau dalam ajaran Islam banyak terdapat petunjuk dan ketentuan yang berhubungan dengan soal pendidikan akhlak dan kesehatan mental. Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam adalah petunjuk hudâ, obat syifâ’ , rahmat dan pengajaran mau’izhat bagi manusia dalam membangun kehidupannya yang berbahagia di dunia dan akhirat.. Hal ini diisyaratkan oleh al-Qur’ân surat al-Isrâ’17:82 dan surat Yûnus10:57: ª A˝ i t \ R u r z ‘ ˇ B ¨ b u ł 9 t B u q Ł d x ˇ p u H q u u r t ß ˇ Z ˇ B s J ø= ˇ j 9 wu r t t ß ˇ J ˛ = » 9 w˛ Y | ¡ y z ˙ ¸ ¨ 14 p k r ’ fl » t ¤ ¤ Z 9 s N 3 ł ? u y _ p s ˇ ª q ¤ B ‘ ˇ i B N 6˛ n § x ˇ u r y J ˇ j 9 ˛ ß ˝ r ` 9 Y Ł d u r p u H q u u r t ß ˇ Y ˇ B s J ø= ˇ j 9 ˙ ˛ —¨ 15 Dapat dikatakan bahwa semua misi ajaran Islam yang berintikan pada ajaran akidah, ibadat, syariat dan akhlak pada dasarnya adalah mengacu kepada pendidikan akhlak pengembangan karakter. 16 Dengan demikian, terdapat hubungan yang erat dan mendalam antara ilmu agama Islam dengan psikologi. 14 Q.S 17:82, artinya: dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian. 15 Q.S 10:57, artinya: Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. 16 Lihat Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Cet. Kedua Jakarta : Ruhama, 1995 6 Al-Ghazali adalah seorang filosof yang agung dan juga seorang ahli pendidikan yang menonjol. Dengan menerapkan filsafat kepada pendidikan dan memasukkan pendidikan ke dalam filsafat, Ghazali membuat keduanya sebagai dua disiplin ilmu yang terintegrasi. Menurut Hasan Langgulung pandangan Al- Ghazali mengenai jiwa erat hubungannya dengan ilmu jiwa psikologi. Pemikiran- pemikirannya tentang kejiwaan dan pengembangan akhlak dalam Islam kalau dikaji secara mendalam, maka dapat disimpulkan bahwa Al-Ghazali adalah seorang “Psikolog Muslim Terbesar”. Memiliki pengaruh besar dalam psikologi dan pemikirannya tentang pembagian jiwa dan fungsinya mempengaruhi psikologi modern. Pendapatnya tentang motivasi, pembentukan kebiasaan, kemauan, pengamatan dan ingatan, merupakan sumbangan yang besar terhadap perkembangan psikologi modern. Lebih daripada itu ia mampu mengkaji jiwa sebagai substansi rohani dari manusia, suatu kajian yang belum mampu dilakukan para psikolog modern dewasa ini. 17 Disamping itu, Zakiah Daradjat juga mengatakan bahwa kalau dikaji ajaran Islam mengenai kejiwaan, dan dibandingkan dengan pemikiran Al-Ghazali tentang kejiwaan, maka hasil dari pengkajian itu nanti akan sampai kepada kesimpulan bahwa ia adalah tokoh penting dalam ilmu jiwa atau “Psikolog Agung”, yang karya-karyanya tentang ilmu jiwa bersumberkan pada Alquran dan Hadis. 18 Pendapat kedua ahli ilmu jiwa ini tidak bisa dipisahkan dari ketinggian konsepsi Al-Ghazali tentang manusia, serta pendapatnya tentang jiwa dan akhlak. Sebab ia tidak saja menganggap ilmu jiwa sebagai ilmu tingkah laku, tetapi menganggapnya sebagai suatu ilmu yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam hal ini aspek ketuhanan agama termasuk bagian ilmu jiwa di samping ilmu akhlak. 17 Lihat Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Bandung : Al Ma’arif, 1980, hal. 132 18 Zakiah Darajat, “Aspek-aspek Psikologi dalam karya al-Ghazali, Makalah disampaikan pada simposium tentang al-Ghazali yang diselenggarakan oleh BKS Perg. Tinggi Islam Swasta Indonesia di Jakarta, 26 Januari 1985, hal. 8. 