195
Perbandingan:
Berkaitan dengan
pemikiran Al-Ghazali
tentang sistem
nafs dibandingkan dengan pemikiran Kornadt tentang Sistem Motif Agresi, maka
dapat dikatakan Al-Ghazali dan Kornadt mempunyai pandangan yang sama dalam hal berasumsi bahwa ada suatu sistem di dalam diri seseorang yang berfungsi
sebagai penggerak tingkah laku di mana dalam sistem tersebut terdapat dua komponen yang berlawanan atau bertolak belakang secara fungsional potensi
positif dan negatif, pendekat dan penghindar. Berdasarkan tinjauan teoritis maka teori Al-Ghazali tentang hubungan
sistem nafs dan akhlaktingkah laku non agresif dibandingkan teori Kornadt tentang hubungan sistem motif agresi dan perkembangan tingkah laku agresif,
maka dapat dikatakan bahwa kekuatan teori Al-Ghazali melebihi kekuatan teori Kornadt dalam hal pengembangan karakter perilaku agresif dan non agresif. Ini
dapat diketahui dari kemungkinan kecenderungan yang dimiliki sistem nafs dan sistem motif agresi. Sistem nafs yang pembentukannya didasarkan pada nilai-nilai
ibadah di mana kekuatannya dimotivasi oleh keinginan untuk bertemu Allah, dapat dikatakan memiliki kecenderungan yang lebih kuat dibanding sistem motif
agresi yang pembentukannya didasarkan pada nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kepercayaan.
Menimbang bahwa tabiat asli jiwa adalah kecenderungan kepada kebaikan dan keengganan kepada kekejian, maka sistem nafs yang dibentuk dengan cara
tazkiyat al-nafs dapat dipandang lebih baik dibanding dengan sistem motif agresi yang memiliki akar nilai-nilai kepercayaan dan budaya.
B. Tingkah Laku hasil Interaksi Sosial Interaksionisme Teori Al-Ghazali
Berbicara tentang hubungan jiwa dan jasad, Al-Ghazali juga menjelaskan bahwa hubungan dimaksud pada hakikatnya sama dengan interaksionisme.
Meskipun jiwa dan jasad merupakan wujud yang berbeda, keduanya saling
196 mempengaruhi dan menentukan jalannya masing-masing. Karena itu, bagi Al-
Ghazali setiap perbuatan akan menimbulkan pengaruh pada jiwa, yakni membentuk kualitas jiwa, asalkan perbuatan itu dilakukan secara sadar.
Perbuatan yang dilakukan berulang-ulang selama beberapa waktu akan memberi pengaruh yang menetap pada jiwa. Sementara perbuatan yang dilakukan tanpa
sadar, tidak akan mempengaruhi jiwa. Demikian pula sebaliknya, jiwa mempengaruhi jasad apabila suatu kualitas telah dimiliki oleh jiwa, perbuatan
anggota badan yang bersesuaian dengan kualitas ini akan terdorong untuk dilaksanakan secara mudah.
Perbuatan amal saleh tidak hanya merupakan hasil interaksi dari jiwa dan jasad saja, melainkan juga merupakan hasil interaksi sosial yakni hasil pergaulan
manusia dengan sesama manusia terutama dengan lingkungan terdekat. Al- Ghazali memberi penekanan pada kewajiban orang tua mendidik akhlak anak. Ini
berarti perkembangan akhlak anak merupakan tanggungan jawab orangtua dan orang tua berkewajiban menjalin hubungan yang harmonis dengan anak interaksi
sosial berdasarkan tuntunan ajan agama. Dengan kata lain, perkembangan akhlakkarakter anak berkembang sejalan dengan sikap dan perlakuan orang tua.
Di samping itu, ia juga menekankan kewajiban anak untuk mendidik akhlaknya
sendiri belajar tidak hanya belajar sosial.
Dengan melakukan kajian pada teori Al-Ghazali kaitannya dengan pengembangan akhlakkarakter, maka dapat ditemukan beberapa hal yang
menggambarkan adanya interaksionisme yaitu interaksi antara: Jiwa dan jasad, jiwa dan akal, sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat tercela., perlakuan orang tua dan
perlakuan anak.
Teori Kornadt
Kornadt mengatakan bahwa pembentukan motif agresi merupakan hasil dari praktik pengasuhan anak. Dengan perkataan lain, motif agresi anak
berkembang sejalan dengan perlakuan yang di dapat dari praktik pengasuhan
197
anak. Untuk lebih jelasnya, sistem motif agresi das Aggressionmotiv-System
berkembang melalui proses praktik pengasuhan anak yang berkaitan dengan Dengan melakukan kajian pada teori Kornadt kaitannya dengan
perkembangan motif agresi anakremaja maka dapat ditemukan beberapa hal yang menggambarkan adanya interaksionisme yaitu interaksi sosial antara orang tua
dan anak yang berkaitan dengan perkembangan motif agresi, interaksi antara komponen-komponen sistem motif agresi yakni hambatan agresi dan motif agresi
yang memiliki peranan penting bagi munculnya suatu tingkah laku agresif.
Perbandingan:
Teori Al-Ghazali dan teori Kornadt memiliki pandangan yang sama dalam hal perkembangan motif agresi kaitannya dengan praktik pengasuhan anak
interaksi individu dan lingkungan. Jelasnya, interaksi sosial menghasilkan suatu tipe tingkah laku sosial agresif dan non-agresif. Tambahan pula, keduanya
memandang adanya interaksi antara komponen-komponen sistem motif yang ada
di dalam diri seseorang interaksi dorong dan tarik, push and pull.
Al-Ghazali memberi penekanan pada hubungan sesama manusia termasuk hubungan orang tua dan anak berdasarkan ikatan yang bersifat ibadah. Ini
membawa munculnya kesadaran akan tanggung jawab sosial yang lebih kuat dibanding dengan kesadaran tanggung jawab sosial yang berdasarkan hanya pada
ikatan sosial. Namun demikian hal ini amat bergantung pada kualitas kesadaran keagamaan yang dimiliki oleh seseorang. Dalam konteks umat Islam Indonesia,
dapat dilihat dari fenomena sosial yang ada maka dapat dikatakan masih banyak umat Islam Indonesia yang berperilaku sosial yang belum mencerminkan
pengamalan ajaran Islam.
C. Orientasi Nilai Teori Al-Ghazali