7 Ditinjau dari segi dakwah, pendidikan, sosial, politik, ekonomi dan hukum, penulis memandang “Pengembangan Karakter melalui Pendidikan Keluarga” penting untuk diteliti. Dari segi dakwah, adanya kaum muslimin Indonesia yang memiliki karakter baikakhlak terpuji tingkah laku non agresif merupakan salah satu indikator keberhasilan dakwah, mengingat tugas dakwah Nabi Muhammad S.A.W adalah menyempurnakan akhlak manusia. 19 Dari segi pendidikan, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan akhlak merupakan prasyarat keberhasilan pendidikan lainnya. 20 Dari segi sosial, karakter berperan penting dalam membangun kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 21 Dari segi politik, implementasi kebijakan-kebijakan publik amat bergantung pada kualitas karakter para pelaku politik. Dari segi ekonomi, karakter yang berkaitan dengan pola hidup berperan penting bagi peningkatan kesejahteraan umat. Dari segi hukum, karakter berperan penting bagi implementasi penegakan hukum. Karakter adalah hasil pendidikan melalui pembiasaan, pengamatan, pembelajaran, pemberian stimulus, dan belajar sosial. Pengembangan Karakter melalui Pendidikan Keluarga merupakan hal yang penting untuk diteliti. Keluarga terutama orang tua adalah lingkungan yang paling berpengaruh dalam perkembangan anak, karena keluarga adalah tempat dimana relasi–relasi kemanusiaan dicontohkan, kepribadian–kepribadian dibentuk, tujuan–tujuan dan pandangan–pandangan hidup dibentuk. Kondisi lingkungan yang berubah cepat dan dinamis memerlukan pemikiran-pemikiran baru dalam pendidikan keluarga terutama pada era digital ini. Kehidupan keluarga sebenarnya lebih kompleks 19 Fenomena umum dan mencuat yang mencerminkan umat Muslim Indonesia berakhlak terpuji dapat menjaga citra agama Islam dan mendukung syiar dakwah agama Islam khususnya di Indonesia. 20 Manusia yang berpendidikan tinggi, memiliki intelektualitas yang tingggi, namun memiliki karakter buruk atau bahkan cacat karakter misal koruptor, bertingkah laku agresif, merupakan indikator kegagalan pendidikan ditinjau dari sudut pandang pendidikan Islam. 21 Tingkat harkat kemanusiaan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat kualitas karakter bangsa itu sendiri. Untuk mencapai tingkat kualitas karakter bangsa yang mendukung terbentuknya HANKAMNAS dan keadilan sosial, diperlukan generasi penerus bangsa yang berkarakter baik, berakhlak terpuji. 8 dibanding dunia pendidikan, tetapi pendekatan psikologis terhadap masalah- masalah keluarga masih sedikit sekali yang dilakukan secara profesional. Mungkin karena kehidupan berkeluarga merupakan fenomena universal maka para ahli lebih memillih membiarkan kehidupan keluarga berjalan secara alamiah di masyarakat dibanding memikirkannya secara ilmiah profesional. Ditinjau dari ilmu agama Islam, kedua orangtua memiliki kewajiban penuh dalam mempersiapkan anak menjalani kehidupan dan melindunginya dari kehinaan serta mengarahkannya agar tumbuh menjadi insan Tuhan yang berakhlak terpuji. Pendidikan merupakan hak anak dari orangtuanya, bukan sebagai hadiah atau pemberian dari orangtua kepada anak Dengan kata lain, pendidikan anak adalah tanggung jawab orang tua. Allah S.W.T telah memerintahkan kepada setiap orangtua untuk mendidik anak-anak mereka, dan bertanggung jawab atas pendidikan anak. Hal ini diisyaratkan oleh al-Qur’ân surat al-Tahrîm66:6: p k r ’ fl » t t ß ˇ q ª Z t B u q Ł 3 | ¡ R r 3 ˛ = d r u r Y t R y d q Ł u r ¤ ¤ Z 9 o u y f ˇ t ł : u r p k n = t p s3 ˝ · fl » n = t B x ˇ y ˇ w t b q ` Ł t t B NŁ d t t B r t b q Ł = y Ł ł t u r t B t b r sD sª ˙ ˇ ¨ 173 Dari sudut pandang psikologi, tingkah laku kriminal adalah tingkah laku melanggar hukum yang berlaku legal offenses dan merupakan salah satu bentuk 17 Q.S 66:6. Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. 9 dari tingkah laku antisosial yang dimunculkan dalam tingkah laku yang nyata. 18 Kornadt memandang bahwa tindakan melanggar tabu dan pelanggaran hukum yang berlaku serta menolak konsensus kelompok, termasuk dalam definisi agresi. 19 Sementara Gunarsa menyatakan bahwa agresivitas adalah reaksi khas terhadap frustasi yang biasanya dihukum oleh masyarakat, tetapi tidak selalu dilampiaskan secara terbuka dan kadangkala dialihkan pada obyek, orang lain atau diri sendiri. 20 Beberapa ahli di bidang agresi berpendapat bahwa agresi adalah tingkah laku yang mempunyai potensi untuk melukai secara fisik atau merusak sesuatu yang dimiliki orang lain seperti harga diri, status sosial dan hak milik. 21 Tingkah laku agresif adalah fenomena universal yang ditemukan pada setiap tahap perkembangan kepribadian. Sementara kepribadian melalui tingkah laku yang nyata overt behavior adalah fenomena yang dihadapi dalam kehidupan sehari–hari. Pendapat umum mengatakan para remaja adalah kelompok sosial yang paling rentan terhadap tingkah laku agresif dan kriminalitas 22 Dalam perspektif psikologi, menurut Sarlito W. Sarwono, agresi merupakan hal yang penting untuk dikaji mengingat pengaruhnya amat besar terhadap individu maupun kelompok, sebagaimana kutipan berikut ini: Agresi dan altruisme adalah perilaku-perilaku yang sangat penting dalam psikologi, khususnya psikologi sosial, karena pengaruhnya yang sangat besar, baik terhadap individu maupun kelompok. Banyak peristiwa 18 Lihat Wenar, C. Developmental Psychopathology. Third Edition USA : McGraw-Hill, Inc, 1994, hal. 253 dan 507 19 Kornadt, H. J, Deveploment of Aggressiveness : Motivation Theory Perspective. In : R. M. Kaplan, V. J. Konecni, R. W. Novaco eds.. Aggression in Children and Youth. The Hague : Martinus Nijhoff Publishers, 1984, hal. 5 20 Gunarsa, S. D. Yulia Gunarsa, Psikologi Perawatan Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia, 1989, hal. 83 21 Lihat Feshbach dan Bandura dalam Achenbach, T. M, Deveplomental Psychopathology. Second Edition. New York : John Wiley Sons, Inc., 1982, hal. 340 22 Lihat Elliot Feldman dan Rice dalam Durkin K, Deveploment Social Psychology. Great Britain : T. J. Press Ltd., 1995, hal. 506 10 bersejarah, baik dalam skala individu, bangsa, maupun dalam skala umat, terjadi karena agresi dan altruisme ini. 23 Perkembangan tingkah laku behavioral deveploment telah lama menjadi pusat perhatian para ahli. Para ahli telah berhasil menunjukkan bahwa perkembangan tingkah laku adalah sesuatu yang penting diperhatikan dalam usaha memperkembangkan manusia menuju ke keadaan sejahtera dan bahagia. Dalam perkembangan tingkah laku, tampak jelas bahwa lingkungan hidup ecological environment anak adalah faktor yang sangat penting, sebagai sumber dari munculnya berbagai perangsangan stimulation. Lingkungan hidup anak berpengaruh secara bertingkat, yakni dari microsystem, dimana orang tua atau benda secara langsung mempengaruhi anak, kemudian mesosystem dimana lingkungan lebih luas, menghubungkan antara rumah dengan kehidupan sosial yang lebih luas misalnya sekolah yang mempengaruhi anak yang sedang tumbuh dan berkembang. Selanjutnya exosystem yakni latar belakang kekhususan yang dimiliki oleh orang tuanya. 24 Untuk meneliti Pengembangan Karakter melalui Pendidikan Keluarga, penulis melakukan studi komparatif teori Al-Ghazali tentang pendidikan akhlak tingkah laku non agresif dan teori Kornadt tentang perkembangan tingkah laku agresif. Dengan membandingkan kedua teori tersebut, penulis berharap akan menghasilkan suatu kontribusi keilmuan. Hal ini dikarenakan penulis memandang perlu mengintegrasikan keislaman, keilmuan dan kemanusiaan. Selain itu, penulis juga berpendapat bahwa adanya realitas konstruk yang lahir dari dua sistem nilai berbeda melahirkan nilai yang sama merupakan suatu hal yang mungkin. Pendapat ini berlawanan dengan pendapat Huntington yang memandang bahwa menyatukan dua sistem nilai yang berbeda agama dan sekuler untuk melahirkan nilai yang sama adalah hal yang tidak mungkin. Rasionalisasi, diferensiasi 23 Sarlito W, Sarwono, Psikologi Sosial: Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Cet. Ketiga Jakarta: Balai Pustaka, 2002, hal. 294 24 Lihat Bronfenbrenner dalam Gunarsa, Child and Adolescent Development in Urban Area : Anticipation to the Future Challenge and Problems. Jakarta, 1992 11 struktur dan partisipasi massa adalah prasyarat modernisasi dan dapat memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan modernisasi itu. Nilai- nilai sekuler dan rasionalisasi mendukung pembangunan dan perubahan masyarakat, sedangkan nilai-nilai agama menghambat perubahan masyarakatmodernisasi. 25 Pada proses munculnya tingkah laku manusia, sebenarnya tingkah lakunya tersebut digerakkan suatu sistem yang ada di dalam dirinya, yakni sistem nafs. Al-Qur’ân mengisyaratkan bahwa nafs sebagai sisi dalam manusia yang berhubungan dengan dorongan-dorongan tingkah laku. Nafs sebagai penggerak atau dorongan tingkah laku, berhubungan erat dengan tingkah laku manusia. Di dalam sistem nafs manusia ada potensi potensi positif dan potensi negatif yang menggerakkan manusia melakukan suatu tingkah laku tertentu. Dengan adanya kemampuan berpikir logis manusia diberi peluang untuk memilih. Manusia bisa mengalahkan tuntutan keinginan bertingkah laku tercela dengan memenangkan keinginan bertingkah laku terpuji. Potensi positif berkembang sejalan dengan pengalaman dan stimulasi hasil interaksi sosial interaksi manusia dengan lingkungan. Pada dasarnya manusia mempunyai insting atau naluri merusak walaupun manusia memiliki predikat khalifah di muka bumi. 25 Dalam ajaran Islam ada beberapa metode jalan atau cara yang ditempuh dalam melaksanakan pendidikan akhlak dan pengembangan karakter. Salah satu di antaranya adalah metode tazkiyat al-nafs pensucian jiwa. Tazkiyat al-nafs sebagai tugas pokok dan terpenting dari para nabi dan rasul Allah, yang sudah tercatat dalam sejarah, ditegaskan Al-Qur’an dalam ayat berikut: s s9 £ ‘ t B “ n ? t ª t ß ˇ Z ˇ B s J ł 9 ł ˛ y ] y Ł t N˝ k ˇ ø Z wq u ‘ ˇ i B 25 Lihat Huntington, S.P, Political Order in Changing Societies, New Haven: Yale University Press, 1968 25 Mengenai Sistem Nafs lihat dalam Achmad Mubarok, Jiwa Dalam Al-Qur’an, Cet. Pertama, Jakarta : Paramadina, 2000, hal. 143-160 12 M ˛ g ¯ ¡ R r q Ł = Gt N˝ k n = t ˇ m ˇ G» t u N˝ k ¯ e 2 t ª u r ª N g J ˇ k = y Ł ª u r | = » t G¯ 3 ł 9 sp y J 6ˇ t ł : u r b ˛ u r q R x . ‘ ˇ B ª 6s ¯ s9 9 » n = | ˚ Aß ˛ 7 B ˙ ˚ ˇ ˝ ¨ 26 Berkaitan dengan akhlak, Al-Ghazali mengemukakan konsep tazkiyat al- nafs sebagai metode pendidikan akhlak. Menurut Al-Ghazali, berakhlak baik bisa diartikan dengan baik secara lahir dan baik secara batin. Yang dimaksud dengan baik secara lahir adalah baik dalam penampilan. Sedangkan baik secara batin adalah menangnya sifat-sifat terpuji yang ada pada jiwadiri seseorang atas sifat- sifat tercelanya. Sebagai upaya untuk memenangkan sifat-sifat terpuji atas sifat- sifat tercela yang ada pada jiwa seseorang, maka dilakukan tazkiyat al-nafs, dengan cara pengosongan jiwa dari sifat-sifat tercela dan pengisian jiwa dengan sifat-sifat terpuji. Tazkiyat al-nafs berfungsi sebagai penguat motif, penggerak tingkah laku dan memberi warna corak tingkah laku manusia. Adapun pemikiran konsep tazkiyat al-nafs berdasarkan al-Qur’ân surat al-Syams91:7-10: §ł t R u r t B u r y g 1 §q y ˙ —¨ y g y J o l ø; r ’ sø y d u q Ł g Ø œ y g 1 u q ł s? u r ˙ ¨ s y x n = ł ør ‘ t B y g 8 . y ˙ ¨ su r z s{ ‘ t B y g 9 ¢ y ˙ ˚ ¨ 27 Menurut Sa’id Hawwa, kata tazkiyat secara harfiah memiliki dua makna, yakni tathhîr dan al-ishlâh. Tzn dalam pengertian pertama berarti membersihkan 26 Q.S 3:164, artinya. sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan jiwa mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum kedatangan Nabi itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. 27 Q.S. 91:7-10, artinya: dan jiwa serta penyempurnaannya ciptaannya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. 13 diri dari sifat-sifat tercela, sedangkan dalam pengertian kedua berarti memperbaiki jiwa dengan sifat-sifat terpuji. 28 Dengan demikian arti dari tzn tidak saja terbatas pada pembersihan diri, tetapi juga meliputi pembinaan dan pengembangan diri. Kitab-kitab tafsir, seperti Fakhr al-Razi dalam Tafsîr al- Kabîr juga mengartikan tazkiyat dengan tathhîr dan tanmiyat, yang berfungsi untuk menguatkan motivasi seseorang dalam beriman dan beramal saleh. Secara tegas ia mengatakan bahwa tazkiyat adalah ungkapan tentang tathhîr dan tanmiyat. 29 Disamping itu, Mufasir Muhammad Abduh mengartikan tzn dengan tarbiyat al-nafs pendidikan jiwa yang kesempurnaannya dapat dicapai dengan tazkiyat al-‘aql pensucian dan pengembangan akal dari akidah yang sesat dan akhlak yang jahat. Kesempurnaan tazkiyat al-‘aql dapat pula dicapai dengan tauhid yang murni. 30 Pendapat Abduh ini sejalan dengan arti kata tazkiyat itu sendiri, dan pengertian pendidikan dalam arti yang luas, yang tidak saja terbatas pada tathhîr al-nafs, tetapi juga tanmiyat al-nafs. Dari segi pendidikan dan ilmu jiwa banyak pula pendapat para ahli tentang tzn, misal Ziauddin Sardar, Muhammad Fazl-ur-Rahman Ansari, dan Hasan Langgulung. Sardar mengartikan tzn sebagai pembangunan karakter watak dan transformasi dari personalitas manusia, di mana seluruh aspek kehidupan memainkan peranan penting dalam prosesnya. Sebagai konsep pendidikan dan pengajaran, tzn tidak saja membatasi dirinya pada proses pengetahuan yang sadar, tetapi lebih merupakan tugas untuk memberi bentuk pada tindakan hidup taat bagi individu yang melakukannya, dan mukmin adalah karya seni yang dibentuk oleh tzn. 31 Sedangkan Hasan Langgulung mengartikan tzn sebagai metode penghayatan dan pengamalan nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam. 28 Sa’id Hawwa, al-Mustakhlash Fi Tazkiyat al-Anfus, Mesir: Dâr al-Salam, 1984 29 Fakhr al-Razi, Tafsîr al-Kabîr, juz 4, Teheran: Dâr al-Kutub al-‘ilmiyat, t.t., hal. 75 dan 143. 30 Muhammad Rasyid Ridha, ed., Tafsir al-Manar, juz 4, Mesir: Maktabat al-Qahirat, t.t., hal 222-223. 31 Ziauddin Sardar, The Future of Muslim Civilization, terj. HM. Mochtar Zoerni dan Ach. Hafas Sn :Masa Depan Peradaban Muslim”, Surabaya: Bina Ilmu, 1985, hal. 383. 14 Jika semua nilai Islam itu tersimpul dalam ketakwaan, maka tzn adalah metode pembentukan orang yang bertakwa . 32 Kornadt berangkat dari dasar pemikiran bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya digerakkan oleh kekuatan dari dalam diri innate forces seperti dorongan biologis, sifat dan disposisi, maupun rangsangan yang berasal dari luar diri external stimulus seperti kondisi situasional, tetapi juga diaktifkan oleh motif learned motive yang mengarahkan tingkah laku tersebut ke tujuan yang akan dicapai berdasarkan harapan-harapan yang dimiliki. Dengan memahami motif faktor intrinsik sebagai salah satu faktor utama penyebab munculnya tingkah laku agresif, maka Kornadt mengusulkan pemakaian kerangka pembahasan teori motivasi mengenai agresi dalam menganalisis permasalahan di bidang agresi. Teori Kornadt tentang agresi mencakup beberapa pendekatan teoretis, yaitu : 1 teori biologis, 2 teori frustrasi-agresi, 3 teori belajar, 4 teori sosial-belajar, dan 5 teori kognitif dari motivasi. Apalagi analisis yang sistematis teori motivasi tentang agresi jarang dilakukan dan kurang digali. 33 Dalam usaha membentuk teori agresi, Kornadt mengembangkan beberapa konsep dasar dengan menggunakan berbagai pendekatan teoretis. Konsep-konsep dasar tersebut adalah bahwa 1 agresi mempunyai akar biologis, tingkah laku agresif didasari oleh fungsi otak khusus fungsi hypothalamus dan sistem endokrin sehingga agresi mempunyai komponen herediter; 2 frustrasi dapat mengarahkan manusia pada beberapa bentuk tingkah laku agresif; 3 tingkah laku agresif diperoleh melalui proses belajar dan merupakan akibat pengaruh rangsangan yang berulang kali dari lingkungan ataupun pengalaman yang disertai penguatan; 4 tingkah laku agresif dapat dipelajari dan terbentuk dengan meniru atau mencontoh agresi yang dilakukan oleh model yang diamati; dan 5 pemunculan agresi melibatkan interprestasi kognitif terutama berkaitan dengan 32 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Alhusna, 1987, hal. 371-377. 33 Lihat Olweus, Kornadt, Miller Miller dalam Kornadt, Outline Of Motivation Theory Of Aggression. Saarbrucken : Facbereich Sozial-und Umweltwissenschaften. 1981b, hal. 23-25 15 penentuan tujuan yang akan dicapai dan pelaksanaan suatu tingkah laku agresif yang diharapkan. 34 Sungguhpun konsep tazkiyat al-nafs yang terdapat dalam kitab Ihyâ’ ‘ulûmudîn tersebut memberikan kontribusi yang berarti bagi pengembangan karakter dan pendidikan akhlak, namun belum pernah diteliti sebagai suatu konsep untuk pendidikan akhlak dan pengembangan karakter dalam Islam. Apalagi penelitian konsep tersebut dikaji dan dibandingkankan dengan psikologi. Padahal antara tazkiyat al-nafs dan psikologi terdapat hubungan yang erat. Kedua- duanya merupakan kebutuhan pokok hidup manusia dalam mencapai kebahagiaannya di dunia dan akhirat. Baik tazkiyat al-nafs ilmu agama Islam maupun pengembangan perilaku agresif psikologi, membahas hal-hal yang sama kesamaan substansi, namun menggunakan istilah yang berbeda. Keduanya dapat saling melengkapi. Dengan menggabungkan teori Al-Ghazali dan teori Kornadt diharapkan akan dapat menghasilkan satu teori baru tentang pengembangan karakter melalui pendidikan keluarga, teori yang lebih aplikatif dan berpedoman pada nilai-nilai Islam Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa “Pengembangan Karakter melalui Pendidikan Keluarga” adalah penting untuk diteliti. Akhlak karakter adalah hasil pendidikan sejak dini. Hal ini bukan hanya untuk kepentingan kehidupan berkeluarga namun juga untuk kepentingan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tingkat harkat kemanusiaan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat kualitas karakter bangsa itu sendiri. Untuk mencapai tingkat kualitas karakter bangsa yang mendukung terbentuknya HANKAMNAS dan keadilan sosial, diperlukan generasi penerus bangsa yang berkarakter baik, berakhlak terpuji, berbudi pekerti luhur, tidak berperilaku agresif. 34 Lihat Kornadt, H. J. L. H. Eckensberger W. B. Emminghaus. Cross Cultural Research On Motivation and Its Contribution to a General Theory Of Motivation. Beston : Allyn and Bacon. 1980. hal. 54-70 16 Sehubungan dengan itu, penulis tertarik untuk melakukan studi komparatif teori Al Ghazali ilmu agama Islam dan teori Kornadt psikologisekuler dalam kaitannya dengan pengembangan karakter melalui pendidikan keluarga. Teori Al-Ghazali tentang pengembangan karakter akhlak hasil pendidikan orang tua berdasarkan konsep tazkiyat al-nafs, sedangkan teori Kornadt tentang pengembangan karakter perilaku agresif hasil praktik pengasuhan orang tua berdasarkan teori motivasi. Tentunya keinginan penulis melakukan penelitian ini, tidak terlepas dari kajian penelitian-penelitian terdahulu yang relevan. Dengan membandingkan kedua teori yang berlawanan nilai tersebut, penulis berharap dapat memberikan suatu kontribusi yang merupakan perpaduan keislaman, keilmuan, keindonesiaan dan kemanusiaan. Adapun materi utama obyek pembahasan dalam penelitian adalah konsep tazkiyat al-nafs pensucian jiwa, pendidikan akhlak, sistem motif agresi dan perlakuan orang tua. Selain itu, penelitian ini dilakukan penulis untuk menguji hipotesis: Ada persamaan dan perbedaan persepsi pada pemikiran Al- Ghazali tentang pendidikan akhlak dan pemikiran Kornadt tentang perkembangan motif agresi.

B. Permasalahan Identifikasi Masalah